You are on page 1of 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang
mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.3

2.2 Etiologi
Penyebab vitiligo sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun
diduga adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau
secara autosomal dominan. Pada vitiligo, di antara 30-40% dari penderita vitiligo
memiliki riwayat keluarga yang positif. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo
yang terjadi pada kembar identik. Walaupun penyebab pasti vitiligo belum
diketahui sepenuhnya, namun beberapa faktor yang diduga dapat menjadi
pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang adalah:7
1. Faktor psikologis/emosi
Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stres lebih
kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo.
Pada 65 penderita vitiligo anak-anak, sebesar 56,9% pencetus utamanya
adalah faktor psikologis. Beberapa keadaan yang mengakibatkan trauma
psikologis berkepanjangan pada anak antara lain: ketidakharmonisan
dalam keluarga, penyalahgunaan alkohol dalam keluarga,
ketidakharmonisan disekolah, status pengungsian, peristiwa perang, orang
tua bercerai dan masalah cinta.4,8
2. Faktor trauma fisik
Pada penderita vitiligo, sangat sering hiilangnya pigmen dimulai setelah
trauma kulit dan lebih banyak timbul pada tempat gesekan, garukan, atau
jaringan parut. Vitiligo yang timbul pada tempat yang sering mengalami
trauma disebut Koebner phenomenon. Keadaan ini dapat terlihat pada
5-62% kasus vitiligo dan dikaitkan dengan stadium aktif penyakit dan
perluasan hilangnya pigment.4,9

4
5

3. Faktor sinar matahari


Pada kulit yang terbakar/terpapar matahari dapat terjadi vitiligo. Paparan
matahari tercatat sampai dengan 29% kasus.4,9
4. Fokus Inflamasi
Fokus inflamasi yang dikaitkan sebagai pencetus timbulnya vitiligo
contohnya: Faringitis akut, sinusitis, otitis, varicela, masalah gigi, dll.
Keadaan ini dianggap sebagai faktor risiko potensial utama dalam
2-3 dekade terakhir.8

2.3 Patogenesis
Patogenesis pada vitiligo masih sedikit dipahami. Melanosit pada bercak-
bercak awalnya masih ada, namun tidak memproduksi melanin. Selanjutnya
melanosit menjadi hilang sama sekali, kecuali pada tempat yang dalam di sekitar
folikel rambut.1 Berikut ini merupakan beberapa hipotesis yang banyak
dikemukakan, di antaranya adalah:

2.3.1 Hipotesis Autoimun


Adanya hubungan vitiligo dengan tiroidis Hashimoto, anemia pernisiosa,
dan hipoparatiroid melanosit dijumpai pada serum 80% penderita vitiligo. Organ
spesifik autoantibodi antara lain: tiroid, sel parietal gaster dan jaringan adrenal
lebih sering ditemukan pada pada penderita vitiligo dibandingkan dengan populasi
umum. Antibodi melanosit manusia normal telah terdeteksi menggunakan spesific
immunoprecipitation assay, dan memiliki sebuah efek sitolitik.3,7

2.3.2 Hipotesis Neurohormonal


Melanosit terbentuk dari neuralcrest, maka diduga faktor neural
berpengaruh. Tirosin adalah substrat untuk pembentukan melanin dan katekol.
Kemungkinan adanya produk intermidiete yang terbentuk selama sintesis katekol
yang mempunyai efek merusak melanosit. Pada beberapa lesi ada gangguan
keringat dan pembuluh darah terhadap respon transmiter saraf, misalnya
asetikolin.3
Pada hipotesis neurogenik dijelaskan bahwa senyawa yang dilepaskan pada
ujung saraf perifer kulit dapat menghambat melanogenesis dan dapat memiliki
6

efek toksik pada melanosit. Hipotesisis ini juga didukung dengan hasil
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron yang menunjukkan adanya
kelainan bagian terminal saraf perifer. Namun, penelitian terbaru tentang
neuropeptida dan penanda saraf pada vitiligo menunjukkan bahwa neuropeptida-Y
mungkin memiliki peran karena merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan
dapat menghambat proses melanogenesis.3,4,7

2.3.3 Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan
DOPA ke dopakuinon. Dopakuinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan
radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekusor
melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa, dan dopakrom merupakan
sitotoksik terhadap melanosit.3
Hipotesis baru diantaranya biosintesis tetrahydrobiopterin dan katekolamin
telah diajukan untuk menjelaskan patogenesis tersebut. Penelitian terbaru
menjelaskan bahwa peningkatan 6-tetrahydrobiopterine dan kofaktor fenilalanin
hidroksilase menghasilkan produk samping, diantaranya adalah H2O2. Jika H2O2
terakumulasi akan mempengaruhi peningkatan 6-biopterine yang bersifat
sitotoksik pada konsentrasi tinggi. Tingginya katekolamin mungkin secara
langsung bersifat sitotoksik terhadap melanosit. Stres oksidatif yang disebabkan
oleh peningkatan dopamin akan mengakibatkan apoptosis pada melanosit.7,9

2.3.4 Pajanan terhadap Bahan Kimiawi


Depigmentasi kulit dapat terjadi terhadap pajanan Mono Benzil Eter
Hidrokinon dalam sarung tangan atau detergen yang mengandung fenol.3

2.4 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis vitiligo berupa satu hingga beberapa makula tidak
mengandung melanosit yang tampak berwarna putih kapur atau putih susu. Lesi
biasanya berbatas tegas, namun pinggirannya bergerigi dan dapat menjadi
hipermelanosis. Lesi membesar secara sentrifugal pada tingkat yang tak terduga
dan dapat muncul pada setiap area tubuh, termasuk membran mukosa. Lesi awal
paling sering terjadi pada tangan, lengan, kaki, dan wajah. Ketika vitiligo terjadi
7

pada wajah, sering terdistribusi pada perioral dan periokular. Hal ini dikarenakan
pada area tersebut mudah terpapar matahari, mengalami gesekan berulang dan
trauma yang dapat mengakibatkan timbulnya lesi.5,7
Perkembangan vitiligo terjadi secara bertahap dan progresif. Terkadang
bertambah cepat dalam beberapa bulan dan kemudian diam selama bertahun-
tahun. Jarang dikeluhkan gatal, tanpa adanya sengatan sinar matahari. Hilangnya
pigmen mungkin sebagian atau seluruhnya, atau keduanya dapat terjadi di area
yang sama. Keadaan demikian disebut dengan vitiligo trichrome, yaitu vitiligo
dengan lesi berwarna cokelat muda (Gambar 2.1). Makula dengan pigmentasi
normal atau hiperpigmentasi dapat ditemukan di dalam makula vitiligo disebut
repigmentasi perifolikular. Kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema,
dan gatal disebut inflamatoar.3,4,7

Gambar 2.1. Vitiligo Trichrome.7


Banyak pasien menghubungkan onset vitiligo mereka dengan trauma fisik
(vitiligo yang terlihat pada area trauma tersebut, disebut Koebner phenomenon),
keadaan sakit, stress emosional dan reaksi sunburn mungkin menimbulkan
vitiligo. Pada Koebner phenomenon (Gambar 2.2) makula vitiligo berkembang
dalam respon isomorfik terhadap gesekan atau tekanan yang dihasilkan dari
8

kegiatan umum seperti menyikat rambut, mengeringkan kulit dengan handuk dan
memakai ikat pinggang atau menonton.10

Gambar 2.2. Koebner phenomenon.10

2.5 Klasifikasi
Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan
distribusi pada kulit. Secara umum vitiligo dapat dibagi menjadi dua yaitu
(Gambar 2.3):3,5
2.5.1 Tipe Lokalisata
1. Fokal
Satu atau lebih makula pada satu area, namun tidak segmental.
2. Segmental
Satu atau lebih makula pada satu area unilateral, dengan distribusi
menurut dermatomnya, misalnya satu tungkai. Sering dijumpai pada
anak-anak.
3. Mukosal
Hanya terdapat pada daerah membran mukosa.
Vitiligo lokalisata jarang berubah menjadi generalisata.
9

2.5.2 Tipe Generalisata


Merupakan tipe yang sering dijumpai. Hampir 90% penderita secara
generalisata dan biasanya simetris. Vitioligo generalisata dapat dibagi lagi:
1. Akrofasial
Depigmentasi hanya terjadi di bagian distal ekstremitas dan muka,
merupakan stadium mula vitiligo yang generalisata.
2. Vulgaris
Makula tanpa pola tertentu di banyak tempat.
3. Universalis
Depigmentasi terjadi menyeluruh atau hampir seluruh tubuh.

Gambar 2.3. Klasifikasi vitiligo


a) vitiligo fokal; b) vitiligo segmental; c) vitiligo akrofasial;
d) vitiligo vulgaris; e) vitiligo universalis.5

2.6 Diagnosis
Menegakkan diagnosa vitiligo didasarkan atas anamnesa dan gambaran
klinis. Ditanyakan kepada penderita: 1) awitan penyakit; 2) Riwayat keluarga
tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini; 3) Riwayat penyakit kelainan
tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan anemia pernisiosa; 4) Kemungkinan
faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan pajanan bahan
kimiawi; 5) Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.3
Gambaran klinis yang khas yaitu berupa makula depigmentasi atau bercak
berwarna putih, bentuk tidak teratur, berbatas tegas dan mempunyai distribusi
10

yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit
membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk keadaan ini
dapat digunakan lampu wood. Hasilnya yaitu makula yang amelanosit akan
tampak putih berkilau (Gambar 2.4). Biopsi kulit jarang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.4,10

Gambar 2.4. Pemeriksaan lampu wood


Makula amelanosit akan tampak putih berkilauan.10

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat membantu untuk menegakkan
diagnosis vitiligo, antara lain :

2.7.1 Lampu Wood


Pemeriksaan ini untuk melihat makula pada area-area tubuh yang tidak
terpapar sinar matahari, terutama bagi pasien yang berkulit putih.2

2.7.2 Pemeriksaan Histopatologi


Dengan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) tampaknya normal kecuali
tidak ditemukan melanosit, kadang-kadang ditemukan limfosit pada tepi makula.
Reaksi dopa untuk melanosit negatif pada daerah apigmentasi, namun meningkat
pada tepi yang hiperpigmentasi. Pemeriksaan histopatologi yang pernah dilakukan
pada penderita vitiligo menunjukkan bukti baru, ketiadaan melanin pada lapisan
11

basal epidermis dan tidak adanya melanosit (Gambar 2.5). Temuan tersebut sesuai
dengan gambaran klinis vitiligo (ekstralesi vitiligo).3,11

Gambar 2.5. Pemeriksaan hostipatologi (HE 400x)


Ketiadaan melanin pada lapisan basal epidermis
dan tidak adanya melanosit.11

2.7.3 Pemeriksaan Biokimia


Pemeriksaan histokimia pada kulit yang diinkubasi dengan dopa
menunjukkan tidak adanya tirosinase. Kadar tirosin plasma dan kulit normal.
Penelitian histokimia menunjukkan kurangnya melanosit dopapositive di lapisan
basar epidermis (Gambar 2.6). Penelitian imunohistokimia baru-baru ini
menunjukkan hanya ada melanosit sesekali di lesi kulit, dan tampaknya melanosit
digantikan sel-sel langerhans.3,7

2.7.4 Pemeriksaan Laboratorium Lain


Diagnosis vitiligo secara primer didasarkan pada pemeriksaan klinis.
Bagaimanapun, vitiligo dihubungkan dengan penyakit autoimun lainnya.
Beberapa pemeriksaan laboratorium lain yang dapat membantu selain
pemeriksaan di atas, diantaranya dapat dilakukan pemeriksaan stimulasi hormon
12

tiroid, antinuklear antibodi dan darah lengkap. Para klinis juga


mempertimbangkan memeriksa antitiroglobulin serum dan antibodi antitiroid
peroxidase, terutama ketika pasien memiliki tanda dan gejala penyakit tiroid.
Antibodi antitiroid peroxidase dianggap sebagai penanda penyakit tiroid autoimun
yang sensitif dan spesifik.5

Gambar 2.6. Pemeriksaan histokimia.


Lapisan epidermis dipigmentasi
menunjukkan penurunan jumlah melanosit.7

2.8 Diferensial Diagnosis


Beberapa penyakit yang mempunyai gambaran lesi seperti vitiligo yaitu :

2.8.1 Tinea Versikolor


Tinea versikolor merupakan Penyakit infeksi jamur superfisial kronis yang
disebabkan Malassezia furfur. Tinea versikolor biasanya tampak berupa sisik
hipopigmentasi atau makula hiperpigmentasi yang dapat diterlihat di area khas
tubuh seperti: dada, punggung, perut dan ekstremitas proksimal. Pada kulit terang,
lesi berupa makula cokelat muda dengan skuama halus dipermukan dan pada kulit
gelap, tampak berupa bercak-bercak hipopigmentasi. Penderita terkadang dapat
merasakan gatal terutama bila berkeringat. Diagnosis pasti ditegakkan dengan
13

lampu wood dimana terjadi fluorosensi kuning keemasan dan pada pemeriksaan
dengan KOH 20%, ditemukan pseudohifa (hifa pendek) yang dikelilingi spora
berkelompok.1,2,5

2.8.2 Pitiriasis Alba


Ptiriasis alba merupakan Bentuk dermatitis yang tidak spesifik dan belum
diketahui penyebabnya, ditandai dengan bercak kemerahan berbentuk bulat, oval
atau plakat yang tak teratur dengan skuama halus yang akan menghilang,
meninggalkan area depigmentasi dengan skuama halus. Bisanya terjadi pada
anak-anak praremaja. Lesi dapat dijumpai pada ekstremitas dan badan, dapat
simetris pada paha atas, bokong, punggung dan ekstensor lengan. Lesi umumnya
menetap, terlihat sebagai leukoderma setelah skuama menghilang.3,5

2.8.3 Morbus Hansen/Lepra/Kusta


Lepra merupakan penyakit infeksi Mycobacterium lepra, bersifat kronik,
progresif, mula-mula menyerang saraf tepi, kemudian kulit, mukosa saluran nafas
dan organ lain. Kusta memiliki cardinal sign antara lain: 1) lesi kulit berupa
makula hipopigmentasi maupun eritema yang mati rasa; 2) penebalan saraf tepi
yang disertai gangguan fungsi sensoris, motoris, dan otonom; dan 3) ditemukan
basil tahan asam (BTA) di dalam kerokan jaringan kulit (slit skin smear).12

2.8.4 Piebaldism
Piebaldism merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan
autosomal yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak
dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan
tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian
bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Sifat lesi biasanya terbatas,
jarang menunjukkan batasan hiperpigmentasi dan perkembangan lesi biasanya
stabil. 4,7

2.8.5 Tuberosklerosis
Tuberosklerosis merupakan suatu sindrom neurokutan yang diturunkan
secara autosomal dominan, dapat mengenai kulit, tulang jantung, paru-paru,
ginjal, mata dan otak. Salah satu gambaran klinis lesi kulit berupa makula
14

hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau
masa bayi dengan lokasi di daerah punggung dan ekstremitas.2,4

2.8.6 Nevus Depigmentosus/Anemikus


Makula hipopigmentasi yang besar, dijumpai pada semua umur, tidak
mengalami depigmentasi dan biasanya tidak berkembang. Makula hipopigmentasi
ini bersifat kongenital, namun mungkin tidak terlihat saat lahir. Varian klinis yang
paling umum adalah berbentuk bulat, tunggal dan berbatas tegas. Lesi sering
terjadi di area badan. Pada pemeriksaan histologis dijumpai melanosit dan
melanin akan tetapi dengan jumlah sel dan pigmen yang berkurang dibandingkan
pada kulit yang normal.4,7

Gambar 2.5. Diferensial diagnosis vitiligo


a) Tenia versikolor; b) Pitiriasis alba; c) Lepra/kusta; d) Piebaldism
e) Tuberosklerosis; f) Nevus depigmentosus/anemikus; g) albinisme.5,7

2.8.7 Albinisme
Kelainan genetik yang sering terdeteksi saat lahir. Dijumpai adanya
melanosit, namun mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin.
Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan
15

menderita kelainan pada mata seperti nystagmus, strabismus, dan berkurangnya


ketajaman penglihatan.4

2.9 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit.
Melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh ke dalam kulit yang mengalami
depigmentasi. Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu karena sel baru yang
terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit
yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan
dibutuhkan waktu minimal 3 bulan.4

2.9.1 Pengobatan Secara Umum


1. Memberikan KIE
Memberikan keterangan mengenai penyakit, pengobatan yang diberikan
dan menjelaskan perkembangan penyakit selanjutnya kepada penderita
maupun keluarga. Penderita harus diberitahu bahwa vitiligo bersifat
kronis dan dapat kambuh. Repigmentasi merupakan proses yang
lambat, reaktivasi penyakit di area tubuh yang berbeda atau muncul
kembali pada daerah yang telah diobati dapat terjadi.4,10
2. Penggunaan tabir surya
Tabir surya (SPF15-30) digunakan pada daerah yang terpapar sinar
matahari. Tabir surya membantu mencegah terbakarnya kulit oleh
paparan sinar matahari, dengan demikian dapat mengurangi kerusakan
yang diakibatkan sinar matahari dan mengurangi terjadinya koebner
phenomenon. Tabir surya juga menungurangi kulit normal menjadi
lebih gelap sehingga mengurangi kontras dengan lesi vitiligo.4,5
Pemakaian tabir surya secara rutin tidak direkomendasikan. Paparan
sinar matahari moderat (heliotherapy) memberikan manfaat terkait
dengan paparan sinar ultraviolet (UV). Depigmentasi kulit vitiligo
cenderung menunjukkan peningkatan toleransi terhadap cahaya UVB
dari waktu ke waktu (photoadaptation).10
16

3. Kamuflase kosmetik
Banyak penderita, khususnya penderita vitiligo fokal, mencari kosmetik
untuk menutupi area depigmentasi. Tujuan penggunaan kosmetik yaitu
menyamarkan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan
(Gambar 2.6). Biasa menggunakan Covermark dan Dermablend.
Penggunaan kosmetik menawarkan biaya yang terbatas, efek samping
minimal dan mudah dilakukan.4,5

Gambar 2.6. Penggunaan kamuflase kosmetik


Setelah penggunaan kosmetik, makula depigmentasi tampak tersamarkan
dengan kulit yang normal.

2.9.2 Repigmentasi Vitiligo


Beberapa pilihan pengobatan repigmentasi yang tersedia untuk penderita
vitiligo (Tabel 2.1). Sebagian besar terapis berniat untuk mengembalikan pigmen
kulit. Semua pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian; dan tidak ada yang
tepat untuk semua penderita vitiligo.
Tabel 2.1. Pengobatan repigmentasi vitiligo.5
Topikal Fisikal Sistemik Bedah
Lini Kortikosteroid Ultraviolet B (gellombang
pertama Calcineurin pendek)
inhibitor Psoralen sistemik dan
ultraviolet A
Lini Calcipotriol Psoralen topikal dan Kortikosteroid Grafting
kedua ultraviolet A (Terapi denyut) Melanocyte
transplant

1. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk pengobatan pada area yang
terbatas dan sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama pada
anak-anak. Kortikosteroid potent seperti: triamsinolon asetonik 0,1%,
desonide 0,05%, betametason valerat 0,1% atau klobetasol
17

propionat 0,1% selama 1-2 bulan dapat digunakan untuk mengobati lesi
lokalisata. Kemudian secara bertahap dilanjutkan dengan kortikosteroid
potensi rendah. Pemeriksaan lampu wood dapat digunakan untuk
memonitor respon pengobatan. Jika tidak terlihat respon selama
3 bulan, maka terapi harus dihentikan. Maksimum repigmentasi dapat
terjadi setelah 4 bulan atau lebih (30-40% berrespon setelah 6 bulan
penggunaan kortikosteroid).2,5
Lesi yang tampak pada wajah memiliki respon yang terbaik terhadap
kortikosteroid topikal, lesi pada leher dan ekstremitas (kecuali jari
tangan dan kaki) juga memiliki respon yang baik. Penggunaan steroid
dalam jangka waktu panjang dapat mengakibat efek samping berupa
atrofi kulit, telengiektasis, strie dan jarang terjadi dermatitis kontak.
Penggunaan disekitar alis dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intraokuler dan kekambuhan glaukoma.5

2. Imunomodulator Topikal
Tacrolimus salep 0,03-0,1% juga efektif untuk pilihan pengobatan
repigmentasi lesi vitiligo ketika digunakan dua kali pada penderita
vitiligo lokalisata, terutama pada area muka dan leher. Tacrolimus
merupakan immunosupressor poten dan selektif yang terbuat dari
makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi streptomyces
tsukubaensis. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang
menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin.
Pengobatan akan lebih efektif ketika dikombinasi ultraviolet B (UVB)
atau excimer laser (380 nm). Tacrolimus secara umum lebih aman
untuk anak-anak dibandingkan kortikosteroid topikal.4,5

3. Calcipotriol Topikal
Calcipotrol topikal 0,005% merupakan produk kosmetik yang dapat
digunakan sebagai pengobatan repigmentasi pada beberapa penderita
vitiligo. Pengobatan ini dapat dikombinasi dengan kortikosteroid
topikal pada penderita dewasa dan anak-anak, mungkin dapat
18

mempercepat onset repigmentasi dengan stabilitas lebih baik dari


pigmentasi yang didapat.5

4. Pseudokatalase
Katalase merupakan enzim yang secara normal ditemukan di kulit
untuk mengurangi kerusakan akibat radikal bebas, sedangkan pada
penderita vitiligo kadarnya rendah. Terapi pengganti menggunakan
analog dari katalase manusia normal (pseudokatalase) dan dikombinasi
dengan fototerapi UVB gelombang pendek dapat mencegah
progresifitas penyakit.5

5. Terapi Sistemik
Obat imunosupresif sistemik memiliki banyak efek samping potensial.
Kortikosteroid sistemik telah digunakan sebagai terapi denyut dengan
hasil yang bervariasi dan dapat mencegah cepatnya depigmentasi pada
penyakit yang aktif.5

6. Psoralen dan Ultraviolet A


Topikal atau oral 8-methoxypsoralen dikombinasi dengan penyinaran
UVA (320-400 nm) (PUVA) efektif untuk pengobatan vitiligo.
Walaupun sering kali pengobatan membutuhkan lebih dari beberapa
bulan. Setelah pemaparan UVA, psoralen mengalami ikatan kovalen
dengan DNA dan menghambat replikasi sel. Mekanisme repigmentasi
masih belum dipahami dengan baik. PUVA menstimulasi aktivitas
tirosin (enzim esensial yang disintesis melanin) dan melanogenesis
pada kulit. PUVA juga mengakibatkan imunosupresif lokal dan
menurunkan ekspresi antigen melanosit pada vitiligo. PUVA juga
menstimulasi migrasi melanosit folikular ke epidermis dan mengisi
kembali kulit yang mengalami depigmentasi.5
PUVA topikal digunakan pada vitiligo lokalisata atau lesi yang kurang
dari 20% permukaan kulit. Psoralen oral digunakan pada lesi yang lebih
luas termasuk penderita yang tidak berespon terhadap PUVA topikal.
Dosis psoralen adalah 0,6 mg/kg berat badan 2 jam sebelum penyinaran
19

selama 6 bulan sampai setahun. Secara umum vitiligo pada badan,


ekstresmitas proksimal, dan muka bersepon baik terhadap PUVA,
namun berespon buruk terhadap ekstremitas distal.3,4,5

7. Radiasi Ultraviolet B (gelombang pendek)


Penyinaran UVB gelombang pendek (311 nm) adalah pilihan lain untuk
pasien vitiligo dan banyak dipertimbangkan sebagai pengobatan lini
pertama. Pada pasien vitiligo generalisata, pengobatan UVB gelombang
pendek lebih efektif dibandingkan penggunaan PUVA. Jika tidak ada
perbaikan yang terlihat dalam 6 bulan pengobatan, maka pengobatan
dihentikan.5

8. Depigmentasi
MBEH (monobenzylether of hydroquinone) 20% dapat digunakan
sebagai pengobatan vitiligo yang luas atau lesinya lebih dari
50% permukaan kulit dan tidak berhasil dengan pengobatan psoralen.
Monobenzone dapat mengakibatkan iritasi dan sensitasi alergi.
Jika tidak ada dermatitis kontak pengobatan dapat dilanjutkan sampai
4 minggu untuk daerah yang normal. Depigmentasi dapat terjadi setelah
2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun. Kemungkinan dapat timbul
kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang terpapar sinar
matahari dan penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah dengan
tabir surya.3,5

9. Terapi bedah
Penderita vitiligo dengan area yang tidak luas dan stabil dapat
dilakukan transplantasi secara bedah diantaranya : 1) Skin graft, tekhnik
ini menggunakan jaringan yang berasal dari kulit penderita yang
berpigmen normal, kemudian dipindahkan ke area depigmentasi,
Repigmentasi kemudian akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu
setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi,
jaringan parut, cobblestone appearance, bercak-bercak pigmentasi atau
bahkan tidak terjadi repigmentasi samasekali; 2) Suction blister, teknik
20

ini yaitu membentuk bula pada kulit yang berpigmen normal


menggunakan vakum suction 150 Hg atau menggunakan alat
pembekuan seperti cairan nitrogen. Permukaan bula yang terbentuk
kemudian dipotong dan dipindahkan pada area depigmentasi.
Pigmentasi biasanya berkembang dalam 3-6 bulan. Keuntungannya
adalah jaringan parut yang terbententuk lebih minimal; 3) Kultur
melanosit, teknik ini berpotensi mengobati area yang luas menggunakan
sel yang diambil dari sebagian kecil kulit normal dan kemudian
melanosit diperluas secara in vitro. Teknik ini belum dilakukan secara
luas dikarenakan kompleksisitas kultur dan biayanya mahal.4,5

10. Tatto (mikropigmentasi)


Tatto merupakan pigmen yang ditanamkan dengan menggunakan
peralatan khusus dan bahan ferum oksida dalam gliserol atau alkohol.
Daerah ujung jari, bibir, siku dan mulut umumnya memberikan hasil
yang buruk, maka dapat dicoba dilakukan repigmentasi dengan cara
tattoo.3,4

2.10. Prognosis
Prognosis dari vitiligo masih sulit untuk diprediksi. Lesi depigmentasi dapat
menetap, meluas ataupun mengalami repigmentasi. Biasanya perkembangan
penyakit dari semua tipe bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur
hidup, kecuali diberikan pengobatan. Pada tahap awal lesi akan berkembang
cepat, kemudian memasuki fase diam dan menetap dalam beberapa tahun.4,5
Pada vitiligo lokalisata jarang berubah menjadi vitiligo generalisata. Vitiligo
segmental sering dimulai saat anak-anak, onsetnya cepat dan stabil, sedangkan
pada vitiligo non segmental onsetnya lebih lambat, bersifat progresif dan tiba-tiba
dapat meluas. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% penderita, namun jarang
terjadi pada orang dewasa dan penderita yang telah lama mengalami
depigmentasi. Jika memang terjadi repigmentasi, sering diawali dengan timbulnya
bintik-bintik kecil pada tempat yang sama dengan folikel rambut. Repigmentasi
terjadi melalui proses yang lambat dan hasilnya jarang memuaskan secara
kosmetik.1,4,10

You might also like