You are on page 1of 12

Teknik Produksi Massal dan Formulasi Biopestisida Berbahan Aktif

BakteriMerah, Serratia Sp

Tugas ini disusun untuk memenuhi syarat salah satu mata kuliah Biopeestisida

Disusun oleh
Kelompok 5/ Kelas A :
1. Moh. Hairul Anam (151510501066)
2. Fitria Putri Alviani (151510501060)
3. Denis Ardwi Hantoko (151510501072)
4. Ahmad Faried Ardiansyah (151510501203)
5. Cici Fitriyani Andam Sari (151510501216)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penggunaan pestisida merupakan langkah yang paling disenangi oleh
petani di Indonesia untuk mengendalikan OPT yang menyerang tanaman mereka.
Tapi penggunaan pestisida memiliki damapak yang cukup berbahaya bagi
lingkungan maupun kesehatan manusia. Pestisida bisa membuat lingkungan
tercemar dengan bahan kimiaya yang berbahaya. Selain itu pestisida juga bisa
menyebabkan OPT menjadi resisten dan rawan terjadi peledakan jumlah OPT.
Untuk menanggulangi hal tersebut sebaiknya mengurangi penggunaan pestisida
yang berbahaya ke bahan alami yang ramah untuk lingkungan yaitu biopestisida.
Biopestisida atau pestisida hayati adalah pestisida yang bahan utamanya
bersumber atau diambil dari bahan hayati atau mahluk hidup seperti
mikroorganisme, bakteri, cendawan, nematoda, atau virus. Salah satu contoh yang
bisa digunakan sebagai pengendali hayati adalah beauveria bassiana, Serratia
Marcessence, Jamur Trichoderma sp, Bacillus thuringiensis, dan masih banyak
lagi.
Serratia Marcessence atau yang biasa disingkat dengan BM adalah salah
satu spesies bakteri entomopatogen oportunistik gram negatif dari famili
enterobacteriaceae. Bakteri ini memiliki flagella peritrik, sehingga bersifat motil.
Bakteri ini habitatnya berada bia berada di air, tanah, permukaan daun,
pencernaan binatang dan manusia. Sifat-sifat lain dari bakteri ini adalah bisa
menghasilkan pigmen merah yang sangat banyak. Bakteri ini juga bisa hidup
dalam kondisi aerob maupun anaerob. Bakteri merah ini mampu untuk
mengendalikan beberapa jenis hama dan penyakit, contohnya kutu sisik, Plutella
xylotella, dan penyakit kresek. Ciri-ciri hama yang terkena Serratia Marcessence
adalah tubuhnya ketika sudah mati akan busuk basah dan berwarna merah.
Pigmen merah merupakan salah satu indikasi produksi prodigiosin pada genus
Serratia. Pigmen merah yang dihasilkan oleh Serratia merupakan metabolit
sekunder yang dikenal sebagai prodigiosin yang tergolong dalam famili pigmen
merah tripyrrole yang umumnya mengandung 4-methoxy, ring 2-2 bipyrolle.
Mekanisme kerja dari Bakteri Merah seperti pada bakteri patogen serangga
lainnya, yaitu mematikan melalui oral dimana bakteri tersebut masuk atau tertelan
ke dalam tubuh serangga hama dan masuk dalam pencernaan. Bakteri bekerja dan
merusak sistem pencernaan makanan serangga tersebut. Bakteri merah juga
mempunyai sebaran inang yang cukup luas pada serangga sasaran termasuk OPT
pada komoditas hortikultura.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui teknik produksi masal dari biopestisida berbahan
bakteri merah.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Bakteri merah atau serratia sp merupakan salah satu agen hayati yang
sangat disukai oleh petani karena termasuk agen hayati yag paling berhasil
mengendalikan dan mengurangi tingkat populasi dari hama. Selain itu bakteri
merah ini juga ramah terhadap lingkungan atau tidak menyebabkan kerusakan
pada lingkungan. Bakteri ini merupakan bakteri fakulatif anaerobic yang tidak
terlalu membutuhkan oksigen. Selain itu bakteri merah ini dapat menghasilkan
beberapa enzim hidrolik seperti protease, kitinase, nuclease, dan lipase. Karena
bakteri ini bisa menhgasilkan enzim protease jadi dapat membantu proses
pencernaan, contohnya pada lambng ikan (Dalahi dkk, 2014).
Bakteri merah ini dapat memproduksi prodigiosin dan enzim kitinolitik
sebagai zat anticendawan. Serratia sp juga merupakan salah satu organisme yang
dapat menghasilkan enzim kitinase dan menjadi salah satu dari bakteri yang
paling efektif untuk mendegradasi kitin. Struktur dari dinding sel cendawan
tersusun atas kitin, dengan demikian kitinase dari Serratia sp dapat menjadi
biopestisida untuk mengontrol organisme pengganggu tanaman yang disebabkan
oleh cendawan. Tetapi petani harus bisa menggunakan agen hayati ini denga ijak
dan benar, apabila pengguanaannya tidak bijak dan tidak benar maka akan
menimbulkan hal yang tidak diingikan, contohnya adalah hama yang resisten
terhadap agen hayati tersebut. Sehingga petani harus terpaksa menggunakan
pestisida yang beresiko mencemari lingkungan (Nasiroh dkk, 2015).
Selain enzim kitinolitik, Serratia sp juga memproduksi pigmen merah yang
disebut prodigiosin. Prodigiosin telah dilaporkan memiliki aktivitas antifungi,
antibakteri, algicidal, antiprotozoal, antimalaria, antikanker dan imunosupressif.
Aktivitas antifungi atau fungitoxic inilah yang berperan dalam menghambat
pertumbuhan. Dengan demikian Serratia memiliki mekanisme ganda dalam
menghambat pertumbuhan. Aktivitas penghambatan yang sinergis dari
prodigiosin dan enzim kitinolitik inilah yang menyebabkan pertumbuhan
cendawan patogen terhambat (Sinaga dkk,2014).
Prodigosin merupakan salah satu zat yang anticendawan yang bisa
diproduksi oleh bakteri merah atau serratia sp. Produksi prodigiosin dipengaruhi
oleh konsentrasi fosfat anorganik di dalam media. Produksi prodigiosin sangat
bervariasi antara spesies dan strain Serratia, serta dipengaruhi oleh komposisi
media dan waktu inkubasi. Apabila produksi dari prodigiosin ini rendah maka
akan mempengaruhi daya efektifitas dari bakteri merah. Produksi prodigiosin
yang tinggi terjadi pada konsentrasi fosfat kurang dari 0,3 mM, sedangkan pada
konsentrasi antara 10 mM dan 250 mM pigmentasi serratia akan terhambat
(Manzilla dkk, 2014).
Produksi enzim protease pada serratia sp dilakukan ketika biakan berumur
27 jam yang diperkirakan berada pada fase stasioner. Serratia sp dapat tumbuh
dengan cepat dan menyebar karena termasuk organisme yang mampu bergerak
cepat (motil) kerena mempunyai flagella peritrik. Bakteri ini juga dapat
menghasilkan zat serrawetin yaitu senyawa surfaktan yang membantu dalam
proses kolonisasi permukaan (Artika, 2013).
III. PEMBAHASAN

Produksi masal bakteri merah dan seratia


Serratia adalah bakteri gram negatif famili Enterobateriaceae yang
memiliki flagella peritrik, sehingga bersifat motil. Habitat Serratia terutama di air
dan tanah, pada permukaan daun, serta di dalam tubuh serangga, hewan, dan
manusia. Pemanfaatan bakteri merah sebagai agensia pengendali hayati belum
banyak dilakukan, karena selain dianggap sebagai patogen lemah, masalah
keamanan penggunannya juga masih dipertanyakan, sebab S. marcescens juga
dikenal sebagai patogen oportunistik pada manusia. Di New Zealand, dua bakteri
entomopatogen non-sporing forming dari genus Serratia, yaitu S. entomophila
dan S. proteamaculans, telah berhasil dikembangkan menjadi biopestisida yang
efektif untuk mengendalikan grass grub (Costelytra zealandica). Bakteri non-
spore forming yang tidak bersifat aktif menyerang, mungkin dapat masuk ke
dalam hemocoel ketika serangga dalam keadaan tertekan atau terluka. Bakteri
merah yang diisolasi dari wereng coklat memiliki bentuk koloni yang cembung
dan menghasilkan pigmen merah pada media agar yang mengandung senyawa
fosfat, karbonat, dan besi. Pigmen merah merupakan salah satu indikasi produksi
prodigiosin pada genus Serratia. Pigmen merah yang dihasilkan oleh Serratia
merupakan metabolit sekunder yang dikenal sebagai prodigiosin yang tergolong
dalam famili pigmen merah tripyrrole yang umumnya mengandung 4-methoxy,
ring 2-2 bipyrolle. Prodigiosin adalah metabolit sekunder multi aspek yang
mempunyai aktivitas antibakterial, antifungal, dan antiprotozoal, bersifat
cytotoxic, antitumor, antimalaria, antidiabetes, antioksidan, obat-obatan
antiinflammatory nonsteroidal, dan dapat digunakan sebagai pewarna sutera dan
wol.
Perbanyakan bakteri merah untuk kebutuhan menghasilkan 5 Liter bahan
pengendali, membutuhkan Kentang sebanyak 1500 gram, gula pasir sebanyak 75
gram, air sebanyak 5 liter dan Isolat Bakteri Merah 1 tabung. Aplikasi bakteri
patogen serangga menggunakan dosis 5 cc / liter dengan waktu aplikasi terbaik
pada sore hari (± pukul 15.00 dengan menghindari kontak matahari secara
langsung). Jika aplikasi dilakukan pada saat musim hujan, aplikasi dapat
ditambahkan Perekat/Sticker pada larutan semprot untuk mempertahankan bahan
pengendali agar tidak terjadi pencucian oleh air hujan. Aplikasi penyemprotan
bahan pengendali diarahkan langsung pada OPT (serangga hama) sasaran.
Aplikasi bakteri merah (Serratia sp) juga dapat dilakukan bersamaan dengan
bakteri putih (Ochrobacterium intermedium), tetapi dengan konsekuensi
keefektifannya akan melemah, akan lebih baik juka diaplikasikan terpisah untuk
meningkatkan keefektifan pengendaliannya. Bakteri merah masih perlu dilakukan
pengujian mengenai efikasi maupun keefektifannya dalam mengendalikan OPT
utama lain pada tanaman hortikultura sehingga informasi tersebut dapat
diaplikasikan oleh petani di sentra tanaman hortikultura.
Bahan :
1. Kentang/Kedelai 5 kilogram
3. Isolat Murni Bakteri Merah 8 tabung reaksi
4. Gula 720 Gram (20 gram/liter)
5. Air 36 liter
Alat :
1. Kompor
2. Airator
3. Pisau
4. Ember
5. Alkohol 75%
6. Bunsen
7. Jarum Ose
8. Baskom
9. Galon Aqua 2
10. Saringan

Cara Kerja :
1. Kupas kentang sampai bersih dari kulit, luka lubang dan luka busuk
2. Potong-potong secara dadu sepanjang 1 cm
3. Kemudian bersihkan potongan kentang sampai bersih dan tidak berbusa
4. Langkah selanjutnya isikan air sebanyak 36 liter ke dalam baskom kemudian
rebus di atas kompor sampai mendidih
5. Masukkan kentang yang telah bersih ke dalam baskom tersebut dan tunggu
sampai kentang menjadi lunak
6. Ambil kentangnya dari dalam baskom dan tinggalkan air rebusan kentangnya
untuk digunakan sebagai media pembiakan massal
7. Langkah selanjutnya adalah membagi gula menjadi 2 bagian masing-masing
360 gram, kemudian masukkan ke dalam 2 galon aqua yang telah bersih
8. Masukkan air rebusan kentang ke dalam 2 galon aqua sama banyak dengan
disaring menggunakan saringan kemudia ditutup serapat mungkin
9. Sterilisasi galon dan air rebusan kentang yang berada di dalamnya selama 3
jam menggunakan api yang stabil dengan cara galon dimasukkan ke dalam
ember besar
10. Setelah sterilisasi kemudian dinginkan dengan tetap menutup bagian atas
galon (waktu yang dibutuhkan untuk mendinginkan kurang lebih sekitar 30
jam sampai benar-benar dingin)
11. Isolat bakteri merah siap dibiakkan dengan mengawali sterilisasi semua
lingkungan tempat pembiakan menggunakan alkohol 75%
12. Masukkan 4 isolat bakteri merah pada tabung reaksi menggunakan jarum ose
yang telah disterilkan menggunakan bunsen disetiap masing-masing galon
13. Hubungkan penutup galon dengan aerator udara yang berfungsi memberikan
oksigen dan mengeluarkan gas CO2 dari proses pembiakan bakteri merah
14. Tunggu proses pembiakan sampai kurang lebih 15 hari
15. Setelah 15 hari biakan bakteri merah siap diaplikasikan atau dikemas
16. Aplikasi bakteri merah dilapang menggunakan konsentrasi 10 ml/l air
Jika akan ditambahkan Urin sapi, kelinci atau kambing , pemakain air dan Urin 1 :
1, artinya jika akan membuat 2 galon yang total volumenya 36 liter, maka 18 liter
air dan 18 liter urin. Perebusan kentang atau kedelai tetap menggunakan air biasa
tanpa ditambahkan urin terlebih dahulu, urin dimasukkan ketika air rebusan
kentang atau kedelai sudah dimasukkan ke dalam galon yang sama banyak. Jadi,
fermentasi Urin hanya menggunakan isolat bakteri merah, dan jangan
ditambahkan mikroorganisme lain seperti PGPR atau EM, supaya hasil yang
didapat hanya mengandung bakteri merah. Penambahan urin bermanfaat untuk
POC yang juga mengandung bakteri merah, jadi POC yang sekaligus menjadi
Bioinsektisida.

Formulasi bahan aktif


Salah satu agen hayati yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan
pengendalian OPT yang bersifat ramah lingkungan adalah bakteri serratia. Serattia
sp adalah salah satu spesies bakteri patogen oportunistik dari family
enterobacteriaceae. Bakteri merah (serratia sp) memiliki potensi sebagai
entomopatogen salah satunya pada wereng batang coklat. Bakteri merah serratia
marcescent masih dapat hidup dan berkembang dengan baik pada kedalaman 1
meter dari permukaan tanah. Hal ini dapat membuat bakteri merah marcescens
juga dapat menginfeksi ulat tanah dan nematode. Bakteri merah juga bersifat
patogenik terhadap S. exigua, P. xylotella, C. binotallis, kutu daun mangga
Rastrococcus. Hal ini menujukkan bahwa bakteri merah mempunyai sebaran
inang yang cukup luas pada serangga sasaran (Priyatno dkk., 2011).
Penggunaan Serratia sp. sebagai bahan aktif biopestisida akan lebih efektif
jika di formulasikan terlebih dahulu. Formulasi merupakan suatu bentuk
campuran antara bahan aktif dan bahan tambahan yang digunakan dalam produksi
suatu jenis pestisida. Formulasi sangat menentukan aspek keefektifan, keamanan
dan ketepatan dalam penggunaan biopestisida itu sendiri. Biopestisida dengan
menggunakan bahan aktif bakteri merah (Serratia sp.) dapat di produksi dengan
formulasi cair. Penggunaan biopestisida dengan formulasi bentuk cair dari bakteri
merah (Serratia sp.) dapat di encerkan terlebih dahulu dengan menggunakan air
dengan dosis tertentu saat akan di aplikasikan. Formulasi cair digunakan karena
sifat dari bakteri merah itu sendiri dapat tumbuh dalam kondisi aerob dan anaerob
sehingga bakteri ini mudah untuk dibiakkan.
Gejala serangan pada larva ditandai dengan kematian larva, kemudian
terjadi perubahan warna menjadi kemarah-merahan. Kematian larva dimulai
setelah infeksi dan perubahan menjadi kemarah-merahan mulai terjadi pada hari
setelah kematian larva. Proses infeksi Serratia pada serangga terjadi melalui
saluran pencernaan. Setelah sel-sel bakteri melekatkan diri pada saluran
pencernaan kemudian memperbanyak diri, maka larva tersebut akan berhenti
makan, mengelurkan isi perutnya dan berwarna kemerahan. Pada akhirnya bakteri
melewati dinding saluran pencernaan dan menginfeksi hemolimfa yang
menyebabkan kematian pada inangnya. Larva yang mati tubuhnya menjadi
lembut, berubah warna menjadi kemerahan. Perubahan warna dimulai pada ujung
atau pangkal tubuh, kemudiaan akan menyelimuti seluruh tubuh. Karena infeksi
terjadi melalui saluran pencernaan, maka semakin banyak sel bakteri yang masuk
kedalam tubuh hama, maka pathogenesis bakteri akan semakin tinggi. Gejala
infeksi bakteri ini menunjukkan hama yang terserang menjadi lemah dan saat
bakteri telah menyatu dengan tubuh serangga maka tubuh larva menjadi
kemerahan dan pada akhirnya akan membusuk, bakteri ini mempunyai
kemampuan virulensi yang tinggi sehingga kesinambungan penularan pada
serangga hama dapat berlangsung dengan baik dilapangan.
IV. KESIMPULAN

Kesimpulan :
1. Bakteri merah yang digunakan untuk biopestisida dapat memproduksi
prodigiosin dan enzim kitinolitik sebagai zat anticendawan
2. Produksi massal yang dilakukan dengan bahan aktif bakteri merah
menunjukkan skala yang menguntungkan
3. Aktivitas Serratia sp dapat menghambat pertumbuhan cendawan patogen
terhambat.

Saran :
Sebaiknya dalam produksi massal dan formulasi biopestisida ini dapat dilakukan
dengan cara lebih efisien guna untuk bisa mengahsilkan biopestisida jangka
panjang.
DAFTAR PUSTAKA

Artika, W. 2013. Produksi dan Pengukuran Aktivitas Protease dari Isolat Bakteri
BKL-1 dan BKU-31. Agronomi, 2(3): 77-87.

Dalahi, F., S. Subekti dan Agustono. 2014. Isolasi Dan Identifikasi Bakteri Yang
Terdapat Pada Saluran Pencernaan Ikan Gurami (Osphronemus gouramy)
Dengan Pemberian Pakan Komersil Yang Berbeda. Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 6(1): 55-66.

Manzila, I., T. P. Priyatno, R. Herlis, I. Rusmana, I. M. Samudra dan Y. Suryadi.


2014. Pengaruh Media Terhadap Produksi Prodigiosin Isolat Bakteri
Entomopatogen Serratia Marcescens Asal Wereng Batang Coklat.
Agrobiogen, 10(2): 77-84.

Nasiroh, U., Isnawati, dan G. Trimulyono. 2015. Aktivitas Antifungsi Serrati


Marcescens Terhadap Alternaria Porri Penyebab Penyakit Bercak Ungu
Secara In Vitro. LenteraBio, 4(1): 13-18.

Priyatno, T. P., Y. A. Dahliani., Y. Suryadi., M. Samudra., D. N. Susilowati., I.


Rusmana., B. S. Wibowo, dan C. Irwan. 2011. Identifikasi Entomopatogen
Bakteri Merah Pada Wereng Batang Coklat (Nilaparvata Lugens Stål.).
Agrobiogen, 7(2): 85-95.

Sinaga, H., D. Y. P. Runtuboi dan L. I. Zebua. 2014. Bakteri Penyebab Infeksi


Nosokomial Pada Alat Kesehatan dan Udara di Ruang Unit Gawat Darurat
RSUD Abepura, Kota Jayapura. Biologi Papua, 6(2): 75-79.

You might also like