Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii
Bab Ii
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Vitiligo adalah hipomelanosis idiopatik didapat, ditandai dengan adanya
makula putih yang dapat meluas. Dapat mengenai seluruh bagian tubuh yang
mengandung sel melanosit, misalnya rambut dan mata.3
2.2 Etiologi
Penyebab vitiligo sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, namun
diduga adalah suatu penyakit herediter yang diturunkan secara poligenik atau
secara autosomal dominan. Pada vitiligo, di antara 30-40% dari penderita vitiligo
memiliki riwayat keluarga yang positif. Pernah dilaporkan juga kasus vitiligo
yang terjadi pada kembar identik. Walaupun penyebab pasti vitiligo belum
diketahui sepenuhnya, namun beberapa faktor yang diduga dapat menjadi
pencetus timbulnya vitiligo pada seseorang adalah:7
1. Faktor psikologis/emosi
Sekitar 40% penderita vitiligo, mengalami emosi dan stres lebih
kurang 6 bulan sebelum timbul atau berkembangnya lesi vitiligo.
Pada 65 penderita vitiligo anak-anak, sebesar 56,9% pencetus utamanya
adalah faktor psikologis. Beberapa keadaan yang mengakibatkan trauma
psikologis berkepanjangan pada anak antara lain: ketidakharmonisan
dalam keluarga, penyalahgunaan alkohol dalam keluarga,
ketidakharmonisan disekolah, status pengungsian, peristiwa perang, orang
tua bercerai dan masalah cinta.4,8
2. Faktor trauma fisik
Pada penderita vitiligo, sangat sering hiilangnya pigmen dimulai setelah
trauma kulit dan lebih banyak timbul pada tempat gesekan, garukan, atau
jaringan parut. Vitiligo yang timbul pada tempat yang sering mengalami
trauma disebut Koebner phenomenon. Keadaan ini dapat terlihat pada
5-62% kasus vitiligo dan dikaitkan dengan stadium aktif penyakit dan
perluasan hilangnya pigment.4,9
4
5
2.3 Patogenesis
Patogenesis pada vitiligo masih sedikit dipahami. Melanosit pada bercak-
bercak awalnya masih ada, namun tidak memproduksi melanin. Selanjutnya
melanosit menjadi hilang sama sekali, kecuali pada tempat yang dalam di sekitar
folikel rambut.1 Berikut ini merupakan beberapa hipotesis yang banyak
dikemukakan, di antaranya adalah:
efek toksik pada melanosit. Hipotesisis ini juga didukung dengan hasil
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron yang menunjukkan adanya
kelainan bagian terminal saraf perifer. Namun, penelitian terbaru tentang
neuropeptida dan penanda saraf pada vitiligo menunjukkan bahwa neuropeptida-Y
mungkin memiliki peran karena merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan
dapat menghambat proses melanogenesis.3,4,7
2.3.3 Autositotoksik
Sel melanosit membentuk melanin melalui oksidasi tirosin ke DOPA dan
DOPA ke dopakuinon. Dopakuinon akan dioksidasi menjadi berbagai indol dan
radikal bebas. Melanosit pada lesi vitiligo dirusak oleh penumpukan prekusor
melanin. Secara in vitro dibuktikan tirosin, dopa, dan dopakrom merupakan
sitotoksik terhadap melanosit.3
Hipotesis baru diantaranya biosintesis tetrahydrobiopterin dan katekolamin
telah diajukan untuk menjelaskan patogenesis tersebut. Penelitian terbaru
menjelaskan bahwa peningkatan 6-tetrahydrobiopterine dan kofaktor fenilalanin
hidroksilase menghasilkan produk samping, diantaranya adalah H2O2. Jika H2O2
terakumulasi akan mempengaruhi peningkatan 6-biopterine yang bersifat
sitotoksik pada konsentrasi tinggi. Tingginya katekolamin mungkin secara
langsung bersifat sitotoksik terhadap melanosit. Stres oksidatif yang disebabkan
oleh peningkatan dopamin akan mengakibatkan apoptosis pada melanosit.7,9
pada wajah, sering terdistribusi pada perioral dan periokular. Hal ini dikarenakan
pada area tersebut mudah terpapar matahari, mengalami gesekan berulang dan
trauma yang dapat mengakibatkan timbulnya lesi.5,7
Perkembangan vitiligo terjadi secara bertahap dan progresif. Terkadang
bertambah cepat dalam beberapa bulan dan kemudian diam selama bertahun-
tahun. Jarang dikeluhkan gatal, tanpa adanya sengatan sinar matahari. Hilangnya
pigmen mungkin sebagian atau seluruhnya, atau keduanya dapat terjadi di area
yang sama. Keadaan demikian disebut dengan vitiligo trichrome, yaitu vitiligo
dengan lesi berwarna cokelat muda (Gambar 2.1). Makula dengan pigmentasi
normal atau hiperpigmentasi dapat ditemukan di dalam makula vitiligo disebut
repigmentasi perifolikular. Kadang ditemukan tepi lesi yang meninggi, eritema,
dan gatal disebut inflamatoar.3,4,7
kegiatan umum seperti menyikat rambut, mengeringkan kulit dengan handuk dan
memakai ikat pinggang atau menonton.10
2.5 Klasifikasi
Lesi pada vitiligo dapat diklasifikasikan berdasarkan perluasan dan
distribusi pada kulit. Secara umum vitiligo dapat dibagi menjadi dua yaitu
(Gambar 2.3):3,5
2.5.1 Tipe Lokalisata
1. Fokal
Satu atau lebih makula pada satu area, namun tidak segmental.
2. Segmental
Satu atau lebih makula pada satu area unilateral, dengan distribusi
menurut dermatomnya, misalnya satu tungkai. Sering dijumpai pada
anak-anak.
3. Mukosal
Hanya terdapat pada daerah membran mukosa.
Vitiligo lokalisata jarang berubah menjadi generalisata.
9
2.6 Diagnosis
Menegakkan diagnosa vitiligo didasarkan atas anamnesa dan gambaran
klinis. Ditanyakan kepada penderita: 1) awitan penyakit; 2) Riwayat keluarga
tentang timbulnya lesi dan uban yang timbul dini; 3) Riwayat penyakit kelainan
tiroid, alopesia areata, diabetes melitus, dan anemia pernisiosa; 4) Kemungkinan
faktor pencetus, misalnya stres, emosi, terbakar surya, dan pajanan bahan
kimiawi; 5) Riwayat inflamasi, iritasi, atau ruam kulit sebelum bercak putih.3
Gambaran klinis yang khas yaitu berupa makula depigmentasi atau bercak
berwarna putih, bentuk tidak teratur, berbatas tegas dan mempunyai distribusi
10
yang khas. Penderita vitiligo dengan kulit yang terang (putih), agak sulit
membedakan lesi vitiligo dengan kulit normal disekitarnya, untuk keadaan ini
dapat digunakan lampu wood. Hasilnya yaitu makula yang amelanosit akan
tampak putih berkilau (Gambar 2.4). Biopsi kulit jarang diperlukan untuk
menegakkan diagnosis.4,10
basal epidermis dan tidak adanya melanosit (Gambar 2.5). Temuan tersebut sesuai
dengan gambaran klinis vitiligo (ekstralesi vitiligo).3,11
lampu wood dimana terjadi fluorosensi kuning keemasan dan pada pemeriksaan
dengan KOH 20%, ditemukan pseudohifa (hifa pendek) yang dikelilingi spora
berkelompok.1,2,5
2.8.4 Piebaldism
Piebaldism merupakan penyakit genetik yang diturunkan secara dominan
autosomal yang timbul sejak lahir atau segera setelah lahir, dimana tidak
dijumpainya melanosit pada kulit dan rambut. Lokasi lesi selalu pada permukaan
tubuh bagian ventral dan rambut bagian depan sering berwarna putih, kemudian
bercak depigmentasi dapat meluas hingga ke dahi. Sifat lesi biasanya terbatas,
jarang menunjukkan batasan hiperpigmentasi dan perkembangan lesi biasanya
stabil. 4,7
2.8.5 Tuberosklerosis
Tuberosklerosis merupakan suatu sindrom neurokutan yang diturunkan
secara autosomal dominan, dapat mengenai kulit, tulang jantung, paru-paru,
ginjal, mata dan otak. Salah satu gambaran klinis lesi kulit berupa makula
14
hipopigmentasi yang berbentuk ash-leaf. Pada umumnya terlihat sejak lahir atau
masa bayi dengan lokasi di daerah punggung dan ekstremitas.2,4
2.8.7 Albinisme
Kelainan genetik yang sering terdeteksi saat lahir. Dijumpai adanya
melanosit, namun mengalami mutasi atau tidak mampu mensintesis melanin.
Dapat mengenai seluruh permukaan kulit, rambut maupun mata. Penderita akan
15
2.9 Penatalaksanaan
Prinsip pengobatan vitiligo adalah pembentukan cadangan baru melanosit.
Melanosit baru yang terbentuk akan tumbuh ke dalam kulit yang mengalami
depigmentasi. Pengobatan vitiligo membutuhkan waktu karena sel baru yang
terbentuk akan mengalami proliferasi dan kemudian bermigrasi ke dalam kulit
yang mengalami depigmentasi, sehingga untuk melihat respon pengobatan
dibutuhkan waktu minimal 3 bulan.4
3. Kamuflase kosmetik
Banyak penderita, khususnya penderita vitiligo fokal, mencari kosmetik
untuk menutupi area depigmentasi. Tujuan penggunaan kosmetik yaitu
menyamarkan bercak putih sehingga tidak terlalu kelihatan
(Gambar 2.6). Biasa menggunakan Covermark dan Dermablend.
Penggunaan kosmetik menawarkan biaya yang terbatas, efek samping
minimal dan mudah dilakukan.4,5
1. Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk pengobatan pada area yang
terbatas dan sering digunakan sebagai pengobatan lini pertama pada
anak-anak. Kortikosteroid potent seperti: triamsinolon asetonik 0,1%,
desonide 0,05%, betametason valerat 0,1% atau klobetasol
17
propionat 0,1% selama 1-2 bulan dapat digunakan untuk mengobati lesi
lokalisata. Kemudian secara bertahap dilanjutkan dengan kortikosteroid
potensi rendah. Pemeriksaan lampu wood dapat digunakan untuk
memonitor respon pengobatan. Jika tidak terlihat respon selama
3 bulan, maka terapi harus dihentikan. Maksimum repigmentasi dapat
terjadi setelah 4 bulan atau lebih (30-40% berrespon setelah 6 bulan
penggunaan kortikosteroid).2,5
Lesi yang tampak pada wajah memiliki respon yang terbaik terhadap
kortikosteroid topikal, lesi pada leher dan ekstremitas (kecuali jari
tangan dan kaki) juga memiliki respon yang baik. Penggunaan steroid
dalam jangka waktu panjang dapat mengakibat efek samping berupa
atrofi kulit, telengiektasis, strie dan jarang terjadi dermatitis kontak.
Penggunaan disekitar alis dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
intraokuler dan kekambuhan glaukoma.5
2. Imunomodulator Topikal
Tacrolimus salep 0,03-0,1% juga efektif untuk pilihan pengobatan
repigmentasi lesi vitiligo ketika digunakan dua kali pada penderita
vitiligo lokalisata, terutama pada area muka dan leher. Tacrolimus
merupakan immunosupressor poten dan selektif yang terbuat dari
makrolid lakton yang diisolasi dari hasil fermentasi streptomyces
tsukubaensis. Mekanisme kerja berdasarkan inhibisi kalsineurin yang
menyebabkan supresi dari aktivasi sel T dan inhibisi pelepasan sitokin.
Pengobatan akan lebih efektif ketika dikombinasi ultraviolet B (UVB)
atau excimer laser (380 nm). Tacrolimus secara umum lebih aman
untuk anak-anak dibandingkan kortikosteroid topikal.4,5
3. Calcipotriol Topikal
Calcipotrol topikal 0,005% merupakan produk kosmetik yang dapat
digunakan sebagai pengobatan repigmentasi pada beberapa penderita
vitiligo. Pengobatan ini dapat dikombinasi dengan kortikosteroid
topikal pada penderita dewasa dan anak-anak, mungkin dapat
18
4. Pseudokatalase
Katalase merupakan enzim yang secara normal ditemukan di kulit
untuk mengurangi kerusakan akibat radikal bebas, sedangkan pada
penderita vitiligo kadarnya rendah. Terapi pengganti menggunakan
analog dari katalase manusia normal (pseudokatalase) dan dikombinasi
dengan fototerapi UVB gelombang pendek dapat mencegah
progresifitas penyakit.5
5. Terapi Sistemik
Obat imunosupresif sistemik memiliki banyak efek samping potensial.
Kortikosteroid sistemik telah digunakan sebagai terapi denyut dengan
hasil yang bervariasi dan dapat mencegah cepatnya depigmentasi pada
penyakit yang aktif.5
8. Depigmentasi
MBEH (monobenzylether of hydroquinone) 20% dapat digunakan
sebagai pengobatan vitiligo yang luas atau lesinya lebih dari
50% permukaan kulit dan tidak berhasil dengan pengobatan psoralen.
Monobenzone dapat mengakibatkan iritasi dan sensitasi alergi.
Jika tidak ada dermatitis kontak pengobatan dapat dilanjutkan sampai
4 minggu untuk daerah yang normal. Depigmentasi dapat terjadi setelah
2-3 bulan dan sempurna setelah 1 tahun. Kemungkinan dapat timbul
kembali pigmentasi yang normal pada daerah yang terpapar sinar
matahari dan penderita berkulit gelap sehingga harus dicegah dengan
tabir surya.3,5
9. Terapi bedah
Penderita vitiligo dengan area yang tidak luas dan stabil dapat
dilakukan transplantasi secara bedah diantaranya : 1) Skin graft, tekhnik
ini menggunakan jaringan yang berasal dari kulit penderita yang
berpigmen normal, kemudian dipindahkan ke area depigmentasi,
Repigmentasi kemudian akan menyebar dalam waktu 4-6 minggu
setelah dilakukan graft. Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi,
jaringan parut, cobblestone appearance, bercak-bercak pigmentasi atau
bahkan tidak terjadi repigmentasi samasekali; 2) Suction blister, teknik
20
2.10. Prognosis
Prognosis dari vitiligo masih sulit untuk diprediksi. Lesi depigmentasi dapat
menetap, meluas ataupun mengalami repigmentasi. Biasanya perkembangan
penyakit dari semua tipe bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur
hidup, kecuali diberikan pengobatan. Pada tahap awal lesi akan berkembang
cepat, kemudian memasuki fase diam dan menetap dalam beberapa tahun.4,5
Pada vitiligo lokalisata jarang berubah menjadi vitiligo generalisata. Vitiligo
segmental sering dimulai saat anak-anak, onsetnya cepat dan stabil, sedangkan
pada vitiligo non segmental onsetnya lebih lambat, bersifat progresif dan tiba-tiba
dapat meluas. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% penderita, namun jarang
terjadi pada orang dewasa dan penderita yang telah lama mengalami
depigmentasi. Jika memang terjadi repigmentasi, sering diawali dengan timbulnya
bintik-bintik kecil pada tempat yang sama dengan folikel rambut. Repigmentasi
terjadi melalui proses yang lambat dan hasilnya jarang memuaskan secara
kosmetik.1,4,10