You are on page 1of 19

11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.

140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

≡ http://ngada.org

BERITA NEGARA
REPUBLIK INDONESIA

No. 60, 2010 Kementerian Pertanian. Rumah Potong Hewan.


Unit Penanganan Daging.

PERATURAN MENTERI PERTANIAN


NOMOR 13/PERMENTAN/OT.140/1/2010
TENTANG
PERSYARATAN RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA DAN
UNIT PENANGANAN DAGING (MEAT CUTTING PLANT)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

MENTERI PERTANIAN,

Menimbang: a. bahwa dalam rangka menjamin pangan asal hewan khususnya


karkas, daging, dan jeroan ruminansia yang aman, sehat, utuh dan
halal diperlukan Rumah Potong Hewan yang memenuhi persyaratan;
b. bahwa kegiatan pemotongan hewan ruminansia mempunyai risiko
penyebaran dan/atau penularan penyakit hewan menular termasuk
penyakit zoonotik dan/atau penyakit yang ditularkan melalui daging
(meat borne disease) yang mengancam kesehatan manusia, hewan,
dan lingkungan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a dan huruf b tersebut di atas dan untuk melaksanakan
ketentuan Pasal 61 ayat (3) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009
tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan, serta Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan
Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi,
dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, dipandang perlu
menetapkan Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan
Unit Penanganan Daging (Meat Cutting Plant) dengan Peraturan
Menteri Pertanian;

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan (Lembaran


Negara Tahun 1996 Nomor 99, Tambahan Lembaran Negara Nomor
3656);
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 42, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3821);
3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4437);
4. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1983 tentang Kesehatan
Masyarakat Veteriner (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 28,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3253);

https://ngada.org/bn60-2010.htm 1/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

6. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan


Pangan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 54, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 3952);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi
Nasional Indonesia (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 99,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4020);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan,
Mutu, dan Gizi Pangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 107,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4424);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian
Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran
Negara Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Nomor
4737);
10. Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Kerjasama Daerah (Lembaran Negara Tahun 2007
Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4761);
11. Keputusan Presiden Nomor 84/P Tahun 2009 tentang Pembentukan
Kabinet Indonesia Bersatu II;
12. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Organisasi dan
Tugas Eselon I Departemen;
13. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan
dan Organisasi Kementerian Negara;
14. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 58/Permentan/OT.210/3/2005
tentang Pelaksanaan Standardisasi Nasional di Bidang Pertanian;
15. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 299/Kpts/Kp.140/7/2005 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Pertanian, jis Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 11/Permentan/OT.140/2/2007 dan
Peraturan Menteri Pertanian Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008;
16. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 341/Kpts/Kp.140/9/2005
Tentang Kelengkapan Organisasi dan Tata Kerja Departemen
Pertanian juncto Peraturan Menteri Pertanian Nomor
12/Permentan/OT.140/2/2007;
17. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 381/Kpts/OT.140/10/2005
tentang Pedoman Sertifikasi Kontrol Veteriner;

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANG PERSYARATAN


RUMAH POTONG HEWAN RUMINANSIA DAN UNIT PENANGANAN
DAGING (MEAT CUTTING PLANT).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Ruminansia besar adalah ternak memamah biak yang terdiri dari ternak ruminansia
besar, seperti sapi dan kerbau, serta ternak ruminansia kecil, seperti kambing dan
domba.
2. Rumah Potong Hewan yang selanjutnya disebut dengan RPH adalah suatu
bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang
digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum.
3. Unit Penanganan Daging (meat cutting plant) yang selanjutnya disebut dengan
UPD adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan disain dan syarat
tertentu yang digunakan sebagai tempat untuk melakukan pembagian karkas,
pemisahan daging dari tulang, dan pemotongan daging sesuai topografi karkas
untuk menghasilkan daging untuk konsumsi masyarakat umum.
https://ngada.org/bn60-2010.htm 2/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

4. Hewan adalah binatang atau satwa yang seluruh atau sebagian dari siklus
hidupnya berada di darat, air dan/atau udara, baik yang dipelihara maupun yang
dihabitatnya.
5. Karkas ruminansia adalah bagian dari tubuh ternak ruminansia sehat yang telah
disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai
dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang
berlebih, dapat berupa karkas segar hangat (hot carcass), segar dingin (chilled
carcass) atau karkas beku (frozen carcass).
6. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak
dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang dan daging tanpa
tulang, dapat berupa daging segar hangat, segar dingin (chilled) atau karkas beku
(frozen).
7. Karkas atau daging segar dingin (chilled) adalah karkas atau daging yang
mengalami proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur
bagian dalam karkas atau daging antara 0ºC dan 4ºC.
8. Karkas atau daging segar beku (frozen) adalah karkas atau daging yang sudah
mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur internal
karkas atau daging minimum minus18ºC.
9. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak
ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan
layak dikonsumsi oleh manusia dapat berupa jeroan dingin atau beku.
10. Pemeriksaan ante-mortem (ante-mortem inspection) adalah pemeriksaan
kesehatan hewan potong sebelum disembelih yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa berwenang.
11. Pemeriksaan post-mortem (post-mortem inspection) adalah pemeriksaan
kesehatan jeroan dan karkas setelah disembelih yang dilakukan oleh petugas
pemeriksa berwenang.
12. Pemotongan hewan adalah kegiatan untuk menghasilkan daging hewan yang
terdiri dari pemeriksaan ante-mortem, penyembelihan, penyelesaian
penyembelihan dan pemeriksaan post-mortem.
13. Penyembelihan hewan adalah kegiatan mematikan hewan hingga tercapai
kematian sempurna dengan cara menyembelih yang mengacu kepada kaidah
kesejahteraan hewan dan syariah agama Islam.
14. Penanganan daging hewan adalah kegiatan yang meliputi pelayuan, pembagian
karkas, pembagian potongan daging, pembekuan, pendinginan, pengangkutan,
penyimpanan dan kegiatan lain untuk penjualan daging.
15. Dokter hewan berwenang adalah dokter hewan pemerintah yang ditunjuk oleh
Gubernur/Bupati/Walikota untuk melakukan pengawasan di bidang kesehatan
masyarakat veteriner di RPH dan/atau UPD.
16. Dokter hewan penanggungjawab teknis adalah dokter hewan yang ditunjuk oleh
Manajemen RPH dan/atau UPD berdasarkan rekomendasi dari
Gubernur/Bupati/Walikota yang bertanggungjawab dalam pemeriksaan ante-
mortem dan post-mortem serta pengawasan di bidang kesehatan masyarakat
veteriner di RPH dan/atau UPD.
17. Daerah kotor adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan fisik
yang tinggi.
18. Daerah bersih adalah daerah dengan tingkat pencemaran biologik, kimiawi dan
fisik yang rendah.
19. Desinfeksi adalah penerapan bahan kimia dan/atau tindakan fisik untuk
mengurangi/menghilangkan mikroorganisme.
20. Kandang penampung adalah kandang yang digunakan untuk menampung hewan
potong sebelum pemotongan dan tempat dilakukannya pemeriksaan ante-mortem.
21. Kandang isolasi adalah kandang yang digunakan untuk mengisolasi hewan potong
yang ditunda pemotongannya karena menderita atau dicurigai menderita penyakit
tertentu.
22. Zoonosis adalah suatu penyakit infeksi yang secara alami ditularkan dari hewan ke
manusia atau sebaliknya.

https://ngada.org/bn60-2010.htm 3/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

23. Kesehatan Masyarakat Veteriner yang selanjutnya disingkat Kesmavet adalah


segala urusan yang berhubungan dengan hewan dan produk hewan yang secara
langsung atau tidak langsung mempengaruhi kesehatan manusia.

Pasal 2
Peraturan Menteri ini dimaksudkan sebagai acuan dan dasar hukum bagi setiap orang
dan pemerintah daerah dalam membangun dan mengembangkan RPH dan UPD.

Pasal 3
Ruang lingkup peraturan ini meliputi Persyaratan RPH; Persyaratan UPD; Persyaratan
Higiene-sanitasi; Pengawasan Kesehatan Masyarakat Veteriner; Izin RPH, Izin dan
Jenis Usaha Usaha Pemotongan Hewan; Sumber Daya Manusia; Ketentuan
Peralihan; dan Ketentuan Penutup.

BAB II
PERSYARATAN RUMAH POTONG HEWAN

Bagian Kesatu
Persyaratan Teknis RPH

Pasal 4
RPH merupakan unit pelayanan masyarakat dalam penyediaan daging yang aman,
sehat, utuh, dan halal, serta berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan:
a. pemotongan hewan secara benar, (sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama);
b. pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (ante-mortem inspection) dan
pemeriksaan karkas, dan jeroan (post-mortem inspection) untuk mencegah
penularan penyakit zoonotik ke manusia;
c. pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonosis yang ditemukan pada
pemeriksaan ante-mortem dan pemeriksaan post-mortem guna pencegahan,
pengendalian, dan pemberantasan penyakit hewan menular dan zoonosis di
daerah asal hewan.

Pasal 5
(1) Untuk mendirikan rumah potong wajib memenuhi persyaratan administratif dan
persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan peraturan perundangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. lokasi;
b. sarana pendukung;
c. konstruksi dasar dan disain bangunan;
d. peralatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Lokasi

Pasal 6
(1) Lokasi RPH harus sesuai dengan dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
(RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau daerah yang
diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi RPH harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu dan kontaminan
lainnya;
b. tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
c. letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d. mempunyai akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan pemotongan
hewan dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
https://ngada.org/bn60-2010.htm 4/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

e. tidak berada dekat industri logam dan kimia;


f. mempunyai lahan yang cukup untuk pengembangan RPH;
g. terpisah secara fisik dari lokasi kompleks RPH Babi atau dibatasi dengan
pagar tembok dengan tinggi minimal 3 (tiga) meter untuk mencegah lalu lintas
orang, alat dan produk antar rumah potong.

Bagian Ketiga
Persyaratan Sarana Pendukung

Pasal 7
RPH harus dilengkapi dengan sarana/prasarana pendukung paling kurang meliputi:
a. akses jalan yang baik menuju RPH yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
hewan potong dan kendaraan daging;
b. sumber air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah cukup,
paling kurang 1.000 liter/ekor/hari;
c. sumber tenaga listrik yang cukup dan tersedia terus menerus;
d. fasilitas penanganan limbah padat dan cair.

Bagian Keempat
Persyaratan Tata Letak, Disain, dan Konstruksi

Pasal 8
(1) Kompleks RPH harus dipagar, dan harus memiliki pintu yang terpisah untuk
masuknya hewan potong dengan keluarnya karkas, dan daging (2) Bangunan dan
tata letak dalam kompleks RPH paling kurang meliputi:
a. bangunan utama;
b. area penurunan hewan (unloading) sapi dan kandang penampungan/kandang
istirahat hewan;
c. kandang penampungan khusus ternak ruminansia betina produktif;
d. kandang isolasi;
e. ruang pelayuan berpendingin (chilling room);
f. area pemuatan (loading) karkas/daging;
g. kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan;
h. kantin dan mushola;
i. ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi
(locker)/ruang ganti pakaian;
j. kamar mandi dan WC;
k. fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan
atau insinerator;
l. sarana penanganan limbah;
m. rumah jaga.
(3) Dalam kompleks RPH yang menghasilkan produk akhir daging segar dingin
(chilled) atau beku (frozen) harus dilengkapi dengan:
a. ruang pelepasan daging (deboning room) dan pemotongan daging (cutting
room);
b. ruang pengemasan daging (wrapping and packing);
e. fasilitas chiller;
f. fasilitas freezer dan blast freezer;
g. gudang dingin (cold storage).
(4) RPH berorientasi ekspor dilengkapi dengan laboratorium sederhana.

Pasal 9
(1) Bangunan utama RPH sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2) huruf a
harus memiliki daerah kotor yang terpisah secara fisik dari daerah bersih.
(2) Daerah kotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. area pemingsanan atau perebahan hewan, area pemotongan dan area
pengeluaran darah;

https://ngada.org/bn60-2010.htm 5/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

b. area penyelesaian proses penyembelihan (pemisahan kepala, keempat kaki


sampai metatarsus dan metakarpus, pengulitan, pengeluaran isi dada dan isi
perut);
c. ruang untuk jeroan hijau;
d. ruang untuk jeroan merah;
e. ruang untuk kepala dan kaki;
f. ruang untuk kulit; dan
g. pengeluaran (loading) jeroan.
(3) Daerah bersih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi area untuk:
a. pemeriksaan post-mortem;
b. penimbangan karkas;
c. pengeluaran (loading) karkas/daging.

Pasal 10
Disain dan konstruksi dasar seluruh bangunan dan peralatan RPH harus dapat
memfasilitasi penerapan cara produksi yang baik dan mencegah terjadinya
kontaminasi.

Pasal 11
Bangunan utama RPH harus memenuhi persyaratan:
a. tata ruang didisain sedemikian rupa agar searah dengan alur proses serta memiliki
ruang yang cukup, sehingga seluruh kegiatan pemotongan hewan dapat berjalan
baik dan higienis, dan besarnya ruangan disesuaikan dengan kapasitas
pemotongan;
b. adanya pemisahan ruangan yang jelas secara fisik antara "daerah bersih" dan
"daerah kotor";
c. memiliki area dan fasilitas khusus untuk melaksanakan pemeriksaan post-mortem;
d. lampu penerangan harus mempunyai pelindung, mudah dibersihkan dan
mempunyai intensitas cahaya 540 luks untuk area pemeriksaan post-mortem, dan
220 luks untuk area pengerjaan proses pemotongan;
e. dinding bagian dalam berwarna terang dan paling kurang setinggi 3 meter terbuat
dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap benturan
keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas;
f. dinding bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang memungkinkan dipakai
sebagai tempat untuk meletakkan barang;
g. lantai terbuat dari bahan kedap air, tidak mudah korosif, tidak licin, tidak toksik,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan landai ke arah saluran pembuangan;
h. permukaan lantai harus rata, tidak bergelombang, tidak ada celah atau lubang, jika
lantai terbuat dari ubin, maka jarak antar ubin diatur sedekat mungkin dan celah
antar ubin harus ditutup dengan bahan kedap air;
i. lubang ke arah saluran pembuangan pada permukaan lantai dilengkapi dengan
penyaring;
j. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan jari-
jari sekitar 75 mm;
k. sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung dengan jari-
jari sekitar 25 mm;
l. di daerah pemotongan dan pengeluaran darah harus didisain agar darah dapat
tertampung;
m. langit-langit didisain agar tidak terjadi akumulasi kotoran dan kondensasi dalam
ruangan, harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah
mengelupas, kuat, mudah dibersihkan, tidak ada lubang atau celah terbuka pada
langit-langit;
n. ventilasi pintu dan jendela harus dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah
masuknya serangga atau dengan menggunakan metode pencegahan serangga
lainnya;
o. konstruksi bangunan harus dirancang sedemikian rupa sehingga mencegah tikus
atau rodensia, serangga dan burung masuk dan bersarang dalam bangunan;
p. pertukaran udara dalam bangunan harus baik;
https://ngada.org/bn60-2010.htm 6/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

q. kusen pintu dan jendela, serta bahan daun pintu dan jendela tidak terbuat dari
kayu, dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, tahan benturan keras,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat menahan
agar tikus/rodensia tidak dapat masuk;
r. kusen pintu dan jendela bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang.

Pasal 12
(1) Area penurunan (unloading) ruminansia harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. dilengkapi dengan fasilitas untuk menurunkan ternak (unloading) dari atas
kendaraan angkut ternak yang didisain sedemikian rupa sehingga ternak tidak
cedera akibat melompat atau tergelincir;
b. ketinggian tempat penurunan/penaikan sapi harus disesuaikan dengan
ketinggian kendaraan angkut hewan;
c. lantai sejak dari tempat penurunan hewan sampai kandang penampungan
harus tidak licin dan dapat meminimalisasi terjadinya kecelakaan;
d. harus memenuhi aspek kesejahteraan hewan.
(2) Kandang penampung dan istirahat hewan harus memenuhi persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a. bangunan kandang penampungan sementara atau kandang istirahat paling
kurang berjarak 10 meter dari bangunan utama;
b. memiliki daya tampung 1,5 kali dari rata-rata jumlah pemotongan hewan setiap
hari;
c. ventilasi (pertukaran udara) dan penerangan harus baik;
d. tersedia tempat air minum untuk hewan potong yang didisain landai ke arah
saluran pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
e. lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air,
tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan
dan didesinfeksi;
f. saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir
lancar;
g. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi hewan
dengan baik dari panas dan hujan;
h. terdapat jalur penggiringan hewan (gang way) dari kandang menuju tempat
penyembelihan, dilengkapi dengan pagar yang kuat di kedua sisinya dan
lebarnya hanya cukup untuk satu ekor sehingga hewan tidak dapat kembali ke
kandang;
i. jalur penggiringan hewan yang berhubungan langsung dengan bangunan
utama didisain sehingga tidak terjadi kontras warna dan cahaya yang dapat
menyebabkan hewan yang akan dipotong menjadi stres dan takut.

Pasal 13
(1) Untuk melindungi populasi ternak ruminansia betina produktif, harus dilakukan
pencegahan pemotongan ternak ruminansia betina produktif di RPH.
(2) Ternak ruminansia betina yang berdasarkan pemeriksaan ante-mortem sebagai
ternak betina produktif harus ditampung dalam kandang khusus yang memenuhi
persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. kandang penampung ternak ruminansia betina produktif dapat merupakan
kandang penampung yang terpisah atau merupakan bagian kandang
penampungan hewan, tetapi memiliki batas yang jelas;
b. fungsi kandang penampungan untuk menampung ternak ruminansia betina
produktif hasil seleksi hewan yang akan dipotong di RPH, sekaligus sebagai
tempat isolasi untuk ternak yang tidak boleh dipotong;
c. syarat kandang penampungan ternak ruminansia betina produktif harus sama
dengan syarat kandang penampungan ternak;
d. dilengkapi dengan kandang jepit untuk pemeriksaan status reproduksi.

https://ngada.org/bn60-2010.htm 7/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

Pasal 14
Kandang isolasi harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. terletak pada jarak terjauh dari kandang penampung dan bangunan utama, serta
dibangun di bagian yang lebih rendah dari bangunan lain;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
c. dilengkapi dengan tempat air minum yang didisain landai ke arah saluran
pembuangan sehingga mudah dibersihkan;
d. lantai terbuat dari bahan yang kuat (tahan terhadap benturan keras), kedap air,
tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan serta mudah dibersihkan dan
didesinfeksi;
e. saluran pembuangan didisain sehingga aliran pembuangan dapat mengalir lancar;
f. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi hewan
dengan baik dari panas dan hujan.

Pasal 15
Ruang pendingin/pelayuan (chilling room) harus memenuhi persyaratan paling kurang
sebagai berikut:
a. ruang pendingin/pelayuan terletak di daerah bersih;
b. besarnya ruang disesuaikan dengan jumlah karkas yang dihasilkan dengan
mempertimbangkan jarak antar karkas paling kurang 10 cm, jarak antara karkas
dengan dinding paling kurang 30 cm, jarak antara karkas dengan lantai paling
kurang 50 cm, dan jarak antar baris paling kurang 1 meter;
c. konstruksi bangunan harus memenuhi persyaratan:
1. tinggi dinding pada tempat proses pemotongan dan pengerjaan karkas minimal
3 meter;
2. dinding bagian dalam berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air,
memiliki insulasi yang baik, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan terhadap
benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah
mengelupas;
3. lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak
mudah mengelupas;
4. lantai tidak licin dan landai ke arah saluran pembuangan;
5. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 75 mm;
6. sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus berbentuk lengkung dengan
jari-jari sekitar 25 mm;
7. langit-langit harus berwarna terang, terbuat dari bahan yang kedap air, memiliki
insulasi yang baik, tidak mudah mengelupas, kuat, mudah dibersihkan;
8. intensitas cahaya dalam ruang 220 luks.
d. bangunan dan tata letak pendingin/pelayuan harus mengikuti persyaratan seperti
bangunan utama;
e. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang
masuk ke dalam ruang pendingin/pelayuan;
f. ruang dilengkapi dengan alat penggantung karkas yang didisain agar karkas tidak
menyentuh lantai dan dinding;
g. ruang mempunyai fasilitas pendingin dengan suhu ruang -4° C sampai +4° C,
kelembaban relatif 85-90% dengan kecepatan udara 1 sampai 4 meter per detik;
h. suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam daging maksimum +8° C;
i. suhu ruang dapat menjamin agar suhu bagian dalam jeroan maksimum +4° C.

Pasal 16
Area pemuatan (loading) karkas dan/atau daging ke dalam kendaraan angkut karkas
dan/atau daging harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. dapat meminimalisasi terjadinya kontaminasi silang pada karkas dan/atau daging;
b. ketinggian lantai harus disesuaikan dengan ketinggian kendaraan angkut karkas
dan/atau daging;

https://ngada.org/bn60-2010.htm 8/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

c. dilengkapi dengan fasilitas pengendalian serangga, seperti pemasangan lem


serangga;
d. memiliki fasilitas pencucian tangan.

Pasal 17
Kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan harus memenuhi persyaratan paling
kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. luas kantor administrasi disesuaikan dengan jumlah karyawan, didisain untuk
keselamatan dan kenyamanan kerja, serta dilengkapi dengan ruang pertemuan;
c. kantor Dokter Hewan harus terpisah dengan kantor administrasi.

Pasal 18
Kantin dan mushola harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. luas ruang disesuaikan dengan jumlah karyawan;
c. kantin didisain agar mudah dibersihkan, dirawat dan memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.

Pasal 19
Ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi/ruang ganti
pakaian (locker) harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. terletak di bagian masuk karyawan atau pengunjung;
c. tempat istirahat karyawan harus dilengkapi dengan lemari untuk setiap karyawan
yang dilengkapi kunci untuk menyimpan barang-barang pribadi;
d. locker untuk pekerja ruang kotor harus terpisah dari locker pekerja bersih.

Pasal 20
Kamar mandi dan WC harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
b. masing-masing daerah kotor dan daerah bersih memiliki paling kurang satu unit
kamar mandi dan WC;
c. saluran pembuangan dari kamar mandi dan WC dibuat khusus ke arah "septic
tank", terpisah dari saluran pembuangan limbah proses pemotongan;
d. dinding bagian dalam dan lantai harus terbuat dari bahan yang kedap air, tidak
mudah korosif, mudah dirawat serta mudah dibersihkan dan didesinfeksi;
e. jumlah kamar mandi dan WC disesuaikan dengan jumlah karyawan, minimal 1 unit
untuk 25 karyawan.

Pasal 21
Fasilitas pemusnahan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan atau
insinerator harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. dibangun dekat dengan kandang isolasi;
b. dapat memusnahkan bangkai dan/atau produk yang tidak dapat dimanfaatkan
secara efektif tanpa menimbulkan pencemaran lingkungan;
c. didisain agar mudah diawasi dan mudah dirawat serta memenuhi persyaratan
kesehatan lingkungan.

Pasal 22
Sarana penanganan limbah harus memenuhi persyaratan:
a. memiliki kapasitas sesuai dengan volume limbah yang dihasilkan;
b. didisain agar mudah diawasi, mudah dirawat, tidak menimbulkan bau dan
memenuhi persyaratan kesehatan lingkungan;
c. sesuai dengan rekomendasi upaya pengelolaan lingkungan (UKL) dari Dinas yang
membidangi fungsi kesehatan lingkungan.

Pasal 23
https://ngada.org/bn60-2010.htm 9/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

Rumah jaga harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:


a. dibangun masing-masing di pintu masuk dan di pintu ke luar kompleks RPH;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang baik;
c. atap terbuat dari bahan yang kuat, tidak toksik dan dapat melindungi petugas dari
panas dan hujan;
d. didisain agar memenuhi persyaratan keamananan dan keselamatan kerja, serta
memungkinkan petugas jaga dapat mengawasi dengan leluasa keadaan di sekitar
RPH dari dalam rumah jaga.

Pasal 24
Ruang pelepasan daging (deboning room) dan pembagian/pemotongan daging
(cutting room) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (3) huruf a, harus
memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan daging dan ruang
pembagian/pemotongan daging harus dapat memfasilitasi proses pembersihan
dan desinfeksi dengan efektif;
b. memiliki ventilasi dan penerangan yang cukup;
c. didisain untuk dapat mencegah masuk dan bersarangnya serangga, burung,
rodensia, dan binatang pengganggu lainnya di dalam ruang produksi;
d. lantai terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik, tahan
terhadap benturan keras, tidak berlubang, tidak licin dan landai ke arah saluran
pembuangan, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, tidak mudah mengelupas, serta
apabila lantai terbuat dari ubin, maka jarak antar ubin diatur sedekat mungkin dan
celah antar ubin harus ditutup dengan bahan kedap air;
e. dinding terbuat dari bahan yang kedap air, tidak mudah korosif, tidak toksik,
memiliki insulasi yang baik, dan berwarna terang, dan dinding bagian dalam dilapisi
bahan kedap air setinggi minimal 3 meter dengan permukaan rata, tidak ada
celah/lubang, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta tidak mudah mengelupas;
f. dinding bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang memungkinkan dipakai
sebagai tempat untuk meletakkan barang;
g. sudut pertemuan antara dinding dan lantai harus berbentuk lengkung dengan jari-
jari sekitar 75 mm, dan sudut pertemuan antara dinding dan dinding harus
berbentuk lengkung dengan jari-jari sekitar 25 mm;
h. langit-langit harus dibuat sedemikian rupa untuk mencegah terjadinya akumulasi
debu dan kotoran, meminimalisasi terjadinya kondensasi, pertumbuhan jamur, dan
terjadinya keretakan, serta mudah dibersihkan;
i. jendela dan ventilasi harus didisain untuk menghindari terjadinya akumulasi debu
dan kotoran, mudah dibersihkan dan selalu terawat dengan baik;
j. kusen pintu dan jendela, serta bahan daun pintu dan jendela tidak terbuat dari
kayu, dibuat dari bahan yang tidak mudah korosif, kedap air, tahan benturan keras,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi dan bagian bawahnya harus dapat menahan
agar tikus/rodensia tidak dapat masuk;
k. kusen pintu dan jendela bagian dalam harus rata dan tidak ada bagian yang
memungkinkan dipakai sebagai tempat untuk meletakkan barang;
l. pintu dilengkapi dengan tirai plastik untuk mencegah terjadinya variasi temperatur
dan didisain dapat menutup secara otomatis;
m. selama proses produksi berlangsung temperatur ruangan harus dipertahankan
≤ 15° C.

Pasal 25
Disain dan konstruksi dasar ruang pengemasan daging harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan pembagian/pemotongan
daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24.

Pasal 26
Disain dan konstruksi dasar ruang pembekuan cepat (blast freezer) harus memenuhi
persyaratan sebagai berikut:
a. kapasitas ruangan disesuaikan dengan jumlah produk yang akan dibekukan;
https://ngada.org/bn60-2010.htm 10/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

b. disain dan konstruksi dasar ruang pembekuan cepat harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan
pembagian/pemotongan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
c. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang
masuk ke dalam ruang pembeku;
d. ruang dilengkapi dengan alat pendingin yang memiliki kipas (blast freezer) yang
mampu mencapai dan mempertahankan temperatur ruangan di bawah -18° C
dengan kecepatan udara minimum 2 meter per detik.

Pasal 27
Ruang penyimpanan beku (cold storage) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut:
a. kapasitas ruang disesuaikan dengan jumlah produk beku yang disimpan;
b. disain dan konstruksi dasar ruang penyimpanan beku harus sama dengan
persyaratan disain dan konstruksi dasar ruang pelepasan dan
pembagian/pemotongan daging sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24;
c. ruang didisain agar tidak ada aliran air atau limbah cair lainnya dari ruang lain yang
masuk ke dalam ruang penyimpanan beku;
d. dilengkapi dengan fasilitas pendingin sebagai berikut:
1. memiliki ruang penyimpanan berpendingin yang mampu mencapai dan
mempertahankan secara konstan temperatur daging pada +4° C hingga -4° C
(chilled meat); -2° C hingga -8° C (frozen meat); atau ≤ -18° C (deep frozen),
serta kapasitas ruangan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dapat
bergerak bebas;
2. ruang penyimpanan berpendingin dilengkapi dengan thermometer atau display
suhu yang diletakkan pada tempat yang mudah dilihat.

Pasal 28
(1) RPH berorientasi ekspor harus mempunyai fasilitas laboratorium sederhana untuk
pelaksanaan pemeriksaan dan pengujian produk, peralatan, air, petugas dan
lingkungan produksi yang diperlukan dalam rangka monitoring penerapan praktek
higiene di RPH.
(2) RPH berorientasi ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan RPH
yang telah memperoleh Sertifikat NKV Level I.
(3) Jenis pemeriksaan dan pengujian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
pemeriksaan organoleptik, pengujian kimiawi sederhana, seperti uji awal
pembusukan daging dan uji kesempurnaan pengeluaran darah, pengujian
cemaran mikroba seperti Total Plate Count (TPC), Coliform, E. coli,
Staphylococcus sp., Salmonella sp., serta pengujian parasit.
(4) Laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan
paling kurang sebagai berikut:
a. letak laboratorium berdekatan dengan kantor dokter hewan;
b. tata ruang dan peralatan laboratorium harus mempertimbangkan faktor
keselamatan dan kenyamanan kerja;
c. konstruksi lantai, dinding dan langit-langit harus memenuhi persyaratan paling
kurang tertutup dengan enamel berkualitas baik atau dengan cat epoksi,
ataupun bahan lainnya yang memiliki permukaan yang halus, kedap air,
mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah perawatannya;
d. penerangan dalam laboratorium memiliki intensitas cahaya 540 luks dan
dilengkapi dengan lampu berpelindung;
e. ventilasi di dalam ruang harus baik, dilengkapi dengan alat pendingin (air
conditioner) ruangan untuk mengurangi jumlah partikel yang terdapat dalam
udara dan untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya variasi temperatur;
f. untuk keselamatan kerja petugas, laboratorium dilengkapi dengan alat
pemadam kebakaran, alarm (tanda bahaya) dan sarana P3K;
g. memiliki ruang dan fasilitas khusus masing-masing untuk penyimpanan
sampel, peralatan dan media;
h. dilengkapi dengan sarana pencuci tangan.
https://ngada.org/bn60-2010.htm 11/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

Bagian Kelima
Persyaratan Peralatan

Pasal 29
(1) Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di RPH harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah
dirawat.
(2) Seluruh peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan jeroan tidak
boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik, misalnya seng,
polyvinyl chloride/PVC tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta mudah dirawat.
(3) Seluruh peralatan logam yang kontak dengan daging dan jeroan harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari stainless steel
atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan dan mudah
didesinfeksi serta mudah dirawat.
(4) Pelumas untuk peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan harus food grade
(aman untuk pangan).
(5) Sarana pencucian tangan harus didesain sedemikian rupa sehingga tidak kontak
dengan telapak tangan, dilengkapi dengan fasilitas seperti sabun cair dan
pengering, dan apabila menggunakan tissue harus tersedia tempat sampah.
(6) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup sehingga proses pembersihan dan desinfeksi
bangunan dan peralatan dapat dilakukan secara baik dan efektif.
(7) Bangunan utama paling kurang harus dilengkapi dengan:
a. alat untuk memfiksasi hewan (Restraining box);
b. alat untuk menempatkan hewan setelah disembelih (Cradle);
c. alat pengerek karkas (Hoist);
d. rel dan alat penggantung karkas yang didisain agar karkas tidak menyentuh
lantai dan dinding;
e. fasilitas dan peralatan pemeriksaan post-mortem, meliputi:
1. meja pemeriksaan hati, paru, limpa dan jantung;
2. alat penggantung kepala.
f. peralatan untuk kegiatan pembersihan dan desinfeksi;
g. timbangan hewan, karkas dan daging.
(8) Ruang jeroan paling kurang harus dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan untuk:
a. mengeluarkan isi jeroan;
b. mencuci jeroan;
c. menangani dan memproses jeroan.
(9) Ruang pelepasan daging dan pemotongan karkas dan/atau daging paling kurang
dilengkapi dengan:
a. meja stainless steel;
b. talenan dari bahan polivinyl;
c. mesin gergaji karkas dan/atau daging (bone saw electric);
d. mesin pengiris daging (slicer);
e. mesin penggiling daging (mincer/grinder);
f. pisau yang terdiri dari pisau trimming dan pisau cutting;
g. fasilitas untuk mensterilkan pisau yang dilengkapi dengan air panas;
h. metal detector.
(10) Untuk mendukung pelaksanaan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner di
RPH, dokter hewan penanggung jawab di RPH dan/atau petugas pemeriksa harus
disediakan peralatan paling kurang terdiri dari:
a. pakaian pelindung diri;
b. pisau yang tajam dan pengasah pisau;
c. stempel karkas.
(11) Perlengkapan standar untuk pekerja pada proses pemotongan meliputi pakaian
kerja khusus, apron plastik, tutup kepala dan sepatu boot yang harus disediakan
paling kurang 2 (dua) set untuk setiap pekerja.
https://ngada.org/bn60-2010.htm 12/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

(12) Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus dilengkapi dengan peralatan
untuk mencuci tangan yang dilengkapi dengan sabun, desinfektan, foot dip dan
sikat sepatu, dengan jumlah disesuaikan dengan jumlah pekerja.
(13) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup agar dapat dipastikan bahwa seluruh proses
pembersihan dan desinfeksi dapat dilakukan secara baik dan efektif.

BAB III
PERSYARATAN UNIT PENANGANAN DAGING
(MEAT CUTTING PLANT)

Bagian Kesatu
Persyaratan Teknis Unit Penanganan Daging

Pasal 30
(1) UPD wajib memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis.
(2) Persyaratan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan
dengan peraturan perundang-undangan.
(3) Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi persyaratan:
a. lokasi;
b. sarana pendukung;
c. konstruksi dasar dan disain bangunan;
d. peralatan.

Bagian Kedua
Persyaratan Lokasi

Pasal 31
(1) Lokasi UPD harus sesuai dengan dengan Rencana Umum Tata Ruang Daerah
(RUTRD) dan Rencana Detil Tata Ruang Daerah (RDTRD) atau lokasi yang
diperuntukkan sebagai area agribisnis.
(2) Lokasi UPD harus memenuhi persyaratan paling kurang sebagai berikut:
a. tidak berada di daerah rawan banjir, tercemar asap, bau, debu, dan
kontaminan lainnya;
b. tidak menimbulkan gangguan dan pencemaran lingkungan;
c. letaknya lebih rendah dari pemukiman;
d. memiliki akses air bersih yang cukup untuk pelaksanaan penanganan daging
dan kegiatan pembersihan serta desinfeksi;
e. tidak berada dekat industri logam dan kimia.

Bagian Ketiga
Persyaratan Sarana Pendukung

Pasal 32
UPD harus dilengkapi dengan sarana pendukung paling kurang meliputi:
a. sarana jalan yang baik menuju UPD yang dapat dilalui kendaraan pengangkut
daging;
b. suplai air yang memenuhi persyaratan baku mutu air bersih dalam jumlah cukup
dan terus menerus;
c. sumber tenaga listrik yang cukup;
d. sarana penanganan limbah dan sistem saluran pembuangan limbah yang didisain
agar aliran limbah mengalir dengan lancar, mudah diawasi dan mudah dirawat,
tidak mencemari tanah, tidak menimbulkan bau dan dijaga agar tidak menjadi
sarang tikus atau rodensia.

Bagian Keempat
Persyaratan Tata Letak, Konstruksi Dasar, dan Disain

https://ngada.org/bn60-2010.htm 13/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

Pasal 33
(1) Persyaratan bangunan dan tata letak dalam kompleks UPD paling kurang
meliputi:
a. bangunan utama
1) ruang pelepasan daging (deboning) dan pembagian/pemotongan daging
(meat cutting);
2) ruang pengemasan;
3) ruang pembekuan cepat (blast freezer);
4) ruang penyimpanan dingin (cold storage).
b. area penurunan (loading) karkas dan pemuatan (unloading) daging ke dalam
alat angkut;
c. kantor administrasi dan kantor dokter hewan;
d. kantin dan mushola;
e. ruang istirahat karyawan dan tempat penyimpanan barang pribadi/ruang ganti
pakaian (locker) kamar mandi dan wc;
f. rumah jaga;
g. sarana penanganan limbah.
(2) Kompleks UPD harus dipagar untuk memudahkan penjagaan dan keamanan.
(3) Disain dan konstruksi dasar bangunan utama UPD harus memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 27.
(4) Disain dan konstruksi dasar ruang kantor administrasi dan kantor Dokter Hewan
pada UPD harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17.
(5) Disain dan konstruksi dasar kantin dan mushola pada UPD harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18.
(6) Disain dan konstruksi dasar ruang penyimpanan barang pribadi (locker)/ruang
ganti pakaian pada UPD harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 19.
(7) Disain dan konstruksi dasar kamar mandi dan WC pada UPD harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20.

Bagian Kelima
Persyaratan Peralatan

Pasal 34
(1) Seluruh peralatan pendukung dan penunjang di UPD harus terbuat dari bahan
yang tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi serta mudah
dirawat.
(2) Seluruh peralatan dan permukaan yang kontak dengan daging dan jeroan tidak
boleh terbuat dari kayu dan bahan-bahan yang bersifat toksik (misal: seng,
polyvinyl chloride/PVC), tidak mudah korosif, mudah dibersihkan dan didesinfeksi
serta mudah dirawat.
(3) Seluruh peralatan logam yang kontak dengan daging dan jeroan harus terbuat
dari bahan yang tidak mudah berkarat atau korosif (terbuat dari stainless steel
atau logam yang digalvanisasi), kuat, tidak dicat, mudah dibersihkan dan mudah
didesinfeksi serta mudah dirawat.
(4) Pelumas untuk peralatan yang kontak dengan daging dan jeroan harus food grade
(aman untuk pangan).
(5) Peralatan untuk membersihkan dan mendesinfeksi ruang dan peralatan harus
tersedia dalam jumlah cukup sehingga proses pembersihan dan desinfeksi
bangunan dan peralatan dapat dilakukan secara baik dan efektif.
(6) Ruang penanganan dan pemotongan karkas dan/atau daging paling kurang
dilengkapi dengan mesin dan peralatan:
a. meja stainless steel;
b. talenan dari bahan polivinyl;
c. mesin gergaji karkas/daging (bone saw electric);
d. mesin pengiris daging (slicer);
e. mesin penggiling daging (mincer/grinder);
https://ngada.org/bn60-2010.htm 14/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

f. pisau yang terdiri dari pisau trimming dan pisau cutting;


g. fasilitas untuk mensterilkan pisau yang dilengkapi dengan air panas;
h. metal detector.
(7) Perlengkapan standar untuk pekerja di ruang penanganan dan pemotongan
karkas dan/atau daging meliputi pakaian kerja khusus, apron plastik, penutup
kepala, penutup mulut, sarung tangan, dan sepatu boot yang harus disediakan
paling kurang 2 (dua) set untuk setiap pekerja.

BAB IV
PERSYARATAN HIGIENE DAN SANITASI

Pasal 35
(1) Pada RPH dan UPD harus dilengkapi dengan fasilitas higiene-sanitasi yang dapat
memastikan bahwa cara produksi karkas, daging, dan jeroan dapat diterapkan
dengan baik dan konsisten.
(2) Fasilitas higiene-sanitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mampu
menjamin bahwa proses pembersihan dan sanitasi bangunan, lingkungan
produksi, peralatan, dan baju kerja karyawan dapat diterapkan secara efektif.
(3) Pada setiap pintu masuk bangunan utama, harus memiliki fasilitas untuk mencuci
sepatu boot yang dilengkapi dengan sikat sepatu, dan fasilitas untuk
mensucihamakan sepatu boot yang dilengkapi desinfektan (foot dipping).
(4) RPH dan/atau UPD harus memiliki fasilitas cuci tangan yang dilengkapi dengan
air hangat, sabun dan desinfektan serta didisain tidak dioperasikan menggunakan
tangan atau tidak kontak langsung dengan telapak tangan.
(5) Fasilitas cuci tangan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus dilengkapi
dengan fasilitas pengering tangan, apabila menggunakan tisue maka harus
disediakan tempat sampah bertutup dan tidak dioperasikan dengan tangan.
(6) Untuk mensucihamakan pisau dan peralatan yang digunakan, harus memiliki air
bertemperatur tidak kurang dari 82° C yang memenuhi persyaratan baku mutu air
bersih, atau metoda sterilisasi lain yang efektif.
(7) Tidak menggunakan bahan kimia berbahaya yang tidak diperbolehkan digunakan
untuk pangan.
(8) Setiap kali selesai proses pemotongan dan produksi karkas, daging, dan jeroan,
harus dilakukan proses pembersihan dan desinfeksi secara menyeluruh.
(9) Kebersihan lingkungan di sekitar bangunan utama dalam area komplek RPH
dan/atau UPD harus dipelihara secara berkala, dengan cara:
a. menjaga kebersihan lingkungan dari sampah, kotoran dan sisa pakan;
b. memelihara rumput atau pepohonan sehingga tetap terawat;
c. menyediakan fasilitas tempat pembuangan sampah sementara di tempat-
tempat tertentu.

Pasal 36
(1) Higiene personal harus diterapkan pada setiap RPH dan/atau UPD.
(2) Seluruh pekerja yang menangani karkas, daging, dan/atau jeroan harus
menerapkan praktek higiene meliputi:
a. pekerja yang menangani daging harus dalam kondisi sehat, terutama dari
penyakit pernafasan dan penyakit menular seperti TBC, hepatitis A, tipus, dll;
b. harus menggunakan alat pelindung diri (hair net, sepatu bot dan pakaian
kerja);
c. selalu mencuci tangan menggunakan sabun dan/atau sanitaiser sebelum dan
sesudah menangani produk dan setelah ke luar dari toilet;
d. tidak melakukan tindakan yang dapat mengkontaminasi produk (bersin,
merokok, meludah, dll) di dalam bangunan utama rumah potong.

BAB V
PENGAWASAN KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER

Pasal 37
https://ngada.org/bn60-2010.htm 15/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

(1) Dalam rangka menjamin karkas, daging, dan jeroan yang dihasilkan oleh RPH
atau UPD (UPD) memenuhi kriteria aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH) perlu
dilakukan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner di RPH dan UPD oleh
Dokter Hewan Berwenang atau Dokter Hewan Penanggung Jawab Perusahaan
yang disupervisi oleh Dokter Hewan Berwenang.
(2) Kegiatan pengawasan kesehatan masyarakat veteriner sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. penerapan kesehatan hewan di RPH;
b. pemeriksaan kesehatan hewan sebelum disembelih (ante-mortem inspection);
c. pemeriksaan kesempurnaan proses pemingsanan (stunning);
d. pemeriksaan kesehatan jeroan dan/atau karkas (post-mortem inspection);
e. pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi.
(3) Dokter Hewan Berwenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki hak dan
akses untuk memasuki ruang produksi, melakukan pengawasan, pengambilan
sampel, penyidikan, pemeriksaan dokumen, memusnahkan (condemn)
hewan/bangkai, karkas, daging, dan jeroan yang tidak memenuhi syarat dan
dianggap membahayakan kesehatan konsumen.
(4) Dokter Hewan Penanggung Jawab Perusahaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) memiliki hak untuk memasuki ruang produksi, melakukan pengawasan,
pengambilan sampel, pemeriksaan dokumen, memusnahkan (condemn)
hewan/bangkai, karkas, daging, dan/atau jeroan yang tidak memenuhi syarat dan
dianggap membahayakan kesehatan konsumen.
(5) Pemeriksaan ante-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b
dilakukan di kandang penampungan sementara atau peristirahatan hewan, kecuali
apabila atas pertimbangan dokter hewan berwenang dan/atau dokter hewan
penanggung jawab perusahaan, pemeriksaan tersebut harus dilakukan di dalam
kandang isolasi, kendaraan pengangkut atau alat pengangkut lain.
(6) Pemeriksaan post-mortem sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
dilakukan segera setelah penyelesaian penyembelihan, dan pemeriksaan
dilakukan terhadap kepala, karkas dan/atau jeroan.
(7) Pemeriksaan pemenuhan persyaratan higiene-sanitasi pada proses produksi
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e dilakukan terhadap pemeliharaan
sanitasi bangunan, lingkungan produksi, peralatan, proses produksi dan higiene
personal.
(8) Karkas, daging, dan/atau jeroan yang telah lulus pemeriksaan ante-mortem dan
post-mortem harus distempel oleh Dokter Hewan Penanggung Jawab RPH yang
berisi informasi tentang "Di Bawah Pengawasan Dokter Hewan" dan Nomor
Kontrol Veteriner (NKV).
(9) Kesimpulan hasil pengawasan kesehatan masyarakat veteriner yang menyatakan
karkas, daging, dan/atau jeroan tersebut aman, sehat, dan utuh dinyatakan dalam
Surat Keterangan Kesehatan Daging (SKKD) yang ditandatangani oleh Dokter
Hewan Berwenang di RPH atau di UPD dengan format SKKD, seperti format
model 1.
(10) Surat Keterangan Kesehatan Daging sebagaimana dimaksud pada ayat (9) harus
disertakan pada peredaran karkas, daging, dan/atau jeroan.
(11) Dokter Hewan Penanggung Jawab Perusahaan memiliki kewajiban untuk
membuat laporan hasil pengawasan kesmavet sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) kepada Dokter Hewan Berwenang.
(12) Dokter Hewan Berwenang wajib membuat laporan hasil pengawasan kesmavet
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

BAB VI
IZIN MENDIRIKAN RUMAH POTONG HEWAN DAN
IZIN USAHA PEMOTONGAN HEWAN

Bagian Kesatu
Izin Mendirikan Rumah Potong Hewan

https://ngada.org/bn60-2010.htm 16/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

Pasal 38
(1) Setiap orang atau badan usaha yang akan mendirikan RPH harus memiliki izin
mendirikan RPH.
(2) Izin mendirikan RPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh
Bupati/Walikota.
(3) Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam memberikan izin
mendirikan RPH harus memperhatikan persyaratan teknis RPH.
(4) Izin mendirikan RPH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindah
tangankan kepada setiap orang atau badan usaha lain tanpa persetujuan tertulis
dari pemberi izin.

Bagian Kedua
Izin Usaha Pemotongan Hewan dan/atau Penanganan Daging

Pasal 39
(1) Setiap orang atau badan usaha yang melakukan usaha pemotongan hewan
dan/atau penanganan daging harus memiliki izin usaha dari Bupati/Walikota
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Bupati/Walikota dalam memberikan izin usaha pemotongan hewan dan/atau
penanganan daging harus memperhatikan persyaratan teknis tata cara
pemotongan dan penanganan daging ternak ruminansia sesuai dengan peraturan
perundangan.
(3) Izin usaha pemotongan hewan dan/atau penanganan daging tidak dapat dipindah
tangankan kepada setiap orang atau badan usaha lain.
(4) Izin usaha pemotongan hewan dan/atau penanganan daging dapat dicabut,
apabila:
a. kegiatan pemotongan dan/atau penanganan daging dilakukan di RPH atau
UPD yang tidak memiliki izin mendirikan RPH;
b. melanggar persyaratan teknis tata cara pemotongan dan/atau penanganan
daging ternak ruminansia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan;
c. tidak melakukan kegiatan pemotongan hewan dalam jangka waktu 6 (enam)
bulan berturut-turut setelah izin diberikan;
d. tidak memiliki NKV, setelah jangka waktu yang ditentukan sebagaimana diatur
dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 40
(1) Berdasarkan pola pengelolaannya, usaha pemotongan hewan dan/atau
penanganan daging dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis:
a. Jenis I: RPH dan/atau milik pemerintah daerah yang dikelola oleh pemerintah
daerah dan sebagai jasa pelayanan umum;
b. Jenis II: RPH dan/atau UPD milik swasta yang dikelola sendiri atau
dikerjasamakan dengan swasta lain;
c. Jenis III: RPH dan/atau UPD milik pemerintah daerah yang dikelola bersama
antara pemerintah daerah dan swasta.
(2) RPH dan/atau UPD dengan pola pengelolaan Jenis II dan Jenis III sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c, selain menyelenggarakan kegiatan
pemotongan ternak milik sendiri harus memberikan jasa pelayanan pemotongan
dan/atau penanganan daging bagi masyarakat yang membutuhkan.
(3) Berdasarkan kelengkapan fasilitas proses pelayuan (aging) karkas, usaha
pemotongan hewan dibedakan menjadi 2 (dua) kategori:
a. Kategori I: usaha pemotongan hewan di RPH tanpa fasilitas pelayuan karkas,
untuk menghasilkan karkas hangat;
b. Kategori II: usaha pemotongan hewan di RPH dengan fasilitas pelayuan
karkas, untuk menghasilkan karkas dingin (chilled) dan/atau beku (frozen).
(4) Bagi usaha pemotongan kategori II sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b
harus dilengkapi dengan fasilitas rantai dingin hingga ke tingkat konsumen.
https://ngada.org/bn60-2010.htm 17/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

BAB VII
SUMBER DAYA MANUSIA

Pasal 41
(1) Setiap RPH dan/atau UPD harus di bawah pengawasan dokter hewan berwenang
di bidang kesehatan masyarakat veteriner yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota.
(2) Setiap RPH harus mempekerjakan paling kurang satu orang dokter hewan
sebagai pelaksana dan penanggung jawab teknis pengawasan kesehatan
masyarakat veteriner di RPH.
(3) Dokter hewan penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
melaksanakan tugas di RPH sesuai dengan kewenangan yang dilimpahkan oleh
dokter hewan berwenang.
(4) Dokter hewan penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
bertanggung jawab terhadap dokter hewan berwenang di bidang kesehatan
masyarakat veteriner.
(5) Setiap RPH selain mempekerjakan dokter hewan penanggung jawab teknis dapat
mempekerjakan paling kurang satu orang tenaga pemeriksa daging (keurmaster)
di bawah pengawasan dokter hewan penanggung jawab teknis sebagaimana
dimaksud pada ayat (2).
(6) Setiap RPH wajib mempekerjakan paling kurang satu orang juru sembelih halal.
(7) UPD wajib mempekerjakan paling kurang:
a. satu orang petugas sebagai penanggung jawab teknis;
b. satu orang tenaga ahli pemotong daging berdasarkan topografi karkas
(butcher).
(8) Dokter hewan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a harus memenuhi
persyaratan paling kurang:
a. mempunyai keahlian di bidang meat inspector yang diakui oleh organisasi
profesi dokter hewan dan diverifikasi oleh Otoritas Veteriner;
b. mempunyai keahlian di bidang reproduksi yang diakui oleh organisasi profesi
dokter hewan dan diverifikasi oleh Otoritas Veteriner.
(9) Petugas penanggung jawab teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a
harus memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat pelatihan sistem
jaminan keamanan pangan.
(10) Tenaga pemeriksa daging sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b harus
memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat sebagai juru uji daging
yang mengacu pada pedoman yang ditetapkan oleh Otoritas Veteriner.
(11) Juru sembelih halal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus
memenuhi persyaratan paling kurang mempunyai sertifikat sebagai juru sembelih
halal yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang.
(12) Tenaga ahli pemotong daging paling kurang harus mempunyai sertifikat sebagai
tenaga ahli pemotong daging yang dikeluarkan oleh lembaga berwenang.

Pasal 42
(1) Pelatihan penyegaran kompetensi bagi seluruh SDM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 41 dapat diselenggarakan oleh manajemen RPH atau Gubernur atau
Menteri Pertanian.
(2) Penyelengaraan pelatihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengacu
kepada Pedoman yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Peternakan
bekerjasama dengan Badan Sumberdaya Manusia, Kementerian Pertanian.

BAB VIII
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 43
(1) RPH dan/atau UPD yang pada waktu dikeluarkannya Peraturan ini belum
memenuhi persyaratan yang yang diatur dalam Peraturan ini, harus

https://ngada.org/bn60-2010.htm 18/19
11/3/2017 Permentan No. 13/Permentan/OT.140/1/2010::RPH Ruminansia dan UPD::BN 60-2010

menyesuaikan dengan Peraturan ini paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak
Peraturan ini ditetapkan.
(2) Dengan ditetapkannya Peraturan ini, Keputusan Menteri Pertanian Nomor
555/Kpts/TN.240/9/1986 tentang Syarat-syarat Rumah Pemotongan Hewan dan
Usaha Pemotongan Hewan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

BAB IX
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 44
Peraturan ini mulai berlakukan pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri


ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 22 Januari 2010
MENTERI PERTANIAN,

SUSWONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 2 Februari 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

PATRIALIS AKBAR

© LDj - 2010 •

https://ngada.org/bn60-2010.htm 19/19

You might also like