You are on page 1of 10

Ilham dkk (2016).

Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate


Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

KONSERVASI HUTAN MANGROVE DI PESISIR PANTAI KOTA


TERNATE TERINTEGRASI DENGAN KURIKULUM SEKOLAH
(1)
Ilham Majid,
(2)
Mimien Henie Irawati Al Muhdar, Fachur Rohman, Istamar Syamsuri
(1)
Mahasiswa Pascasarjan S3 Unersitas Negeri Malang
(2)
Dosen Pascasarjana S3 Universitas Negeri Malang
E-mail ilhammajid153@yahoo.co.id

Abstract:Ekosistem hutan mangrove berfungsi sebagai perlindungan pantai secara alami


untuk mengurnagi resiko terhadap bahaya abrasi. Kota Ternate adalah sala satu kota pesisir
yang memiliki hutan mangrove dengan luas 14,65 Ha namun luas kawasan mangrove tersebut
telah mengalami kerusakan disebabkan oleh tebang habis, konversi menjadi lahan pertanian,
perikanan, pemukiman, pembuangan sampah padat dan cair, pencemaran tumpahan minyak,
dan reklamasi pantai, Pendekatan konservasi yang dilakukan untuk memulihkan serta
menjaga dan melindungi hutan mangrove di Kota Ternate adalah dengan pendekatan
pendidikan konservasi di sekolah formal melalui pengembangan kurikulum.

Kata Kunci : Konservasi Hutan Mangrove, Kurikulum Sekolah

Mangrove adalah vegetasi hutan yang ekologi, sosial-ekonomi,dan sosial-budaya


tumbuh diantara garis pasang surut, yang sangat penting; misalnya menjaga
sehingga hutan mangrove dinamakan juga stabilitas pantai dari abrasi, sumber ikan,
hutan pasang. Hutan mangrove dapat udang dan keanekaragaman hayati lainnya,
tumbuh pada pantai karang, yaitu pada sumber kayu bakar dan kayu bangunan,
karang koral mati yang di atasnya ditumbuhi serta memiliki fungsi konservasi,
selapis tipis pasir atau ditumbuhi lumpur pendidikan, ekoturisme dan identitas budaya
atau pantai berlumpur. Hutan mangrove (Setyawan, 2006). Hutan mangrove
terdapat didaerah pantai yang terus menerus merupakan komonitas vegetasi pantai tropis,
atau berurutan terendam dalam air laut dan yang didominasi oleh beberapa spesies
dipengaruhi pasang surut, tanahnya terdiri pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
atas lumpur dan pasir. Secara harafiah, berkembang pada daerah pasang surut
luasan hutan mangrove ini hanya sekitar 3% pantai berlumpur. Komonitas vegetasi ini
dari luas seluruh kawasan hutan dan 25% umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan
dari seluruh hutan mangrove didunia subtidal yang cukup mendapat aliran air,
(Saparinto, 2007). dan terlindung dari gelombang besar dan
Mangrove merupakan salah satu arus pasang surut yang kuat. Karena itu
ekosistem langka,karena luasnya hanya 2% hutan mangrove banyak ditemukan di
permukaan bumi. Indonesia merupakan pantai-pantai teluk yang dangkal,
kawasan ekosistem mangrove terluas di estuaria,delta dan daerah pantai yang
dunia. Ekosistem ini memiliki peranan terlindung. (Kenish,1990).

488
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

Ekosistem hutan mangrove di penghasilan nelayan yang bergantung pada


Indonesia saat ini dalam keadaan kritis banyak sedikitnya ikan, kepiting dan lain-
karena terdapat kerusakan sekitar 68 % , lain yang merupakan hasil tangkapan
atau 5,9 juta hektar dari laus keseluruhan 8,6 mereka dari laut (Bengen, 2002). Dilihat
juta hektar. Untuk memperbaiki kondisi ini, dari segi ekosistem perairan, hutan
diperlukan perubahan sikap dan persepsi. mangrove dikenal sebagai tempat asuhan
Karena berfunsi sebagai menjaga daratan (Nursery ground) berbagai jenis hewan
dari gerusan ombak dan tempat hidup dan akuatik seperti ikan , udang, kepiting dan
berbiaknya biota laut,kawasan hutan kerang-kerangan fungsi lain hutan
mangrove juga berpotensi mangrove melindungi garis pantai dari
dikembangkannya daerah wisata alam. erosi, dapat menahan pengaruh gelombang
(Cahyo 2007; Setyawan, 2006). Hutan serta dapat pula menahan lumpur, sehingga
mangrove merupakan komunitas vegetasi mangrove bisa semakin luas tumbuh keluar
pantai tropis, yang didominasi oleh spesies mempercepat terbentuknya tanah timbul.
pohon mangrove seperti: bakau, api-api, Secara garis besar, mangrove mempunyai
tanjung dan bogem, sehingga bermanfaat beberapa keterkaitan dalam kebutuhan
bagi biota laut yang mampu tumbuh dan manusia sebagai penyedia bahan pangan,
berkembang pada daerah pasang surut papan, dan kesehatan sehingga lingkungan
pantai berlumpur. Dampak berkurangnya dibedakan menjadi lima yaitu: Fungsi fisik,
hutan mangrove akibat karena aktifitas fungsi kimia, fungsi biologi, fungsi ekonomi
manusia (faktor antropogenik) yaitu berupa dan fungsi lain (Dixon, 2001).
kegiatan tebang habis pada ekosistem hutan Tomlinson (1986), kata mangrove
mangrove mengakibatkan berubahnya berarti tanaman tropis dan komunitasnya
komposisi tumbuhan mangrove. Hal ini yang tumbuh pada daerah intertidal. Daerah
berakibat hutan mangrove tidak dapat lagi intertidal adalah wilayah di bawah pengaruh
berfungsi sebagai daerah mencari makan pasang surut sepanjang garis pantai, seperti
dan pengasuhan bagi biota laut.Hutan laguna, estuarin, pantai dan river banks.
mangrove yang berfungsi sebagai daerah Mangrove merupakan ekosistem yang
asuhan (Nursery ground), daerah mencari spesifik pada umumnya hanya dijumpai
makan (Feeding ground) dan daerah pada pantai yang berombak relatif kecil atau
pemijahan (Spawning ground) maupun bahkan terlindung dari ombak, disepanjang
bermacam-macam jenis biota laut menjadi delta dan estuaria yang dipengaruhi oleh
terganggu (Gunarto, 2004; Harahap, 2009). masukan air dan lumpur dari daratan.
Konversi hutan mangrove menjadi Mangrove merupakan tipe vegetasi yang
lahan tambak yang dapat mengancam terdapat didaerah pantai dan selalu atau
regenarasi biota-biota laut termasuk stok secara teratur digenangi air laut atau
ikan dan udang di perairan lepas pantai. Hal dipengaruhi oleh pasang surut air laut,
ini akan membuat berkurangnya daerah pantai dengan kondisi tanah

488
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

berlumpur, berpasir atau lumpur pasir, hutan adalah tipe hutan yang tumbuh di daerah
mangrove tersebut merupakan tipe hutan pasang surut (terutama pada pantai yang
yang khas, untuk daerah pantai yang terlindung, laguna, muara sungai) yang
berlumpur dan airnya tenang (Eko, 2011). tergenang pasang dan bebas genangan pada
Mangrove tumbuh optimal diwilayah pesisir saat surut yang komunitas tumbuhannya
muara sungai besar dan delta yang alirannya bertoleransi terhadap garam.Sedangkan
banyak mengandung lumpur. Sedangkan ekosistem mangrove merupakan suatu
yang tidak terdapat muara sungai, vegetasi ekosistem yang terdiri atas organisme
mangrove pertumbuhannya tidak optimal. (hewan dan tumbuhan) yang berinteraksi
Mangrove sulit tumbuh di daerah yang terjal dengan faktor lingkungannya didalam suatu
dan berombak besar dengan arus pasang habitat mangrove (Sofian, ea.al. 2012).
surut yang kuat, karena kondisi ini tidak Kota Ternate merupakan sebuah
memungkinkan terjadinya pengendapan kota “Tua” dengan wilayah relatif kecil
lumpur, serta substrat yang diperlukan untuk terletak di bagian timur wilayah Indonesia.
pertumbuhannya (Dahuri, 2001). Sebagai daerah kepulauan,wilayah Kota
Mangrove mempunyai sejumlah Ternate dikelilingi oleh lautan dengan letak
bentuk khusus yang memungkinkan untuk geografisnya berada pada posisi 00 samapai
hidup diperairan yang dangkal yaitu berakar 20 Lintang utara (Northem Latitude) serta
pendek, menyebar luas dengan akar 1260 sampai1280 Bujur timur (Eastem
penyangga, atau ujung akarnya yang khusus Longitude). Kota Ternate terdiri dari 8
tumbuh dari batang atau dahan. Hutan pulau, 5 pulau berpenghuni serta 3 pulau
mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan tidak berpenghuni dengan luas daratan
yang tumbuh disepanjang garis pantai tropis 250,80 Km2 sementara lautannya 5,547,55
sampai sub-tropis yang memiliki fungsi Km2 . Dari luas wilayah tersebut sebagian
istimewa disuatu lingkungan yang besar masyarakatnya (75%) bermukim pada
mengandung garam dan bentuk lahan kawasan pesisir dan ada sebagian pula yang
berupa pantai dengan reaksi tanah an-aerob hidup di daerah pedalaman. Penyebaran
(Kathiresan, 2010). Vegetasi mangrove penduduk yang tidak merata ini
termasuk ekosistem pantai atau komunitas menyebabkan wilayah yang lebih banyak
dangkal yang sangat menarik, yang terdapat dimanfaatkan adalah wilayah pesisir pantai,
pada perairan tropik atau subtropik. karena masyarakat yang hidup di daerah
Vegetasi mangrove merupakan ekosistem pesisir pantai memiliki mata pencaharian
yang lebih spesifik, jika dibandingkan sebagai nelayan, sedangkan yang hidup di
dengan ekosistem lainnya karena daerah pedalaman umumnya mereka
mempunyai vegetasi yang agak seragam, berkebun (Statistik, 2010).
serta mempunyai tajuk yang rata, tidak Pengembangan pembangunan
mempunyai lapisan tajuk dengan bentuk dibidang kelautan pada daerah ini sangat
yang khas (Bengen, 2002). Hutan mangrove diprioritaskan karena sebagian besar

489
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

masyarakatnya hidup didaerah pesisir pantai KERUSAKAN HUTAN MANGROVE DI KOTA


dan bermata pencahrian sebagai nelayan, TERNATE

sehingga pengembangan potensi keluatan Kerusakan mangrove di Kota


perlu diperhatikan. Daerah ini memiliki Ternate disebabkan oleh 1) tebang habis, 2)
potensi hutan mangrove yang cukup luas. konversi menjadi lahan pertanian,
Data dari dinas pertanian dan kehutanan perikanan, pemukiman, 3) pembuangan
Kota Ternate menunjukan luas wilayah sampah padat, 4) pencemaran minyak
ekosistem hutan mangrove 14,65 Ha dengan tumpahan, 5) reklamasi pantai, dan 6)
tingkat kerusakan 78, 57 % (Dinas pembuangan sampah cair. Kerusakan
Perikanan, 2007) . Kerusakan ini akibat lingkungan yang terjadi baik pada ekosistem
dari tebang habis, konversi menjadi lahan laut maupun ekosistem lainnya memang
pertanian dan pemukiman, pembuangan banyak disebabkan oleh berbagai faktor
sampah padat, pencemaran tumpahan misalnya tingkat kesadaran masyarakat
minyak, pembuangan sampah cair, rendah dan pengaruh pembanguan untuk
reklamasi pantai.Kerusakan akibat tebang perluasan kota. Fauzi, (2005)
habis disebabkan oleh rendahnya mengemukakan bahwa secara umum
pegetahuan masyarakat tentang manfaat kerusakan hutan mangrove disebabkan oleh
ekologi dari hutan mangrove sehingga kebutuhan ekonomi (economic driven) dan
kebanyakan dari masyarakat memanfaatkan kegagalan kebijakan (policy failure driven).
hutan mangrove untuk kebutuhan kayu Terkait dengan faktor-faktor penyebab
bakar dan dujual.Beberapa lokasi seperti di kerusakan ekosistem mangrove, Cahyo
kelurahan Gambesi dijadikan sebagai (2007) menambahkan ada tiga faktor utama
tambak ikan dengan merubah fungsi dari penyebab kerusakan mangrove, yaitu (1)
hutan mangrove menjadi fungsi pertanian pencemaran, (2) konversi hutan mangrove
dan perikanan.Kerusakan hutan mangrove di yang kurang memperhatikan faktor
Kota Ternate juga karena adanya reklamasi lingkungan dan (3) penebangan yang
pantai untuk perluasan kota, beberapa lokasi berlebihan. Pencemaran seperti pencemaran
seperti kelurahan Kastela, Gambesi, Rua, minyak, logam berat.Konversi lahan untuk
Tobolo sudah telah dilakukan penghijauan budidaya perikanan (tambak), pertanian
dengan menanam kembali mangrove, tetapi (sawah, perkebunan), jalan raya, industri,
hasinya tidak maksimal. Potensi kerusakan produksi garam dan pemukiman,
juga diakibatkan oleh ketidaksadaran pertambangan dan penggalian pasir. Bengen
masrakat lokal untuk membuang sampah (2008) menjelaskan bahwa kerusakan
padat dan cair di sekitar hutan mangrove mangrove dikarenakan adanya fakta bahwa
dan pencemaran air laut akibat dari sebagian manusia dalam memenuhi
tumpahan minyak oleh PT Pertamina kota keperluan hidupnya dengan mengintervensi
Ternate. ekosistem mangrove. Hal ini dapat dilihat
dari adanya alih fungsi lahan (mangrove)

490
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

menjadi tambak, pemukiman, industri, dan (2001) menjelaskan ahwa keberadaan


sebagainya maupun penebangan oleh kelompok swadaya masyarakat dan lembaga
masyarakat untuk berbagai keperluan. Hal swadaya masyarakat sangat diperlukan
itu dikarenakan memang pada dasarnya dalam pengelolaan wilayah pesisir secara
hutan mangrove memiliki fungsi ekonomi terpadu. Demikian juga dengan Harahap,
antara lain sebagai penghasil keperluan (2009) menyatakan bahwa adanya
rumah tangga, penghasil keperluan industri, kelembagaan pengelolaan yang melibatkan
dan penghasil bibit. Akan tetapi, dampak semua elemen stakeholder biasa mencegah
ekologis akibat berkurang dan rusaknya terjadinya kerusakan mangrove. Peranan
ekosistem mangrove adalah hilangnya Lembaga Swadaya Masyarakat merupakan
berbagai spesies flora dan fauna yang salah satu stakeholder penting dalam
berasosiasi dengan ekosistem mangrove, pengelolaan kawasan hutan (Sihite, 2005).
yang dalam jangka panjang akan
FUNGSI HUTAN MANGROVE
mengganggu keseimbangan ekosistem
mangrove khususnya dan ekosistem pesisir Kawasan hutan mangrove selain
umumnya. berfungsi secara fisik sebagai penahan
Bengen (2002) menyarankan agar abrasi pantai, sebagai fungsi biologinya
isu sosial ekonomi mencakup aspek mangrove menjadi penyedia bahan makanan
kebiasaan manusia (terutama masyarakat bagi kehidupan manusia terutama ikan,
sekitar hutan mangrove) dalam udang, kerang dan kepiting, serta sumber
memanfaatkan sumberdaya energi bagi kehidupan di pantai seperti
mangrove.Begitu pula kegiatan industri, plankton, nekton dan algae (Bismark, dkk
tambak, perikanan tangkap, pembuangan 2008), secara umum fungsi hutan mangrove
limbah, dan sebagainya di sekitar hutan secara fisik yaitu; menjaga garis pantai agar
mangrove harus diidentifikasi dengan tetap stabil, melindungi pantai dan tebing
baik.Selain oleh faktor-faktor fisik sungai dari proses erosi atau abrasi, serta
lingkungan, kerusakan hutan mangrove juga menahan atau menyerap tiupan angin
bisa disebabkan faktor sosial ekonomi kencang dan laut ke darat, menahan sedimen
masyarakat setempat. Menurut Dephut secara periodik sampai terbentuk lahan baru,
(2002), parameter sosial ekonomi yang sebagai kawasan penyangga proses intrusi
sering digunakan untuk mengkaji kerusakan atau rembesan air laut ke darat, atau sebagi
ekosistem mangrove adalah jumlah filter air asin menjadi tawar. Adapun fungsi
penduduk, tingkat pendidikan, jenis kimia ekosistem mangrove adalah sebagi
pekerjaan, dan persepsi masyarakat terhadap tempat terjadinya proses daur ulang yang
hutan mangrove. Oleh karena itu, menghasilkan oksigen, sebagai penyerap
pendekatan kelembagaan masyarakat juga karbondioksida, sebagai pengolah bahan-
perlu diperhatikan dalampenanggulangan
kerusakan ekositem mangrove. Dahuri

491
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

bahan limbah hasil pencemaran industri dan mangrove yang cukup memprihatinkan.
kapal-kapal di lautan. Kerusakan tersebut terutama disebabkan
Fungsi biologi hutan mangrove adalah oleh adanya kegiatan di lingkungan
sebagai penghasil bahan pelapukan yang mangrove, seperti perubahan hutan
merupakan sumber makanan penting bagi mangrove menjadi penggunaan lain
invertebrata kecil pemakan bahan pelapukan (tambak, pemukiman, dan lain-lain),
(detritus), yang kemudian berperan sebagai pencemaran lingkungan (minyak, sampah,
sumber makanan bagi hewan yang lebih dan lain-lain), atau kegiatan lain tanpa
besar, sebagai kawasan pemijah ataua memperhatikan kelestariannya. Savitri,
asuhan (nursery ground) bagi udang, ikan, Khazali (1999) menjelaskan, penebangan
kepiting, kerang, dan sebagainya, yang hutan mangrove secara besar-besaran untuk
setelah dewasa akan kembali lepas ke dikonversikan menjadi usaha pertambakan
pantai, sebagai kawasan untuk berlindung, dapat menyebabkan terputusnya siklus
bersarang, serta berkembang biak bagi hidup sumberdaya ikan dan udang di
burung dan satwa lain, sebagai sumber sekitarnya.Berkurangnya ikan dan udang di
plasma nutfah dan genetika, sebagai habitat daerah ini berarti mengurangipendapatan
alami bagi berbagai jenis biota darat dan nelayan-nelayan kecil yang biasanya
laut lainya.Fungsi ekonomi hutan mangrove beroperasi di sekitar pantai, penyudu udang,
adalah penghasil kayu, misalnya kayu bakar, pencari kepiting dan penjala ikan.
arang, serta kayu untuk bahan bangunan dan Hutan mangrove memiliki banyak
perabot rumah tangga, penghasil bahan baku fungsi, selain manfaat yang langsungsecara
industri, misalnya pulp, kertas, tekstil, nyata dirasakan oleh masyarakat danbahkan
makanan, obat-obatan, alkohol, penyamak menjadi sumber penghidupan ekonomi
kulit, kosmetik, dan zat pewarna, penghasil seperti kayu dan pohon, ikan, kepiting,dan
bibit ikan, udang, kerang, kepiting, telur lain sebagainya juga manfaat tidak langsung
burung madu. Fungsi lain (wanawisata) penahan abrasi dan tempat ikan bertelur dan
hutan mangrove adalahsebagai kawasan memijah. Namun, seiring dengan
wisata alami pantai dengan keindahan meningkatnya aktivitas masyarakat di
vegetasi satwa, serta berperahu di sekitar wilayah pesisir dan kebutuhan yang yang
mangrove, sebagai tempat pendidikan, tinggi menyebabkan hutan mangrove
konservasi, dan penelitian.Ekosistem mengalami tekanan yang dapat mengancam
mangrove memiliki berbagai potensi keberadaan dan fungsinya. Kondisi tersebut
manfaat baik langsung maupun tidak pada akhirnya dapat merugikan manusia dan
langsung. Hutan mangrove juga merupakan alam karena terkait dengan berkurangnya
sumber bahan baku berbagai jenis industri fungsi-fungsi baik ekologis maupun
dan habitat berbagai jenis fauna (Zaitunah, ekonomi dan fungsi lainnya (Saparinto,
2005). Namun kenyataan di lapangan 2007)
menunjukkan adanya kerusakan hutan

492
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

PENGEMBANGAN KURIKULUM dimasukkan ke dalam kurikulum sekolah,


KONSERVASI MANGROVE DI SEKOLAH biasanya berupa mata pelajaran muatan lokal
Masalah kerusakan hutan mangrove dapat (mulok). Jika tidak dimasukkan dalam
ditanggulangi melalui program pendidikan pada kurikulum sekolah maka konservasi dan
sekolah formal melalui pengembangan lingkungan hidup dapat dimasukkan dalam
kurikulum konservasi dan lingkungan hidup. ektrakurikuler. Ada beberapa alasan mengapa
Penerapan kurikulum konservasi lingkungan permasalahan konservasi dan lingkungan hidup
penting untuk program penyadaran lingkungan dimasukkan ke dalam ektrakurikuler
secara dini kepada siswa. Oleh sebab itu diantaranya adalah bagi anak sekolah di
pengetahuan tentang konservasi dan lingkungan Indonesia sudah terlalu banyak mata pelajaran
sudah saatnya dimasukkan dalam muatan yang diajarkan, sehingga jika matapelajaran
kurikulum sekolah di Kota Ternate Provinsi pendidikan konservasi dan lingkungan hidup
Maluku Utara. Ada dua cara memasukkan diajarkan dengan matapelajaran tersendiri akan
pembelajaran konservasi dan lingkungan dalam menambah beban siswa.
pembelajaran di sekolah, yaitu: (1) metode Pengembangan matapelajaran pendidikan
infusi, dan (2) metode block. Metode ini juga konservasi dan lingkungan perlu perencanaan
digunakan oleh Armanto, et.al. (2007) yang yang matang. Setiap sekolah tidak harus sama
mengembangkan modul pembelajaran mitigasi materinya, sebab setiap daerah mempunyai
bencana alam di Aceh. karakteristik yang berbeda-beda. Pertama kali
yang harus dilakukan adalah analisis
1. Metode infusi
permasalahan dan potensi lingkungan untuk
Metode infusi ini disebut juga “Metode
penyusunan tujuan-tujuan pendidikan
Sisip”, yaitu memadukan muatan konservasi dan
konservasi dan lingkungan, di sampaing harus
lingkungan dengan kurikulum yang ada. Salah
mempertimbangkan kondisi pendukung di
satu contoh cara menyisipkan pembelajaran
sekolah. Sebagai matapelajaran tersendiri,
pendidikan konservasi dan lingkungan kedalam
pendidikan konservasi dan lingkungan harus
mata pelajaran IPA yang sudah ada di dalam
memiliki silabus, bahan ajar dan LKS yang
kurikulum KTSP yakni dengan menyisispkan
dapat diajarkan dalam satu tahun ajaran. Berikut
kompetensi dasar, berupa: (1) pengetahuan
adalah contoh cara menyisipkan pembelajaran
tentang hubungan manusia dan alam, (2)
pendidikan lingkungan, konservasi dan mitigasi
pengetahuan tentang potensi sumberdaya pesisir
bencana kedalam mata pelajaran yang sudah ada
dan permasalahannya, (3) pengetahuan tentang
dalam kurikulum KTSP. Misalnya; mata
sampah dan pengelolannya, dan (4) pengetahuan
pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
tentang keanekaragaman hayati lokal.
Pada mata ini, pembelajaran pendidikan
2. Metode block
lingkungan, konservasi dan mitigasi bencana
Metode block adalah pembelajaran
dapat disisipkan pada kompetensi dasar
pendidikan lingkungan dan konservasi diajarkan
pengetahuan tentang konservasi hutan
dengan mata pelajaran yang berdiri sendiri. Ada
mangrove. Adapun kegiatan pembelajarannya
dua cara dalam pembelajaran metode block ini,
dapat berupa (1) ceramah dan diskusi tentang
yaitu dengan memasukkan ke dalam kurikulum
permasalahan lingkungan khususnya konservasi
sekolah dan di luar kurikulum sekolah. Jika
hutan mangrove. Guru dapat memutarkan film

493
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

dokumentar atau membuat kliping dan masyarakat enggan untuk merusak hutan
didiskusikan dalam kelas. (2) Wawancara. Guru mangrove yang telah mereka tanam,
mengajak siswa untuk mewawancarai ahli atau sekalipun tidak ada yang mengawasinya;
masyarakat mengenai kerusakan mangrove di karena masyarakat sadar bahwa kayu yang
tempat tinggalnya. (3) Wisata belajar. Mengajak
mereka potong tersebut sebenarnya adalah
siswa ke hutan mangrove, kemudian hasilnya
milik mereka bersama. Tugas pemerintah
dibuat karya ilmiah atau cerita yang berupa
hanyalah memberikan pengarahan secara
gambar, komik atau puisi.
Selain dari dua metode tersebut perlu umum dalam pemanfaatan hutan mangrove
dilakukan kegiatan pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan, sebab tanpa arahan
dengan menggunakan pendekatan Buttom Up yang jelas nantinya akan terjadi konflik
.Menurut Sudarmadji (2001) kepentingan dalam pengelolaan dalam
pendekatan Buttom Up dilakukan untuk jangka panjang. Dari sini nampak bahwa
memulihkan hutan mangrove yang telah pendekatan bottom up relatif lebih baik jika
rusak dengan melibatkan masyarakat. dibandingkan dengan pendekatan top down
Masyarakat merasa mempunyai andil dalam dalam pelaksanan pemulihan ekosistem,
upaya rehabilitasi hutan mangrove tersebut, selain itu “pemerintah atau pemilik modal”
sehingga status mereka akan berubah, yaitu tidak terlalu berat melakukannya, karena
bukan sebagai kuli lagi melainkan ikut masyarakat dapat berlaku aktif pada proses
memilikinya. Dari sini akan tergambar pelaksanaan pemulihan tersebut, dan pada
andaikata ada sekelompok orang yang masyarakat pesisir akan timbul rasa ikut
bukan anggota masyarakat yang ikut memiliki terhadap hutan mangrove yang
menaman hutan mangrove tersebut ingin telah berhasil mereka hijaukan. Dengan
memotong sebatang tumbuhan mangrove demikian pelaksanaan suatu proyek dengan
saja, maka mereka tentu akan ramai- ramai pendekatan bottom up atau menumbuhkan
mencegah atau mengingatkan bahwa adanya partisipasi dari anggota masyarakat
mereka menebang pohon tanpa ijin. Ini ini juga sekaligus merupakan proses
merupakan salah satu contoh kasus kecil pendidikan pada masyarakat secara tidak
dalam perusakan hutan mangrove yang telah langsung (Sudarmadji, 2001).
dihijaukan, kemudian dirusak oleh anggota
KESIMPULAN DAN SARAN
masyarakat lainnya yang bukan anggota
a. Kesimpulan
kelompoknya. Pelaksanaan rehabilitasi
Kerusakan hutan mangrove di Kota
hutan mangrove dengan penekanan pada
Ternate Provinsi Maluku Utara saat ini
pemberdayaan masyarakat setempat ini
sudah sangat menghakwatirkan, sehingga
biasa dikenal dengan istilah pendekatan
Pemerintah Daerah, dan Dinas terkait perlu
bottom- up.
melakukan tindakan nyata untuk
Hasil dari kegiatan dengan
menyelamatkan hutan mangrove yang masih
pendekatan bottom up ini akan menjadikan
tersisa. Perlu dilakukan upaya rehabilitasi

494
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

mangrove, selanjutnya dibentuk suatu konservasi terhadap lingkungan yang sudah


network pusat capacity building di tergolong rusak tersebut.
sepanjang pantai untuk membantu DAFTAR RUJUKAN
sosialisasi dan pengawasan program- Armanto, D., Marzunita, H.N. Saprudin, M.D.
program yang akan dibuat. Lembaga harus Sudarja, A Royan, Suryamah, S. Wijayanti,
L. Didit, S. Iwan dan Suarsih. 2007.
dikenal luas oleh masyarakat setempat dan Bersahabat dengan Ancaman: Buku Bantu
harus sukses dalam jangka panjang. Pendidikan Pengelolaan Bencana untuk
Anak Sekolah Dasar. Modul Pengajaran
Beberapa kegiatan rehabilitasi mangrove untuk Guru. Grasindo & Walhi. Jakarta.
berguna untuk: (1) meningkatkan akses
Bismark M, Subiandono E, Heriyanto N.M.
informasi kepada masyarakat tentang 2008. Diversity, Potential Species and
pentingnya rehabilitasi mangrove karena Carbon Content of Mangrove Forest at
peranannya sangat besar bagidaerah Subelen River, Siberut, West Sumatra,
Jurnal Pendidikan Hutan dan
pesisir,(2) melakukan training dalam usaha
Konservasi Alam, 5 (7): 297-306.
penanaman mangrove, (3) mengadakan
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan
pelatihan menyangkut pengusahaan bibit sumberdaya pesisir dan laut serta
mangrove guna rehabilitasi, terhadap lahan pengelolaan secara terpadu dan
yang telah mengalami kerusakan. berkelanjutan. Prosiding pelatihan
pengelolaan wilayah pesisir terpadu.
Diperlukan program penyadaran dini bagi
Bogor, 29 Oktober – 3 November 2002.
masyarakat yang hidup di sekitar hutan
mangrove, berupa pendidikan konservasi dan Bengen, D.G. 2008, Ekosistem dan
Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut
lingkungan yang dintegrasikan ke kurikulum
Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat
sekolah di Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan
baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA. Cara Institut Pertanian Bogor
memasukkan pembelajaran konservasi dan
Dephut. 2002. Tingkat Kerusakan Hutan
lingkungan dalam pembelajaran di sekolah Mangrove. Direktorat Pengelolaan
dapat dilakukan melalui 2 metode, yaitu: (1) Daerah Aliran
metode infusi, dan, (2) metode block.
Duhari, R. 2001. Pengelolaan Sumber Daya
b. Saran Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Perlu Penyadaran lingkungan secara Terpadu. PT Pradnya Paramita. Jakarta.
dini segera diberikan kepada generasi muda Dixon, J.A. 2001. Valation of Mangroves. Trops
peserta didik baik di jenjang SD, SMP Coast. Area Mgt, 4(3);1

maupun SMA, agar mereka juga tahu akan Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2007.
Pemetaan Luasan Hutan Daerah Pesisir di
pentingnya lingkungan khususnya Kota Ternate.
mangrove yang berperan penting bagi
Eko P. 2011.Hutan
kehidupan laut dan pesisir, sehingga Mangrove.http://www.lablink.or.id/eko/
menumbuhkan rasa cinta dan mereka mau wetland/lhbs-mangrove.htm
memelihara serta melakukan upaya
Gunarto, 2004. Konservasi Mangrove
sebagai Pendukung Sumber Hayati

495
Ilham dkk (2016). Konservasi Hutan mangrove di Pesisir Pantai Kota Ternate
Terintegrasi dengan Kurikulum Sekolah
ISSN :2301-4678
Jurnal BIOeduKASI
Vol 4 No (2) Maret 2016

PerikananPantai .Jurnal Litbang


Pertanian, 23(1): 2-11

Harahab,N. 2009. Pengaruh Ekosistem


HutanMangrove Terhadap Produksi
PerikananTangkap (Studi Kasus di
KabupatenPasuruan Jawa Timur).
Jurnal Perikanan(J.Fish. Sci.) XI (1) :
124-13

Keninish, M.J. 1990. Ekologi of Estuaries.


Volume II: Biological Aspects. CRC
Press Inc. Boca Raton Flodida.

Kathiresan K. 2010. Biology of


Mangrove.Centre of Advanced Study in
Marine Biology. Annamalai University

Saparinto.C. 2007. Pendayagunaan


Ekosistem Mangrove. Penerbit Dahara
Prize Semarang.

Safitri dan Khazali. 1999. Pengelolaan


Mayarakat Wilayah Pesisir
Pengembangan Pantai Terpadu.
Prosiding Seminar Ekosistem
Mangrove Jember 3-6 Agustus 1994
Sudarmadji. 2001. Rehabilitasi Hutan
Setyawan, A.W. 2006. Conservation Mangrove dengan Pendekatan
problems of mangrove ecosystem in Pemberdayaan Masyarakat Pesisir.
coastal area of Rembang Regency, Jurnal Ilmu Dasar, 2 (2): 68-71.
Central Java. Biodiversitas, 7 (2): 159-
163 Sihite, 2005. Pemberdayaan Mayarakat
Pesisir. Lembaga Suadaya Masyarakat.
Setyawan, A.W. 2006. The direct Jawa Tengah
exploitation in the mangrove ecosystem
in Central Java and the land use in its Nur Cahyo, 2007, Mengenal Manfaat Hutan
surrounding; degradation and its Bakau. Sinar Harapan Abadi
restoration effort, Biodiversitas 7 (3):
282-291. Statistik, 2010. Badan Pusat Statistuk Kota
Ternate, Kota Ternate
Sofian A, Harahap dan Marsoedi.2012.
Kondisi dan Manfaat Langsung Tomlinson, 1986. The Botany Of Mangrove.
Ekosistem Hutan Mangrove Desa Cambridge Universitas Press.
Penunggul Kecamatan Nguling Zaitunah, A. 2005. Meninjau Keberadaan
Kabupaten Pasuruan. Jurnal El-Hayah, Hutan Mangrove di Indonesia. Program
2, (2): 56-63 Doktor SPS IPB. Bogor.

496

You might also like