Professional Documents
Culture Documents
Laprak Limbah
Laprak Limbah
Disusun oleh :
Raka Rahmatulloh
200110130415
Kelas H
Kelompok 2
FAKULTAS PETERNAKAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Illahi Rabbi, Allah SWT., karena atas
berkat izin-Nya lah saya dapat menyelesaikan makalah ini. Sholawat serta Salam
semoga selalu tercurahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW beserta
seluruh keluarga, sahabat, dan ummatnya hingga akhir zaman.
Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan akhir ini masih terdapat
banyak kekurangan baik dalam hal subtansi maupun format penulisan. Oleh
karena itu, saya menerima kritik dan saran untuk memberikan masukan demi
perbaikan laporan praktikum ini kedepannya. Terimakasih bagi para pembaca
yang telah meluangkan waktu untuk membaca laporan praktikum ini.
Penyusun
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah merupakan sisa proses produksi atau bahan yang tidak mempunyai
nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam pembuatan atau
pemakaian. Apabila limbah tidak diolah, maka akan menimbulkan dampak negatif
seperti membahayakan kesehatan manusia, merugikan secara ekonomi,
mengganggu kehidupan aquatik, merusak estetika, bau busuk, dan merusak
pemandangan. Limbah yang sudah diolah dengan baik maka akan menyuburkan
hara tanah dan mikroflora.
Berkenaan dengan hal tersebut, maka upaya mengatasi limbah ternak yang
selama ini dianggap mengganggu karena menjadi sumber pencemaran lingkungan,
perlu ditangani dengan metode yang tepat. Pengolahan yang dilakukan adalah
pengolahan terpadu, artinya dari satu macam pengolahan dapat dilakukan
pengolahan lain menggunakan substrat atau bahan yang telah terpakai. Manfaat
dari pengolahan limbah secara terpadu ini memberi manfaat berupa keuntungan
ekonomis yang bisa didapatkan lebih dari satu macam pengolahan, selain itu
substrat atau bahan yang biasanya tidak terpakai, dapat digunakan sehingga
meminimalisasi adanya limbah yang terbuang dan membuktikan bahwa usaha
peternakan bisa "zero waste".
Feses merupakan salahsatu limbah ternak yang bisa dimanfaatkan menjadi
produk lain. Feses yang digunakan biasanya feses yang berasal dari sapi perah.
Feses sapi perah segar tidak bisa langsung diaplikasikan ke lahan, sebab N dalam
feses tersebut masih sangat tinggi hingga akan melayukan tanaman, selain itu
feses tersebut dalam proses fermentasinya akan mengeluarkan gas methan dan
ammonia yang bisa meracuni akar tanaman. Panas dari proses proses fermentasi
itu pun juga akan berdampak ke rusaknya perakaran.
Pengolahan secara terpadu ini dapat menghasilkan hasil yang sekaligus
karena substrat atau bahan yang digunakan sama setiap pengolahan. Substrat
tersebut masih memiliki kandungan nutrisi dan zat-zat yang bisa dimanfaatkan
dalam proses pengolahan lainnya.
1.2 Tujuan
Tujuan praktikum adalah untuk mengetahui :
1. Proses pembuatan Pupuk Organik Cair.
2. Proses pembuatan Feed Additive.
3. Proses pembuatan Biogas.
4. Proses pembuatan Vermicompost.
II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
3.1.5.2 Bahan
1. Cacing tanah yang berada didalam tanah
Fungsi : sebagai makhluk hidup yang menguraikan bahan organik
menjadi unsur hara.
2. Filtrat padat hasil filtrasi POC
Fungsi : sebagai bahan / media sekaligus pakan bagi cacing tanah.
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan POC
Sebelum pembuatan pupuk organik cair dan pengolahan limbah lainnya
secara terpadu, terlebih dahulu dilakukan proses dekomposisi. Dekomposisi
merupakan proses penguraian bahan organik menjadi lebih sederhana dengan
bantuan mikroorganisme pada kondisi terkontrol, hasilnya disebut dekomposan.
Proses dekomposisi tidak hanya menjadi bahan yang lebih sederhana tetapi juga
menjadikan sel bagi mikroorganisme baru. Dekomposisi pada prinsipnya adalah
menurunkan karbon dan nitrogen (C/N) ratio dari limbah organik sehingga pupuk
organik dapat segera dimanfaatkan oleh tanaman. Dekomposisi harus memenuhi
persyaratan agar dapat berhasil, diantaranya adalah adanya mikroorganisme,
bahan organik (nisbah C/N 20-40, optimalnya 30), kadar air bahan organik (40-
60%, optimalnya 55%, bila lebih dari batas maksimal maka akan terjadi leaching
atau proses pencucian bahan organik yang hasilnya dinamakan leacheat), proses
dekomposisi awal harus aerob (adanya oksigen), dan exercise atau tatalaksana nya
harus baik dan benar.
Pada dekomposisi limbah terjadi reaksi kimia yang memecah senyawa
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Reaksi ini terjadi akibat suatu reaksi
biokimia yang berlangsung dalam metabolisme mikroorganisme. Dalam suasana
aerob, respirasi mikroorganisme akan mereduksi senyawa organik menjadi CO2 +
H2O.
Tahap dekomposisi terbagi menjadi tiga, yaitu : 1)Tahap I terjadi
hilangnya kandungan oksigen. Urea, ammonia, dan hasil dekomposisi lainnya
sebagian teroksidasi; 2)Tahap II terjadi pemecahan protein menjadi urea,
ammonia, merkaptan, H, S, amina, dan amida. Lemak dipecah menjadi asam
lemak, H2O, CO2, dan senyawa lain. Karbohidrat dipecah menjadi alkohol,
aldehid, jenis-jenis asam + CO2, H, dan senyawa lain; 3)Tahap III terjadi
nitrifikasi dari hasil dekomposisi menjadi nitrit dan nitrat, juga terjadi degradasi
asam lemak, asam amino, dan alkohol menghasilkan merkaptan.
Pada perhitungan kebutuhan feses sapi perah dan jerami, didapatkan untuk
mendapatkan nisbah C/N 30, dibutuhkan 1 kg feses sapi perah dan 0,6 kg serbuk
gergaji. Pada tugas kelompok 2 diberikan data feses broiler dengan %C sebesar
25%, %N sebesar 2,5%, kadar air sebesar 25%, dan jerami padi dengan %C
sebesar 34%, %N sebesar 0,8%, kadar air sebesar 20%. Setelah dihitung
menggunakan rumus nisbah C/N didapatkan bila ingin mendapatkan nisbah C/N
sebesar 25 maka dibutuhkan 1 kg feses broiler dan 2,68 kg jerami padi atau 1 kg
jerami padi dan 0,373 kg feses broiler.
Kadar air campuran dari kedua bahan tersebut sebesar 21,36%, jumlah
tersebut belum optimal untuk mendapatkan nisbah C/N 25 atau belum bisa disebut
proses dekomposisi karena kadar air optimum bagi proses dekomposisi agar
berhasil adalah maksimal 60%. Maka dari itu perlu dilakukan penambahan air
agar kadar air optimal. Setelah dilakukan perhitungan, maka air harus ditambah
sebanyak 3,55 kg agar kadar air optimal sebagai persyaratan dekomposisi.
Pada pembuatan POC, jerami dan feses dihomogenkan terlebih dahulu,
setelah dihomogenkan, lalu dimasukkan ke dalam karung yang alasnya dibuat
menjadi datar agar penempatan substrat bisa padat. Perbandingan antara feses dan
jerami padi adalah 2:1. Bagian bawah disimpan jerami dan bagian tengah
campuran feses dan jerami, selagi memasukkan substrat campuran, harus diberi
ruang agar oksigen masuk menggunakan tongkat kayu yang berujung runcing.
Caranya adalah menusukkan tongkat kayu kemudian memutar searah jarum jam
dan cabut kembali agar O2 masuk kemudian tutup lagi menggunakan jempol.
Bagian atas disimpan jerami dan ditutup menggunakan alas karton yang memiliki
diameter sama dengan karung agar substrat terjaga. Fungsi penambahan jerami
adalah sebagai media sekaligus mengurangi kadar air pada feses.
Substrat diperam selama satu minggu dan diamati suhu nya dari tiga titik
(atas, tengah, dan bawah). Pada dua hari pertama, menunjukkan kenaikan suhu
yang signifikan hingga mencapai 70C, artinya pertumbuhan kapang optimal dan
proses fermentasi berjalan dengan baik. Selama tujuh hari diperam, selalu diamati
suhu dan pada hari ketujuh suhu menurun menjadi berkisar antara 36-40C.
Indikator keberhasilannya adalah ketika karung dibuka, pada dekomposan
terdapat jalinan-jalinan seperti kapas berwarna putih yang bernama miselium atau
hifa. Miselium ini merupakan ciri utama dari keberadaan kapang, dimana kapang
ini merupakan organisme yang mirip dengan jamur sehingga memiliki ciri khas
yang hampir sama dengan jamur yaitu adanya miselium atau hifa. Selain itu,
indikator lainnya adalah bau apek dan warna dekomposan seperti awal kembali.
Ada dua tahap penting dalam proses pemanenan POC ini, yaitu tahap
ekstraksi dan tahap filtrasi. Tahap ekstraksi dimulai dengan menimbang
dekomposisi kering sebanyak 2,5 kg dan merendamnya dengan air panas 13 liter
selama 1 jam. Kedua adalah tahap filtrasi dimana 1 kg dekomposisi bisa
menghasilkan POC sebanyak 3 liter. Saat ekstraksi, dianjurkan menggunakan air
panas karena air panas ini dapat mematikan kapang yang masih hidup, apabila
dalam dekomposan masih terdapat kapang hidup, maka belum jadi bahan organik.
Bahan organik harus terurai oleh mikroorganisme main. Air panas juga akan
mempercepat pelarutan dan berfungsi sebagai desinfeksi untuk membebaskan
dekomposisi dari mikroorganisme patogen. Setelah filtrasi selesai dilakukan, bisa
ditambahkan air dingin untuk membersihkan baki filtrasi dari sisa-sisa
dekomposan. Pupuk organik cair hasil filtrasi didapatkan satu ember besar kurang
lebih 10 liter. Pupuk cair tersebut kemudian diangin-anginkan selama kurang lebih
7 hari hingga bisa diberikan pada tanaman.
4.2.2 Pembuatan Feed Additive
Feed additive yang dihasilkan adalah dalam bentuk non nutrient yaitu
probiotik. Dalam pembuatan probiotik, digunakan 9,5 liter pupuk organik yang
ditambahkan 5% molasses atau sebanyak 0,5 liter molasses. Tujuan penambahan
dari molases adalah menambahkan ragi dan mempercepat pertumbuhan ragi untuk
menghasilkan biomassa dari mikroorganisme.
Campuran POC dan molases ditempatkan di ember 10 liter dan ditutup
menggunakan wrap plastic dan didiamkan selama 7 hari. Hasil yang didapatkan
adalah setelah wrap plastic dibuka, tampak gumpalan-gumpalan putih yang tidak
homogen yang menandakan kegagalan dalam pembuatan probiotik. Selain itu,
indikator sederhana nya adalah jika berhasil maka akan hinggap lalat buah, tetapi
pada hasil praktikum, yang hinggap adalah lalat hijau.
4.2.3 Pembuatan Biogas
Pembuatan gasbio atau biogas ini bukan menggunakan biomassa
mikroorganisme seperti POC dan Feed Additive, tetapi memanfaatkan bahan
organik plus. Proses yang terjadi adalah proses dalam suasana anaerob. Keadaan
anaerob ini bisa menurunkan nilai BOD dan COD feses sapi perah. Proses
anaerob merupakan proses penguraian bahan organik kompleks oleh bakteri
asidogenik dan bakteri metanogenik pada kondisi terkendali (anaerob).
Pembentukan biogas melalui tiga tahap, yaitu hidrolisis, asidogenesis, dan
metanogenesis.
Proses pembuatan biogas menggunakan substrat bahan organik sebanyak
12 kg yang dibagi kedalam empat buah baki. Semua baki diberi campuran
molasses sebanyak 240 gram (masing masing baki 60 gram). Proses selanjutnya
adalah menghomogenkan bahan organik dan molasses. Setelah itu dimasukkan ke
dalam tong dan ditutup rapat. Sisi penutup tong dioleskan vaselin agar tutup tong
mudah diputar dan ditutup menggunakan karet agar tidak mudah lepas. Kemudian
tutup tong disambungkan ke ban dalam.
Selama tujuh hari diperam, gas mulai keluar dan memenuhi ban dalam.
Gas yang dihasilkan mengandung komposisi gas metan yang dominan (54-70%),
CO2 (27-45%), N2 (0,5-3%), dan gas-gas lain. Gas metan timbul akibat adanya
proses oksidasi asam berantai karbon panjang oleh bakteri asidogenik dan terjadi
proses pembentukan gas metan oleh bakteri metanogenik. Bakteri pereduksi sulfat
juga ada dalam tahap metanogenesis yaitu untuk mereduksi sulfat dan komponen
sulfur lainnya menjadi hidrogen sulfida.
4.2.4 Pembuatan Vermicompost
Vermicompost dibuat dengan memanfaatkan bahan organik dari hasil
dekomposisi awal. Proses vermicomposting merupakan proses penguraian bahan
organik menjadi unsur hara oleh mikroorganisme khususnya cacing pada kondisi
terkendali.
Cacing yang digunakan dalam vermicomposting merupakan species
Eisenia fetida. Sebenarnya selain E. fetida dapat juga digunakan spesies lain
seperti Lumbricus rubellus, Pheretima asiatica, dan Perionyx excavatus. Jenis
cacing ini digunakan karena memenuhi syarat cacing tanah untuk
vermicomposting, yaitu hidup di atas permukaan tanah dan bahan organik,
adaptable atau bisa dibudidayakan, dan produktif. Selain itu, cacing tanah jenis E.
fetida apabila dijadikan bahan pakan, proteinnya mencapai 55-83%.
Bahan organik hasil dekomposisi cocok digunakan karena sesuai dengan
syarat media cacing tanah, yaitu bahan organik yang sudah terdegrasasi sebagian
(suhu idealnya 18-28C dan masih ada bahan makanan untuk cacing tanah),
higroskopis (kadar air optimal 70%), dan porous (cacing tanah memerlukan
oksigen bebas).
Bahan organik yang digunakan sebanyak 7 kg yang dibagi kedalam dua
baki (masing-masing 3,5 kg) dan cacing tanah yang digunakan sebanyak 600
gram (masing-masing baki 300 gram). Cacing tanah harus disebar ke seluruh
permukaan bahan organik, sebaiknya tidak dibiarkan menumpuk agar bisa
memanfaatkan bahan organik secara optimal.
Setelah didiamkan selama tujuh hari, warna substrat atau bahan organik
menjadi coklat pudar dan teksturnya masih agak kasar dan beberapa bagian halus.
V
SIMPULAN
Simamora, S. 2006. Membuat Biogas Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas
dari Kotoran Ternak dalam repository.ipb.ac.id. (diunggah hari Rabu, 25
November 2015 pukul 20.15 WIB).
Suriadikarta, dkk. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. e-Journal BBSDLP.
Bogor. (diunggah hari Rabu, 25 November 2015 pukul 17.40 WIB).
Wahju, J. 2004. Ilmu Nutrisi Unggas. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
LAMPIRAN
Pembuatan Laporan