Professional Documents
Culture Documents
Preskas Luka Bakar, Yofara
Preskas Luka Bakar, Yofara
LUKA BAKAR
Disusun Oleh:
BANTEN
2017
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Bedah | 1
Bismillahirahmanirahim.
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Penyusun
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Bedah | 2
DAFTAR ISI
Nama : Sumiyati
Nomor RM : 000141444
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 41 th 3 bl
Pekerjaan : Pedagang
Agama : Islam
Pendidikan : Tamat SMP
Masuk RS Kurnia : Rabu, 3 Februari 2018
1.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan pada tanggal 5 Februari 2018 pukul 13.00 secara
autoanamnesis dan aloanamnesis dengan adik pasien di Ruang Rawat
Inap Dewasa RS Kurnia
Keluhan Utama:
Pasien mengeluh nyeri dan tidak adanya perbaikan pada luka setelah
operasi pada kedua kakinya 4 hari yang lalu.
Menurut adik pasien, kedua kaki pasien tersirah air mendidih di pagi
hari 1 hari sebelum dioperasi. Pasien baru mencari bantuan ± 6 jam
setelah tersiram air mendidih, setelah merasa kedua kaki bertambah
parah pasca-luka dilaburi dengan sabun colek. Tidak ada bagian tubuh
lain yang terkena tumpahan air mendidih selain kedua kaki pasien.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 4
Pasien sudah mendapatkan perawatan di RS lain berupa terutama
operasi pada luka bakarnya dan sempat dirawat selama 1 hari di RS
tersebut. Namun, pasien memaksa pulang dan menolak tinggal di RS.
Pasien sempat berada 3 hari di rumahnya sebelum memutuskan untuk
datang ke RS Kurnia setelah dirasa luka pada kedua kakinya tidak
mengalami perbaikan dan tetap nyeri.
A. Keadaan Umum
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 5
B. Tanda vital
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Frekuensi nadi : 87 kali/menit
Frekuensi napas : 22 kali/menit
Suhu : 36,8oC
Tinggi badan : 155 cm
Berat badan : 45 kg
C. Status Generalis
Jantung : Inspeksi
Ictus kordia tidak terlihat
Palpasi
Ictuc kordis teraba ICS V
Perkusi
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 6
Batas jantung kiri ICS V sisi medial MCLS, batas
jantung kanan ICS V PSL dektra
Auskultasi
S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Inspeksi
Tampak datar
Palpasi
Lemas, Nyeri tekan (-), hepar/lien tak teraba,
ballotement -/-
Perkusi
Timpani
Auskultasi
Bising usus positif normal
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 7
1.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil Pemeriksaan Laboratorium (3 Februari 2018)
1.5 Resume
Perempuan, 41 tahun, datang dengan keluhan nyeri dan tidak adanya
perbaikan pada luka setelah operasi pada kedua kakinya 4 hari SMRS.
Operasi yang dimaksud adalah operasi di RS lain pada luka bakar yang ia
dapati 1 hari sebelumnya. Luka didapat pasca-tersiram air mendidih yang
kemudian diolesi sabun colek oleh pasien. Pasien baru mencoba mencari
bantuan medis ± 6 jam setelah tersiram. Pasca-operasi dan perawatan di
RS tersebut selama 1 hari, pasien pulang atas permintaan sendiri selama
3 hari sebelum akhirnya datang ke RS Kurnia untuk meminta perawatan.
Pada pemeriksaan, didapatkan tanda vital stabil dengan TD 120/ 80
mmHg, FP 22 x/ menit, FN 87 x/ menit, dan suhu 36,8oC. Selain itu,
tampak luka pada kedua regio femoralis media hingga anterior yang memanjang
hingga regio patella media dan 1/3 atas regio cruris sinistra dan dekstra. Luka
dengan dasar otot ditutupi oleh slough dan jaringan nekrotik secara luas. Pinggir
luka tidak tampak hiperemis, pus (+), eksudat (+), jaringan granulasi tidak
tampak. PSM arteri dorsalis pedis dekstra dan sinistra DBN.
Pada pemeriksaan penunjang didapatkan Hb 9,1 d/ gL, Ht 27,8 %,
Protein Total 4,8 g/ dL, dan Albumin 2,6 g/dL.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 8
1.6 Diagnosis
Raw Surface dengan Slough dan Necrotic Tissue pada Regio Femoralis
Media-Anterior, Patella Media, dan 1/3 Atas Cruris Dekstra Sinistra Post.
Debridement a.i. Combustio.
1.7 .Tatalaksana
Program Cairan:
IVFD NaCl 0,9%
Medikamentosa:
Dengan Cairan (15 tpm makro):
Ketoroac 30 mg (2 ampul)
Petidin 1 ampul
Ceftriaxon 1 x 2 gr IV
Metronidazol 2 x 500 mg IV
Non-medikamentosa:
Perawatan luka:
Kompres NaCl pagi, siang, dan sore
Diet bebas
1.8 Prognosis
Ad vitam : Dubia ad Bonam
Ad fungsionam : Dubia ad Malam
Ad sanasionam : Bonam
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 9
1.9 Dokumentasi (5 Februari 2018)
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 10
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 11
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Luka bakar dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara langsung
maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang banyak
terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan
luka bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat
dibagi menjadi:
Paparan api
Flame (kobaran api): Akibat kontak langsung antara jaringan
dengan api terbuka, dan menyebabkan cedera langsung ke
jaringan tersebut. Api dapat membakar pakaian terlebih
dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami memiliki
kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera
tambahan berupa cedera kontak.
Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak langsung dengan
benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas pada area
tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain adalah
luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
Scalds (air panas)
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 13
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan
dan semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan
yang akan ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat
kecelakaan dapat dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya.
Pada kasus kecelakaan, luka umumnya menunjukkan pola
percikan, yang satu sama lain dipisahkan oleh kulit sehat.
Sedangkan pada kasus yang disengaja, luka umumnya
melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan
cairan.
Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat
kapasitas panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap
bertekanan tinggi. Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat
menyebabkan cedera hingga ke saluran napas distal di paru.
Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas
bagian atas dan oklusi jalan nafas akibat edema.
Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus
jaringan tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian
dalam. Listrik yang menyebabkan percikan api dan membakar
pakaian dapat menyebabkan luka bakar tambahan.
Zat kimia (asam atau basa)
Radiasi
Sunburn sinar matahari, terapi radiasi.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 14
3.2. Klasifikasi Luka Bakar
Derajat I
Pajanan hanya merusak epidermis sehingga masih menyisakan
banyak jaringan untuk dapat melakukan regenerasi. Luka bakar
derajat I biasanya sembuh dalam 5-7 hari dan dapat sembuh secara
sempurna. Luka biasanya tampak sebagai eritema dan timbul dengan
keluhan nyeri dan atau hipersensitivitas lokal. Contoh luka bakar
derajat I adalah sunburn.
Derajat II
Lesi melibatkan epidermis dan mencapai kedalaman dermis namun
masih terdapat epitel vital yang bisa menjadi dasar regenerasi dan
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 15
epitelisasi. Jaringan tersebut misalnya sel epitel basal, kelenjar
sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya
jaringan yang masih “sehat” tersebut, luka dapat sembuh dalam 2-3
minggu. Gambaran luka bakar berupa gelembung atau bula yang
berisi cairan eksudat dari pembuluh darah karena perubahan
permeabilitas dindingnya, disertai rasa nyeri. Apabila luka bakar
derajat II yang dalam tidak ditangani dengan baik, dapat timbul edema
dan penurunan aliran darah di jaringan, sehingga cedera berkembang
menjadi full-thickness burn atau luka bakar derajat III.
Derajat III
Mengenai seluruh lapisan kulit, dari subkutis hingga mungkin organ
atau jaringan yang lebih dalam. Pada keadaan ini tidak tersisa jaringan
epitel yang dapat menjadi dasar regenerasi sel spontan, sehingga
untuk menumbuhkan kembali jaringan kulit harus dilakukan cangkok
kulit. Gejala yang menyertai justru tanpa nyeri maupun bula, karena
pada dasarnya seluruh jaringan kulit yang memiliki persarafan sudah
tidak intak.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 16
3.3. Berat dan Luas Luka Bakar
Berat luka bakar bergantung pada dalam, luas, dan letak luka. Usia
dan kesehatan pasien sebelumnya akan sangat mempengaruhi
prognosis. Adanya trauma inhalasi juga akan mempengaruhi berat luka
bakar.
Jaringan lunak tubuh akan terbakar bila terpapar pada suhu di atas
46oC. Luasnya kerusakan akan ditentukan oleh suhu permukaan dan
lamanya kontak. Luka bakar menyebabkan koagulasi jaringan lunak.
Seiring dengan peningkatan suhu jaringan lunak, permeabilitas kapiler
juga meningkat, terjadi kehilangan cairan, dan viskositas plasma
meningkat dengan resultan pembentukan mikrotrombus. Hilangnya
cairan dapat menyebabkan hipovolemi dan syok, tergantung banyaknya
cairan yang hilang dan respon terhadap resusitasi. Luka bakar juga
menyebabkan peningkatan laju metabolik dan energi metabolisme.
Semakin luas permukaan tubuh yang terlibat, morbiditas dan
mortalitasnya meningkat, dan penanganannya juga akan semakin
kompleks. Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas
seluruh tubuh. Ada beberapa metode cepat untuk menentukan luas luka
bakar, yaitu:
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 17
Estimasi luas luka bakar menggunakan luas permukaan palmar
pasien. Luas telapak tangan individu mewakili 1% luas permukaan
tubuh. Luas luka bakar hanya dihitung pada pasien dengan derajat
luka II atau III.
Rumus 9 atau rule of nine untuk orang dewasa
Pada dewasa digunakan ‘rumus 9’, yaitu luas kepala dan leher,
dada, punggung, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan,
ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki
kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%. Sisanya 1%
adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu menaksir luasnya
permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.
Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif
permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif
permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan
bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi,
dan rumus 10-15-20 untuk anak.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 18
Metode Lund dan Browder
Metode yang diperkenalkan untuk kompensasi besarnya porsi
massa tubuh di kepala pada anak. Metode ini digunakan untuk
estimasi besarnya luas permukaan pada anak. Apabila tidak
tersedia tabel tersebut, perkiraan luas permukaan tubuh pada
anak dapat menggunakan ‘Rumus 9’ dan disesuaikan dengan
usia:
Pada anak di bawah usia 1 tahun: kepala 18% dan tiap
tungkai 14%. Torso dan lengan persentasenya sama
dengan dewasa.
Untuk tiap pertambahan usia 1 tahun, tambahkan 0.5%
untuk tiap tungkai dan turunkan persentasi kepala
sebesar 1% hingga tercapai nilai dewasa.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 19
Lund and Browder chart illustrating the method for calculating the percentage
of body surface area affected by burns in children.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 20
Pasien-pasien dengan resiko tinggi
b. Luka bakar dengan luas 10 – 20 % pada anak usia < 10 tahun atau
dewasa > 40 tahun, dengan luka bakar derajat III kurang dari 10 %
c. Luka bakar dengan derajat III < 10 % pada anak maupun dewasa
yang tidak mengenai muka, tangan, kaki, dan perineum
b. Luka bakar dengan luas < 10 % pada anak dan usia lanjut
c. Luka bakar dengan luas < 2 % pada segala usia (tidak mengenai
muka, tangan, kaki, dan perineum
Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan.
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas
meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat
terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan
menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan
kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat
penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk
pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka
bakar derajat III.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 21
Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%,
akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun
dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada kebakaran ruang tertutup
atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan
napas karena gas, asap atau uap panas yang terisap. Edema laring yang
ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan
gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna
gelap akibat jelaga.
Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang
merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan
mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena daerahnya tidak
tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal,
pembuluh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik.
Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain berasal dari dari kulit
penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan
kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini
biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah
resisten terhadap berbagai antibiotik.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 22
Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif
yang berasal dari kulit sendiri atau dari saluran napas, tetapi kemudian
dapat terjadi invasi kuman Gram negatif, Pseudomonas aeruginosa yang
dapat menghasilkan eksotoksin protease dari toksin lain yang
berbahaya, terkenal sangat agresif dalam invasinya pada luka bakar.
Infeksi pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau pada kasa penutup
luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng yang
bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 23
yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila terjadi
di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.
Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase
akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan
pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion
kalium.
Stres atau badan faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat
dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau
duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik.
Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 24
3.6. Fase pada Luka Bakar
3. Fase lanjut
Fase ini berlangsung setelah penutupan luka sampai terjadinya
maturasi jaringan. Masalah yang dihadapi adalah penyulit dari
luka bakar seperti parut hipertrofik, kontraktur dan deformitas
lain yang terjadi akibat kerapuhan jaringan atau struktur
tertentu akibat proses inflamasi yang hebat dan berlangsung
lama
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 25
Merupakan daerah yang langsung mengalami kerusakan
(koagulasi protein) akibat pengaruh cedera termis, hampir
dapat dipastikan jaringan ini mengalami nekrosis beberapa
saat setelah kontak. Oleh karena itulah disebut juga sebagai
zona nekrosis.
2. Zona statis
Merupakan daerah yang langsung berada di luar/di sekitar
zona koagulasi. Di daerah ini terjadi kerusakan endotel
pembuluh darah disertai kerusakan trombosit dan leukosit,
sehingga terjadi gangguam perfusi (no flow phenomena),
diikuti perubahan permeabilitas kapilar dan respon inflamasi
lokal. Proses ini berlangsung selama 12-24 jam pasca cedera
dan mungkin berakhir dengan nekrosis jaringan.
3. Zona hiperemi
Merupakan daerah di luar zona statis, ikut mengalami reaksi
berupa vasodilatasi tanpa banyak melibatkan reaksi selular.
Tergantung keadaan umum dan terapi yang diberikan, zona
ketiga dapat mengalami penyembuhan spontan, atau berubah
menjadi zona kedua bahkan zona pertama.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 26
5. Luka bakar signifikan akibat bahan kimia, listrik, petir, adanya
trauma mayor lainnya, atau adanya kondisi medik signifikan
yang telah ada sebelumnya
6. Adanya trauma inhalasi
2. Urinalisis
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 27
sistemik pada pasien luka bakar menimbulkan kecurigaan adanya jejas
‘tersembunyi’. Oleh karena itu, setelah mempertahankan ABC, prioritas
berikutnya adalah mendiagnosis dan menata laksana jejas lain (trauma
tumpul atau tajam) yang mengancam nyawa. Riwayat terjadinya luka
bermanfaat untuk mencari trauma terkait dan kemungkinan adanya
jejas inhalasi. Informasi riwayat penyakit dahulu, penggunaan obat, dan
alergi juga penting dalam evaluasi awal.
1. Intubasi
Tindakan intubasi dikerjakan sebelum edema mukosa
menimbulkan manifestasi obstruksi. Tujuan intubasi
mempertahankan jalan nafas dan sebagai fasilitas pemelliharaan
jalan nafas.
2. Krikotiroidotomi
Bertujuan sama dengan intubasi hanya saja dianggap terlalu
agresif dan menimbulkan morbiditas lebih besar dibanding
intubasi. Krikotiroidotomi memperkecil dead space, memperbesar
tidal volume, lebih mudah mengerjakan bilasan bronkoalveolar
dan pasien dapat berbicara jika dibanding dengan intubasi.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 28
3. Pemberian oksigen 100%
Bertujuan untuk menyediakan kebutuhan oksigen jika terdapat
patologi jalan nafas yang menghalangi suplai oksigen. Hati-hati
dalam pemberian oksigen dosis besar karena dapat menimbulkan
stress oksidatif, sehingga akan terbentuk radikal bebas yang
bersifat vasodilator dan modulator sepsis.
7. Bilasan bronkoalveolar
8. Perawatan rehabilitatif untuk respirasi
9. Eskarotomi pada dinding torak yang bertujuan untuk
memperbaiki kompliansi paru
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 29
inflamasi dan hipermetabolik dengan menggunakan kelebihan dan
keuntungan dari berbagai macam cairan seperti kristaloid,
hipertonik, koloid, dan sebagainya pada waktu yang tepat. Dengan
adanya resusitasi cairan yang tepat, kita dapat mengupayakan
stabilisasi pasien secepat mungkin kembali ke kondisi fisiologik
dalam persiapan menghadapi intervensi bedah seawal mungkin.
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL NaCl per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL plasma per 24
jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
Separuh dari jumlah 1+2+3 diberikan dalam 8 jam pertama.
Sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada hari kedua
diberikan setengah jumlah cairan hari pertama. Pada hari
ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
c. Resusitasi nutrisi
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 30
gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung
10-15% protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak.
Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat meningkatkan fungsi
kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan
demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu
mencegah terjadinya SIRS dan MODS.
1. Eksisi dini
Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan
debris (debridement) yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7
hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis. Dasar dari
tindakan ini adalah:
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 31
mengakibatkan terjadinya iskemi pada jaringan tersebut
ataupun menghambat proses penyembuhan dari luka
tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar,
semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk
penyembuhan.
b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut
menjadi komplikasi – komplikasi luka bakar (seperti SIRS).
Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan
“burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi
dilepasnya mediator-mediator inflamasi.
c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin
banyaknya proses angiogenesis yang terjadi dan vasodilatasi
di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah
keluar saat dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan
eksisi akan meningkatkan resiko kolonisasi mikro –
organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft
dan juga eskar yang melembut membuat tindakan eksisi
semakin sulit.
Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan
pemberian cairan melalui infus. Tindakan ini digunakan untuk
mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan derajat III.
Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting”
(dianjurkan “split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga
tidak akan mengurangi mortalitas pada pasien luka bakar yang
luas. Kriteria penatalaksanaan eksisi dini ditentukan oleh
beberapa faktor, yaitu:
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 32
Tersedia donor yang cukup untuk menutupi permukaan
terbuka yang timbul.
Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar
batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial
dan eksisi fasial.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 33
Kerugian: kerugian bidang kosmetik, peningkatan resiko
cedera pada saraf-saraf superfisial dan tendon sekitar, edema
pada bagian distal dari eksisi
2. Skin grafting
Skin grafting adalah metode penutupan luka sederhana. Tujuan
dari metode ini adalah:
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 34
Goulian. Sebelum dilakukan pengambilan donor diberikan juga
vasokonstriktor (larutan epinefrin) dan juga anestesi.
2.10. Prognosis
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 35
2.11. Komplikasi
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 36
Takipneu (frekuensi nafas > 20x/menit) atau tekanan parsial
CO2 rendah (PaCO2< 32 mmHg)
Leukositosis (jumlah lekosit > 12.000 sel/mm3), leukopeni (<
4000 sel/mm3) atau dijumpai > 10% netrofil dalam bentuk
imatur (band).
Bila diperoleh bukti bahwa infeksi sebagai penyebab (dari hasil
kultur darah/bakteremia), maka SIRS disebut sebagai sepsis. SIRS akan
selalu berkaitan dengan MODS karena MODS merupakan akhir dari
SIRS.
Patofisiologi
Tahap I
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 37
inflamasi adalah sel-sel PMN, monosit, makrofag, dan sel-sel
endotel. Sel-sel untuk sitokin dan mediator inflamasi sekunder
seperti prostaglandin, leukotrien, thromboxane, Platelet Activating
Factor (PAF), radikal bebas, oksida nitrit, dan protease. Endotel
teraktivasi dan lingkungan yang kaya sitokin mengaktifkan
kaskade koagulasi sehingga terjadi trombosis lokal. Hal ini
mengurangi kehilangan darah melalui luka, namun disamping itu
timbul efek pembatasan (walling off) jaringan cedera sehingga
secara fisiologik daerah inflamasi terisolasi.
Tahap II
Tahap III
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 38
peningkatan vasodilatasi perifer, gangguan permeabilitas
mikrovaskular, akselerasi trombosis mikrovaskular, aktivasi sel
leukosit-endotel) yang mengakibatkan perubahan-perubahan
patologik di berbagai organ. Jika reaksi inflamasi tidak dapat
dikendalikan, terjadi syok septik, Disseminated Intravascular
Coagulation (DIC), ARDS, MODS, dan kematian.
MODS merupakan bagian akhir dari spektrum klinis SIRS. Pada pasien
luka bakar dapat dijumpai secara kasar 30% kasus mengalami MODS.
Ada 3 teori yang menjelaskan timbulnya SIRS, MODS dan sepsis; yang
mana ketiganya terjadi secara simultan.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 39
Failure/ARF). Gangguan sirkulasi perifer menyebabkan iskemi otot-
otot dengan dampak pemecahan glikoprotein yang meningkatkan
produksi Nitric Oxide (NO); NO ini berperan sebagai modulator sepsis.
Gangguan sirkulasi ke kulit dan sitem integumen menyebabkan
terutama gangguan sistim imun; karena penurunan produksi limfosit
dan penurunan fungsi barrier kulit.
Tatalaksana
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 40
mengendalikan status hiperkatabolisme yang terjadi pada fase flow.
Pemberian antasida dan antibiotika tidak dibenarkan karena akan
merubah pola / habitat kuman yang mengganggu keseimbangan flora
usus.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 41
Komplikasi
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 42
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Ny. S, 41 tahun, datang dengan keluhan nyeri dan tidak adanya perbaikan
pada luka setelah operasi pada kedua kakinya 4 hari SMRS ke RS Kurnia
Cilegon pasca-tersiram air panas. Operasi yang dimaksud adalah operasi di
RS lain pada luka bakar yang ia dapati 1 hari sebelumnya. Luka didapat
pasca-tersiram air mendidih yang kemudian diolesi sabun colek oleh pasien.
Pasien baru mencoba mencari bantuan medis ± 6 jam setelah tersiram.
Pasca-operasi dan perawatan di RS tersebut selama 1 hari, pasien pulang atas
permintaan sendiri selama 3 hari sebelum akhirnya datang ke RS Kurnia
untuk meminta perawatan. Kondisi kedua ekstremitas bawah pasien saat
datang ke RS Kurnia adalah luka dengan dasar otot ditutupi oleh slough dan
jaringan nekrotik secara luas pada kedua regio femoralis media hingga
anterior yang memanjang hingga regio patella media dan 1/3 atas regio
cruris sinistra dan dekstra. Pinggir luka tidak tampak hiperemis, pus (+),
eksudat (+), jaringan granulasi tidak tampak. PSM arteri dorsalis pedis
dekstra dan sinistra DBN. Adapun, mengingat bentuk lukanya yang tidak lagi
berupa luka bakar, tidak berlaku lagi perhitungan luas area luka bakar pada
pasien ini, sehingga diagnosisnya saat pemeriksaan adalah Raw Surface
dengan Slough dan Necrotic Tissue pada Regio Femoralis Media-Anterior, Patella
Media, dan 1/3 Atas Cruris Dekstra Sinistra Post. Debridement a.i. Combustio.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 43
permukaan jaringan (oozing wound bed). Kemungkinan lain adalah
meningkatnya laju penghancuran dan sekuestrasi sel darah merah pada
pasien dengan luka bakar. Menurut Kimber dan Lander, pada paparan panas
yang lama/ tinggi, morfologi sel darah merah berubah yang berimplikasi
pada menurunnya half-life dari sel darah merah. Protein serta albumin yang
menurun disebabkan oleh banyaknya eksudat yang keluar oleh karena
lapisan kulit tidak lengkap. Yang dikhawatirkan dari pasien ini, saat datang
ke Rumah Sakit Kurnia Cilegon, pada hari ke-8 pasca-trauma adalah
kemungkinan perjalanan penyakt menuju SIRS, MODS, atau bahkan MOF
(terutama mengingat pasca-operasi di rumah sakit lain, pasien bahkan hanya
dirawat sehari dan meminta pulang paksa dan berada di rumah selama 3 hari
tanpa perawatan terhadap luka). Untuk mengetahui kondisi kea rah MODS,
hendaknya dilakukan pemeriksaan lab lebih ekstensif kea rah beberapa
organ yang dinilai penting, di antaranya ginjal, liver, dan jantung, selain juga
mengukur elektrolit tubuh untuk memastikan tidak ada kelainan
metabolisme yang terjadi.
Pasien sudah tidak lagi masuk dalam fase akut luka bakar dan dalam
kondisi tanda vital yang stabil, sehingga tidak lagi dilakukan pengkajian
primer (primary survey) berupa ABC (Airway, Breathing, dan Circulation).
Selain itu, resusitasi cairan yang merupakan hal penting pada fase akut luka
bakar tidak dibutuhkan pada pasien ini mengingat bahwa pasien sudah
melewati fase akut dan saat ini sudah dalam kondisi tanda vital yang stabil.
Sehingga, pemberian cairan hanya bersifat maintenance.
Cara Evans
1. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL kristaloid per 24 jam
2. Luas luka bakar (%) x BB (kg) menjadi mL koloid per 24 jam
3. 2.000 cc glukosa 5% per 24 jam
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 44
Separuh dari total cairan tersebut diberikan pada 8 jam pertama.
Sementara sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya. Pada cara Evans,
banyak cairan yang diberikan pada hari kedua merupakan setengah dari
banyaknya cairan yang diberikan pada hari pertama. Pada hari ketiga
diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Cara Baxter/ Modified Parkland
Luas luka bakar (%) x BB (kg) x 4 mL
Separuhdiberikan dalam 8 jam pertama. Sisanya diberikan dalam 16 jam
berikutnya. Pada hari ketiga diberikan setengah jumlah cairan hari kedua.
Pada hari kedua, albumin 5% mulai dapat diberikan sebanyak 0,3-1 ml/
kg/% luas luka bakar/ 16 jam.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 45
bahwa hendaknya dari pilihan hasil perhitungan jumlah cairan yang
dibutuhkan, yang dipilih adalah jumlah minimal yang dibutuhkan untuk
menjaga perfusi organ yang adekuat.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 46
dapat mencapai resusitasi fisiologis yang efektif dengan total volume
resusitasi cairan yang rendah dibandingkan dengan larutan isotonic
pada resusitasi cairan dalam 24 jam pertama. Namun, penelitian oleh
Huang et al, menemukan bahwa loading cairan kumulatif dalam 48 jam
pertama, pada grup yang diberikan larutan hipertonik dibandingkan
dengan yang diberikan RL, sama. Selain itu, mereka juga menemukan
bahwa larutan hipertonik yang digunakan dalam resusitasi berkaitan
dengan peningkatan insidensi dari gagal ginjal dan kematian. Sehingga,
patut dilakukan monitoring ketat untuk kemungkinan terjadinya risiko
hipernatremia dan gagal ginjal jika ingin menggunakan jenis cairan ini.
Sementara itu, koloid diberikan dengan pertimbangan adanya
kebocoran dan akumulasi protein plasma di luar kompartemen vaskular
yang dapat berkontribusi secara signifikan terhadap terjadinya edema
pada pasien luka bakar. Berbagai literatur memiliki versinya sendiri
terkait kapan berhentinya proses kebocoran ini. Di awal-awal, Baxter
menemukan bahwa capillary leak mungkin terjadi hingga 24 jam
pertama pasca-thermal injury. Sementara itu, Carvajal – dalam Cocks et
al – menemukan bahwa ekstravasasi albumin berhenti 8 jam setelah
burn injury. Vlachou et al, baru-baru ini menemukan bahwa disfungsi
endotel dan capillary leakage ditemukan dalam 2 jam pasca-burn injury
dan bertahan hingga (median) 5 jam kemudian, lebih pendek dari
penemuan-penemuan selanjutnya. Koloid, sebagai larutan
hiperosmotik, diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan
osmolalitas intravaskular dan untuk menghentikan extravasasi dari
kritaloid. Sehingga, menjadi kontroversi mengenai perlunya pemberian
protein-based koloid pada kasus luka bakar (selain juga, secara lebih
lanjut, patut ditentukan larutan apa yang hendaknya diberikan dan
kapan dimulainya, jika jawabannya adalah iya). Beberapa studi
menunjukkan bahwa koloid memberikan keuntungan klinis yang sedikit
jika diberikan dalam 24 jam pertama pasca-burn injurburn injury dan
mungkin memiliki efek merusak pada fungsi pernafasan, sehingga
banyak klinisi yang menghindari penggunaan koloid pada periode awal
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 47
pasca-burn injury. Walau begitu, Cohrane et al, baru-baru ini
menunjukkan adanya penurunan tingkat mortalitas pada pasien yang
mendapatkan albumin. Selain itu, beberapa klinisi melaporkan
suksesnya resusitasi dengan menggunakan albumin dengan
berkurangnya kebutuhan cairan resusitasi dan penurunan weight gain,
dibandingkan jika hanya menggunakan kristaloid saja. O’Mara et al juga
menunjukkan kurangnya kebutuhan cairan dan rendahnya tekanan
intraabdomen dengan penggunaan FFP/ fresh frozen plasma dalam 48
jam pasca-resusitasi luka bakar luas (> 50%). Penelitian terbaru adalah
penelitian oleh Lawrence et al yang menemukan bahwa penambahan
koloid pada rumus Parkland (Modified Parkland)/ Baxter dapat dengan
cepat menurunkan kebutuhan cairan perjam, mengembalikan rasio
resusitasi normal, dan menghilangkan kejadian fluid creep. Sehingga,
penentuan pemberian albumin yang ideal pada pasien hendaknya
memperhitungkan ada/ tidaknya edema, urine output pasien, tekanan
vena sentral, pulse rate, dan pulse oximetry.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 48
Sehingga, beberapa klinisi kemudian mengadopsi pendekatan “middle-
of-the-road”, di mana koloid diberikan setelah 12 jam pertama pasca-
burn injury. Cara ini merupakan cara yang paling sering
diimplementasikan di Amerika (pada 78% burn centers).
Terapi Antioksidan
Terapi ini dipertimbangkan oleh karena preoksidasi
membran lipid dan ROS merupakan komponen penting
dalam patofisiologi syok luka bakar. Terjadi peningkatan
peroksidasi lipid di hepar dan penurunan kapasitas
atioksidan di hepar. Penelitian di anjing dan guinea pigs oleh
Matsuda et al menunjukkan adanya pengurangan
pembentukan edema yang pengurangan kebutuhan cairan
(pengurangan sebanyak 45% dibandingkan perhitungan)
pada resusitasi dengan pemberian asam askorbat yang tinggi.
Mengingat bahwa tidak terdapat adanya efek merugikan dari
pemberian terapi ini, maka pemberian vitamin C dapat
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 49
dipertimbangkan pada pasien ini.
Manajemen Nyeri
Nyeri yang terjadi segera setelah terjadinya burn injury
disebabkan oleh stimulasi langsung dan injury pada
nociceptors yang ada pada epidermis dan dermis. Intensitas
nyeri bervariasi bergantung pada respons inflamasi yang
terjadi (berkaitan juga dengan luas permukaan luka bakar).
Pada daerah-daerah yang kehilangan struktur ini, maka akan
terjadi regenerasi dari jaringan saraf yang dapat
menyebabkan terjadinya nyeri neuropati yang bersifat
kronik. Di antara yang paling sering digunakan adalah
golongan opioid mengingat bahwa jenis nyeri yang terjadi
adalah nyeri neuropati yang bersifat kronis. Adapun opioid
yang digunakan adalah opioid dengan potensi moderat.
Penggunaan opioid juga berkaitan dengan penurunan
tekanan darah pasien. Sejauh ini, belum ada litertatur yang
dapat menentukan opioid mana yang lebih superior
dibandingkan lainnya dalam penanganan nyeri pada pasien
luka bakar. NSAID (Non-Steroid Anti-inflammation Drugs)
dapat diberikan karena bersifat sinergistik dengan
pemberian opioid (mengurangi kebutuhan opioid sebesar 20-
30%, sehingga mampu mengurangi efek merugikan dari
opioid secara signifikan). NSAID yang dapat diberikan adalah
parasetamol, dipiron, dan COX-2 inhibitor.
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 50
tersebut, Patut dilakukan perawatan luka dengan tujuan untuk
membuang slough dan menyiapkan wound bed yang bersih untuk
pertubuhan jaringan granulasi. Sehingga, penutup luka yang dipilih
hendaknya bertujuan untuk merehidrasi wound bed, menjaga
keseimbangan kelembaban, dan menunjang terjadinya autolytic
debridement. Untuk mempersiapkan wound bed, dapat dilakukan
debridement mekanik (melalui operasi), selain juga dibantu dengan
pembersihan luka menggunakan larutan antiseptic. Luka sebaiknya
ditutup dengan menggunakan bahan hidrogel atau madu, sebelum
akhirnya lebih lanjut ditutup oleh penutup luka berbahan polyurethane
dan bersifat tidak menempel (seperti silikon)
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 51
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 52
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 53
DAFTAR PUSTAKA
dr.Yofara M. Muslihah
RS Kurnia – Presentasi Kasus Luka Bakar | 54