You are on page 1of 6

Capitalism: A Love Story

Michael Moore adalah seorang penulis buku dan sutradara film di Amerika Serikat. Ia
adalah putra dari Frank dan Veronika Moore. Moore yang lahir pada 23 April 1954 banyak
menghabiskan masa kanak-kanaknya dalam bidang seni drama dan debat. Moore memang
sepanjang hidupnya setia untuk terjun menjadi orang Amerika Serikat yang vokal mengkritik
kebijakan-kebijakan pemerintah AS, salah satunya kebijakan perang Irak yang dikobarkan
presiden George W. Bush. Lewat film-film dokumenter dan tulisannya yang populer, nama
Moore pada tahun 2005 sempat memasuki daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi
majalah TIME.
Setelah sukses lewat film Sicko di tahun 2007, pada tahun 2009 Moore kembali mengguncang
publik lewat film dokumenternya yang berjudul Capitalism: A Love Story. Film Moore yang
ramai dibicarakan paska krisis Suprime Mortgage di Amerika Serikat di tahun 2008 ini
membuatnya menjadi menarik untuk dibahas. Pasalnya karya ini begitu tajam membongkar
fakta dibalik kekokohan sistem kapitalisme di Amerika Serikat, lewat sajian realita yang
dibungkus melalui film dokumenter.
Dalam film dokumenter yang berbalut komedi dan perang perasaan ini yang berjudul
Capitalism A Love Story, menyajikan tentang pemerintahan negara Amerika Serikat Jimy
Carter, Ronald Regan yang dilanjutkan oleh Bush yang kapitalis, dimana semua dikerjakan
untuk mendapatkan penghasilan atau keuntungan sebanyak-banyaknya. Sistem pemerintahan
kapitalis ini dimulai oleh presiden Amerika Serikat sendiri yang memberikan pilihan sebagai
bangsa kapitalis, dimana yang memilih akan mendapat lebih banyak daripada yang tidak
memilih. Maksud memilih tersebut berarti memilih menjalankan sistem kapitalis, yang
menjalankan kekapilitalisan dan berhasil melaksanakannya maka akan meraup keuntungan
yang melimpah tetapi yang tidak bisa menggunakan kesempatan sistem kapitalis ini maka akan
tertinggal dan tertindas. Dimana kasus ini sama dengan teori Karl Max tentang kekapilitalisan
dimana kaum Borjuis si pemilik modal dan kaum Proletar sebagai kaum buruh yang
bekerja yang ditindas dan dipekerjakan seenakanya oleh si kaum pemilik modal. Memang
dalam perekonomian cara kapitalisme dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi dengan cara
yang kejam. Apakah masih ingin bertanya apa yang salah dalam kapitalisme?,
kapitalisme kejam, memperkejarkan seenaknya kaum buruh tanpa memberikan gajih dan
tunjangan hidup yang pas, dapat dibuktikan dengan film Capitalism A Love Story dokumenter
, dimana diperlihatkan bahwa para pekerja tidak diberi tunjangan yang cukup, malah diberikan
kartu kredit untuk mendapatkan uang, kartu kredit ini mengharuskan para pekerja menampung
hutang yang tidak setimpal dengan gajihnya beserta tunjangan yang kurang pas, dipaksa untuk
bekerja full apa lagi wanita, sangat dibutuhkan karena keproduktifanya, sehingga wanita lebih
sering diperas tenaganya.
Dengan demikian saat hutang mereka menumpuk maka bank penyedia kreditan
menyita rumah mereka. Ini sangat merugikan bahkan ada yang lebih parah lagi yang dibahas
dalam film ini yaitu para mahasiswa yang meminjam uang di bank harus membayar hutang
kartu kreditan atau kartu hutangan mereka dengan cara bekerja di bank tersebut dengan
keterikatan. Pada tahun 2008, perusahaan-perusahaan besar di Wall Street bertumbangan
akibat kerakusan dan kelicikan mereka sendiri dalam berbisnis. Tentu saja, para elit perusahaan
tetap untung dan hidup mewah. Yang tumbang hanya pegawai-pegawai kecil yang kehilangan
pekerjaan. Pemerintahan AS atas saran-saran para ekonomnya (yang ternyata juga bekerjasama
dengan perusahaan-perusahaan yang bangkrut itu) memutuskan untuk mengucurkan ratusan
milyar dolar untuk menalangi kerugian perusahaan-perusahaan itu. Yang menjadi korban
sesungguhnya tentu saja rakyat AS kebanyakan, mereka bekerja keras mencari uang lalu
membayar pajak; uang pajak itulah yang dipakai untuk menalangi Wall Street. Subsidi dan
fasilitas kesejahteraan sosial rakyat AS pun dipangkas, karena uangnya habis untuk melindungi
para kapitalis itu dari kerugian. Bagaimana tidak sadis bahkan asuransi jiwa pun digunakan
untuk meraup uang, dimana ada yang meninggal maka si penyedia layanan asuransi tersebut
mendapat uang yang lumayan besar perorang yang matinya. Inilah kapitalisme sesungguhnya
sang penguasa, sang pemilik modal, menguasai mengatur segalanya, menyengsarakan rakyat,
memeras, dan meraup untuk sebesar besarnya. Ketika semua dibisniskan, ketika semua di
uangkan, dan ketika semua diperas. Inilah kesengsaraan sesungguhnya, apa yang diperlihatkan
dalam film dokumenter ini menunjukan apa arti kapitalisme itu sebenarnya, bahkan
kebobrokannya.
Film Capitalism A love Story ini juga membahas tentang berpindahnya kekuasaan yang
dimana ketika rakyat memberontak , maka kaum kapitalisme akan terdiam, kaum kapitalis akan
terasa seperti minoritas, dan minoritas akan menjadi mayoritas, ketika semua bergerak
bersama, yaitu pergerakan kaum yang tertindas. Perubahan Kapitalis menuju Sosialis
Demokrasi, merubah segalanya, obama merubah sistem, maka semua diperbaharui, revolusi
yang menyebar cepat merubah pola pandang yang tertindas untuk maju mengikis kapitalis,
menerapkan kesejahteraan bersama, bukan menguntungkan suatu orang secara bersama
Capitalism: A Love Story (2009) merupakan film dokumenter karya Michael Moore. Di film
dokumenter ini, Michael Moore membahas fenomena kandasnya ekonomi Amerika Serikat
yang sangat kapitalistik.
Melalui film ini, Moore mengekspos bahwa tidak ada manfaat dari sistem kapitalisme bagi
kehidupan manusia, kecuali untuk merusak dan menghancurkan tatanan peradaban. Secara
cerdas ia mengungkap penderitaan yang dialami kaum buruh dan masyarakat umum. Lewat
narasi yang kuat, kritis, analitis, dan kaya akan sentilan, film ini berhasil menegaskan bahwa
kapitalisme adalah problem.

Moore menggambarkan penjahat-penjahat dalam sistem kapitalisme itu seperti Wall Street,
bank-bank besar, perusahaan-perusahaan investasi yang mengelola dan mempertaruhkan
uang milik para investor, bisnis perjudian, serta perusahaan-perusahaan yang memecat ribuan
karyawan meskipun perusahaan itu meraup keuntungan. Bahkan politisi-politisi dan pejabat-
pejabat AS seperti Ronald Reagan, George Bush, juga menjadi sosok antagonis karena
hubungan mereka dengan bank-bank besar sehingga berbagai kebijakan yang dikeluarkan
pemerintah selalu berpihak pada kepentingan segelintir orang di Wall Street. Bukan untuk
kepentingan masyarakat luas.

Kapitalisme (baca: ekonomi AS) sejatinya tidaklah pernah tumbuh menjadi tubuh yang sehat.
Gampang sakit, sangat rentan guncangan, ringkih, dan seolah-olah terlihat sangat kokoh dari
luar padahal sangat keropos di dalamnya. Cepat ataupun lambat, kapitalisme akan tersungkur
dan berpelukan dengan tanah.

Tanda-tanda kehancuran sistem ekonomi kapitalisme kerap muncul dan telah membentuk
siklus. Krisis demi krisis ekonomi terus berulang tiada henti sejak tahun 1923, 1930, 1940,
1970, 1980, 1990, dan 1998–2001. Roy Davies dan Glyn Davies (1996), dalam buku The
History of Money From Ancient Time of Present Day, menguraikan bahwa sepanjang abad
XX telah terjadi lebih 20 kali krisis besar yang melanda banyak negara. Fakta ini
menunjukkan bahwa rata-rata setiap lima tahun terjadi krisis keuangan hebat yang
mengakibatkan penderitaan bagi ratusan juta umat manusia. Bahkan krisis semakin
mengkhawatirkan dengan munculnya krisis finansial di AS tahun 2008 lalu.
Ibarat balon, kapitalisme ini memang bisa kelihatan besar, namun isinya hampa, kulitnya
tipis, mudah goyah, rawan meletus meski hanya dengan guncangan/serangan ringan.
Kalaupun dibiarkan dalam kondisi normal dan aman dari tekanan luar, akhirnya juga bakal
kempes sendiri.

Moore mengangkat banyak kasus, misalnya kasus lapas remaja yang dimiliki swasta dan
kasus “penipuan” yang memanfaatkan asuransi dan kredit rumah. Kasus-kasus ini merupakan
sebab-sebab terjadinya krisis di Amerika Serikat.

Michael Moore menggali pandangan agama terhadap kapitalisme. Beberapa pastor dan uskup
diminta pendapat dan pandangannya tentang kapitalisme. Pemuka-pemuka agama tersebut
memiliki pandangan yang sama, bahwa kapitalisme itu salah dan bertentangan dengan ajaran
agama. Pendapat dan pandangan agamawan tersebut, oleh Moore, diperkuat dengan sebuah
adegan satir, di mana adegan Yesus mengatakan bahwa Kerajaan Surga sudah dekat. Yesus
menjelaskan cara masuk ke Kerajaan Surga, di mana suaranya di-dubbingoleh Michael
Moore dengan kata-kata: “lakukanlah deregulasi finansial”.
Meskipun setting film ini adalah Amerika Serikat, tetapi film ini tetap penting untuk ditonton
oleh orang Indonesia. Banyak sekali kemiripan kondisi di Amerika Serikat dengan di
Indonesia, khususnya di bidang politik dan ekonomi. Pemerintahan Amerika Serikat dikuasai
oleh orang-orang korporat yang serakah (hampir seluruh Treasury Department di era Bush
adalah orang-orang Goldman Sachs), tak jauh berbeda dengan kondisi pemerintahan di
Indonesia. Ekonomi Amerika Serikat yang dibangun dengan fondasi kapitalisme, dicontek
habis-habisan oleh pemerintahan dan pelaku ekonomi kapitalistik di negeri ini. Oleh karena
itu, dengan menonton film ini, diharapkan dapat melahirkan kesadaran akan bahaya laten
kapitalisme yang terus meningkat. [I

PENDAHULUAN

Michael Moore adalah seorang penulis buku dan sutradara film di Amerika Serikat. Ia adalah putra dari Frank
dan Veronika Moore. Moore yang lahir pada 23 April 1954 banyak menghabiskan masa kanak-kanaknya dalam
bidang seni drama dan debat. Singkat cerita, Moore memang sepanjang hidupnya setia untuk terjun menjadi
sineas Amerika Serikat yang vokal mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah AS, salah satunya kebijakan
perang Irak yang dikobarkan presiden George W. Bush. Lewat film-film dokumenter dan tulisannya yang populis,
nama Moore pada tahun 2005 sempat memasuki daftar 100 orang paling berpengaruh di dunia versi majalah
TIME.

Moore memang terjun bebas menyuarakan pandangan politiknya. Dalam karya-karyanya, Moore secara jujur
menyajikan fakta-fakta dibalik sistem ekonomi politik di Amerika Serikat yang notabene adalah negara terkaya di
muka bumi. Selain tulisan-tulisannya, seperti: Stupid White Men pada tahun 2001; dan Dude, Where's My
Country? Pada tahun 2003; Film-film Moore tak lebih radikal seperti: Roger & Me; Pets or Meat: The Return to
Flint; Sicko; Captalism: A Love Story, dsb.

Setelah sukses lewat film Sicko di tahun 2007, pada tahun 2009 Moore kembali mengguncang publik lewat film
dokumenternya yang berjudul Capitalism: A Love Story. Film Moore yang ramai dibicarakan paska krisis Suprime
Mortgage di Amerika Serikat di tahun 2008 ini membuatnya menjadi menarik untuk dibahas. Pasalnya karya ini
begitu tajam membongkar fakta dibalik kekokohan sistem kapitalisme di Amerika Serikat, lewat sajian realita
yang dibungkus melalui film dokumenter. Oleh karena itu lewat tulisan ini penulis akan mencoba menganlisis
review sebuah film besutan Michael Moore yang berjudul Capitalism: A Love Story.
PEMBAHASAN

Sejarah Krisis Ekonomi Amerika Serikat

Amerika Serikat adalah ikon negara yang memiliki sistem ekonomi kapitalisme terkokh di dunia, namun ternyata
dibalik kekokohannya tersebut ia kerap kali dilanda krisis mengerikan. Berikut beberapa kejadian krisis yang
pernah menimpa Amerika Serikat:

Di awali dengan krisis 1819 yang dikenal sebagai Panic of 1819, kegagalan pembayaran utang menyebabkan
bank tutup, pengangguran meningkat, dan ratusan orang dipenjara karena tidak mampu membayar utang;

Krisis 1857, yaitu akibat dari ekspansi para bankir dalam mengucurkan kredit. Krisis ini ditandai dengan gagal
bayar sebesar US$ 7 juta yang dialami Ohio Life Insurance, perusahaan asuransi terbesar di Amerika Serikat
kala itu.

Krisis 1930, dikenal sebagai Great Depression, diawali dengan jatuhnya Wall Street pada 1929. Wall Street
mengalami bubble yang parah.

Krisis 2008, dikenal juga sebagai Suprime Mortgage, yaitu ketidak mampuan para pemilik rumah melakukan
pencicilan rumah yang mereka miliki, yang mengakibatkan beberapa perusahaan finansial mengalami
guncangan, dampaknya dunia mengalami resesi global. Ditandai juga dengan bangkrutnya perusahaan finansial
global Lehman Brothers.

Krisis di Amerika Serikat telah membuktikan bahwa betapa cepat pulihnya mereka kembali dari keadaan resesi,
sehingga dampaknya adalah kesadaran kelas menengah hanya terus puas di permukaan dan kaum proletariat
yang semakin teralienasi.

Kapitalisme dan Film Capitalism: A Love Story

Dalam film Capitalism: A Love Story, Moore sepertinya sedang berusaha mengungkapkan eksposisi yang luar
biasa dari sebuah realitas yang berada di bawah sebuah sistem, dimana miliyaran manusia hidup di dalamnya.
Ia mengekspos mengenai apa manfaat dari sistem kapitalisme bagi kehidupan manusia selain merusak dan
menghancurkan tatanan peradaban. Moore juga menyebut sebagai financial coup d'etat, saat pemerintah
Amerika Serikat menyelamatkan kondisi keuangan dan memberikan jaminan atas Goldman Sachs, sebagai
salah satu penguasa finansial di negara kapitalisme terbesar di dunia tersebut.

Moore dan filmnya, secara cerdas mengungkap penderitaan yang dialami kaum buruh dan masyarakat secara
umum dengan humor, ironi, serta nuansa musikal yang artistik; dan mengarahkan penontonnya pada muara
penegasan bahwa kapitalisme adalah problem. Ia juga menggambarkan kelompok penjahat dalam sistem
kapitalisme itu adalah bank-bank besar, perusahaan-perusahaan investasi yang mengelola dan mempertaruhkan
uang milik para investor dalam bisnis yang kompleks dan berisiko tinggi, bahkan bisnis perjudian, serta
perusahaan-perusahaan yang memecat ribuan karyawannya meski perusahannya meraup keuntungan. Ia juga
mengkritik hubungan yang tidak sehat antara bank-bank besar dengan para politisi serta para pejabat
kementerian keuangan di AS sehingga berbagai kebijakan yang dikeluarkan pemerintah selalu berpihak pada
kepentingan segelintir orang di Wall Street dan bukan untuk kepentingan masyarakat luas.

Tentu kita tahu pondasi dasar dari bangunan sistem ekonomi kapitalisme, yaitu: Private Property; Profit Motivate;
Free Contract; Free Trade; dan Competition. Logika demikian terlihat betapa humanistiknya dia- juga ideal bagi
dunianya Adam Smith. Namun di sini analisa Marx  tentang kapitalisme membuka cara pandang lain, yang
mendorong ke arah pembaruan, dan memang berhasil menelanjangi bobroknya sistem dan atau ideologi
kapitalisme tersebut, terutama terhadap ekonomi industri/ makro, namun agak lemah saat menafsirkan pola
ekonomi mikro (seperti; pasar saham, valuta, hedge funds, dsb).

Pada tahun 2008, perusahaan-perusahaan besar di Wall Street bertumbangan akibat kerakusan dan kelicikan
mereka sendiri dalam berbisnis. Tentu saja, para elit perusahaan tetap untung dan hidup mewah. Yang tumbang
hanya pegawai-pegawai kecil yang kehilangan pekerjaan. Pemerintahan AS atas saran-saran para ekonomnya
(yang ternyata juga bekerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang bangkrut itu) memutuskan untuk
mengucurkan ratusan milyar dolar untuk menalangi kerugian perusahaan-perusahaan itu. Yang menjadi korban
sesungguhnya tentu saja rakyat AS kebanyakan: mereka bekerja keras mencari uang lalu membayar pajak;
uang pajak itulah yang dipakai untuk menalangi Wall Street. Subsidi dan fasilitas kesejahteraan sosial rakyat AS
pun dipangkas, karena uangnya habis untuk melindungi para kapitalis itu dari kerugian. Dari sisi keadilan,
kebijakan talangan (bailout) ini sungguh absurd: bagaimana mungkin, ada pebisnis yang bangkrut akibat
kesalahannya sendiri, lalu rakyat yang disuruh menalangi? Tapi inilah kapitalisme. Logika mereka: kalau pebisnis
sampai hancur, rakyat juga yang akan menanggung akibatnya karena perekonomian mandek

Bila dihubungkan dengan demokrasi, sistem kapitalisme sepertinya adalah yang tidak mendukung. Terlebih Marx
mengatakan logika masyarakat prvat yang atomistik dan konsep MCM’, adalah pangkal terjadinya
praktek penjajahan kelas borjuasi terhadap proletariat atau marjinal. Problematika ini juga didukung oleh
kesadaran kelas menengah masyarakat yang hanya puas dipermukaan, yang dengan watak oportunisnya
menjadi palang pintu pendukung terhambatnya demokrasi.

PENUTUP

Film Capitalism: A Love Story, secara politik, merupakan karya yang cerdas dan berani, karena ini bukan hanya
sekedar sebuah film, tetapi pandangan politiknya yang mewakili apa yang mereka sebut sebagai kelas
masyarakat marjinal. Maka tak heran jika film ini jelas akan menjadi perbincangan publik, khususnya publik
Amerika Serikat, dan bisa membangkitkan keberanian secara masif dalam menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusian dan meruntuhkan kapitalisme (Greedy) di Amerika Serikat, juga dunia.

Tentu saja, bila kita menggunakan konsep emansipasi dari Teori Kritis, gelombang aksi menentang kapitalisme
jelas merupakan sebuah tahapan dalam proses counter-hegemony. Untuk melawan hegemoni kapitalisme,
manusia harus menjalani proses penyadaran (emansipasi), agar akhirnya mereka mampu menciptakan masa
depan mereka sendiri melalui kehendak dan kesadaran penuh. Gelombang aksi ini, sedikit banyak akan
membuat orang bertanya-tanya, tentang adanya kesalahan dari sistem ini, meskipun masih terlalu jauh untuk
meruntuhkannya

- Kapitalisme sering disamakan dengan individualisme dan liberalisme, bahkan neoliberalisme dimana
mensyaratkan kebebasan individu sebesar mungkin dan peran negara sekecil mungkin.
Amerika Serikat yang berada di tempat terdepan dalam penerapan kapitalisme, individualisme dan liberalisme
menjadi contoh bahwa terbukti ekonomi AS tahun 2008 ambruk dan mengalamai resesi parah.
Hal itulah yang mendasari Michael Moore dalam membuat film "Capitalism: A Love Story' (2009) yang sedang
diputar di Bentara Budaya Jakarta, Rabu (12/05/2010). Film ini diputar sebelum kuliah umum 'Memberi Wajah
Manusia Pada Kapitalisme, Mungkinkah?' oleh Prof. Syafii Maarif digelar.
Film ini menggambarkan terjadinya pengusiran warga AS karena tidak mampu membayar pajak. Mereka diusir
oleh petugas yang berwenang tanpa ada jalan keluar yang diberikan. Ini semua terjadi karena resesi ekonomi.

"Saya disuru keluar rumah dari tempat tinggal yang telah saya tempati selama 41 tahun dan ini satu-satunya
yang saya miliki," ujar seorabg warga dalam film dokumenter berdurasi 120 menit itu.
Petugas lalu mengusir anggota keluarga yang mendiami rumah itu dan menutup rumah dengan triplek tebal.
Sementara ini disisi lain, diperlihatkan pengusaha perumahan yang sukses. Zalewski dari Condo Vultures yang
menjadi marketing perumahan dan selalu sukses menjual rumah dengan harga yang tinggi dan mendapatkan
banyak keuntungan.
Michael Moore selaku produser bertanya, "Lalu apa yang dimaksud dengan kapitalisme?" Dalam fim itu dapat
terjawab bahwa kapitalisme adalah persoalan pemberi dan penerima. Kapitalisme adalah sistem dimana
seseorang mendapatkan keuntungan sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan sesama dan Perusahaan yang
merugi malah ditalangi oleh negara. Negara yang seharusnya memperhatikan rakyat kecil tidak bertindak seperti
seharusnya.
Kekecewaan terhadap ideologi politik dan kesejahteraan masyarakat inilah yang mendasari film dokumenter
'Capitalism: A Love Story'.
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Film Capitalism: A Love Story Cerita Pengusiran
Warga AS, http://www.tribunnews.com/nasional/2010/05/12/film-capitalism-a-love-story-cerita-pengusiran-
warga-as.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Toni Bramantoro

You might also like