You are on page 1of 7

TUGAS MATA KULIAH DAS (DAERAH ALIRAN SUNGAI)

SIMULASI MODEL SWAT (SOIL WATER ASSESSMENT TOOL)

Oleh :

Ni Luh Susila Dewi

1505105047

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2018
1. . Model SWAT

SWAT merupakan singkatan dari Soil Water Assessment Tools, yang merupakan suatu
model hidrologi yang pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat dibawah naungan
Departemen Pertanian.

SWAT adalah model yang dikembangkan oleh Dr. Jeff Arnold pada awal tahun 1990-an
untuk pengembangan Agricultural Research Service (ARS) dari USDA. Model tersebut
dikembangkan untuk melakukan prediksi dampak dari manajemen lahan pertanian terhadap air,
sedimentasi dan jumlah bahan kimia, pada suatu area DAS yang kompleks dengan
mempertimbangkan variasi jenis tanahnya, tata guna lahan, serta kondisi manajemen suatu DAS
setelah melalui periode yang lama.

2. Tujuan Model SWAT

Tujuan awal pengembangan model ini adalah untuk mensimulasikan dampak pengelolaan
lahan terhadap aliran dan sedimentasi dalam suatu daerah aliran sungai (DAS) yang tidak
memiliki sistem pengamatan dan pencatatan data.

Tujuan yang lainnya dari pengembangan model SWAT adalah untuk mensimulasikan
dampak manajemen lahan terhadap hidrologi, sedimen dan zat kimia terlarut dalam suatu DAS
yang luas yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan tidak memiliki pencatatan data.

3. Komponen SWAT

Komponen utama model SWAT ini adalah iklim, hidrologi, suhu dan karakteristik tanah,
pertumbuhan tanaman, unsur hara, pestisida, patogen dan bakteri, dan penggunaan lahan. Dalam
SWAT, DAS dibagi menjadi beberapa Sub-DAS yang kemudian dibagi lagi ke dalam unit
respon hidrologi (Hydrologic Response Units “HRU”) yang memiliki karakteristik penggunaan
lahan, pengelolaannya, dan tanah yang homogen.

Proses hidrologi DAS yang disimulasikan dalam SWAT terbagi menjadi dua bagian
utama, yaitu proses di lahan dan di sungai. Bagian pertama adalah fase lahan dari siklus
hidrologi. Fase lahan siklus hidrologi mengontrol jumlah air, sedimen, unsur hara dan pestisida
yang bergerak di lahan menuju sungai utama pada masing-masing Sub-DAS. Bagian kedua
adalah fase routing atau proses pergerakan air, sedimen, bahan pestisida dan bahan nutrient
lainnya melalui jaringan sungai dalam DAS menuju ke outlet/ patusan

a. Fase Lahan dalam Siklus Hidrologi

Pembagian DAS mampu membuat model yang mencerminkan perbedaan


evapotranspirasi untuk jenis tanaman dan tanah yang bervariasi. Aliran permukaan (surface
runoff) diprediksi secara terpisah untuk masing-masing HRU dan dapat ditelusuri untuk
memperoleh aliran permukaan total (total runoff) suatu DAS. Hal ini dapat meningkatkan
keakuratan dan memberikan gambaran fisik yang lebih baik untuk neraca air.

b. Fase Routing dalam Siklus Hidrologi

Ketika SWAT menentukan muatan air, sedimen, unsur hara dan pestisida menuju ke
saluran utama, muatan tersebut ditelusuri hingga ke jaringan sungai DAS menggunakan struktur
perintah yang sama dengan HYMO (Williams dan Hann 1972). Selain melacak aliran masa
dalam saluran, SWAT juga memodelkan perubahan kimia di dalam sungai dan badan sungai.
Penelusuran pada DAS dengan menggunakan model SWAT ini juga dapat memberikan
informasi mengenai banjir, sedimen pada sungai dan waduk, unsur hara, pestisida di sungai dan
waduk, serta aliran yang keluar dari waduk.

4. Tahapan Simulasi Model SWAT

Tahapan kegiatan analisis yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Delineasi daerah observasi


Pada tahap pertama, dilakukan delineasi daerah aliran sungai berdasarkan data DEM
wilayah DAS yang akan diteliti. Data DEM yang digunakan pada penelitian ini adalah
data ASTER Global DEM V2 dengan resolusi 30 meter, menggunakan perangkat lunak
MapWindows. Daerah observasi akan dideliniasi berdasarkan batas topografi alami DAS.
Metode yang digunakan dalam proses delineasi adalah metode threshold, di mana besar
kecil nilai threshold yang digunakan akan menentukan jumlah jaringan sungai yang
terbentuk.
2. Pembentukan HRU (Hydrological Response Unit)
Setelah proses delineasi, dilakukan pembentukan HRU. Pada tahap ini dilakukan overlay
antara hasil data DEM, data penggunaan lahan, serta data tanah. Pembuatan HRU terdiri
dari interval slope, peta raster landuse dan peta raster tanah format sistem koordinat
proyeksi UTM, dan threshold dari presentase total luasan landuse 10%, jenis tanah
sebesar 5%, danslope sebesar 5% (Arsyad 2006).
3. Penggabungan HRU dengan Data Iklim
Proses penggabungan HRU dan data iklim dilakukan setelah satuan analisis terbentuk.
Pada tahap ini ditentukan periode simulasi terlebih dahulu untuk kemudian dilakukan
pemasukan data iklim. Pemasukan data iklim dilakukan untuk mendapatkan keluaran
berupa debit harian hasil simulasi.
4. Simulasi
Simulasi SWAT membutuhkan data iklim berupa curah hujan dan suhu pada stasiun yang
mewakili daerah DAS, serta data weather generator berupa radiasi matahari, kecepatan
angin, suhu, curah hujan, dan titik embun. Persamaan yang digunakan di dalam simulasi
SWAT untuk melakukan prediksi aliran permukaan adalah metode SCS Curve Number.
5. Kalibrasi
Dalam input model SWAT, terdapat 500 parameter yang digunakan dalam simulasi.
Tetapi parameter tersebut tidak seluruhnya dapat digunakan karena adanya keterbatasan
waktu dan data. Pemilihan parameter yang dominan dilakukan hingga didapatkan hasil
yang mendekati kondisi sebenarnya. Pemilihan parameter ini berdasarkan uji coba secara
konvensional dengan menguji setiap parameter pada tiap iterasinya. Parameter yang
dominan terlihat saat terjadi perubahan hasil debit secara signifikan.
6. Parameterisasi Input Simulasi
Parameterisasi yang dilakukan dalam simulasi menggunakan SWAT-CUP. Nilai
parameter dalam bentuk range dimasukkan pada proses kalibrasi.
Nilai parameter tersebut akan disimulasikan oleh SWAT-CUP dengan melakukan
simulasi pada tiap nilai parameter yang terdapat pada nilai absolut dalam SWAT-CUP.
Kemudian hasil tersebut dibandingkan dengan data observasi, serta dilihat pula besar
nilai perpotongan antara hasil simulasi dengan data di lapangan. Model dianggap valid
jika data hasil observasi berpotongan dengan luasan grafik 95PPU sebesar 80% (p-factor
> 0.8) (Abbaspour 2008).
7. Simulasi dengan SWAT Terkalibrasi
Setelah model SWAT terkalibrasi sesuai dengan data aktual DAS, dilakukan analisis
kesesuaian antara ketersediaan air terhadap kebutuhan air PT KTI. Analisis yang
dilakukan adalah dengan melakukan perbandingan antara debit hasil prediksi model
SWAT terkalibrasi dengan kebutuhan air PT KTI dari DAS Cipasauran. Pada tahap akhir
ini, dapat diperoleh persentase kebutuhan air yang diterima PT KTI terhadap DAS
Cipasauran. Model ini nantinya dapat terus digunakan untuk melakukan prediksi jenis
skenario tertentu.

Diagram Alir Simulasi Model SWAT


Model SWAT mempunyai berbagai kelebihan karena mampu mengitegrasikan
antar proses-proses hidrologi, berbasis data sapasial, proses yang kontinyu dan dapat
dikombinasikan dengan berbagai skenario perubahan lahan dan manajemen DAS.
DAFTAR PUSTAKA

Ardyansyah, Tommy. 2017. Pengertian SWAT (Soil and Water Assessment Tool).
https://foresteract.com/pengertian-swat/ diunduh pada 15 April 2018

Nugroho, Prima.2015. Model Soil Water Assessment Tool (Swat) Untukprediksi Laju
Erosi Dan Sedimentasi Di Sub Das Keduang Kabupaten Wonogiri .
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:http://eprints.ums.ac.id/38
905/1/PUBLIKASI.pdf diunduh pada 16 April 2018

Anonym. Kalibrasi Dan Validasi Model Swat.


http://repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54889/7/BAB%20IV%20Kali
brasi%20dan%20Validasi%20Model%20SWAT.pdf. Diunduh pada 16 April 2018

You might also like