You are on page 1of 33

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi cacing usus merupakan infeksi kronik yang paling banyak
menyerang anak balita dan anak usia sekolah dasar. Infeksi cacing usus
meningkat pada tempat tinggal yang tidak bersih dan cara hidup tidak bersih
yang merupakan masalah kesehatan masyarakat, di pedesaan dan di daerah
kumuh perkotaan di Indonesia. Tinggi rendahnya fekuensi kecacingan
berhubungan erat dengan kebersihan pribadi dan sanitasi lingkungan menjadi
sumber infeksi. Diantara cacing usus yang menjadi masalah kesehatan adalah
kelompok “soil transmitted helminth” atau cacing yang ditularkan melalui
tanah, seperti Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura dan Ancylostoma sp
(cacing tambang). Di Indonesia prevalensi kecacingan masih tinggi antara
60%–90 % tergantung pada lokasi dan sanitasi lingkungan (Mariana dan
Djarismawati, 2008).
Penyakit Ascariasis dapat ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi
dengan frekuensi terbesar di daerah tropis dan subtropis, dan di setiap daerah
dengan sanitasi yang tidak memadai. Sampai dengan 10% dari penduduk
negara berkembang terinfeksi cacing dengan persentase besar disebabkan oleh
Ascaris lumbricoides. Di seluruh dunia, infeksi Ascaris lumbricoides
menyebabkan sekitar 60.000 kematian per tahun, terutama pada anak.
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) pada tahun 2008
didapatkan sekitar 800 juta sampai dengan 1 milyar penduduk di dunia
terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 700 juta sampai 900 juta penduduk
dunia terinfeksi cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale), 500 juta penduduk terinfeksi Trichuris trichiura, dan 300 juta
penduduk dunia terinfeksi Oxyuris vermicularis (WHO, 2016).
Lebih dari 1,5 milyar orang atausekitar 24% penduduk dunia terinfeksi
STH. Angka kejadian terbesar berada di sub Sahara Afrika, Amerika, China
dan Asia Timur. Indonesia merupakan Negara yang beriklim tropis dan
1
memiliki kelembapan udara yang tinggi. Keadaan ini sangat mendukung Soil
Transmitted Helminths untuk dapat berkembang dengan baik (Seja, 2015).
Prevalensi penyakit cacingan di Indonesia ini masih sangat tinggi,
terutama pada golongan penduduk yang kurang mampu dari segi ekonomi.
Pada kelompok ekonomi lemah mempunyai risiko tinggiterjangkit penyakit
cacingan karena kurang adanya kemampuan dalam menjaga higiene dan
sanitasi lingkungan (Sumanto, 2010).
Berdasarkan pemeriksaan tinja yang dilakukan pada 8 provinsi di
Indonesia tahun 2008, didapatkan angka prevalensi kecacingan yang tinggi,
yakni Banten 60,7%, Nanggroe Aceh Darussalam 59,2%, Nusa Tenggara
Timur 27,7%, Kalimantan Barat 26,2%, Sumatera Barat 10,1%, Jawa Barat
6,7%, Sulawesi Utara 6,7%, dan Kalimantan Tengah 5,6% (Depkes RI, 2009).
Petugas kesehatan sebagai “educator” peran ini dilaksanakan dengan
membantu para orang tua dalam meningkatkan tingkat pengetahuan
kesehatan, sehingga terjadi perubahan tingkah laku dari para orang tua setelah
dilakukan pendidikan kesehatan (Wahit Iqbal, 2008).
Berdasarkan skenario yang akan dibahas pada makalah ini, Banyak kasaus
kasus kecacingan di Desa Asih, Kecamatan Bandaraa, Kabupaten Cendana.
Sehingga kami membuat beberapa program untuk menuntaskan masalah
kecacingan tersebut.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara pencegahan dan perencanaan program guna penanggulangan
Ascariasis pada SDN Asih di Desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara,
Kabupaten Cendana ?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui cara pencegahan dan perencanaan program guna
penanggulangan Ascariasis pada SDN Asih di Desa Asih di wilayah
Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana.

2
2. Tujuan Khusus
a. Mencegah terjadinya penularan Ascariasis
b. Mengetahui dan memahami pola dan faktor-faktor perilaku masyarakat
terhadap ascariasis
c. Membuat dan menyusun program penanggulangan ascariasis

3
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. SKENARIO
Sekolah Dasar Negeri (SDN) Asih terletak dan melayani anak-anak di
desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana. Suatu
penelitian yang dilakukan oleh Mahasiswa FK UWKS menghasilkan data
bahwa 25% siswa di sekolah tersebut positif telur Ascaris Lumbricoides pada
fesesnya. Survai pada masyarakat desa tersebut menunjukkan bahwa 72%
kepala keluarga (KK) telah memiliki fasilitas penyediaan air bersih (sumur)
yang umumnya sudah cukup memenuhi syarat. Tempat penyimpanan sambah
baru dimiliki oleh 63% KK, itupun sebagian besar tidak dilengkapi dengan
tutup, atau tutup yang tersedia tidak difungsikan dengan baik. Membuang air
besar di tempat terbuka (open defecation/OD) sudah menjadi kebiasaan dari
sebagian masyarakat, karena baru 61% KK yang memiliki jamban keluarga
(kakus). Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani atau buruh tani,
sebagian lainnya sebagai wiraswasta atau karyawan di perusahaan yang ada di
desa tetangga. Hanya sedikit yang bekerja di lembaga formal seperti instansi
Pemerintah. Tingkat pendidikan masyarakat (KK) sebagaian besar tamat
Sekolah Dasar atau Sekolah Lanjutan Pertama. Sedikit yang menyelesaikan
Sekolah Lanjutan atau Perguruan Tinggi. Perhatian Puskemas Bandara
terhadap Usaha Kesehatan Sekolah cukup baik khususnya terhadap
pemeriksaan mata dan gigi. Sekolah membebaskan murid-murid membeli
makanan yang dijajakan pedagang kaki lima yang berjualan di depan sekolah.
Kader kesehatan juga sudah cukup jumlahnya. Mahasiswa FK UWKS tersebut
ingin menyelesaikan masalah penyakit kecacingan tersebut. Bantulah mereka.

Ringkasan Skenario
1. Penelitian yang dilakukan Mahasiswa FK UWKS menghasilkan data
bahwa 25% siswa di sekolah SDN Asihpositif telur Ascariasis
lumbricoides pada fases-nya.
4
2. Tempat penyimpanan sampah baru dimiliki oleh 63% KK, itupun
sebagian besar tidak dilengkapi dengan tutup, atau tutup yang tersedia
tidak difungsikan dengan baik.
3. Kebiasaan membuang air besar di tempat terbuka (open defecation/OD)
dikaren akan baru 61% KK yang memiliki jamban keluarga (kakus).
4. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani atau buruh tani,
sebagian lainnya sebagai wiraswasta atau karyawan di perusahaan yang
ada di desa tetangga.
5. Tingkat pendidikan masyarakat (KK) sebagian besar tamat Sekolah Dasar
atau Sekolah Lanjutan Pertama.
6. Perhatian puskesmas Bandara terhadap Usaha Kesehatan Sekolah cukup
baik khususnya terhadap pemeriksaan mata dan gigi.
7. Sekolah membebaskan murid-murid membeli makan yang dijajakan
pedagang kaki lima yang berjualan di depan sekolah.

B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Ascariasis adalah infeksi kecacingan yang disebabkan oleh cacing
Ascaris lumbricoides. Ascariasis sendiri termasuk penyakit cacing yang
paling besar prevalensinya diantara penyakit cacing lainnya yang
menginfeksi tubuh manusia. Manusia merupakan satu-satunya hospes
untuk A. Lumbricoides (Syahria, 2016).
Cacing A.lumbricoides merupakan golongan nematoda. Nematoda
berasal dari kata nematos yang berarti benang dan oidos yang berarti
bentuk, sehingga cacing ini sering disebut cacing gilik ataupun cacing
gelang. Nematoda itu sendiri dibagi menjadi 2 jenis yakni nematoda usus
dan nematoda jaringan. Manusia merupakan hospes untuk beberapa
nematoda usus yang dapat menimbulkan masalah kesehatan masyarakat
di Indonesia. Diantara nematoda usus yang ada terdapat beberapa spesies
yang membutuhkan tanah untuk pematangannya dari bentuk non infektif
5
menjadi bentuk infektif yang disebut Soil Transmitted Helminths (STH).
Cacing yang termasuk golongan STH adalah A. lumbricoides, Trichuris
trichiura, Ancylostoma duodenale, Necator americanus, Strongyloides
stercoralis, dan beberapa spesies Trichostrongylus (Sutanto, 2008)

2. Epidemiologi
Angka kejadian infeksi A. lumbricoides ini cukup tinggi di negara
berkembang seperti Indonesia dibandingkan dengan negara maju.
Tingginya angka kejadian Ascariasis ini terutama disebabkan oleh karena
banyaknya telur disertai dengan daya tahan larva cacing pada keadaan
tanah kondusif. Parasit ini lebih banyak ditemukan pada tanah liat dengan
kelembaban tinggi dan suhu 25°-30°C sehingga sangat baik untuk
menunjang perkembangan telur cacing A. lumbricoides tersebut.
Prevalensi A. lumbricoides ditemukan tinggi di beberapa pulau di
Indonesia yaitu di pulau Sumatera (78%), Kalimantan (79%), Sulawesi
(88%), Nusa Tenggara Barat (92%), dan Jawa Barat (90%) (Sutanto,
2008).

3. Etiologi
Askariasis disebabkan oleh Ascariasis lumbricoides. Cacing
Ascariasis lumbricoides dewasa tinggal di dalam lumen usus kecil dan
memiliki umur 10-2 bulan. Cacing betina dapat menghasilkan 200.000
telur setiap hari. Telur fertil berbentuk oval dengan panjang 45-70 µm.
Setelah keluar bersama tinja, embrio dalam telur akan berkembang
menjadi infektif dalam 5-10hari pada kondisi lingkungan yang
mendukung. (Soegianto, 2005)

6
Gambar 2.1 cacing Ascariasis
4. Morfologi
Secara umum dapat dilihat bahwa cacing A. lumbricoides
berwarna merah berbentuk silinder. Cacing jantan lebih kecil ukurannya
daripada cacing betina. Pada stadium dewasa, cacing ini akan hidup dan
berkembang didalam rongga usus kecil (Sutanto, 2008).
Cacing jantan berukuran 15-25 cm x 3 mm disertai ujung
posteriornya yang melengkung ke arah ventral dan diikuti adanya
penonjolan spikula yang berukuran sekitar 2 mm. Selain itu, di bagian
ujung posterior cacing juga terdapat banyak papil-papil kecil. Cacing
betina berukuran 25-35 cm x 4 mm dengan ujung posteriornya yang
lurus. Cacing ini memiliki 3 buah bibir, masing-masing satu dibagian
dorsal dan dua lagi dibagian ventrolateral (Satoskar, 2009).
Cacing dewasa hidup dalam jangka waktu ± 10–24 bulan . Cacing
dewasa dilindungi oleh pembungkus keras yang kaya akan kolagen dan
lipid serta menghasilkan enzim protease inhibitor yang berfungsi untuk
melindungi cacing agar tidak tercerna di sistem pencernaan manusia.
Cacing ini juga memiliki sel-sel otot somatik yang besar dan memanjang
sehingga mampu mempertahankan posisinya di dalam usus kecil. Jika
otot somatik tersebut lumpuh oleh obat cacing, maka cacing akan mudah
keluar melalui anus karena gerakan peristaltic di usus (Satoskar, 2009).

7
Cacing betina mampu bertahan hidup selama 1-2 tahun dan
memproduksi 26 juta telur selama hidupnya dengan 100.000–200.000
butir telur per hari yang terdiri dari telur yang telah dibuahi (fertilized),
yang tidak dibuahi (unfertilized), maupun telur dekortikasi. Telur
dekortikasi adalah telur A.lumbricoides yang telah dibuahi tapi
kehilangan lapisan albuminoid (Natadisastra, 2012).
Telur yang telah dibuahi berbentuk bulat atau oval dengan
permukaaan tidak teratur, memiliki lapisan yang tebal, dan berwarna
kuning kecoklatan dengan ukuran 60-45μm. Pada telur ini, terdapat
lapisan tebal albumin dan lapisan dalamnya yang terdapat selubung
vitelin tipis namun cukup kuat. Kedua lapisan tersebut berfungsi sebagai
pelindung terhadap situasi lingkungan yang tidak sesuai sehingga telur
dapat bertahan hidup di tanah sampai dengan berbulan-bulan bahkan
bertahun-tahun (Widoyono, 2011).

5. Patofisiologi
Setelah tertelan telur askariasis yang inefektif, telur ini akan
menetap di bagian atas usus halus dengan melepaskan larva yang
berbentuk rabditiformis. Larva ini akan menembus dinding usus dan
mencapai venule dan pembuluh limfe kemudian melalui sirkulasi portal
mencapai hati, bagian kanan jantung dan paru-paru (Brotowidjoyo, 2007).
Di dalam paru, larva akan merusak kapiler dan mulai mengikuti
percabangan paru sampai mencapai glotis dan kemudian melewati
epiglotis masuk ke dalam esofagus untuk seterusnya kembali ke usus
halus, dimana meraka akan jadi matur dan berubah menjadi cacing
dewasa (Brotowidjoyo, 2007).
Keseluruhan siklus mulai dari telur yang infektif sampai menjadi
cacing dewasa memerlukan waktu sekitar 2 bulan. Infeksi bertahan dalam
masyarakat akibat pembuangan feses di tanah yang memungkinkan
perkembangan telur menjadi infektif lagi. Ini memerlukan waktu 2
minggu (Brotowidjoyo, 2007).
8
Selama fase migrasi, larva askariasis menyebabkan reaksi
peradangan dengan terjadinya infiltrasi eosinofilia. Antigen ascariasis
dilepaskan selama migrasi larva yang akan merangsang respon
imunologis dalam tubuh dan respon ini telah pernah dibuktikan adanya
pelepasan antibodi terhadap kelas IgG yang spesifik yang dapat
membentuk reaksi complement-fixation dan precipitating. Mengenai
respon kelas IgA terhadap infeksi ascariasis masih kurang diketahui
(Brotowidjoyo, 2007).
Mekanisme pertahanan primer pada infestasi ascariasis mungkin
suatu bentuk seluler. Selama fase intestinals maka gejala terutama berasal
dari adanya cacing dalam usus atau akibat migrasi kedalam lumen usus
yang lain atau perforasi ke dalam peritoneum (Brotowidjoyo, 2007).
Lebih lanjut ascariasis mengeluarkan antienzim sebagai suatu
fungsi proteksi terhadap kelangsungan hidupnya dan ternyata antienzim
ini di duga berhubungan dengan terjadinya malabsorbsi (Brotowidjoyo,
2007).

6. Siklus Hidup
Siklus hidup A. lumbricoides terjadi dalam 3 stadium yaitu
stadium telur, larva, dan dewasa. Siklus ini biasanya membutuhkan fase
di luar tubuh manusia (hospes) dengan atau tanpa tuan rumah perantara
(Natadisastra, 2012).
Telur cacing yang telah dibuahi dan keluar bersama tinja penderita
akan berkembang menjadi infektif jika terdapat di tanah yang lembab dan
suhu yang optimal dalam waktu kurang lebih 3 bulan. Seseorang akan
terinfeksi A.lumbricoides apabila masuknya telur A. lumbricoides yang
infektif kedalam mulut bersamaan dengan makanan atau minuman yang
terkontaminasi tanah yang mengandung tinja penderita Ascariasis
(Sutanto, 2008).
Telur infektif yang tertelan oleh manusia akan melewati lambung
tanpa terjadi kerusakan oleh asam lambung akibat proteksi yang tebal
9
pada lapisan telur tersebut dan akan menetas di dalam usus halus.
Kemudian larvanya akan secara aktif menembus dinding usus halus
menuju vena porta hati dan pembuluh limfe. Bersama dengan aliran vena,
larva A. Lumbricoides akan beredar menuju jantung kanan dan berhenti
di paru. Saat di dalam paru-paru larva yang berdiameter 0,02 mm akan
masuk kedalam kapiler paru yang hanya berukuran 0,01 mm maka kapiler
tersebut akan pecah dan larva akan masuk ke alveolus kemudian larva
berganti kulit. Larva tersebut akan ke alveoli lalu naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus setelah dari kapiler paru. Selanjutnya mengarah
ke faring dan terjadi refleks batuk hingga tertelan untuk kedua kalinya
sampai ke usus halus. Masa migrasi ini berlangsung selama 10–15 hari.
Cacing akan berkembang menjadi dewasa, kawin, dan bertelur di usus
halus dalam waktu 6–10 minggu (Soedarto, 2009).

Gambar 2.2. Siklus Hidup

10
7. Cara Penularan
Infeksi A. lumbricoides dapat terjadi pada semua usia, namun
cacing ini terutama menyerang anak usia 5-9 tahun dengan frekuensi
kejadian sama antara laki-laki dan perempuan. Bayi yang menderita
Ascariasis kemungkinan terinfeksi telur Ascariasis dari tangan ibunya
yang telah tercemar oleh larva infektif (Natadisastra, 2012).
Cara penularan Ascariasis terjadi melalui beberapa jalan yakni
telur infektif A.lumbricoides yang masuk ke dalam mulut bersamaan
dengan makanan dan minuman yang terkontaminasi, melalui tangan yang
kotor tercemar terutama pada anak, atau telur infektif yang terhirup udara
bersamaan dengan debu. Pada keadaan telur infektif yang terhirup oleh
pernapasan, telur tersebut akan menetas di mukosa alat pernapasan bagian
atas dan larva akan segera menembus pembuluh darah dan beredar
bersama aliran darah. Cara penularan Ascariasis juga dapat terjadi
melalui sayuran dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk untuk
tanaman sayur-mayur maupun buah-buahan (Soedarto, 2009).

8. Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang timbul dari Ascariasis tergantung dari beratnya
infeksi, keadaan umum penderita, daya tahan, dan kerentanan penderita
terhadap infeksi cacing ini. Penderita Ascariasis tidak akan merasakan
gejala dari infeksi ini (asimptomatik) apabila jumlah cacing sekitar 10-20
ekor didalam tubuh manusia sehingga baru dapat diketahui jika ada
pemeriksaan tinja rutin ataupun keluarnya cacing dewasa bersama dengan
tinja. Gejala klinis yang timbul bervariasi, bisa dimulai dari gejala yang
ringan seperti batuk sampai dengan yang berat seperti sesak nafas dan
perdarahan. Gejala yang timbul pada penderita Ascariasis berdasarkan
migrasi larva dan perkembangbiakan cacing dewasa, yaitu: (Natadisastra,
2012).
1. Gejala akibat migrasi larva A.lumbricoides

11
Selama fase migrasi, larva A. lumbricoides di paru penderita akan
membuat perdarahan kecil di dinding alveolus dan timbul gangguan
batuk dan demam. Pada foto thorak penderita Ascariasis akan tampak
infiltrat yaitu tanda terjadi pneumonia dan eosinophilia di daerah
perifer yang disebut sebagai sindrom Loeffler. Gambaran tersebut
akan menghilang dalam waktu 3 minggu (Frederick, 2007).
2. Gejala akibat cacing dewasa
Selama fase didalam saluran pencernaan, gejala utamanya berasal dari
dalam usus atau migrasi ke dalam lumen usus yang lain atau perforasi
ke dalam peritoneum. Cacing dewasa yang tinggal dilipatan mukosa
usus halus dapat menyebabkan iritasi dengan gejala mual, muntah,
dan sakit perut. Perforasi cacing dewasa A. lumbricoides ke dalam
peritoneum biasanya menuju ke umbilikus pada anak sedangkan pada
dewasa mengarah ke inguinal. Cacing dewasa A. lumbricoides juga
dapat menyebabkan obstruksi diberbagai tempat termasuk didaerah
apendiks (terjadi apendisitis), di ampula vateri (terjadi pancreatitis
haemoragis), dan di duktus choleduchus terjadi cholesistitis. Anak
yang menderita Ascariasis akan mengalami gangguan gizi akibat
malabsorpsi yang disebabkan oleh cacing dewasa. A. lumbricoides
perhari dapat menyerap 2,8 gram karbohidrat dan 0,7 gram protein,
sehingga pada anak-anak dapat memperlihatkan gejala berupa perut
buncit, pucat, lesu, dan rambut yang jarang.6Penderita Ascariasis juga
dapat mengalami alergi yang berhubungan dengan pelepasan antigen
oleh A. lumbricoides dalam darah dan kemudian merangsang sistem
imunologis tubuh sebagai defence mechanism dengan gejala berupa
asma bronkial, urtikaria, hipereosinofilia, dan sindrom Loeffler
(Alcantara, 2010).

9. Diagnosa
Untuk menegakkan diagnosis pasti harus ditemukan cacing
dewasa dalam tinja atau muntahan penderita dan telur cacing dengan
12
bentuk yang khas dapat dijumpai dalam tinja atau didalam cairan empedu
penderita melalui pemeriksaan mikroskopik (McPhee, 2009).
Kadang di dalam tinja atau muntahan penderita ditemukan cacing
dewasa dan di dalam dahak ditemukan larva. Jumlah eosinofil di dalam
darah bias meningkat. Tanda-tanda adanya perpindahan parasit bias
terlihat pada fotorontgen dada (McPhee, 2009).

10. Cara Pencegahan (Cara Mematahkan rantai penularan Ascariasis)


Berdasarkan kepada siklus hidup dan sifat telur cacing ini, maka
upaya pencegahannya dapat dilakukan sebagai berikut : (Rasmaliah,
2001)
a. Penyuluhan kesehatan
Penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik dan tepat guna,
Hygiene keluarga dan hygiene pribadi seperti :
1. Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman.
2. Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan,
tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
3. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
Karena telur cacing Ascaris dapat hidup dalam tanah selama
bertahun-tahun, pencegahan dan pemberantasan di daerah
endemik adalah sulit. Adapun upaya yang dapat dilakukan untuk
mencegah penyakit ini adalah sebagai berikut :
 Memberi penyuluhan tentang sanitasi lingkungan.
 Melakukan usaha aktif dan preventif untuk dapat mematahkan
siklus hidup cacing misalnya memakai jamban/WC.
 Makan makanan yang dimasak saja.
 Menghindari sayuran mentah (hijau) dan selada di daerah
yang menggunakan tinja sebagai pupuk.

13
b. Pengobatan penderita
Bila mungkin, semua yang positif sebaiknya diobati, tanpa
melihat beban cacing karena jumlah cacing yang kecilpun dapat
menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan.
Untuk pengobatan tentunya semua obat dapat digunakan untuk
mengobati Ascariasis, bai untuk pengobatan perseorangan maupun
pengobatan massal (Rasmaliah, 2001).
Pada waktu yang lalu obat yang sering dipakai seperti :
piperazin, minyak chenopodium, hetrazan dan tiabendazol. Oleh
karena obat tersebut menimbulkan efek samping dan sulitnya
pemberian obat tersebut, maka obat cacing sekarang ini berspektrum
luas, lebih aman dan memberikan efek samping yang lebih kecil dan
mudah pemakaiannya. Adapun obat yang sekarang ini dipakai dalam
pengobatan adalah :(Rasmaliah, 2001).
 Mebendazol. Obat ini adalah obat cacing berspektrum luas dengan
toleransi hospes yang baik. Diberikan satu tablet (100 mg) duakali
sehari selama tiga hari, tanpa melihat umur, dengan menggunakan
obat ini sudah dilaporkan beberapa kasus terjadi migrasi ektopik.
 Pirantel Pamoat.Dosis tunggal sebesar 10 mg/kg berat badan
adalah efektif untuk menyembuhkan kasus lebih dari 90%. Gejala
sampingan, bila ada adalah ringan dan obat ini biasanya dapat
diterima (“well tolerated”). Obat ini mempunyai keunggulan
karena efektif terhadap cacing kremi dan cacing tambang. Obat
berspekturm luas ini berguna di daerah endemik dimana infeksi
multipel berbagai cacing Nematoda merupakan hal yang biasa.
 Levamisol Hidroklorida. Obat ini agaknya merupakan obat anti-
askaris yang paling efektif yang menyebabkan kelumpuhan cacing
dengan cepat. Obat ini diberikan dalam dosis tunggal yaitu 150
mg untuk orang dewasa dan 50 mg untuk orang dengan berat
badan <10 kg. Efek sampingan lebih banyak dari pada pirantel
pamoat dan mebendazol.
14
Garam Piperazin. Obat ini dipakai secara luas, karena murah
dan efektif, juga untuk Enterobius vermicularis, tetapi tidak terhadap
cacing tambang. Piperazin sitrat diberikan dalam dosis tunggal
sebesar 30 ml (5 ml adalah ekuivalen dengan 750 mg piperazin).
Reaksi sampingan lebih sering daripada pirantel pamoat dan
mebendazol. Ada kalanya dilaporkan gejala susunan syaraf pusat
seperti berjalan tidak tetap (unsteadiness) dan vertigo.

11. Faktor-faktorLingkungan Yang Berhubungan dengan


Kejadian Ascariasis
a. Perilaku membuang sampah pada tempatnya
Membuang sampah pada tempanya dapat menciptakan
lingkungan yang bersih dan sehat, karena jika banyak sampah-
sampah berserakan akan mengundang banyak lalat. Lalat
merupakan vector penyakit yang bisa membawa telur cacing lalu
hinggap dimakanan, sehingga telur cacing Ascaris lumbricoides
akan ikut tertelan bersama makanan.

b. Perilaku tidak jajan sembarangan


Perilaku agar tidak jajan sembarangan dapat menurunkan
resiko penularan telur cacing. Disini dimaksudkan agar membeli
makanan ditempat yang bersih, dan membeli makanan yang
tertutup agar tidak terkena debu dan dihinggapi lalat, karena debu
dan lalat kemungkinan membawa telur cacing Ascaris
lumbricoides.

c. Perilaku Open Defecation


Open Defecation/membuang air besar di tempat terbuka
meningkatkan resiko penularan cacing, karena menyebabkan tanah
di tempat tersebut terkontaminasi oleh telur cacing Ascaris
lumbricoides. Hal ini meningkatkan resiko penularan cacing
Ascaris lumbricoides karena anak-anak sering kontak dengan
15
tanah, dan terkadang tangan yang sudah kontak dengan tanah tidak
dicuci dengan benar sehingga telur cacing akan ikut tertelan
bersama dengan makanan.

16
C. DIAGRAM FISHBONE
Gambar 2.3.: Diagram Fish bone Kejadian Ascariasis di Desa Asih, Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana

17
Analisis Fish Bone
Untuk mengatasi peningkatan kejadian ascariasis di desa Asih, perlu
dilakukan beberapa penyelesaian masalah. Berdasarkan masalah yang telah
dianalisis berikut beberapa penyelesaian yang dapat dilakukan.
1. Masukan
a. Tingkat pendidikan masyarakat yang rendah
Menurut UU No. 20 tahun 2003 pengertian pendidikan adalah
sebuah usaha yang di lakukan secara sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaaan, membangun kepribadian,
pengendalian diri, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara. Pada kasus ini,
sebagian masyarakat di desa Asih memiliki tingkat pendidikan yang
rendah, yaitu tamat SD dan SMP, hanya sedikit yang tamat SMA dan
perguruan tinggi.

Penyelesaian:
Hal ini dapat diatasi dengan seringnya diadakan penyuluhan-
penyuluhan, pembagian brosur/leaflet terkait penyakit askariasis yang
diselenggarakan oleh puskesmas disana.

b. Sebagian besar masyarakat bekerja sebagai petani.


Salah satu penularan penyakit askariasis pada manusia utamanya
anak-anak yaitu oleh karena menelan tanah yang tercemar telur
cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing. Pada
kasus ini, banyaknya masyarakat yang bekerja sebagai petani maka
akan semakin sering pula kontak dengan tanah. Apabila tanah
tersebut telah terinfeksi dengan telur cacing maka akan meningkatkan
risiko terserang penyakit askariasis maupun menularkan ke orang
lain.

18
Penyelesaian:
Masyarakat yang bekerja sebagai petani disarankan untuk
menggunakan sepatu dan sarung tangan pada saat bekerja agar tidak
terjadi kontak langsung dengan tanah yang terinfeksi. Perlu di
edukasi juga untuk selalu mencuci tangan sehabis melakukan
pekerjaan.

c. Sebagian masyarakat tidak memiliki kakus


Menurut Depkes RI tahun 2001, jamban keluarga adalah suatu
bangunan yang digunakan untuk membuang dan mengumpulkan
kotoran atau najis manusia yang lazim disebut kakus/WC sehingga
kotoran tersebut tersimpan dalam suatu tempat tertentu dan tidak
menjadi penyebab atau penyebar penyakit dan mengotori lingkungan
pemukiman. Jamban di pedesaan Indonesia dapat digolongkan
menjadi 2 macam yaitu jamban cemplung dan jamban tangki
septik/leher angsa. Pada kasus ini baru, baru 61% kepala keluarga
(KK) yang memiliki fasilitas jamban keluarga/kakus. Hal ini
menyebabkan kebiasaan Open Defecation tinggi di desa Asih.

Penyelesaian:
Dapat dibuatkan fasilitas jamban umum sehingga bisa
digunakan oleh KK yang belum memiliki kakus.

d. Tidak adanya screening pemeriksaan feses


Pemeriksaan feses merupakan cara yang dilakukan untuk
mengambil feses sebagai bahan pemeriksaan.Pemeriksaan feses
dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya telur cacing ataupun
larva yang menginfeksi. Pada kasusini, UKS (Usaha Kesehatan
Sekolah)hanyaberfokusterhadap pemeriksaan mata dan gigi.

19
Penyelesaian:
UKS dalam hal ini perlu menambahkan program screening
pemeriksaan feses dengan bekerjasama dengan puskesmas di sana.
Dengan dilakukannya screening pemeriksaan feses maka kita dapat
mendeteksi dini (early diagnosis) seseorang yang terinfeksi cacing
khususnya penyakit askariasis sehingga dapat dilakukan pengobatan
terhadap orang tersebut.

e. Sebagian kecil masyarakat tidak memiliki akses air bersih


Mengutip Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 1405/menkes/sk/xi/2002 tentang Persyaratan Kesehatan
Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, air bersih adalah air
yang dipergunakan untuk keperluan seharihari dan kualitasnya
memenuhi persyaratan kesehatan air bersih sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku dan dapat diminum apabila
dimasak.
Berikut ini adalah ciri air bersih yang layak untuk dikonsumsi:
 Syarat fisik:
a. Tampilan harus jernih dan tidak keruh
b. Tidak berwarna apapun
c. Tidak berasa apapun
d. Tidak berbau apaun
e. Suhu antara 10-25 C (sejuk)
f. Tidak meninggalkan endapan
 Syarat kimiawi:
a. Tidak mengandung bahan kimiawi yang mengandung racun
b. Tidak mengandung zat-zat kimiawi yang berlebihan
c. Cukup yodium
d. pH air antara 6,5 – 9,2
 Syarat mikrobiologi:
Tidak mengandung kuman-kuman penyakit seperti disentri, tipus,
kolera, dan bakteri patogen penyebab penyakit.

20
Pada kasus di atas disebutkan sebagian kecil KK belum memiliki
fasilitas sumber air bersih (sumur). Hal ini bisa menyebabkan
sebagian kecil masyarakat tersebut mengkonsumsi air dari sumber air
yang tidak bersih dan mungkin saja terkontaminasi oleh kuman-
kuman penyakit, salah satunya telur cacing Ascaris lumbricoides.

Penyelesaian:
Dapat diatasi dengan pembuatan sumur umum yang dapat
dipakai oleh masyarakat secara umum di desa Asih.

f. Tidak adanya aturan tentang ODF dan pengelolaan sampah


Open defecation merupakan tindakan buang air besar yang
dilakukan di tempat terbuka, seperti di ladang, semak-semak, laut,
sungai, danau, dan tempat terbuka lainnya. Hal ini menyebabkan
tempat-tempat tersebut menjadi terkontaminasi oleh feses. Pada kasus
di atas, sebagian besar masyarakat di desa Asih masih memiliki
kebiasaan untuk melakukan OD, di mana hal ini akan menyebabkan
peningkatan resiko penularan telur cacing Ascaris lumbricoides.

Penyelesaian:
Para stakeholder di DesaAsih perlumembuatsuatuaturan di desa
tersebut untuk mengurangi perilaku Open Defecation (OD).

g. Sekolah membebaskan murid jajan sembarangan


Jajan adalah suatu aktivitas membeli makanan dan atau
minuman dengan tujuan untuk dikonsumsi. Kegiatan jajan tidak
selamanya berjalan dengan baik, karena ada jajanan-jajanan yang
tidak baik untuk dikonsumsi. Efek dampak buruk dari jajan
sembarangan adalah menjadi sakit karena kandungan jajanan
makanan dan minuman yang tidak baik untuk kesehatan tubuh.
Beberapa alasan penyebab berbahayanya jajan sembarangan makanan
dan minuman:

21
1. Tidak Bersih / Tidak Higienis
2. Mengandung Zat Kimia Berbahaya
3. Terbuat dari Bahan-Bahan Kualitas Rendah
4. Makanan Palsu dan Minuman Palsu
Pada kasus ini SDN Asih memperbolehkan murid-muridnya
untuk jajan di pedagang kaki lima yang berada di luar sekolah. Hal
ini bisa meningkatkan risiko penularan telur cacing Ascaris
lumbricoides melalui makanan/minuman yang dijajakan oeh
pedagang kaki lima tersebut.

Penyelesaian:
Pihak sekolah dalam hal ini lebih selektifke pada para penjual
jajan disekitar sekolah sehingga siswa-siswi di SDN Asih dapat
membeli jajan yang bersih dan sehat.

h. Prilaku buang sampah sembarangan


Dalam kasus ini, warga desa Asih yang telah memiliki fasilitas
tempat sampah baru 63% kepala keluarga dan sebagian besar tidak
dilengkapi dengan penutup, jadi masih ada sekitar 37% kepala
keluarga yang tidak memiki tempat sampah dan sangat mungkin
melakukan tindakan buang sampah sembarangan. Jika sampah tidak
di kelola dengan baik maka dapat menjadi sumber infeksi berbagai
macam penyakit, dan bias saja termasuk penyakit Ascariasis.

Penyelesaian:
Pihak desa dapat membuat program untuk membuat fasilitas
tempat sampah kepada Kepala keluarga yang belum memiliki tempat
sampah sehingga diharapkan tidak lagi melakukan prilaku buang
sampah sembarangan.

22
i. Sosial ekonomi rendah
Rendahnya tingkat social ekonomi masyarakat di Desa Asih
dapat berpengaruh terhadap perilaku masyarakat terhadap suatu
penyakit. Dengan social ekonomi yang rendah maka masyarakat
mungkin saja tidak dapat membeli obat yang digunakan untuk
pengobatan penyakitnya.

Penyelesaian:
Puskesmas di Desa Asih perlu mengadakan suatu program
pengadaan obat cacing yang dalam hal ini diberikan secara gratis
,mengingat mayoritas masyarakat penduduk di desa tersebut memiliki
budaya ODF.

j. UKS hanya berfokus pada pemeriksaanmata dan gigi


Sekolah Dasar Negeri Asih mempunyai UKS yang rutin
melakukan pemeriksaan mata dan gigi pada siswa-siswi di sekolah
tersebut.

Penyelesaian:
Diharapkan UKS SDN Asih selain melakukan pemeriksaan
mata dan gigi pada siswa-siswi di sana, juga melakukan pemeriksaan
yang erat kaitannya dengan penyakit Askariasis, salah satu contohnya
pemeriksaan feses.

k. Perilaku jajan sembarangan


Perilaku siswa SD yang suka jajan sembarangan dapat
menyebabkan beberapa gangguan kesehatan karena proses
pembuatan dan penyimpanan makanan tersebut tidak dilakukan
dengan baik sehingga menyebabkan makanan yang dikonsumsi siswa
menjadi tidak higienis dan dapat menganggu kesehatan. Makanan
yang tidak higienis tersebut kemungkinan terkontaminasi telur
infektif cacing Ascaris.

23
Penyelesaian:
Pihak sekolah melakukan edukasi kepada baik orang tua siswa
maupun siswa itu sendiri terhadap dampak buruk dari perilaku jajan
sembarangn.

l. Kebiasaan perilaku BAB sembarangan


Sebagian besar masyarakat di Desa Asih mempunyai kebiasaan
membuang air besar di tempat terbuka (Open Defecation Free/ODF)
karena baru 61% KK yang memiliki jamban keluarga. Maka dari itu,
penderita penyakit askariasis yang melakukan ODF akan
menyebabkan tanah tersebut terkontaminasi dengan telur cacing yang
infektif.

Penyelesaian:
Dilakukan penyuluhan tentang dampak buruk OD dan penyakit
apa saja yang dapat tertular oleh karena prilaku OD, terutama
Ascariasis. Selain itu perlu juga dilakukan pembuatan jamban umum
sebagai salah satu bagian dari program mengurangi kebiasaan OD di
desa Asih.

24
D. Identifikasi Masalah
Tabel 2.1 Identifikasi masalah menurutteori Blum
Perilaku Lingkungan PelayananKesehatan Genetik

a. Pengetahuan a. Kurangnya a. Tidak adanya -


warga tentang jamban dalam pelayanan
kecacingan keluarga screening
rendah b. Pendidikan terhadap penyakit
b. Membuang Sebagian Ascariasis
airbesar besar SD dan b. UKS hanya
dengan Open Sekolah berfokus pada
Defecation Lanjutan I pemeriksaan
Free (ODF) c. Pekerjaan mata dan gigi
c. Murid-murid warga
SD suka jajan sebagian
di buruh tani
sembarangan dan
d. Buang sampah sebagian
sembarangan wiraswasta di
perusahaan
d. Ekonomi
sebagian
besar
menengah
kebawah
e. Pengelolahan
sampah yang
tidakbaik

25
Tabel 2.2 Scoring Menentukan Urutan Prioritas Masalah

No Parameter Masalah

A B C

1. Prevalence 4 3 2
2. Severity 3 2 2
3. Rate % increase 4 3 3
4. Degree of unmeet need 4 5 2
5. Social benefit 5 3 3
6. Public concern 5 3 3
7. Technical feasibility study 4 2 2
8. Resources availlability 4 3 3

Jumlah 33 24 21

Rerata 4,12 3 2,6

Dari hasil scoring diatas, didapatkan urutan prioritas masalah


sebagaiberikut:

1. Masalah A
2. Masalah B
3. Masalah C

E. Pembahasan
Ascaris lumbricoides adalah cacing yang pertama kali diidentifikasi dan
diklasifikasi oleh Linnaeus melalui observasi dan studinya antara tahun 1730-
1750an. Dari hasil observasinya, Linnaeus pergi ke beberapa tempat di dunia

26
untuk mengonfirmasi wilayah penyebaran parasit tersebut. Linnaeus diberi
kesempatan untuk menamai parasit tersebut (Soegijanto, 2005).
Ascariasis merupakan infeksi cacing yang paling sering ditemui.
Diperkirakan prevalensi di dunia 25 % atau 1,25 miliar penduduk di dunia.
Biasanya bersifat symtomatis. Prevalensi terbesar pada daerah tropis dan di
negara berkembang dimana sering terjadi kontaminasi tanah oleh tinja
manusia atau penggunaan tinja sebagai pupuk (Soegijanto, 2005).
Ascaris lumbricoides merupakan nematoda kedua yang paling banyak
menginfeksi manusia. Ascaris telah dikenal pada masa Romawi sebagai
Lumbricus teres dan mungkin telah menginfeksi manusia selama ribuan tahun.
Jenis ini banyak terdapat di daerah yang beriklim panas dan lembab, tetapi
juga dapat hidup di daerah beriklim sedang. Askariasis adalah penyakit parasit
yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris lumbricoides. Askariasis adalah
penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit (Soegijanto,
2005).
Penyebab utama dari kebanyakan infeksi oleh parasit ini adalah
penggunaan kotoran manusia untuk menyuburkan tanah lahan pertanian atau
perkebunan dimana tanah tersebut digunakan untuk menumbuhkan tanaman
sebagai bahan makanan. Cacing dewasa hidup di dalam usus besar dan telur
yang dihasilkan betinanya terbawa oleh material feses. Pada material tersebut
larva cacing dalam telur berkembang mencapai stadium infektif di dalam
tanah. Makanan yang berasal dari areal agrikultur dimana tanahnya telah
terkontaminasi oleh feses yang berisi telur infektif, dapat mentransmisikan
telur secara langsung ke manusia. Makanan yang terkontaminasi dengan telur
infektif dimakan oleh manusia dan larva tersebut keluar dari telur di dalam
usus (Soegijanto, 2005).
Adapunpencegahan Ascariasis, antara lain:
a. Pencegahan Primer
Melakukan promosi kesehatan yaitu pendidikan kesehatan dan
penyuluhan kesehatan tentang sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan
hygiene pribadi, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak
makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun, sayuran

27
segar (mentah) yang akan dimakan sebagai lalapan, harus dicuci bersih
dan disiram lagi dengan air hangat karena telur cacing Ascaris dapat hidup
dalam tanah selama bertahun-tahun. Juga peyuluhan tentang pentingnya
buang air besar di jamban, tidak di kali atau di kebun untuk menghindari
penyebaran dan penyakit ini.Proteksi spesifik dengan melakukan
pengobatan massal 6 bulan sekali di daerah endemik atau di daerah yang
rawan askariasis (Soegijanto, 2005).

b. Pencegahan Sekunder
Deteksi dini terhadap orang yang mempunyai risiko terkena
penyakit askariasis ini. Mengobati dengan tepat penderita askariasis
(Soegijanto, 2005).

c. Pencegahan Tersier
Membatasi ketidakmampuan penderita askariasis dengan
memberikan pengobatan pirantel pamoat 10 mg/kgBB dosis tunggal,
Mebendazol 500 mg dosis tunggal (sekali saja) atau 100 mg 2 x sehari
selama tiga hari berturut-turut, Albendazol 400 mg dosis tunggal (sekali
saja), tetapi tidak boleh digunakan selama hamil atau melakukan operasi
pembedahan apabila pengobatan secara oral sudah tidak memungkinkan
lagi (Soegijanto, 2005).

28
BAB III

RENCANA PROGRAM

Penanggulangan masalah terjadinya Ascariasis di desa Asihdi wilayah


Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana. Dari masalah tersebut terdapat
beberapa alternatif kegiatan yang diperlukan, yaitu sebagai berikut :

1. Mengadakan penyuluhan tentang ascariasisdi desa Asihdi wilayah


Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana.
2. Menginformasikan tentang higiene personal dan lingkungan di desa Asihdi
wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana.
3. Pembuatan jamban umumdi desa Asihdi wilayah Kecamatan Bandara,
Kabupaten Cendana.
4. Pengadaan air bersihdi desa Asihdi wilayah Kecamatan Bandara,
Kabupaten Cendana.
5. Pemberian Obat Cacing di desa Asihdi wilayah Kecamatan Bandara,
Kabupaten Cendana.

Tabel 3.1 Scoring Prioritas Pemecahan Masalah pada Anak-anak di Sekolah


Dasar Negeri di desa Asih di wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana
Efektifitas Efisiensi Hasil

No Alternatif Jalan Keluar P=MxIxV


M I V C
C

1 Mengadakan Penyuluhan Ascariasis 4 4 3 2 24

2 Higiene Personal dan Lingkungan 4 4 3 3 16

3 Pembuatan Jamban Umum 4 4 4 5 13

4 Pemberian Obat Cacing 2 4 3 2 12

5 Pengadaan Air Bersih 3 3 3 4 7

29
P : Prioritas jalan keluar
M : Maknitude, besarnya masalah yang bias diatasi apabila solusi ini
dilaksanakan (turunnya prevalensi dan besarnya masalah ini)
I : Implementasi, sensitifnya dalam mengatasi masalah
V : Valiability, kelanggengan selesainya masalah apabila kegiatan ini
dilaksanakan
C : Cost, biaya yang diperlukan

Maka, prioritas jalan keluar yang terpilih adalah penyuluhan tentang ascariasis di
desa Asihdi wilayah Kecamatan Bandara, Kabupaten Cendana.

30
Tabel 3.2 Rencana Kegiatan (Plan of Activity / POA) Ascariasis

Volume Lokasi Tenaga Kebutuhan


No Kegiatan Sasaran Target
Kegiatan
Rincian Kegiatan Jadwal
Pelaksanaan Pelaksanaan Pelaksanaan

1. Ruangan
2. LCD
Tenaga 1. Memilih / menyeleksi Tenaga Senin
Pembentukan 2x Ruang rapat 3. Laptop
1 kesehatan Terbentuk TIM kandidat TIM kesehatan dan
TIM seminggu
2. Persetujuan PKM 4. MIC
PKM PKM kamis
3. Pembentukan struktural 5. Kursi
6. Meja
7. Konsumsi
1. Pengumpulan bahan materi 1. Ruangan
penyuluhan 2. LCD
Penyusunan Senin
Terbentuk Materi 2x 2. Penyusunan materi Ruang rapat 3. Laptop
2 Materi TIM TIM dan
Penyuluhan seminggu penyuluhan PKM 4. MIC
Penyuluhan Kamis
3. Pembuatan brosur penyuluhan 5. Kursi
4. Pembuatan banner penyuluhan 6. Meja
7. Konsumsi
1. Ruangan
2. LCD
3. Laptop
1. pemasangan banner 4. MIC
Pelaksanaan Masyarakat 80% masyarakat 3 bulan Balai Desa Januari,
3
Penyuluhan desa Asih mengerti sekali
2. pembagian brosur TIM 5. Kursi
3. penyampaian materi Asih April
penyuluhan 6. Konsumsi
7. Kamera
8. Banner
9. Brosur
1. 80 % masyarakat
- Tanya-jawab ke masyarakat
mengertitentanghig
- Cara mencuci tangan dengan 1. Kamera
Masyarakat iene yang baik 3 bulan Balai Desa Maret,
4 Evaluasi
desa Asih 2. 80 % masyarakat sekali
benar TIM 2. Alat tulis
- Peninjauan langsung ke lokasi Asih Juni
meninggalkan
OD
budaya OD

31
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Ascariasis adalah salah satu penyakit yangbanyak terjadi di masyarakat, hal


ini terjadi karena beberapa faktor diantaranya adalah faktor masukan, proses dan
lingkungan yang mana telah dijelaskan pada diagram Fish Bone. Penularan ascariasis
sendiri antara lain masuk ke dalam mulut bersamaan dengan makanan dan minuman
yang terkontaminasi, melalui tangan yang kotor tercemar terutama pada anak, telur
infektif yang terhirup udara bersamaan dengan debu atau dapat terjadi melalui
sayuran dan buah karena tinja yang dijadikan pupuk untuk tanaman sayur-mayur
maupun buah-buahan. Oleh karena itu, untuk mengurangi dan mencegah penularan
telur cacing Ascariasis lumbricoides perlu promosi kesehatan dengan penyuluhan
kesehatan tentang Ascariasis serta melalui pencegahan primer, sekunder dan tersier.

4.2 Saran
1. Kepada Masyarakat
- Sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci
terlebih dahulu dengan menggunkan sabun.
- Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan,
hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat.
- Buang Air Besar (BAB) di jamban / WC
- Tidak menggunakan tinja sebagai pupuk tanaman
2. Kepada Sekolah
- Menyediakan tempat cuci tangan

32
- Mengedukasi kepada orang tua murid dan murid tentang dampak buruk dari
jajan sembarangan.
- Pihak sekolah lebih selektif dan mengedukasi para pedagangmakanan di
lingkungansekolah agar kualitasmakananyatetapdijaga.
3. Kepada Siswa
- Mencuci tangan menggunakan sabun sebelum makan
- Tidak jajan sembarangan

33

You might also like