You are on page 1of 14

REFERAT

OTITIS EXTERNA HAEMORRHAGICA (MIRINGITIS BULOSA)

Oleh :
Johanes Mayolus Davy Putra 11.2017.002
Roni A.J. Simanjuntak 11.2017.003
Gabriel Enrico Pangarian 11.2017.004

Pembimbing :
dr. Abdi Bumi Suryanto, Sp.THT

Fakultas Kedokteran UKRIDA


Kepanitraan Klinik Ilmu Telinga Hidung Tenggorokan
Periode 20 November 2017 s/d 23 Desember 2017
RS Imanuel Lampung

1
PENDAHULUAN

Membran timpani yang sangat tipis dan rapuh merupakan komponen awal pada system
konduksi telinga tengah. Membran timpani (Umumnya disebut gendang telinga) dan tulang-
tulang pendengaran, menghantarkan suara dari membrane timpani melewati telinga tengah ke
koklea.1,2 Membran timpani ini sangat rentan mengalami kerusakan, dan semua penyakit atau
kelainan yang mengenai membrane timpani dapat menyebabkan seseorang kehilangan
kemampuan untuk bekerja dan menikmati hidup.1
Miringitis, atau inflamasi membrane timpani merupakan salah satu jenis kelainan yang
dapat menyebabkan ganggguan pendengaran dan menimbulkan sensasi kongesti serta nyeri
telinga. Miringitis Bulosa (BM) merupakan suatu keadaan yang ditandai dengan nyeri akut pada
telinga yang disebabkan oleh pembentukan “bula” pada membrane timpani. Beberapa referensi
menjelaskan bahwa miringitis merupakan suatu keadaan yang dihubungkan dengan otitis media
akut (OMA) atau Otitis Eksterna (OE). Refrensi lain menyatakan bahwa miringitis bulosa adalah
bentuk peradangan virus yang jarang pada telinga yang menyertai selesma dan influenza.3,4,5

2
ANATOMI DAN FISIOLOGI TELINGA
I. Anatomi Telinga Tengah
Telinga dibagi atas telinga luar, telinga tengah dan telinga dalam. Telinga luar terdiri
dari daun telinga sampai membran timpani. Telinga tengah terdiri dari membran timpani,
kavum timpani, prosesus mastoideus dan tuba eustachius, sedangkan telinga dalam terdiri
dari koklea dan vestibuler.7

Telinga tengah berbentuk kubus dengan batas sebagai berikut :6


 Batas luar : membran timpani
 Batas depan : tuba eustachius
 Batas belakang : aditus ad antrum dan kanalis fasialis pars vertikalis.
 Batas bawah : vena jugularis
 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)
 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semisirkularis
horizontalis, kanalis fasialis, tingkap lonjong (oval window), tingkap bundar
(round window) dan promontorium.

3
Telinga tengah terdiri dari :

1. Membran timpani.

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat oblik terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani terdiri dari
dua bagian yaitu pars tensa dan pars plaksida Bagian atas disebut pars flaksida
(membran Shrapnell), sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran
propria). Pars flaksid hanya berlapis dua, bagian luar yang merupakan lanjutan epitel
luar kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia. Pars tensa
terbentuk oleh tiga lapisan, yaitu :7,8,9
- Lapisan terluar dari pars tensa, disebut sebagailapisan cutaneus terdiri dari epitel
skuamos stratified yang secara normal merefleksikan cahaya.
- Lapisan dalam membrane timpani yang berbatasan dengan cavum timpani
disebut lapisan mucosal terdiri dari satu lapis epitel skuamosa.
- Diantara lapisan luar dan dalam terdapat lapisan yang disebut lamina propria .
Lapisan ini terdiri dari dua lapisan yang berjalan secara radier dan sirkular.
Serabut tersebut menyatu dengan cincin fibrokartilago di sekekliling membrane
timpani.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light) kearah bawah
pada pukul 7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani
kanan. Di membrane timpani terdapat dua macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut
inilah yang menyebabkan timbulnya reflex cahaya yang berupa kerucut itu. Secara
klinis reflek cahaya ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berarti
terdapat gangguan pada tuba eustachius.7

Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah


dengan prosesus longus maleus dan garis tegak lurus pada garis itu di umbo,
sehingga didapatkan bagian supero-anterior, supero-posteroir, infero-anterioir serta
infero-posteroir, untuk menyatakan letak perforasi.7,9

4
Tampakan membrane timpani sebelah kanan pada otoskopi. 9

Gambar membrane timpani normal (kiri).8

5
Membran timpani (Umumnya disebut gendang telinga) dan tulang-tulang
pendengaran, menghantarkan suara dari membrane timpani melewati telinga tengah
ke koklea.2 Tulang pendengaran terdiri dari malleus (hammer/martil), inkus
(anvil/landasan), dan stapes (stirrup/pelana). Tulang-tulang ini saling berhubungan.
Prosesus longus maleus melekat pada membrane timpani, maleus melekat pada
inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang
berhubungan dengan koklebidang depan dari stapes terletak berhadapan dengan
membrane labirin koklea pada muara fenestra ovalis. Hubungan antara tulang-tulang
pendengaran merupakan persendian.2,7

Gambar tulang pendengaran.8


2. Kavum timpani
Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm,
sedangkan diameter transversal 2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu :
bagian atap, lantai, dinding lateral, dinding medial, dinding anterior, dinding
posterior.

6
3. Prosesus mastoideus
Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke
kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding
lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah
ini.
4. Tuba eustachius
Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan
kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36 mm
berjalan ke bawah, depan dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak dibawah 9
bulan adalah 17,5 mm. Tuba terdiri dari 2 bagian yaitu bagian tulang terdapat pada
bagian belakang dan pendek (1/3 bagian) dan bagian tulang rawan terdapat pada
bagian depan dan panjang (2/3 bagian).
Fungsi tuba eustachius sebagai ventilasi telinga yaitu mempertahankan
keseimbangan tekanan udara didalam kavum timpani dengan tekanan udara luar,
drenase sekret dari kavum timpani ke nasofaring dan menghalangi masuknya sekret
dari nasofaring ke kavum timpani.

II. Fisiologi pendengaran


Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energy bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membrane timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian
tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang
pendengaran dan perkalian perbandingan luas membrane timpani dan tingkap lonjong.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan
tingkap lonjong sehingga perilimfe pada skala vestibule bergerak. Getaran diteruskan
melalui membrane Reissner yang medorong endolimfe, sehingga akan menimbulkan gerak
relative antara membrane basilaris dan membrane tektoria. Proses ini merupakan rangsang
mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal

7
ion terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini
menimbulkan proses depolarisasi sel rambut, sehingga melepaskan neurotransmitter ke
dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu
dilanjutkan ke nucleus auditoruis sampai ke korteks pendengarana (area 39-40) di lobus
temporalis.2,6,9

III. Miringitis Bullosa

1. Definisi

Miringitis akut adalah suatu inflamasi membrane timpani yang terjadi sendiri atau
dihubungkan dengan otitis eksterna maupun otitis media. Miringitis Bulosa (BM)
merupakan suatu keadaan nyeri akut pada telinga yang disebabkan oleh pembentukan
bula pada membrane timpani. Miringitis bulosa sebelumnya telah dijelaskan merupakan
suatu keadaan yang dihubungkan dengan otitis media akut (OMA).4,5 Refrensi lain
menyatakan bahwa miringitis bulosa adalah bentuk peradangan virus yang jarang pada
telinga yang menyertai selesma dan influenza.3

2. Insiden

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kejadian miringitis bulosa adalah


kurang dari 10% dari kasus otitis media akut. Di Amerika Serikat, sekitar 8% terjadi
pada anak berusia 6 bulan sampai 12 tahun dengan otitis media telah mengalami
miringitis bulosa akut. Angka kejadian untuk laki-laki dan perempuan adalah sama.1

3. Etiologi

Sebelumnya, miringitis bulosa dianggap suatu infeksi gendang telinga yang


disebabkan oleh Mycoplasma pneumonia, dan diperkirakan berhubungan dengan
“influenza”. Beberapa literature menyatakan bahwa miringitis bulosa sering menyertai
kasus influenza, sehingga miringitis bulosa ini sering juga disebut sebagai “influenza

8
otitis’. Namun pada beberapa penelitian terbaru, hasil kultur dari kasus miringtis bulosa
telah terbukti mengidentifikasi beberapa agen infeksi yang juga dapat menyebabkan
miringitis bulosa, beberapa agen infeksi tersebut adalah mycoplasma, virus, dan bakteri.
Beberapa bakteri seperti streptococcus pneumonia, haemophillus influenza yang
merupakan agen penyebab otitis media juga dilaporkan dapat menyebabkan miringitis
bulosa.1,4,5

4. Patogenesis

Suatu inflamasi pada membrane timpani, yang disebut “miringitis” biasanya


disebabkan atau dihubungkan dengan otitis eksterna atau otitis media. Pada otitis media,
umumnya infeksi disebabkan oleh infeksi yang asending melalui tuba eustahcius menuju
ke telinga tengah. Otitis media umumnya mengenai bayi dan anak akan tetapi dapat
terjadi pada semua usia. Lebih dari 50% bayi pernah mengalami episode otitis media
selama tahun pertama kehidupan. Hal ini disebabkan oleh bentuk dan posisi anatomi pada
bayi berbeda dengan anatomi dewasa. Pada anak dan bayi, tuba eustchius bentuknya
lebih lebar dan pendek serta posisinya lebih horizontal, keadaan anatomi ini
memungkinkan penyebaran agen infeksi dari daerah nasofaring menuju telinga tengah
lebih mudah.4,5,6
Pada proses inflamasinya, terbentuk suatu bula diantara lapisan luar epitel
(cutaneus) dan lapisan fibrosa di bagian tengah membrane timpani. Diperkirakan
kemampuan membrane timpani untuk membentuk bula ini adalah dari hasil reaksi non-
spesifik dari agen infeksius penyebab miringitis. Miringitis bullosa sering disebut sebagai
suatu “otitis media akut dengan bula” yang terbentuk pada gendang telinga. Middle ear
fluid (MEF) sering ditemukan pada miringitis bulosa dan mungkin timbul sebagai akibat
dari pecahnya bula ke telinga tengah atau bula mungkin telah muncul secara sekunder
setelah radang telinga tengah.1,4,5,6

9
5. Manifestasi Klinis

Miringtis bulosa dianggap sebagai penyakit self limiting disease, kadang-kadang


sering dikacaukan oleh infeksi sekunder yang purulen. Gambaran klinis dari miringitis
bulosa antara lain adalah nyeri telinga yang cukup berat (otalgia), biasanya bersifat
berdenyut. Nyeri disebabkan karena bula terbentuk pada daerah yang memiliki banyak
persarafan yaitu pada epitel terluar membrane timpani Nyeri biasanya terletak di dalam
telinga namun dapat menyebar ke ujung mastoid. Pada kebanyakan pasien nyeri mereda
dalam satu atau dua hari, namun beberapa keluhan biasanya dirasakan selama tiga atau
empat hari. Rasa sakit tidak sepenuhnya hilang setelah miringotomi atau bula pecah
spontan. Membran timpani kembali ke keadaan normalnya dalam dua atau tiga minggu.
Myringitis bulosa sering terdeteksi hanya unilateral sedangkan di beberapa penelitian
proporsi infeksi bilateral tersebut telah 11-33%. Peningkatan suhu tubuh biasanya terlihat
dalam perjalanan awal myringitis tersebut1,3,4,5

6. Diagnosis
Penegakan diagnosis pada miringitis bulosa didasarkan pada anamnesis dan
pemeriksaan fisik : 1,4,5
1) Anamnesis
Secara umum, keluhan utama pasien yang mengalami miringitis adalah nyeri
pada daerah telinga yang onsetnya 2-3 hari. Nyeri disebabkan karena bula terbentuk
pada daerah yang memiliki banyak persarafan yaitu pada epitel terluar membrane
timpani. Gangguan pendengaran berupa tuli konduksi atau tuli sensorineural dapat
dikeluhkan pada beberapa pasien. Dari anamnesis juga sering didapatkan adanya
riwayat trauma pada telinga akibat membersihkan telinga ataupun riwayat penetrasi
benda asing ke dalam telinga. Adanya riwayat penyakit saluran pernafasan dan
gangguan telinga sebelumnya juga perlu ditanyakan.

10
2) Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang penting untuk mendiagnosa miringitis bulosa adalah


otoskopi. Otoskopi menunjukkan suatu membrane timpani meradang dengan satu
atau lebih bula. Bula ini penuh dengan cairan bening agak kekuningan atau
perdarahan. Selain itu didapatkan reflex cahaya yang memendek atau hilang sama
sekali. Pada beberapa kasus, dapat didapatkan nyeri ketika pinna di tarik.
Kultur atau uji sensitifitas eksudat diperlukan untuk mengidentifikasi infeksi
sekunder.

Bula pada Membran Timpani.5

11
7. Diagnosis Banding :
 Komplikasi otitis media
 Otitis eksterna
 Otitis media dengan efusi
 Herpes zoster otikus (Sindroma Ramsay-Hunt)
Sindrom Ramsay-Hunt ini harus dibedakan dengan miringitis akut. Pada Sindrom
Ramsay-Hunt, ada paralisis saraf perifer pada wajah, yang disertai dengan ruam vesikuler
erimatosa di telinga (oticus zoster) atau di dalam mulut, dan lepuh terlihat dalam banyak
kasus di daerah antiheliks, fosa antiheliks dan atau lobules.Dalam beberapa kasus
lepuhan juga terlihat pada liang telinga. Penyebab dari sindrom ini adalah virus varisela
zoster.1

8. Penatalaksanaan
- Pembersihan kanalis auditorius eksterna
- Irigasi liang telinga untuk membuang debris (kontraindikasi bila status membrane
timpani tidak diketahui)
- Timpanosintesis, yaitu pungsi kecil yang dibuat di membrane timpani dengan
sebuah jarum untuk jalan masuk ke telinga tengah. Prosedur ini memungkinkan
untuk dilakukan kultur dan identifikasi penyebab inflamasi.
- Miringotomi atau insisi bula, dimana pada otitis media akut miringotomi dan
pembuangan cairan mencegah terjadinya pecahnya membrane timpani setelah fase
“bulging”. Tindakan ini menyembuhkan gejala lebih cepat, dan insisi sembuh lebih
cepat. 1,6

9. Terapi medikamentosa

Prinsip pengobatan adalah meredakan nyeri dan mencegah terjadinya infeksi


sekunder. Penanganan miringitis bulosa terdiri dari pemberian analgetik untuk nyeri dan
pemberian antibiotic untuk pencegahan infeksi sekunder. Dalam hal komplikasi supuratif,
membrane timpani perforasi, atau adanya kecurigaan terhadap mastoiditis, dianjurkan
konsultasi pada dokter ahli.1,3

12
10. Komplikasi

Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh miringitis bulosa antara lain : 1


1) Adanya penurunan pendengaran (Bisa tuli konduksi atau tuli sensorineural)
2) Perforasi membrane timpani
3) Paralisis fasialis
4) Vertigo
5) Proses supuratif yang berkelanjutan pada struktur disekitarnya yang dapat
mengakibatkan coalescent mastoiditis, meningitis, abses, sigmoid sinus thrombosis.

11. Prognosis

Dalam kebanyakan kasus, pasien dengan miringitis memiliki prognosis yang baik
apabila bulla di drainase segera oleh ahli THT.1

13
DAFTAR PUSTAKA

1. Schweinfurth J. Middle ear. Tympanic membrane, infection. In: Bares Otorhinolaryngology


6th ed. Notingam university. London. 2009.p.210-217
2. Guyton and Hall, Indera Pendengaran. Dalam : Guyton & Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. EGC. Jakarta. 2007.hal.681-692
3. Jung et al.. Diseases of external ear. In: Ballengers Otorhinolaryngology Head and Neck
Surgery 9th ed. Northwestern university. Chicago. 2003.p.230-247
4. Roberts, D.B. A Review : The Etiology of Bullous Myringitis and the Role of Mycoplasmas in
Ear Disease. American Departement of Pediatric. In : Disease of The Ear, Nose and Throat
Pediatrig, 4th ed. University of Cotingham. USA. 2004.p. 11-31
5. McCormick et al, 2003. A Case-Control Study : Bullous Myringitis. American Departement
of Pediatric. USA. 2006.p. 21-28
6. Djaafar, Zainul A., dkk.. Kelainan Telinga Tengah. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi keenam. Balai Penerbit FK UI. Jakarta.
2007.hal.64-77
7. Soetirto, Indro, dkk.. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.Dalam : Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher edisi keenam. Balai Penerbit
FK UI. Jakarta. 2007.hal.10-22
8. Bull, P.D. The Ear: Some Applied Anatomy. In : Disease of The Ear, Nose and Throat, 9th
ed. University of Sheffield. USA. 2002.p. 1-3
9. Probst et al, Anatomy and Physiology of the Ear. In : Basic Otorhinolaryngology.
Departement of Otorhinolaringology.Germany. 2006.p.154-166

14

You might also like