You are on page 1of 26

BAB V

BATUAN METAMORF

5.1.DASAR TEORI

5.1.1. Pengertian Batuan Metamorf

Batuan metamorf adalah batuan yang dihasilkan dari proses metamorfisme


sebagai akhibat kenaikan suhu atau tekanan yang terjadi pada batuan beku, batuan
sedimen dan batuan metamorf sendiri. Proses metamorfosa yang dialami oleh
suatu batuan, ditunjukan dengan adanya perubahan komposisi mineral, tekstur dan
struktur batuan yang terjadi pada fase padat (solid state) tanpa melalui fase cair,
akhibat adanya perubahan temperatur ( T ) ( 2000 C - 6500 C), Tekanan ( P ) yang
tinggi (1 atm < P < 10.000 atm ) dari kondisi kimia di kerak bumi ( pada
kedalaman 3-20 km ) ( Blatt Dkk, 1982 ).
Salah satu contoh batuan yang mengalami metamorfisme adalah batu
sabak atau slate yang merupakan perubahan dari batu lempung, marmer
merupakan hasil ubahan batu gamping, kuarsit, merupakan ubahan dari batu pasir.

Mengalami
Metamorfisme

Gambar 5.1 Proses metamorfisme batu lempung menjadi batu sabak / slate.

Ciri utama metamorfosa adalah perubahan tersebut terjadi saat batuan


tetap pada kondisi padat sedangkan kondisi kimianya terletak Proses metamorfisme
batu lempung menjadi batu sabak / slate dibawah zona pelapukan dan sementasi
(Blatt dkk,1982). Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam
sebab antara lain oleh adanya pemanasan akhibat intrusi magmatik dan perubahan
gradien geothermal. Menurut Turner (1954) menyebutkan bahwa batuan
metamorf adalah batuan yang telah mengalami perubahan mineralogik dan
struktur oleh proses metamorfisme dan terjadi langsung dari fase padat tanpa
melalui fase cair.

V-90
Winkler (1989) menyatakan bahwa proses-proses metamorfisme itu
mengubah mineral-mineral suatu batuan pada fase padat karena pengaruh atau
respons terhadap kondisi fisika dan kimia didalam kerak bumi yang berbeda
dengan kondisi sebelumnya, proses-proses tersebut tidak termasuk pelapukan dan
diagenesa.
Jakson (1970) mengemukakan bahwa selama terjadinya metamorfosa
komposisi kimia batuan dapat mengalami perubahan ataupun tetap sehingga
metamorfosa dapat dibedakan menjadi :
a. Metamorfosa isokimia (sistem tertutup), yaitu metamorfosa yang tidak
melibatkan atau hanya sedikit melibatkan komposisi kimia batuan.
b. Metamorfosa allokimia (sistem terbuka), yaitu metamorfosa yang
melibatkan perubahan komposisi kimia batuan secara nyata, tipe
metamorfosa ini sering disebut juga sebagai metasomatisme.
Huang (1962), menyatakkan bahwa faktor yang menyebabkan terjadinya
metamorfosa adalah perubahan temperatur, tekanan yang adanya aktivitas kimia
fluida atau gas. Perubahan temperatur dapat terjadi oleh karena berbagai macam
sebab antara lain oleh adanya pemanasan akhibat intrusi magmatik dan perubahan
gradien geothermal. Aktivitas kimiawi fluida dan gas yang berada pada jaringan
antar butir batuan mempunyai peran yang penting dalam metamorfosa. Fluida
aktif yang banyak berperan adalah air beserta karbon dioksida, asam hidroklorik
dan hidroflourik. Umumnya fluida dan gas tersebut bertindak sebagai katalis atau
solven serta bersifat membantu reaksi kimia dan penyeimbangan mekanis.
Panas dalam skala kecil juga dapat terjadi akibat adanya gesekan / friksi
selama terjadinya metamorfosa umumnya pada suhu 500 - 5500 C yang ditandai
dengan munculnya mineral-mineral Fe Mg – Carpholite, glaucophane, lawsonite,
paragonite, prehnite atau stilpnomelane. Sedangkan batas terjadinya metamorfosa
sebelum terjadinya pelelehan adalah berkisar 6500-11000 C tergantung jenis
batuan asalnya (Bucher dan Frey, 1994).
Berdasarkan tingkat malihannya, batuan metamorf dibagi menjadi dua
yaitu metamorfosa tingkat rendah (low-grade metamorf) dan metamorfosa tingkat
tinggi (high-grade metamorf). Pada batuan metamorf tingkat rendah jejak
kenampakan batuan asal masih bisa diamati dan penamaannya menggunakan

V-91
awalan meta (sedimen,beku) sedangkan pada batuan metamorf tingkat tinggi jejak
batuan asal sudah tidak tampak, malihan tertinggi membentuk migmatit (batuan
yang sebagian bertekstur malihan dan sebagian lagi bertekstur beku atau igneous)

Gambar 5.2 Batuan Asal yang mengalami Metamorfisme Tingkat Rendah-Medium dan
Tingkat Tinggi (O’Dunn dan Sill, 1986).

5.2. PROSES METEMORFOSA

Metamorfosa adalah proses rekristalisasi dikedalaman kerak bumi (3-20


km) yang keseluruhannya atau sebagian besar terjadi dalam keadaan padat, yakni
tanpa melalui fase cair. Proses metamorfisme kadang-kadang tidak berlangsung
sempurna, sehingga perubahan yang terjadi pada batual asal tidak terlalu besar,
hanya kekompakan pada batuan saja yang bertambah. Proses metamorfisa yang
sempurna menyebabkan karakteristik batuan asal tidak terlihat lagi. Pada kondisi
perubahan yang sangat ekstrim, peningkatan temperatur mendekati titik lebur
batuan, padahal perubahan batuan selama proses metamorfisme harus tetap dalam
keadaan padat.
Agen atau media yang menyebabkan proses metamorfisme adalah panas,
tekanan dan cairan kimia aktif. Ketiga media tersebut dapat bekerja bersama-sama
pada batuan yang mengalami proses metamorfisme, tetapi derajat metamorfisme
dan kontribusi dari tiap agen tersebut berbeda-beda.
Proses metamorfisme meliputi:

a. Panas
Panas merupakan agen metamorfisme yang sangat penting.
Batuan yang terbentuk dekat permukaan bumi akan mengalami

V-92
pemanasan yang tinggi pada waktu diterobos oleh magma. Apabila
panas magma tidak terlalu tinggi, maka proses metamorfisme terjadi.
Pada keadaan yang demikian hanya akan terjadi proses pembakaran
pada batuan yang diterobos yang disebut backing effect.
Seperti yang diketahui bahwa temperatur akan meningkat
dengan meningkatnya kedalaman (gradient geothermal). Pada kerak
bumi bagian atas rata-rata kenaikan temperatur sekitar 300 C per
kilometer. Batuan dekat permukaan bumi juga dapat mengalami
pemindahan tempat ke tempat yang lebih dalam. Proses ini terjadi pada
pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang konvergen, yaitu pada zona
subduksi.
b. Tekanan
Tekanan seperti halnya temperatur akan meningkat dengan
meningkatnya kedalaman. Tekanan ini, seperti tekanan gas, akan sama
besarnya kesegala arah. Tekanan yang terdapat didalam bumi ini
merupakan tekanan tambahan dari tekanan pada batuan oleh
pembebanan batuan diatasnya. Pada keadaan ini batuan akan
mengalami penekanan yang bararah dan pemerasan. Batuan pada
tempat yang dalam akan menjadi plastik waktu mengalami deformasi.
Sebaliknya pada tempat yang dekat dengan bumi, batuan akan
mengalami keretakan pada waktu mengalami deformasi. Hasilnya
batuan yang bersifat rapuh akan hancur dan menjadi material yang lebih
halus.
c. Cairan Kimia Aktif
Larutan kimia aktif umumnya adalah air yang mengandung ion-
ion terlarut juga dapat menyebabkan terjadinya proses metamorfisme.
Perubahan mineral yang dilakukan oleh air yang kaya mineral dan
panas, telah banyak dipelajari diberbagai daerah gunung berapi.
Disepanjang pematang pegunungan lantai samudera, sirkulasi air laut
pada batuan masih panas mengubah mineral pada batuan beku basalt
yang berwarna gelap menjadi mineral-mineral metamorf seperti
serpentin dan talk.

V-93
Tahap- tahan metamorfisme antara lain :
a. Rekristalisasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik (tenaga dari semen-
semen kimia untuk menyusun susunan sendiri), disini terjadi
penyusunan kembaali kristal-kristal dimana elemen-elemen kimia
yang ada sebelumnya telah ada.
b. Reorientasi
Proses ini dibentuk oleh tenaga kristaloblastik, disini
pengorientasian kembali dari susunan kristal-kristal, dan ini akan
berpenggaruh pada tekstur dan struktur yang ada.
c. Pembentukan mineral-mineral baru
Proses ini terjadi dengan penyusunaan kembali elemen-elemen
kimiawi yang sebelumnya telah ada.

Proses metamorfisme membentuk batuan yang sama sekali berbeda


dengan batuan asalnya, baik tekstur maupun komposisi mineral. Mengingat
bahwa kenaikan tekanan atau temperatur akan mengubah mineral bila batas
kestabilannya terlampaui, dan juga hubungan antar butiran atau kristalnya. Proses
metamorfisme tidak mengubah komposisi kimia batuan. Oleh karena itu
disamping faktor tekanan dan temperatur, pembentukan batuan metamorf ini jika
tergantung pada jenis batuan asalnya.

Gambar 5.3 Penampang yang memperlihatkan lokasi Batuan Metamorf (Gillen, 1982).

V-94
5.3. TIPE METAMORFISME

Gambar 5.4 Tipe-tipe Metamorfosa

5.3.1. Metamorfisme Lokal

Metamorfosa lokal merupakan proses metamorfosa yang terjadi pada


daerah yang sempit berkisar antara beberapa meter hingga kilo meter saja.
Jenis metamorf dapat dibedakan menjadi :

a. Metamorfisme Kontak / Termal


Tipe metamorfosa ini faktor yang paling berpengaruh adalah pada
temperatur tinggi, yaitu metamorfosa yang diakibatkan oleh kenaikan
temperatur yang tinggi, dan biasanya jenis ini ditemukan pada kontak
antara tubuh intrusi magma/ekstrusi dengan batuan di sekitarnya
dengan lebar 2 – 3 km. Salah satu contohnya adalah pada zona intrusi
yang dapat menyebabkan pertambahan suhu pada daerah disekitar
intrusi.

Gambar 5.5 Memperlihatkan Kontak Aureole Disekitar Intrusi Batuan Beku


(Gillen, 1982).
V-95
b. Pirometamorfosa / Metamorfosa Optalic /J. Kaustik / Thermal
Metamorfosa ini adalah jenis khusus metamorfosa kontak yang
menunjukkan efek hasil temperatur yang tinggi pada kontak batuan
dengan magma pada kondisi volkanik atau quasi volkanik. Contoh pada
xenolith atau pada zone dike.
c. Metemorfosa Dislokasi / Kataklastik / Dinamo
Metemorfosa kataklastik terjadi pada daerah yang mengalami
deformasi intensif, seperti pada patahan. Proses yang terjadi murni karena
gaya mekanis yang mengakibatkan penggerusan dan sranulasi batuan.
Batuan yang dihasilkan bersifat non-foliasi dan dikenal sebagai fault
breccia, fault gauge, atau milonit.
d. Metamorfosa Hidrothermal / Metasomatisme
Metamorfosa Hidrotermal terjadi akibat adanya perkolasi fluida
atau gas yang panas pada jaringan antar butir atau pada retakan-retakan
batuan sehingga menyebabkan perubahan komposisi mineral dan kimia.
Perubahan juga dipengaruhi oleh adanya confining pressure.

e. Metamorfosa Impact
Metamorfosa Impact terjadi akibat adanya tabrakan hypervelocity
sebuah meteorit. Kisaran waktunya hanya beberapa mikrodetik dan
umumnya ditandai dengan terbentuknya mineral coesite dan stishovite.
Metamorfosa ini erat kaitannya dengan pab\nas bumi (geothermal).
f. Metemorfosa Retrograde / Diaropteris
Metamorfosa Retrogade terjadi akibat adanya penurunan
temperature sehingga kumpulan mineral metamorfosa tingkat tinggi
berubah menjadi kumpulan mineral stabil pada temperature yang lebih
rendah. (Combs, 1961)

V-96
Tabel 5.1 Hubungan Antara Tipe Metamorfisme Dengan Agen Yang
Mempengaruhinya

Tipe Agen Deskripsi


Metamorfisme
Kontak Panas Aureole sekitar intrusi
batuan beku

Burial(terpendam) Panas, tekanan beban Pada dasar batuan


sedimen yang tebal

Dinamik Tekanan langsung Zona Patahan

Regional Panas,tekanan beban,tekanan Daerah yang luas,


langsung dan fluida kimia aktif daerah pembentukan
pegunungan
Retrogresif Tekanan langsung dan fluida Zona gerusan (shear)
kimia aktif
Tumbukan Tekanan dan panas langsung Kawah meteorit

5.3.2. Metamorfisme Regional

Metamorfisme Regional atau disebut juga metamorfosa dianmothermal


merupakan metamorfosa yang terjadi pada daerah yang sangat luas. Metamorfosa
ini dapat dibedakan menjadi:

a. Metamorfosa Orogenic

Metamorfosa ini terjadi pada daerah sabuk orogenik dimana terjadi


proses deformasi yang menyebabkan rekristalisasi. Umumnya batuan
metamorf yang dihasilkan mempunyai butiran mineral yang terorientasi
dan membentuk sabuk yang melampar dari ratusan sampai ribuan

V-97
kilometer. Proses metamorfosa ini memerlukan waktu yang sangat lama
berkisar antara puluhan juta tahun lalu.

b. Metamorfosa Burial
Metamorfosa ini terjadi oleh akibat kenaikan tekanan dan
temperatur pada daerah geosinklin yang mengalami sedimentasi intensif,
kemudian terlipat. Proses yang terjadi adalah rekristalisai dan reaksi antara
mineral dengan fluida.

c. Metamorfosa Dasar Samudra


Metamorfosa ini terjadi akibat adanya perubahan pada kerak
samudera di sekitar punggungan tengah samudera (mid oceanic ridges).
Batuan metamorf yang dihasilkan umumnya berkomposisi basa dan
ultrabasa. Adanya pemanasan air laut menyebabkan mudah terjadinya
reaksi kimia antara batuan dan air laut tersebut.

5.4. DESKRIPSI BATUAN METAMORF

Deskripsi batuan metamorf tidak jauh berbeda dengan jenis batuan lain
yaitu: didasarkan pada warna, tekstur, struktur dan komposisinya. Namun untuk
batuan metamorf ini mmpunyai kekhasan dalam penentuannya yaitu pertama-
tama dilakukan tinjauan apakah termasuk dalam struktur foliasi (ada penjajaran
mineral) atau nonfoliasi (tanpa penjajaran mineral).

V-98
Gambar 5.6 Diagram Alir Untuk Identifikasi Batuan Metamorf Secara Umum (Gillen,
1982).

5.4.1. Struktur Batuan Metamorf


Secara umum stuktur batuan metamorf dapat dbedakan menjadi:

5.4.1.1. Stuktur Foliasi


Struktur foliasi merupakan kenampakan struktur planar pada suatu
masa batuan (butcher dan fey, 1994). Foliasi ini dapat terjadi karena
adanya penjajaran mineral-mineral menjadi lapisan-lapisan, orientasi
butiran (schistosity), permukaan belahan planar (cleavage) atau kombinasi
dari ketiga hal tersebut.
Struktur foliasi yang umum ditemukan adalah :

a. Struktur Slaytycleavage
Dalam struktur ini hampir sama dengan struktur skistosa, hanya
mineral-mineralnya berukuran dan kesan kesejajaran mineralnya halus
sekali (dari mineral lempung). Umumnya ditemukan pada batuan
metamorf berbutir sangat halus (mikrokristalin) yang dicirikan oleh
adanya bidang-bidang belah planar yang sangat rapat, teratur dan sejajar.
Batuannya disebut slate (batu sabak).

V-99
Gambar 5.7 Slate

Gambar 5.8 Struktur Slaytycleavage dan Sketsa Pembentukan Struktur

b. Struktur Filitik (Phlitic)


Struktur Filitik hampir mirip dengan slaty cleavage, hanya
mineralnya dan kesan kesejajarannya sudah mulai agak kasar, terlihat
rekristalisasi yang lebih besar dan mulai terlihat pemisahan mineral pipih
dengan mineral granular. Batuannya disebut phyllite (filit)

Gambar 5.9 Struktur Filit

V-100
c. Struktur Gnesosa (Gneissic)

Gambar 5.10 Gneiss

Struktur Gnesosa merupakan suatu struktur dimana jumlah mineral


yang granular / berbutir relatif lebih banyak dari mineral pipih. Sehingga
kenampakan kesejajaran adalah dari mineral yang granular. Terbentuk
oleh adanya perselingan lapisan penjajaran mineral yang mempunyai
bentuk berbeda, umumnya antara mineral-mineral granular (feldspar dan
kuarsa) dengan mineral-mineral tabular atau prismatik (mineral
ferromagnesium). Penjajaran mineral ini umumnya tidak menerus
melainkan terputus-putus. Batuannya disebut gneiss.

Gambar 5.11 Struktur Gneissic dan Sketsa Pembentukan Struktur

d. Stuktur Skistosa (Schistosity)


Struktur ini terbentuk oleh adanya susunan pararel mineral-mineral
pipih, prismatik atau lentikular yang (umumnya mica atau chlorite) yang
berukuran butir sedang sampai kasar.

V-101
Gambar 5.12 Sekis

5.4.1.2 Struktur Non Foliasi

Struktur Non Foliasi terbentuk oleh mineral-mineral


equidimensional dan umumnya terdiri dari butiran-butiran (granular).
Srtuktur Non Foliasi ummnya dijumpai antara lain :

a. Hornfelsic/ Granalose
Dicirikan oleh adanya butiran-butitan mineral yang seragam.
Terbentuk akibat adanya metamorfosa thermal dan yang dibentuk oleh
mozaic mineral-mineral equidimensional dan equigranular dan umumnya
berbentuk polygonal.
Batuannya disebut hornfels (batu tanduk).

Gambar 5.13 Sruktur Granulose

V-102
b. Mylonitic
Struktur ini hampir sama dengan struktur pilonitik, hanya
butirannya lebih halus lagi, serta dibedakan oleh adanya liniasi dari
belahan permukaan yang berbentuk paralel, dimana struktur ini dihasilkan
oleh adanya penggerusan mekanik pada metamorfosa kataklastik. Ciri
struktur ini adalah mineralnya berbutir halus menunjukkan kenampakan
goresan-goresan searah dan belum terjadi rekristalisasi mineral-mineral
primer.
Batuannya disebut mylonite (milonit).

Gambar 5.14 Struktur Milonitic

c. Cataclastic
Struktur kataklastik adalah struktur yang berkembang oleh adanya
penghancuran terhadap batuan asal yang mengalami metamorfosa dinamo.
Terbentuk oleh pecahan/fragmen batuan atau mineral berukuran kasar dan
umumnya membentuk kenampakan breksiasi. Struktur kataklastik ini
terjadi akibat metamorfosa kataklastik. Batuannya disebut cataclasite
(kataklasit).
d. Phyllonitic
Struktur ini menyerupai milonit tetapi butirannya lebih kasar dan
strukturnya mendekati tipe struktur pada filit (pilonit = filit – milonit)
tetapi umumnya telah terjadi rekristalisasi. Ciri-ciri lainnya adalah

V-103
kenampakan kilap sutera pada batuan yang mempunyai struktur ini.
Batuannya disebut phyllonite (filonit)

5.5. TEKSTUR BATUAN METAMORF

Tekstur merupakan kenampakan batuan yang berdasarkan pada ukuran,


bentuk dan orientasi butir mineral individual penyusun batuan metamorf (Jackson,
1970). Penamaan tekstur batuan metamorf umumnya menggunakan awalan blasto
atau akhiran blastic yang ditambahkan pada istilah dasarnya. Penamaan tekstur
tersebut akan dibahas pada bagian berikut ini.

Gambar 5.15 Tekstur Batuan Metamorf (Compton, 1985).

5.5.1. Tekstur Kristalobastik


Tekstur Kristalobastik merupakan tekstur batuan metamorf yang terbentuk
oleh sebab proses metamorfosa itu sendiri. Tekstur batuan metamorf sudah
mengalami rekritalisasi sehingga tekstur asalnya tidak tampak lagi atau
memperlihatkan kenampakan yang sama sekali baru.

V-104
Dalam penamaannya menggunakan akhiran kata – Blastik.
a. Tekstur Porfiroblastik : sama dengan tekstur porfiritik pada batuan
beku, hanya kristal besarnya disebut porfiroblast.
b. Tekstur Granoblastik : apabila mineral penyusunnya berbentuk
granular, equidimensional, batas mineralnya bersifat sutured (tidak
teratur) dan umumnya kristalnya berbentuk anhedral.
c. Tekstur Lepidoblastik : Tekstur yang didominasi oleh mineral-
mineral pipih dan memperlihatkan orientasi sejajar seperti mineral-
mineral biotit, muscovit dan sebagainya.
d. Tekstur Nematoblastik : apabila mineral penyusunnya berbentuk
prismatik yang sejajar dan terarah.
e. Tekstur Idioblastik : apabila mineralnya didominasi oleh kristal
berbentuk euhedral.
f. Tekstur Xenoblastik : apabila mineralnya didominasi oleh kristal
berbentuk anhedral.

5.5.2. Tekstur Pallimsest / Relict / sisa

Tekstur batuan metamorf yang masih menunjukan sisa tekstur batuan


asalnya atau tekstur batuan asalnya masih tampak pada batuan metamorf tersebut.
Dalam penamaannya menggunakan awalan kata blasto. Contohnya blastoporfiritik
yaitu batuan metamorf yang tekstur porfiritik batuan beku asalnya masih bisa
dikenali. Batuan yang mempunyai kondisi seperti ini disebut batuan metabeku
atau metasedimen.
Tekstur ini meliputi :
a. Tekstur Blastoporfiritik : Tekstur yang memperlihatkan batuan
asal yang porfiritik.
b. Tekstur Blastopsefit : Tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lebih besar dari pasir.
c. Tekstur Blastopsamit : Tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya sama dengan pasir.
d. Tekstur Blastopellit : Tekstur yang memperlihatkan batuan asal
sedimen yang ukuran butirnya lempung.

V-105
5.6. KOMPOSISI MINERAL BATUAN METAMORF

Secara megaskopis sulit untuk mendeskripsi atau menentukan komposisi


batuan metamorf, namun dalam praktikum tetap dituntut untuk dapat menentukan
komposisi mineral batuannya.
Pertumbuhan mineral-mmineral baru atau rekristalisasi dari mineral yang
ada sebelumnya sebagai akhibat perubahan tekanan dan atau temperatur
menghasilkan pembentukan kristal lain yang baik, sedang atau perkembangan sisi
muka yang jelek. Ktistal ini dinamakan idioblastik, hypidioblastik, atau
xenoblastik.
Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf dapat berupa mineral
yang berasal dari batuan asalnya maupun dari mineral baru yang terbentuk akibat
proses metamorfisme sehingga dapat digolongkan menjadi tiga jenis, yaitu
sebagai berikut.
1. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan beku dan batuan
metamorf seperti kuarsa, felspar, muskovit, biotit, hornblende,
piroksen, olivin dan bijih besi.
2. Mineral yang umumnya terdapat pada batuan sedimen dan batuan
metamorf seperti kuarsa, muskovit, mineral-mineral lempung, kalsit
dan dolomit.
3. Mineral indeks batuan metamorf seperti garnet, andalusit, kianit,
silimanit, stautolit, kordierit, epidot dan klorit.
Proses pertumbuhan mineral saat terjadinya metamorfosa pada fase padat
dapat dibedakan menjadi secretionary growth, concentrionary growth dan
replacement (Ramberg, 1952 dalam Jackson, 1970). Secretionary growth
merupakan pertumbuhan kristal hasil reaksi kima fluida yang terdapat pada batuan
yang terbentuk akibat adanya tekanan pada batuan tersebut.
Concentrionary growth adalah proses pendesakan kristal oleh kristal
lainnya untuk membuat ruang pertumbuhan. Sedangkan replacement merupakan
proses penggantian mineral lama oleh mineral baru. Kemampuan mineral untuk

V-106
membuat ruang bagi pertumbuhannya tidak sama satu dengan yang lainnya. Hal
ini dapat ditunjukkan dengan oleh percobaan Becke, 1904 (Jackson, 1970).
Percobaan ini menghasilkan Seri Kristaloblastik yang menunjukkan bahwa
mineral pada seri yang tinggi akan lebih mudah membuat ruang pertumbuhan
dengan mendesak mineral pada seri yang lebih rendah. Mineral dengan kekuatan
kristaloblastik tinggi umumnya besar dan euhedral. Tekanan merupakan faktor
yang mempengaruhi stabilitas mineral pada batuan metamorf (Huang, 1962).
Dalam hal ini dikenal dua golongan mineral yaitu stress mineral dan antistress
mineral. Mineral-mineral tersebut umumnya merupakan penciri batuan yang
terkena deformasi sangat kuat.
1. Mineral Stress
Mineral stress adalah suatu mineral yang stabil dalam kondisi
tekanan (tahan terhadap tekanan) , dimana mineral dapat terbentuk pipih /
tabular, prismatik, maka mineral tersebut akan tumbuh tegak lurus
terhadap arah gaya / stress yang meliputi : Mica, Zeolit, Trenmolit –
aktinolit, Glaukovan, Hornblende, Klorit, Serpentine, Epidote, Sillimenite,
Staurolit, Klanit, Antofilit.
2. Mineral Antistress
Mineral antistress adalah mineral yang terbentuk dalam kondisi
tekanan dan biasanya berbentuk equidimensional, meliputi : Kuarsa, Kalsit
Felspar, Kordierit, Garnet.

5.7. PENAMAAN DAN KLASIFIKASI BATUAN METAMORF

Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk sebagai akibat dari proses
metamorfosa pada batuan yang sudah ada karena perubahan temperatur (T),
tekanan (P), atau Temperatur (T) dan Tekanan (P) secara bersamaan.
Klasifikasian tersebut adalah sebagai berikut, yaitu :

5.7.1. Berdasarkan komposisi kimia


Disini ditinjau terhadap unsur-unsur kimia yang terkandung didalam
batuan metamorf, yang akan mencirikan batuan asal sebelum batuan metamorf
tersebut terbentuk yang dicirikan dengan kelebihan atau kekurangan kandungan
SiO2.

V-107
Berdasarkan komposisi kimianya, maka batuan metamorf terbagi menjadi
lima kelompok, yaitu :
1. Calcic Metamophic Rock
Calcic Metamophic Rock adalah batuan metamorf yang
berasal dari batuan yang bersifat kalsik (kaya unsur Al), umumnya
terdiri dari batu lempung dan serpih. Contoh : batu sabak dan
phylitic.
2. Quartz Feldpathic Rock
Quartz Feldpathic Rock adalah batuan metamorf yang berasal
dari batuan yang kaya akan unsur kuarsa dan felspar, batuan asal
umumnya terdiri dari batu pasir, batuan beku basa dan lain-lain.
Contoh : gneiss.
3.Calcareous Metamorphic Rock
Calcareous Metamorphic Rock adalah batuan metamorf yang
berasal dari batu gamping dan dolomit. Contoh : marmer
(batugamping termetamorfosakan secara kontak maupun regional).
4. Basic Metamorphic Rock
Basic Metamorphic Rock adalah batuan metamorf yang
berasal dari batuan beku basa, semi basa dan menengah. Serta tufa
atau batuan sedimen yang bersifat napalan dengan kandungan unsur-
unsur K, Al, Fe, dan Mg.
5. Magnesian Metamorphic Rock
Magnesian Metamorphic Rock adalah batuan metamorf yang
berasal dari batuan yang kaya akan unsur Mg. Contoh : serpentinit,
skiss, klorite.

5.7.2. Hubungan antara Tekstur dan Struktur Batuan Metamorf


Facies merupakan suatu pengelompokkan mineral-mineral metamorfik
berdasarkan tekanan dan temperatur dalam pembentukannya pada batuan
metamorf. Setiap facies pada batuan metamorf pada umumnya dinamakan
berdasarkan jenis batuan (kumpulan mineral), kesamaan sifat-sifat fisik atau
kimia. Dalam hubungannya, tekstur dan struktur batuan metamorf sangat
dipengaruhi oleh tekanan dan temperatur dalam proses metamorfisme. Dalam

V-108
facies metamorfisme, tekanan dan temperatur merupakan faktor dominan, dimana
semakin tinggi derajat metamorfisme (facies berkembang), struktur akan semakin
berfoliasi dan mineral-mineral metamorfik akan semakin tampak kasar dan besar.

Berikut ini merupakan batuan-batuan metamorf, yaitu :


1. Slate
Slate merupakan batuan metamorf terbentuk dari proses
metamorfosisme batuan sedimen Shale atau Mudstone
(batulempung) pada temperatur dan suhu yang rendah. Memiliki
struktur foliasi (slaty cleavage) dan tersusun atas butir-butir yang
sangat halus (very fine grained).

Gambar 5.8 Slate


2. Filit

Filit merupakan batuan yang terbentuk dari kelanjutan


proses metamorfosisme dari Slate. Ciri khasnya adalah membelah
mengikuti permukaan gelombang.

Gambar 5.8 Filit

V-109
3. Gneiss
Merupakan batuan yang terbentuk dari hasil
metamorfosisme batuan beku dalam temperatur dan tekanan yang
tinggi. Dalam Gneiss dapat diperoleh rekristalisasi dan foliasi dari
kuarsa, feldspar, mika dan amphibole dengan ciri khas adalah kwarsa
dan feldspar nampak berselang-seling dengan lapisan tipis kaya
amphibole dan mika.

Gambar 5.8 Gneiss

4. Sekis
Mineral pada batuan ini umumnya terpisah menjadi berkas-
berkas bergelombang yang diperlihatkan dengan kristal yang
mengkilap. Ciri khas batuan ini adalah foliasi yang kadang
bergelombang, terkadang terdapat kristal garnet.
5. Marmer
Terbentuk ketika batu gamping mendapat tekanan dan panas
sehingga mengalami perubahan dan rekristalisasi kalsit. Utamanya
tersusun dari kalsium karbonat. Marmer bersifat padat, kompak dan
tanpa foliasi.

V-110
Gambar 5. Marmer

6. Kuarsit

Kuarsit adalah suatu batuan metamorf yang keras dan kuat


(lebih keras dibanding glas). Terbentuk ketika batupasir (sandstone)
mendapat tekanan dan temperatur yang tinggi. Ketika batupasir
bermetamorfosis menjadi kuarsit, butir-butir kuarsa mengalami
rekristalisasi,dan biasanya tekstur dan struktur asal pada batupasir
terhapus oleh proses metamorfosis .

Gambar 5. Kuarsit

5.7.4. Dasar Penamaan


Kebanyakan nama batuan metamorf didasarkan pada kenampakan
struktur dan teksturnya. Untuk memperjelas banyak dipergunakan kata
tambahan yang menunjukkan ciri khusus batuan metamorf tersebut,
misalnya keberadaan mineral pencirinya (contohnya sekis, klorit) atau
nama batuan beku yang mempunyai komposisi yang sama (contohnya
granite, gneiss).

V-111
Beberapa nama batuan juga berdasarkan jenis mineral penyusun
utamanya (contohnya kuarsit) atau dapat pula dinamakan berdasarkan
fasies metamorfiknya (misalnya granulit). Selain batuan yang
penamaannya berdasarkan struktur, batuan metamorf lainnya yang banyak
dikenal antara lain :
a. Amphibolit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai
kasar dan mineral utama penyusunnya adalah amfibol (umumnya
hornblende) dan plagioklas. Batuan ini dapat menunjukkan
schystosity bila mineral prismatiknya terorientasi.
b. Eclogit yaitu batuan metamorf dengan besar butir sedang sampai
kasar dan mineral penyusun utamanya adalah piroksen ompasit
(diopsid kaya sodium dan aluminium) dan garnet kaya pyrope.
c. Granulit, yaitu tekstur batuan metamorf dengan tekstur granoblastik
yang tersusun oleh mineral utama kuarsa dan felspar serta sedikit
piroksen dan garnet. Kuarsa dan garnet yang pipih kadang dapat
menunjukkan struktur gneissic.
d. Serpentinit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineralnya
hampir semuanya berupa mineral kelompok serpentin. Kadang
dijumpai mineral tambahan seperti klorit, talk dan karbonat yang
umumnya berwarna hijau.
e. Marmer, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral karbonat
(kalsit atau dolomit) dan umumnya bertekstur granoblastik.
f. Skarn, yaitu marmer yang tidak murni karena mengandung mineral
calc-silikat seperti garnet, epidot. Umumnya terjadi karena
perubahan komposisi batuan disekitar kontak dengan batuan beku.
g. Kuarsit, yaitu batuan metamorf yang mengandung lebih dari 80%
kuarsa.
h. Soapstone, yaitu batuan metamorf dengan komposisi mineral utama
talk.
i. Rodingit, yaitu batuan metamorf dengan komposisi calc-silikat yang
terjadi akibat alterasi metasomatik batuan beku basa didekat batuan
beku ultrabasa yang mengalami serpentinitasi.

V-112
Penamaan batuan metamorf lainnya dapat didasarkan pada :
1. Berdasarkan tekstur dan struktur.
Contoh : batusabak / slate, filit, gneiss, skiss, granulit.
2. Berdasarkan komposisi mineral penyusun yang dominan.
Contoh : kwarsit, aphiboit, marmer.
3. Berdasarkan jenis batuan asal dengan menambahkan kata ”meta”
didepannya.
Contoh : meta batupasir, meta batugamping

Tabel 5.2 Klasifikasi Batuan Metamorf (O’Dunn dan Sill, 1986).

V-113
5.8. ASPEK EKONOMIS BATUAN METAMORF
a. Endapan misotermal atau lode-gold merupakan salah satu tipe endapan
hidrotermal yang terbentuk pada lingkungan batuan metamorf. Endapan ini
dicirikan oleh adanya urat-urat kuarsa emas yang terdapat disekitar batuan
metamorfik. Lode – gold dan endapan emas jenis urat ini merupakan bentuk
dari model endapan bijih yang berada pada suatu sabuk metamorfik yang
secara umum pada seri sabuk fasies bertekanan rendah.
b. Beberapa jenis batuan metamorf banyak digunakan untuk keperluan
ekonomis seperti marmer yang digunakan untuk tegel, pelapis dinding dan
lain-lain.
c. Mineral-mineral yang terdapat pada batuan metamorf banyak dimanfaatkan
untuk berbagai keperluan seperti mika yang digunakan untuk bahan
pembuatan elektronik, garnet sebagai hiasan karena merupakan semi precious
stone.
d. Proses metamorfisme dapat menghasilkan endapan mineral logam yang
dimanfaatkan untuk keperluan industri, seperti hematite, magnetit, spinel,
pirit, kalkopirit, galena dan lain-lain.

V-114
HASIL DESKRIPSI BATUAN METAMORF DI LAB.JURUSAN
T.PERTAMBANGAN

V-115

You might also like