You are on page 1of 20

Percobaan 5

Esterifikasi : Sintesis Aspirin

I. Tujuan Percobaan
1.1 Mensintesis aspirin dari asam salisilat dan asetat anhidrid dengan metode
esterifikasi.
1.2 Memurnikan hasil sintesis aspirin dengan metode rekristalisasi.
1.3 Menguji reaksi pengomplekan aspirin dengan besi (III) klorida untuk
melihat adanya asam salisilat.
1.4 Menguji kemurnian asam salisilat dan aspirin dengan cara uji titik leleh.
1.5 Menganalisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial secara
kuantitatif dengan metode titrasi asam basa.

II. Prinsip Percobaan


2.1 Esterifikasi fenol: pembentukan asam asetilsalisilat (aspirin) berdasarkan
reaksi antara asam karboksilat dengan alkohol asam dan dibantu asam kuat
sebagai katalis.
2.2 Rekristalisasi: Pemurnian senyawa berdasarkan perbedaan kelarutan
senyawa yang dimurnikan dan zat pengotornya.
2.3 Reaksi pengomplekan: identifikasi adanya asam salisilat berdasarkan reaksi
kompleks yang terjadi dengan Fe yang menimbulkan warna ungu atau
kompleks berwarna.
2.4 Uji titik leleh: pengamatan suhu awal dan suhu akhir ketika kristal mulai
terjadi perubahan wujud dari padat menjadi cair.
2.5 Titrasi asam basa: reaksi netralisasi dimana asam dan basa saling bereaksi
membentuk garam, sehingga kadar aspirin dapat ditetapkan berdasarkan
perubahan warna.
III. Teori
3.1 Pengertian Aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari
salisilat. Aspirin dibuat dengan reaksi asetilasi. Reaksi asetilasi merupakan
suatu reaksi memasukkan gugus asetil kedalam suatu substrat yang sesuai.
Gugus asetil adalah R-COO- (dimana R merupakan alkil atau aril). Aspirin
disebut juga asam asetil salisilat atau acetylsalicylic acid, dapat dibuat dengan
cara asetilasi senyawa phenol (dalam bentuk asam salisilat) menggunakan
anhidrida asetat dengan bantuan sedikit katalis yaitu asam sulfat pekat. Pada
pembuatan aspirin, asam salisilat (o-hydroxiy benzoic acid) berfungsi sebagai
alkohol dan reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi.
Asam asetil salisilat adalah serbuk atau kristal asam asetil salisilat dari
tidak berwarna sampai berwarna putih. Asam asetilsalisilat stabil dalam udara
kering tapi terdegradasi perlahan jikaterkena uap air menjadi asam asetat dan
asam salisilat. Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 1350C. Aspirin
atau asam asetil salisilat atau asetosal adalah sejenis obat turunan dari salisilat
yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (anti nyeri), antipiretik
(penurun panas), dan anti inflamasi (anti peradangan). Aspirin bersifat
antipiretik dan analgesik karena merupakan kelompok senyawa glikosida.
Glikosida adalah senyawa yang memiliki bagian gula yang terikat pada non-
glikosida L. Aglikon dalam salian adalah salial alkohol dan tereduksi sempurna
menjadi asam salisilat.
Aspirin merupakan nama lain dari asam asetil salisilat yang memiliki
peranan sangat besar dalam bidang farmasi yaitu sebagai obat yang berkhasiat
anti piretik dan analgenik. Senyawa aspirin ini tidak terdapat dalam keadaan
bebas di alam, jadi untuk memperolehnya perlu sintesa. Sintesa adalah reaksi
kimia antara dua zat atau lebih untuk membentuk suatu senyawa baru. Sintesis
senyawa organic adalah sintesis teknik preparasi senyawa yag dapat dianggap
sebagai seni, salah satu senyawa organik yang dapat disentesis adalah aspirin.
Aspirin atau asetosal atau asam asetilsalisilat adalah turunan dari senyawa asam
salisilat yang diperoleh dari simplisia tumbuhan Coretx salicis (Baysinger,
2004).
Aspirin adalah salah satu jenis obat yang palin dikenal. Aspirin adalah obat
pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat
diperdagangkan dalam bentuk bubuk(puyer). Dalam menyambut piala dunia
FIFA 2006 di Jerman, replica tablet aspirin raksasa di pajang di Berlin sebagai
bagian dari pameran terbuka Deutschland, land der Ideen (“Jerman, negeri
berbagai ide”). Orang Romawi dan Yunani kuno telah menggunakan sejenis
aspirin yang diekstrak dari sejenis tumbuhan sebagai analgesic (penghilang rasa
sakit). Selain itu, aspirin juga dikenal sebagai antipyretic (penurun demam), dan
anti inflamasi. Penggunaan lain aspirin digunakan untuk mencegah thrombus
koroner dan thorombus vena-dalam berdasarkan efek penghambat agregas
trombosit. Laporan menunjukkan bahwa dosis aspirin kecil (325 mg/hari) yang
diminum tiap hari dapat mengurangi incident infark miokard akut, dan kematian
pada penderita angina tidak stabil (Tjay,1978). Sedangkan efek samping dari
aspirin yang sering terjadi yaitu tukak lambung, kadang-kadang disertai anemia
sekunder (Baysinger, 2004).
3.2 Pembuatan Aspirin
Pada pembuatan aspirin, reaksi yang terjadi adalah reaksi esterifikasi. Ester
merupakan turunan asam karboksilat yang gugus – OH dari karboksilnya
diganti dengan gugus – OR dari alkohol. Ester dapat dibuat dari asam dengan
alkohol, atau dari anhidrida asam dengan alcohol. Suatu ester asam karboksilat
ialah suatu senyawa yang mengandung gugus -CO2R dengan R dapat
berbentuk alkil maupun aril. Alkohol dengan asam karboksilat dan turunan
asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat. Reaksi ini disebut reaksi
esterifikasi. Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat, yaitu dengan
mereaksikannya dengan anhidrida asetat, hal ini dilakukan pertama kali oleh
Felix Hofmann dari perusahaan bayer, Jerman (Fessenden & Fessenden, 1986).
Esterifikasi berkataliskan asam dan merupakan reaksi yang reversible.
Anhidrida asam ialah turunan dari asam dengan mengambil air dari dua gugus
karboksil dan menghubungkan fragmen-fragmennya. Esterifikasi atau
pembentukan ester terjadi jika asam karboksilat dipanaskan bersama alkohol
primer atau sekunder dengan sedikit asam mineral sebagai katalis. Produksi
ester secara industri dilakukan dengan mereaksikan anhidrida asam dengan
alkohol. Ester yang dibuat dengan cara ini adalah asam asetil salisilat atau yang
lebih dikenal dengan aspirin (Nugraha, 2009)
Ester diturunkan dari asam karboksilat. Sebuah asam karboksilat
mengandung gugus -COOH, dan pada sebuah ester hidrogen di gugus ini
digantikan oleh sebuah gugus hidrokarbon dari beberapa jenis. Disini akan
terlihat kasus-kasus dimana hidrogen pada gugus –COOH digantikan oleh
sebuah gugus alkil, meskipun tidak jauh beda jika diganti dengan sebuah gugus
aril (yang berdasarkan pada sebuah cincin benzen)(Clark, 2007).
Sintetis aspirin termasuk reaksi esterifikasi. Asam salisilat dicampur
dengan anhidrin asetat, menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup
alkanol asam salisilat menjadi grup asetil (R-OH→R -OCOCH3). Proses ini
menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan.
Sejumlah kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis. Asam sulfat
berfungsi sebagai donor proton sehingga ikatan rangkap pada anhidrida asetat
lebih mudah terbuka lalu bergabung dengan asam salisilat yang kehilangan
hidrogennya. Setelah proses pengikatan selesai, ion SO42- kembali mengikat
proton H+ yang berlebih (Nugraha, 2009).
3.3 Manfaat Aspirin
Aspirin bersifat analgesik yang efektif sebagai penghilang rasa sakit. Selain
itu, aspirin juga merupakan zat anti-inflammatory ,untuk mengurangi sakit pada
cedera ringan seperti bengkak dan luka yang memerah. Aspirin juga merupakan
zat antipiretik yang berfungsi untuk mengurangi demam. Tiap tahunnya, lebih
dari 40 juta pound aspirin diproduksi di Amerika Serikat, sehingga rata-rata
penggunaan aspirin mencapai 300 tablet untuk setiap pria, wanita serta anak-
anak setiap tahunnya. Penggunaan aspirin secara berulang-ulang dapat
mengakibatkan pendarahan pada lambung dan pada dosis yang cukup besar
dapat mengakibatkan reaksi seperti mual atau kembung, diare, pusing dan
bahkan berhalusinasi. Dosis rata-rata adalah 0.3-1 gram, dosis yang mencapai
10-30 gram dapat mengakibatkan kematian.
Aspirin digunakan sebagai analgesik untuk nyeri dari berbagai penyebab
(sakit kepala, nyeri tubuh, arthritis, dismenore, neuralgia, gout, dan
sebagainya), dan untuk kondisi demam, aspirin juga berguna dalam mengobati
penyakit rematik, dan sebagai anti-platelet (untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan darah) dalam arteri koroner (jantung) dan di dalam vena
pada kaki dan panggul. Ada juga artikel yang ditulis dalam literatur medis
mendalilkan penurunan kejadian kanker usus besar di antara mereka yang
secara teratur mengonsumsi aspirin pada dosis tertentu. Saat ini banyak dokter
dan pasien yang menggunakan aspirin dosis rendah (baby Aspirin atau Aspirin
berdosis 81 mg) setiap hari untuk mengurangi kemungkinan mendapatkan
serangan jantung dan stroke melalui aksi anti-plateletnya (pengencer darah dan
mencegah pembekuan darah) (Muchiagloss, 2013).
Aspirin juga telah digunakan untuk mengatasi anak-anak yang mengalami
Sindrom Bartter, dan juga dalam meningkatkan penutupan Patent Ductus
Arteriosus (PDA), hubungan abnormal antara aorta (arteri utama terhubung ke
jantung) dan arteri pulmonalis (untuk paru-paru) pada bayi baru lahir. Jika PDA
tidak menutup secara normal, operasi mungkin diperlukan untuk menutupnya
(menutup dengan cara menjahit) sebelum anak memasuki usia sekolah.
3.4 Kristalisasi
Kristalisasi adalah pemisahan bahan padat berbentuk kristal dari suatu
larutan atau suatu lelehan. Disamping untuk pemisahan bahan padat dari
larutan, kristalisasi juga sering digunakan untuk memurnikan bahan padat yang
sudah berbentuk kristal. Proses pemurnian ini disebut kristalisasi ulang atau
rekristalisasi. Jika suatu larutan senyawa tersebut dijenuhkan dalam keadaan
panas dan kemudian didinginkan,senyawa terlarut akan berkurang kelarutannya
dan mulai mengendap, membentuk kristal yang murni dan bebas dari pengotor.
Kemurnian zat ini disebabkan oleh pertumbuahan kristal zat telarut, sehingga
za-zat ini dapat dipisahkan dari pengotornya (Austin, 1984).
Kristalisasi adalah suatu pembentukan partikel padatan didalam sebuah
fasa homogen pembentukan dapat terjadi dari fasa uap, seperti pada proses
pembentukan kristal salju atau sebagai pemadatan suatu cairan pada titik
lelehnya atau sebagai kristalisasi dalam suatu larutan (cair). Metoda kristalisasi
yang biasa digunakan adalah :
1. Pendinginan
Untuk bahan-bahan yang kelarutannya berkurang drastis dengan
menurunnya temperatur, kondisi lewat jenuh dapat dicapai dengan
pendinginan larutan panas yang jenuh.
2. Penguapan
Untuk bahan-bahan yang kelarutannya berkurang sedikit dengan
menurunnya suhu kondisi lewat jenuh dapat dicapai dengan penguapan
sebagian pelarut (pemekatan larutan).
3. Penguapan pendinginan
Penguapan pendinginan adalah gabungan dari kedua metode diatas. Dalam
hal ini larutan panas yang jenuh dialirkan kedalam sebuah ruang yang
divakumkan. Sebagian pelarut menguap. Panas penguapan diambil dari
larutan itu sendiri, sehingga larutan menjadi dingin dan lewat jenuh. Metoda
ini disebut juga dengan kristalisasi vakum.
4. Penambahan bahan lain
Untuk pemisahan bahan organik (zat warna) dari larutan-larutan
akuatik,seringkali ditambahkan suatu garam yang harganya murah (misal
NaCl). Garam ini larut lebih baik daripada bahan padat yang diinginkan,
sehingga terjadi pendesakan yangmembuat bahan padat terkristalisasi.
Proses ini disebut pendesakan oleh garam. Keadaan lewat jenuh dapat pula
dicapai dengan reaksi kimia, bahan yang telah dilarutkan diubah secara
kimia dengan penambahan bahan lain, sehingga membentuk bahan baru
yang tidak larut dalam pelarut yang bersangkutan. Proses kristalisasi
inidisebut dengan presipitasi.
Pembentukan kristal adalah suatu proses yang pada dasarnya berlangsung
dalam 2 tahap yaitu :
1. Pembentukan KristalPembentukan inti adalah langkah pertama kristalisasi.
Inti kristal adalah partikel- partikel kristal yang amat kecil, yang dapat
terbentuk secara spontan sebagai akibat darikeadaan larutan yang lewat
jenuh. Inti ini dihasilkan dengan cara memperkecil kristalyang ada dalam
alat kristalisasi (kristalisator) atau dengan menambahkan benih
kristalkedalam larutan lewat jenuh. Partikel-partikel padat asing
(komponen impurities) dapat juga berfungsi sebagai inti kristal. Semakin
banyak inti kristal yang terbentuk semakinhalus butir hasil kristalisasi.
2. Pertumbuhan Kristal
Pertumbuhan kristal, merupakan penggabungan dari dua proses yaitu:
a. Transportasi molekul-molekul atau ion-ion (dari bahan yang
akandikristalisasi) dalam larutan ke permukaan kristal dengan cara
difusi. Proses ini berlangsung semakin cepat jika derajat lewat jenuh
dalam larutan semakin besar.
b. Penempatan molekul-molekul atau ion-ion pada kisi kristal , semakin
luas permukaan total kristal, semakin banyak bahan yang dapat
ditempatkan pada kisikristal persatuan waktu.
3.5 Rekristalisasi
Rekristalisasi merupakan cara yang paling efektif untuk memurnikan zat –
zat organik dalam bentuk padat. Oleh karena itu teknik ini secara rutin
digunakan untuk pemurnian senyawa hasil sintesis atau hasil isolasi dari bahan
alami, sebelum dianalisis lebih lanjut, misalnya dengan instrumebn spektoskopi
seperti UV, IR, NMR, dan MS (Svehla, 1979)
Sebagai metode pemurnian padatan, rekristalisasi memiliki sejarah yang
panjang seperti distilasi. Walaupun beberapa metoda yang lebih rumit telah
dikenalkan, rekristalisasi adalah metoda yang paling penting untuk pemurnian
sebab kemudahannya ( tidak perlu alat khusus ) dan karena keefektifannya.
Kedepannya rekristalisasi akan tetap metoda standar untuk memurnikan
padatan.
Metode ini sederhana, material padatan ini terlarut dalam pelarut yang
cocok pada suhu tinggi ( pada atau dekat titik didih pelarutnya ) untuk
mendapatkan jumlah larutan jenuh atau dekat jenuh. Ketika larutan panas
perlahan didinginkan, Kristal akan mengendap karena kelarutan padatan
biasanya menurun bila suhu diturunkan. Diharapkan bahwa pengotor tidak akan
mengkristal karena konsentrasinya dalam larutan tidak terlalu tinggi untuk
mencapai jenuh (Kusumah, 2003).
Adapun tahap-tahap yang dilakukan pada proses rekristalisasi pada umumnya,
yaitu :
1) Memilih pelarut yang cocok
Pelarut yang umum digunakan jika dirutkan sesuai dengan kenaikan
kepolarannya adalah petroleum eter ( n-heksan, toluene, kloroform, aseton,
etilasetat, etanol, methanol, dan air). Pelarut yang cocok untuk
merekristalisasi suatu sampel zat tertentu adalah pelarut yang dapat
melarutkan secara baik zat tersebut dalam keadaan panas, tetapi sedikit
melarutkan dalam keadaan dingin.
2) Melarutkan senyawa ke dalam pelarut panas sedikit mungkin
Zat yang akan dilarutkan hendaknya dilarutkan dalam pelarut panas dengan
volume sedikit mungkin, sehingga diperkirakan tepat sekitar titik jenuhnya.
Jika terlalu encer, uapkan pelarutnya sehingga tepat jenuh. Apabila
digunakan kombinasi dua pelarut, mula-mula zat itu dilarutkan dalam
pelarut yang baik dalam keadaan panas sampai larut, kemudian
ditambahkan pelarut yang kurang baik tetes demi tetes sampai timbul
kekeruhan. Tambahkan beberapa tetes pelarut yang baik agar kekeruhannya
hilang kemudian disaring.
3) Penyaringan
Larutan disaring dalam keadaan panas untuk menghilangkan pengotor yang
tidak larut. Penyaringan larutan dalam keadaan panas dimaksudkan untuk
memisahkan zat-zat pengotor yang tidak larut atau tersuspensi dalam
larutan, seperti debu, pasir, dan lainnya. Agar penyaringan berjalan cepat,
biasanya digunakan corong Buchner. Jika larutannya mengandung zat
warna pengotor,maka sebelum disaring ditambahkan sedikit ( ± 2 % berat )
arang aktif untuk mengadsorbsi zat warna tersebut. Penambahan arang aktif
tidak boleh terlalu banyak karena dapat mengadsorbsi senyawa yang
dimurnikan
4) Pendinginan filtrat
Filtrat didinginkan pada suhu kamar sampai terbentuk Kristal. Kadang-
kadang pendinginan ini dilakukan dalam air es. Penambahan umpan (feed)
yang berupa Kristal murni ke dalam larutan atau penggoresan dinding
wadah dengan batang pengaduk dapat mempercepat rekristalisasi
5) Penyaringan dan pendinginan kristal
Apabila proses kristalisasi telah berlangsung sempurna, Kristal yang
diperoleh perlu disaring dengan cepat menggunakan corong Buchner.
Kemudian kristal yang diperoleh dikeringkan dalam eksikator.
3.6 Titrasi asam basa
Titrasi adalah suatu metode untuk menentukan konsentrasi zat didalam
larutan. Titrasi dilakukan dengan mereaksikan larutan tersebut dengan larutan
yang sudah diketahui konsentrasinya (Brady, 1988: 178). Dalam titrasi, suatu
larutan yang harus dinetralkan dimasukkan ke dalam wadah atau tabung.
Larutan lain yaitu basa, dimasukkan ke dalam buret lalu dimasukkan ke dalam
asam, mula-mula cepat, kemudian tetes demi tetes, sampai titik setara dari
titrasi tersebut tercapai. Titik pada saat titrasi dimana indikator berubah warna
dinamakan titik akhir (end point) dari indikator. Yang diperlukan adalah
memadankan titik akhir indikator yang perubahannya terjadi dalam selang pH
yang meliputi pH sesuai dengan titik setara (Ralph H, 2008).
Zat yang akan ditentukan kadarnya sendiri disebut dengan titrasi (titran)
dan biasanya diletakan di dalam tabung elenmeyer sedangkan zat yang telah
diketahui sendiri konsentrasinya disebut sebagai (titer) dan biasanya diletakkan
didalam buret baik titer ataupun titran biasanya didalam bentuk larutan
(Keenan, 1982: 162).
Perubahan besar dari pH yang terjadi dalam titrasi agar dapat menentukan
kapan titik ekivalennya akan tercapai. Ada banyak asam dan basa organik dan
basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak berdisosiasi dan ionnya
menunjukan warna yang berbeda warna. Molekul-molekul demikian dapat
digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut
indikator visual.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna.
Ia mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian,
dengan kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system
terkonjugasikan, maka dihasilakanlah warna merah. Phenoftalein berubah
warna pada kira-kira titik ekivalen dan merupakan indicator yang cocok.
Volume basa yang lebih besar akan diperlukan untuk merubah warna suatu
indikator dan titik ekivalen tidak akan di deteksi dengan ketepatan yang biasa
diharapkan (Day, 2002).
Sumber ion H- adalah Larutan NaOH encer dan ion H+ adalah larutan
asam,mula-mula disiapkan NaOH 0,1 M kemudian distandarisasikan dengan
larutan asam yang lain yang telah diketahui konsentrasinya, larutan NaOH tidak
tersedia dalam keadaan murni dan larutannya dapat berubah konsentrasinya.
NaOH Haruslah distandarisasikan sebelum digunakan untuk mentitrasi
sampel.Pada sumber ion H adalah larutan NaOH kebanyakan pada titrasi asam
basa.Perubahan larutan pada titik equivalen tidak jelas. Oleh karena itu untuk
menentukan titik akhir titrasi digunakan indikator karena zat ini
memperlihatkan perubahan warna pada pH tertentu secara ideal.titik titrasi
seharusnya seharusnya sama dengan titik titrasi seharusnya sama dengan titik
akhir titrasi (titik equivalen). Asam dan basa terurai sempurna dalam larutan
berat oleh karena itu,pH pada sebagian titik selama titrasi air dapat dihitung
langsung dari jumlah stoikiometri asam dan basa yang dibiarkan bereaksi
(Sudarto, 2008).
Untuk menentukan konesntrasi asam digunakan rumus :
V1 N1 = V2 N2
V1 = volume larutan asam
V2 = volume laruatan basa
N1 = molaritas larutan asam
N2 = molaritas lauran basa

IV. Alat dan Bahan


Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah batang pengaduk, corong
buchner, klem, labu erlenmeyer, melting block, neraca analitik, pemanas
bunsen, penangas air, pipa kapiler, tabung reaksi, termometer dan statif.
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, akuades dingin,
akuades hangat, asam fosfat, asam salisilat, asam asetat anhidrid, asam sulfat,
etanol, FeCl3, fenoftalein, NaCl dan tablet aspirin.

V. Prosedur
5.1 Pembuatan aspirin
Air dipanaskan dalam penangas air, ditimbang 1,4 g asam salisilat dalam
labu Erlenmeyer 125 ml, ditambahkan 4 ml anhidrida asetat, lalu ditambahkan
dengan hati-hati 5 tetes larutan H2SO4, larutan diaduk dengan batang pengaduk.
Kemudian labu yang berisi camourab reaksi tersebut dipanaskan dalam
penangas air. Setelah 5 menit, labu erlenmeyer diangkat dan segara
ditambahkan 2 ml akua dm. setelah 2-3 menit, ditambahkan lagi 20 ml akua dm
dan labu dibiarkan mencapai suhu kamar dan mulai mengalami kristalisasi.
Lalu ditambahkan 50 ml akua dm dingin dan labu didinginkan pada penangas
berisi es sehingga proses pembentukan kristal sempurna. Kemudian disaring
dengan menggunakan corong buchner dan kristal dicuci dengan sedikit air
dingin. Dilakukan rekristalisasi untuk mendapatkan kristal lebih murni, dengan
cara kristal dilarutkan dalam 5 ml etanol. Kemudian ditambahkan 20 ml air
hangat. Lalu larutan dipanaskan sampai krital tepat larut. Dan kemudian larutan
dibiarkan dingin sampai kembali terbentuk kristal. Kristal disaring dengan
corong buchner. Timbang kristal dan kemudian dihitung rendemen hasil kristal
asam asetilsalisilat (aspirin) dengan dibandingkan berat hasil percobaan dengan
berat hasil teoritis.
5.2 Uji reaksi pengompleksan dengan besi (III) klorida, FeCl3
3 buah tabung reaksi disiapkan dan diberi label masing masing: asam
salisilat, my aspirin, dan komersial aspirin. Ditempatkan masing-masing
sejumlah sampel dalam tiap tabung reaksi sesuai dengan labelnya.
Ditambahkan 20 tetes aqua dm kedalam tiap tabung dan digoyangkan.
Kemudian ditambahkan 10 tetes larutan 10% FeCl3 ke dalam tiap tabung.
Diamati warna larutan dan dicatat hasilnya.
5.3 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
Disiapkan 2 tabung kapiler, satu tabung diisi dengan sampel asam salisilat,
tabung kapiler lain diisi dengan aspirin hasil sintesis. Lalu dipasang salah satu
tabung kapiler di lubang melting block dan dipasang juga termometer pada alat
melting block, kemudian dipanaskan secara perlahan diatas pemanas Bunsen.
Diamati perubahan suhu yang terjadi dan dicatat pula suhu pada saat semua
padatan telah berubah seluruhnya menjadi cair.
5.4 Analisis kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial
Ditempatkan dua tablet aspirin dalam sebuah labu Erlenmeyer 125 ml.
tablet dihancurkan dengan lalu dimasukan kedalam labu Erlenmeyer.
Kemudian dilarutkan dengan 10 ml etanol. Setelah larut seluruhnya,
ditambahkan 3 tetes fenoftalein dan tambahkan aqua dm ad 50 ml. Dilakukan
titrasi menggunakan larutan baku NaOH 0,1 M sampai mencapai titik akhir
titrasi, yaitu ketika terjadi perubahan warna indikator dalam larutan. Dicatat
volume NaOH yang digunakan. Dihitung massa asam asetilsalisilat (aspirin)
per tablet.

VI. Data Pengamatan


6.1 Pembuatan aspirin
Kertas kosong : 0,53 g
Kertas + sampel 1 : 2,25 g
Kertas + sampel 2 : 1,87 g
Bobot sampel 1 : 2,25 g - 0,53 g = 1,72 g
Bobot sampel 2 : 1,87 g – 0,53 g = 1,34 g
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑙ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 1 ꞊ × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,72 𝑔
꞊ × 100% ꞊ 122,85 %
1,4 𝑔
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑙ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑎𝑛𝑑𝑜𝑚𝑒𝑛 2 ꞊ × 100%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
1,34 𝑔
꞊ × 100% ꞊ 95,714 %
1,4 𝑔

6.2 Uji reaksi pengompleksan dengan besi (III) klorida


Tabung 1 (asam salisilat) = berwarna ungu pekat berendap
Tabung 2 (my aspirin) = berwarna ungu kecoklatan
Tabung 3 (aspirin komersial) = berwarna kuning pekat kecoklatan
6.3 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin
My aspirin titik leleh awal : 133˚C
Titik leleh akhir : 135˚C
Asam salisilat titik leleh awal : 155˚C
Titik leleh akhir : 157˚C

6.4 Analis kandungan aspirin dalam tablet


Volume NaOH 1 : 11,9 ml
Volume NaOH 2 : 23,3 ml – 11,9 ml = 11,4 ml
11,9 𝑚𝑙 + 11,4 𝑚𝑙
Rata-rata volume NaOH : = 11,65 𝑚𝑙
2

V1 × N1 = V2 × N2
11,65 ml × 0,1 = 50 ml × N2
1,165 = 50 ml × N2
N2 = 0,0233 N
𝑔 1000
𝑀= ×
𝑀𝑟 𝑣
𝑔 1000
0,0233 𝑁 = ×
40 50 𝑚𝑙
𝑔
0,0233 𝑁 = × 20
40
𝑔 = 0,2097 𝑔
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 ꞊ × 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
0,2097 𝑔
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 ꞊ × 100
0,200 𝑔
꞊ 104,85%
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑘ℎ𝑖𝑟
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 ꞊ × 100 %
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑎𝑤𝑎𝑙
0,2097 𝑔
%𝑟𝑒𝑛𝑑𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑡𝑎𝑏𝑙𝑒𝑡 ꞊ × 100
0,3100 𝑔
꞊ 67,64 %

VII. Pembahasan
7.1 Pembuatan aspirin
Aspirin atau asam asetil salisilat (aspirin) adalah sejenis obat turunan dari
salisilat. Aspirin dibuat dengan reaksi asetilasi. Reaksi asetilasi merupakan
suatu reaksi memasukkan gugus asetil kedalam suatu substrat yang sesuai.
Sintesa asam asetil salisilat berdasarkan reaksi asetilasi antara asam salisilat
dengan asetatglasial dengan menggunakan asamsulfat pekat sebagai katalisator.
Asam salisilat adalah asam bifungsional yang mengandung dua gugus –OH dan
–COOH.
Pada percobaan ini digunakan 1,4 g asam salisilat yang ditambahkan
dengan 4 ml anhidrida asetat, tujuan penambahan asetat anhidrida karena asetat
anhidrida merupakan senyawa asetat yang tidak mengandung molekul H2O.
Pada pembuatan aspirin ini, asam salisilat berfungsi sebagai alkohol dan
reaksinya berlangsung pada gugus hidroksi. Gugus hidroksi dari asam salisilat
akan bereaksi dengan asam dari astetat anhidrida. Reaksi yang terjadi adalah
reaksi esterifikasi. Setelah itu ditambahkan 5 tetes H2SO4 yang bertujuan
sebagai katalis untuk mempercepat terjadinya sintesa dengan cara menurunkan
energi aktivasi sehingga energi yang diperlukan dalam sintesa sedikit.
Dilakukan pemanasan bertujuan untuk mempercepat proses pelarutan asam
salisilat kedalam anhidrida asam asetat sehingga pembentukan aspirin menjadi
lebih cepat. Kemudian ditambahkan 2 ml aqua dm bertujuan mengikat
kelebihan anhidrida asetat sehingga tidak menggangu jalannya reaksi.
Ditambahkan lagi air dingin 50 mL dan campuran disimpan diatas bongkahan
es bertujuan untuk mempercepat pembentukan kristal. Endapan disaring
dengan penyaringan vakum,dan hasilnya endapan putih atau berbentuk kristal.
Berat aspirin yang didapatkan pada praktikum yaitu 1,72 gram. Aspirin
ini kemudian direkristalisasi bertujuan untuk menghasilkan kristal aspirin yang
lebih murni, dengan cara kristal dilarutkan dalam 5 ml etanol, penambahan
etanol ini bertujuan untuk melarutkan zat pengotor yang bersifat non polar
selain itu juga bertujuan untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkan
adalah aspirin. Lalu ditambahkan 20 ml air hangat bertujuan untuk
mengkristalkan larutan tersebut. Lalu dilakukan pemanasan bertujuan untuk
mempercepat proses pelarutan. Lalu disaring dengan corong buchner
menghasilkan kristal sebanyak 1,34 g. Menurut hasil tersebut didapatkan %
rendemen sebesar 122,85 % dan 95,714 %.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pembentukan kristal adalah
:
- Derajat lewat jenuh.
- Jumlah inti yang ada, atau luas permukaan total dari kristal yang ada.
- Pergerakan antara larutan dan kristal.
- Viskositas larutan.
- Jenis serta banyaknya pengotor
Menurut hasi data yang diperoleh kristal dapat dikatakan tidak murni. Adapun
faktor-faktor kesalahan yang terjadi pada percobaan ini adalah :
a. Penambahan pelarut untuk rekristalisasi terlalu banyak, sehingga zat yang
sudah mengkristal dapat terlarut kembali.
b. Pada saat penyaringan banyak yang tertinggal sehingga tidak semuanya ter-
rekristalisasi.
c. Ketika penimbahangan bahan tidak sesuai prosedur,sehingga hasil tidak
sesuai dengan hasil teoritis.
d. suhu tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan.

7.2 Uji reaksi pengompleksan dengan besi (III) klorida


Fenol yang bereaksi dengan FeCl3 akan memberikan warna ungu, karena
asam salisilat adalah senyawa yang mengandung Fenol maka reaksi FeCl3
dengan asam salisilat juga akan memberikan warna ungu. Hal ini menunjukkan
bahwa telah terbentuk senyawa kompleks dari Fe3+ dengan fenol. Fenol
merupakan senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang terikat pada
karbon tak jenuh, sehingga dapat bereaksi dengan besi (III) klorida
menghasilkan larutan berwarna. Menurut hasil yang didapatkan Asam salisilat
ditambah FeCl3 berwarna ungu pekat berendap. Hal ini menunjukan bahwa
asam salisilat mengandung gugus fenol. Aspirin komersial ditambah FeCl3
berwarna kuning kecoklatan. Hal ini menunjukan aspirin komersial
mengandung sedikit asam salisilat. Dan my aspirin ditambah FeCl3 berwarna
ungu kecoklatan. Hal ini menunjukan bahwa my aspirin telah murni
mengandung asam salisilat.

7.3 Penentuan titik leleh asam salisilat dan aspirin


Uji titik leleh bertujuan untuk menguji kemurnian suatu kristal. Prinsip dari
uji titik leleh ini adalah pengamatan suhu awal dan suhu akhir ketika kristal
mulai terjadi perubahan wujud dari padat menjadi cair.
Berdasarkan literatur, titik leleh asam salisilat adalah 159˚C, dari hasil
percobaan diperoleh titik leleh asam salisilat 155-157 C, hasil ini tergolong
sesuai, sedikit berbeda dengan literatur karena ketidaktelitian pengukuran titik
leleh. Sedangakan pada titik leleh my aspirin hasil percobaan 133-135C.
Berdasarkan literatur, titik leleh aspirin adalah 136˚C. Hasil ini tergolong
sesuai, sedikit berbeda dengan literatur karena ketidaktelitian pengukuran titik
leleh.

7.4 Analisis kandungan aspirin dalam tablet komersial aspirin


Pada percobaan ini digunakan metode titrasi asam basa dengan
menggunakan larutan baku NaOH, percobaan ini bertujuan untuk mengetahui
kadar aspirin dalam suatu tablet aspirin. Prinsip dari titrasi asam basa adalah
reaksi netralisasi dimana asam dan basa saling bereaksi membentuk garam,
sehingga kadar aspirin dapat ditetapkan berdasarkan perubahan warna.
Hal pertama yang dilakukan adalah tablet aspirin dihancurkan bertujan agar
memudahkan dalam pelarutan nantinya. Lalu dimasukan ke dalam Erlenmeyer
dan ditambahkan 10 ml etanol bertujuan untuk melarutkan aspirin yang
terkandung didalam tablet karena kelarutan aspirin dalam etanol lebih baik dari
pada kelarutan aspirin dalam air. Lalu ditambahkan 3 tetes fenoftalein yang
bertujuan sebagai indikator yang memberi warna ketika titik akhir titrasi
tercapai. Kemudian dilakukan titrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 M.
Didapat rata-rata hasil NaOH yang digunakan adalah 11,65 ml, menurut
hasil tersebut dapat ditentukan kadar aspirin dan massa aspirin tersebut, didapat
yaitu kadar aspirin sebesar 0,0233 N dan massa aspirin sebesar 0,2097 g. serta
didapat juga %rendemen teoritis sebesar 104, 85% dan % rendemen tablet
67,64%. Berdasarkan dari tablet aspirin kandungan aspirin dalam tiap tablet
adalah 0,2 gram, menurut hasil ini dapat dikatakan berhasil karena perbedaan
yang tidak jauh pada gram tablet.
VIII. Kesimpulan
8.1 Aspirin dapat disintesis dari asam salisilat dan asetat anhidrid dengan
metode esterifikasi
8.2 Aspirin dapat dimurnikan dengan metode kristalisasi dengan didapat %
rendemen sebesar 122,85% dan %rendemen setelah direkristalisasi sebesar
95,714%.
8.3 terdapat perubahan warna ungu pada tabung asam salisilat dan tabung my
aspirin ini menandakan adanya kandungan asam salisilat dalam tabung
tersebut.
8.4 hasil uji titik leleh didapat 133˚C-135˚C untuk my aspirin dan 155˚C-157˚C
untuk asam salisilat. Hasil skala trayek tidak jauh dari literature yaitu
159˚C untuk asam salisilat dan 136˚C untuk aspirin. Dan senyawa tersebut
dapat dikatakan murni.
8.4 kandungan aspirin dalam tablet aspirin komersial sebesar 0,2097 dengan
konsentrasi 0,0233 N. Dan dihasilkan % rendemen teoritis sebesar
104,85% dan %rendemen tablet sebesar 67,64%.
IX. Daftar Pustaka
Austin, George T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries 5th ed.
McGraw-Hill Book Co. : Singapura.
Fessenden & Fessenden. 1986. Kimia Organik Jilid 2 Edisi 3. Penerbit
Erlangga: Jakarta.
Keenan. 1982. Kimia Untuk Universitas. Jakarta:Erlangga
Kusuma, Ershanghono. 2003. Sintesis Organik. Semarang : UNNES
Muchiagloss. (2013, April 18). Manfaat Aspirin. Retrieved from Medicalera
Nugraha, Yuda Prasetya. 2009. Esterifikasi Fenol : Sintesis Aspirin. Bandung :
ITB
Ralph H, Petrucci. 2008. Kimia Dasar II. Jakarta: Erlangga.
Sudarto,Unggul. 2008. Analisis Kimia Dasar. Yogyakarta: UNY.
Svehla. 1979. Buku Ajar Vogel: Analisi Anorganik kuantitatif Makro & Mikro.
PT . Kalman Media Pusaka : Jakarta.

You might also like