Professional Documents
Culture Documents
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 HIV/AIDS
sel-sel yang ditumpanginya. Melalui proses ini HIV dapat mematikan sel-sel T-4
(IDI, 2008).
gejala penyakit akibat menurunnya sistem kekebalan tubuh oleh HIV. Istilah
AIDS meliputi tidak saja adanya manifestasi gejala klinik yang khusus yaitu
kurang tepat jika disebut sebagai penyakit sebab penyakit yang menyerang sangat
bervariasi. Defenisi yang benar adalah Syndrom atau kumpulan gejala penyakit
(IDI, 2008).
adalah baian dari limfosit yang bertugas melawan kuman, bakteri dan virus.
4
5
3. Pengikatan dan peleburan: virus mengikat pada reseptor CD4 dan salah satu
5. Pemaduan: DNA virus disatukan dengan DNA sel oleh enzim integrase
9. Virus yang belum matang melepaskan diri dari sel yang terinfeksi.
10. Menjadi matang: rantai protein pada bibit virus baru dipoton oleh enzim
tubuh pejamu. Setelah masuk ke dalam tubuh pejamu, HIV terutama akan
menginfeksi CD4 limfosit, juga menginfeksi makrofag, sel dendritik, serta sel
dengan membran sel pejamu dan memungkinkan HIV masuk ke dalam sel.
6
RNA dari HIV kemudian akan membentuk DNA serat ganda oleh enzim
reverse transcriptase. Setelah DNA virus yang dibentuk masuk ke dalam inti
selpejamu dan berintegrasi dengan DNA dari sel pejamu akan ikut mengalami
replikasi pada setiap terjadi proliferasi sel. Setiap hasil replikasi DNA ini
selanjutnya akan menghasilkan virus baru. Kemudian virus baru ini akan
penderita tidak secara langsung menimbulkan gejala klinis AIDS. Ada beberapa
tahapan infeksi HIV sampai timbulnya manifestasi klinis; yaitu tahap infeksi HIV
akut, infeksi HIV asimtomatik (masa laten) yang tidak menimbulkan gejala,
sampai akhirnya timbul tanda-tanda penyakit yang menakutkan pada pasien, yaitu
Sekitar dua sampai enam minggu setelah terinfeksi (biasanya dua minggu),
akan terjadi sindrom retroviral akut. Lebih dari setengah orang yang terinfeksi
HIV akan menunjukkan gejala infeksi primer yang bervariasi seperti demam,
adenopati, faringitis, kelainan kulit, diare, sakit kepala, mual dan muntah,
dan gejala neurologis (nyeri kepala, nyeri belakang kepala, depresi).15-17 Gejala
ini tidak spesifik pada infeksi HIV saja, tetapi juga akan terjadi pada infeksi
7
retrovirus lain. Setelah dua sampai enam minggu gejala dapat menghilang disertai
HIV terhadap pasien menunjukkan hasil negatif, sementara virus sebenarnya telah
ada dalam tubuh hospes. Fase ini disebut periode jendela (window period), yaitu
penderita sudah dapat menularkan HIV kepada orang lain walaupun pemeriksaan
antibodinya menunjukkan hasil negatif. Periode ini dapat berlangsung selama tiga
Terdapat jeda waktu yang panjang pada pasien, yang mana pasien tidak
mengalami manifestasi fisik dari infeksi, tapi tetap anti-HIV positif. Sebagian
besar pengidap HIV berada pada fase laten ini tidak terlihat gejala pada pasien.
Penderita terlihat sehat, dapat melakukan aktivitas secara normal, namun sudah
dapat menularkan virus kepada orang lain.16,17 Jumlah virus di dalam darah dan
jaringan limfoid pasien berada dalam batas rendah dan jumlah CD4 limfosit masih
berada dalam batas normal. Masa laten klinis ini dapat terjadi selama dua minggu
dengan adanya nodus limfe yang berdiameter lebih dari satu sentimeter pada dua
atau beberapa daerah ekstra inguinal selama lebih dari tiga bulan, tetapi tidak
terdapat penyakit atau kondisi lain selain infeksi HIV yang menjelaskan alasan
tubuh yang disebabkan oleh limfopenia sel-T, dan berkurangnya fungsi T-cell
kanker tertentu. Jumlah CD4 pasien sudah berada pada taraf kritis, hingga
Beberapa penyakit yang dapat timbul pada pasien seperti di bawah ini :
1. Penyakit Konstitusional
Gejala-gejala seperti demam atau diare yang persisten selama lebih dari
satu bulan atau penurunan berat badan yang lebih dari 10% dari berat ideal pasien
sebelum sakit, yang tidak terdapat infeksi atau penyakit lain yang dapat
2. Penyakit Neurologi
tanda infeksi HIV lainnya. Pada mulanya pasien akan mengalami kehilangan
memori, sulit berkonsentrasi, menarik diri dari pergaulan sosial, dan letargi.
Tanda awal tersebut sering dianggap sebagai suatu depresi dan biasanya
pada mulanya terlihat dari hilangnya koordinasi, tremor, langkah yang goyah, dan
infeksi yang hebat dan mengancam jiwa pada pasien yang sistem imunnya sudah
rusak akibat HIV. Infeksi oportunistik yang sering dijumpai antara lain
4. Kanker Sekunder
hubungan dengan infeksi HIV merupakan indikator dari hilangnya imunitas sel
sebagai mediator. Infeksi kanker sekunder yang sering terjadi adalah Sarkoma
dapat berperan pada infeksi HIV dan merupakan indikator dari cacat pada
imunitas sel sebagai mediator pasien, simtom yang berhubungan dengan infeksi
penyakit infeksi sekunder dan neoplasma lain yang tidak tercantum di atas.
Asimtomatik 1
Ringan 2
Sedang 3
Berat 4
3. Stadium Klinis WHO untuk Bayi dan Anak yang Terinfeksi HIV
10
Stadium klinis 1
Asimtomatik
Stadium klinis 2
Angular cheilitis
Herpes zoster
Infeksi saluran napas atas kronik atau berulang (otitis media, otorrhoea, sinusitis,
tonsillitis )
Stadium klinis 3
Malnutrisi sedang yang tidak dapat dijelaskan, tidak berespons secara adekuat
Diare persisten yang tidak dapat dijelaskan (14 hari atau lebih ) a
Demam persisten yang tidak dapat dijelaskan (lebih dari 37.5o C intermiten atau
TB kelenjar
TB Paru
Stadium klinis 4b
Malnutrisi, wasting dan stunting berat yang tidak dapat dijelaskan dan tidak
Pneumonia pneumosistis
Infeksi herpes simplex kronik (orolabial atau kutaneus > 1 bulan atau viseralis di
lokasi manapun)
TB ekstrapulmonar
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati HIV
Infeksi sitomegalovirus (CMV), retinitis atau infeksi CMV pada organ lain, dengan
12
Isosporiasis kronik
Virus HIV terdapat dalam sebagian cairan tubuh, diantaranya: Darah, Air
mani, Cairan vagina, dan Air susu ibu (ASI).Virus HIV biasanya menular melalui:
HIV dapat ditularkan melalui seks penetratif yang tidak terlindungi. Sangat
umumnya tinggi. Penularan melalui seks anal dilaporkan memiliki risiko 10 kali
lebih tinggi dari seks vaginal. Seseorang dengan infeksi menular seksual (IMS)
yang tidak diobati, khususnya yang berkaitan dengan tukak/luka dan duh (cairan
yang keluar dari tubuh) memiliki rata-rata 6-10 kali lebih tinggi kemungkinan
untuk menularkan atau terjangkit HIV selama hubungan seksual. Dalam hal
penularan HIV, seks oral dipandang sebagai kegiatan yang rendah risiko. Risiko
13
dapat meningkat bila terdapat luka atau tukak di sekitar mulut dan jika ejakulasi
memakai jarum atau semprit secara bergantian merupakan cara penularan HIV
yang sangat efisien. Risiko penularan dapat diturunkan secara berarti di kalangan
pengguna narkoba suntikan dengan penggunaan jarum dan semprit baru yang
sekali pakai, atau dengan melakukan sterilisasi jarum yang tepat sebelum
HIV dapat ditularkan ke anak selama masa kehamilan, pada proses persalinan,
dan saat menyusui. Pada umumnya, terdapat 15-30% risiko penularan dari ibu ke
anak sebelum dan sesudah kelahiran. Sejumlah faktor dapat mempengaruhi risiko
infeksi, khususnya jumlah virus (viral load) dari ibu pada saat kelahiran (semakin
tinggi jumlah virus, semakin tinggi pula risikonya.). Penularan dari ibu ke anak
setelah kelahiran dapat juga terjadi melalui pemberian air susu ibu.
produk darah yang terkontaminasi ternyata lebih tinggi (lebih dari 90%).
darah dan produk- produk darah yang aman, memadai dan berkualitas baik bagi
14
semua pasien yang memerlukan transfusi. Keamanan darah meliputi skrining atas
semua darah yang didonorkan guna mengecek HIV dan patogen lain yang dibawa
Biasakan mempunyai sikat gigi dan pisau cukur sendiri, karena selain untuk
kebersihan pribadi, jika terdapat darah akan ada risiko penularan dengan virus lain
yang diangkut aliran darah (seperti hepatitis), bukan hanya HIV. Virus HIV tidak
peralatan rumah tangga seperti alat makan, telepon, kamar mandi, WC, kamar
fasilitas umum misalnya kolam renang, WC umum, sauna. HIV tidak dapat
menular melalui udara. Virus ini juga cepat mati jika berada di luar tubuh. Virus
ini dapat dibunuh jika cairan tubuh yang mengandungnya dibersihkan dengan
cairan pemutih (bleach) seperti Bayclin atau Chlorox, atau dengan sabun dan air.
HIV tidak dapat diserap oleh kulit yang tidak luka (Soekidjo, 2003).
ANUG adalah umum pada pasien HIV. Ditandai oleh gusi yang mendadak
sakit, merah padam, bengkak, berdarah dan bau mulut. Papila-papila interdental
b. Gingivitis HIV
15
Ditandai oleh eritema gusi kronis yang terjadi setara pada maksila dan
mandibula, biarpun tidak ada faktor lokal yang jelas. Pada awalnya timbu;
petechiae multifokal yang kecil, merah,brebentuk titik-titik pada gusi yang cekat.
c. Periodontitis HIV
hilanngya kecekatan periodontal dalam beberapa hari saja. Pada awalnya terjadi
pada periodontal anterior lalu menjalar ke osterior. Infeksi bakteri ini ditandai
oleh sakit dan perdarahan gusi spontan, edema gusi yang berat, resesi gusi yang
(Puspita, 2012).
a. Kandidiasis eritematosa
dan atau di daerah palatum durum atau palatum molle. Pasien datang dengan
keluhan rasa terbakar di mulutseperti saat makan makanan yang asin atau
berbumbu
b. Kandidiasis pseudomembranosa
eipstein Barr), terdapat dalam jumlah besar di dalam penyakit mulut yang diderita
pasien AIDS.
a. Infeksi HSV
Biasanya terlihat pada bibir sebagai herpes labialis atau dalam mulut pada
zoster sebagai infeksi yang diaktifkankembali. Dalam infeksi HIV, herpes zoster
c. Sitomegalovirus
pada anak-anak dengan AIDS. Virus tersebut memiliki predileksi intuk jaringan
jelenjar saliva dan HIV meliputi pembengkakakn kelenjar parotis unilateral dan
dan permukaan ventral. Lesi bisa berbagai ukuran dan bisa terlihat seperti striae
17
Lesi ini muncul pada mukosa rongga mulut terutama pada mukosa palatal
dan gingival. Dalam infeksi HIV, lesi ini lebih sering ditemukan pada pria.
mulut, tidak sakit,tidak memucat saat dipalpasi. Lesi ini berkembang menjadi
nodul dan membingungkan antara kelainan pada mulut yang berhubungan dengan
bertujuan untuk mendeteksi dan mengukur kadar immunoglobulin ( IgG tipe 1-4,
IgA, IgM, IgD ). Sebagai respon terhadap adanya HIV dapat dilakukan dengan
1. Enzim linked immunosorbent assay ( Elisa ), hasil positif berarti terjadi ikatan
antigen dan antibody HIV pada serum dan berarti anti-HIV positif.
6. Polymerase chain reaction ( PCR ) mendeteksi fragmen DNA dan RNA vital
sekali pakai untuk mendeteksi anti body HIV virus type 1 dan 2 pada cairan
rongga mulut.
Terapi Antiretroviral (ARV). Pemberian ARV telah menyebabkan kondisi kesehatan ODHA
menjadi jauh lebih baik. Obat ARV terdiri dari beberapa golongan seperti
semua pasien yang telah menunjukkan gejala yangtermasuk dalam kriteria diagnosis
AIDS, atau menunjukkan gejala yang sangat berat, tanpa melihat jumlah limfosit CD4+.
Obat ini direkomendasikan pada pasien asimptomatik dengan limfosit CD4+ kurang dari
CD4+ lebih dari 350sel/mm3danviral load lebih dari 100.000 kopi/ml terapi ARV
dapat dimulai, namun dapat pula ditunda. Terapi ARV tidak dianjurkan dimulai pada
pasiendengan limfosit CD4+ lebih dari 350 sel/mm3 dan viral load kurang dari
19
juga diberikan pada beberapa kondisi khusus seperti pengobatan profilaksis pada
orang yang terpapar dengan cairan tubuh yangmengandung virus HIV (postex posure
1. Uji Imunologi
linked immunosorbent assay (ELISAs) sebaik tesserologi cepat (rapid test). Uji
a. Deteksiantibodi HIV
Pemeriksaan ini dilakukan pada pasien yang diduga telah terinfeksi HIV.
ELISA dengan hasil reaktif (positif) harus diulang dengan sampel darah yang
sama, dan hasilnya dikonfirmasikan dengan Western Blot atau IFA (Indirect
20
tes konfirmasi lanjutan, walaupun pada pasien yang terinfeksi pada masa jendela
(window period), tetapi harus ditindak lanjuti dengan dilakukan ujivirologi pada
dalam 6 (enam) minggu pertama dari infeksi, termasuk semua tanda-tanda klinik
dan gejala dari sindrom retroviral yang akut. Positif palsu dapat terjadi pada
individu yang telah diimunisasi atau kelainan autoimune, wanita hamil, dan
transfer maternal imunoglobulin G (IgG) antibody anak baru lahir dari ibu yang
terinfeksi HIV-1. Oleh karena itu hasil positif ELISA pada seorang anak usia
kurang dari 18 bulan harus di konfirmasi melalui uji virologi (tes virus), sebelum
b. Rapid test
mengkonfirmasi hasil rapid tes dan semua hasil rapid tes reaktif harus
c. Western blot
Digunakan untuk konfirmasi hasil reaktif ELISA atau hasil serologi rapidtes
sebagai hasil yang benar-benar positif. Uji Western blot menemukan keberadaan
blot dilakukan hanya sebagai konfirmasi pada hasil skrining berulang (ELISA
21
atau rapid tes). Hasilnegative Western blot menunjukkan bahwa hasil positif
ELISA atau rapid tes dinyatakan sebagai hasi lpositif palsu dan pasien tidak
Uji ini sederhana untuk dilakukan dan waktu yang dibutuhkan lebih sedikit dan
sedikit lebih mahal dari uji Western blot. Antibodi Ig di label dengan
besarsel target HIV pada manusia. Kecepatan penurunan CD4 telah terbukti dapat
2.Uji Virologi
Tes virologi untuk diagnosis infeksi HIV-1 meliputi kultur virus, tes
amplifikasi asam nukleat / nucleic acid amplification test (NAATs) , test untuk
menemukan asam nukleat HIV-1 seperti DNA arau RNA HIV-1 dan test untuk
komponen virus (seperti uji untuk protein kapsid virus (antigen p24)) (Read,
2007).
a. Kultur HIV
22
HIV dapat dibiakkan dari limfosit darah tepi, titer virus lebih tinggi dalam
plasma dan sel darah tepi penderita AIDS. Pertumbuhan virus terdeteksi dengan
menguji cairan supernatan biakan setelah 7-14 hari untuk aktivitas reverse
Protein virus p24 berada dalam bentuk terikat dengan antibodi p24 atau dalam
keadaan bebas dalam aliran darah indivudu yang terinfeksi HIV-1. Pada
umumnya uji antigen p24 jarang digunakan dibanding teknik amplifikasi RNA
atau DNA HIV karena kurang sensitif. Sensitivitas pengujian meningkat dengan
peningkatan teknik yang digunakan untuk memisahkan antigen p24 dari antibodi
Tes viral load adalah tes untuk mengukur jumlah virus HIV dalam darah. Ada
virus. Penanda diukur dan dipakai untuk menghitung jumlah virus. Tes jenis
cahaya dengan contoh darah. Bahan ini mengikat pada bibit HIV. Jumlah
cahaya diukur dan dijadikan jumlah virus. Tes jenis ini dibuat oleh Bayer.
protein virus agar dapat dihitung. Tes jenis ini dibuat oleh bioMerieux.
23
sama. Karena hasil tes berbeda, kita sebaiknya tetap memakai jenis tes yang sama
untuk memantau kecenderungan viral load. Catatan: Tampaknya semua tes viral
Membayangkan jadi dokter gigi itu berbahaya,untuk itu kita harus berhati-
hati apalagi dengan AIDS. Setelah gejala klinis dimulut diketahui, maka perlu
diambil upaya pencegahan penyebaran penyakit ini melalui praktek dokter gigi,
sebab ketakutan terkena infeksi AIDS telah melanda kalangan dokter gigi, pasien
penularan infeksi HIV pada praktek dokter gigi masih dilakukan seperti upaya
1. Penjaringan Pasien
Dalam hal ini harus disadari bahwa tidak semua pasien dengan penyakit
infeksi dapat terjaring dengan rekam medik sehingga system penjaringan pasien
precaution pertama kali dianjurkan oleh Centers For disease Control (CDC) pada
HIV.
2. Perlindungan diri
24
kaca mata, dan mantel kerja. Prosedur cuci tangan dilakukan dengan sabun
antiseptik di bawah air mengalir. Persyaratan yang harus dipenuhi sarung tangan
adalah bdasar tidak mengiritasi tangan, tahan bocor, dan memberikan kepekaan
yang tinggi bagi pemakainya. Cadar berfungsi untuk melindungi mukosa hidung
dan kontaminasi percikan saliva dan darah pada mata karena conjunctiva mata
merupakan salah satu port entry sebagian besar infeksi virus. Sedangkan mantel
kerja dianjurkan digunakan sewaktu melayani pasien yang setiap saat terkancing
baik.
3. Dekontaminasi Peralatan
dibawah tekana (autklav), pemanasan kering (oven udara panas), air mendidih dan
atau pegangan laci dan lampu). Meja kerja, tombol-tombol, selang as[pirator,
tabung, botol material dan pegangan lampu unit harus diulas dengan klorheksidin
0,5% dalam alcohol atau hipoklorit 1000 bagian perjuta (bpj) dari klorida yang
tersedia, dalam setiap sesi atau setiap pergantian pasien. Piston harus dicuci dan
25
debris dari pelastik penyaring dibersihkan setiap selesai satu pasien. Selang
aspirator sebaiknya memakai yang sekali pakai. Bila ada noda darah, cairan tubuh
mengandung 10.000 bjp dari klorida yang tersedia dan kemudian dibersihkan
dengan lap sekali pakai. Larutan harus dibiarkan pada permukaan yang akan
dibersihkan minimal selama tiga menit, kemudian larutan tersebut dilap, serta
membuktikan bahwa resiko terbesar bagi operator bila ia bekerja pada posisi
Yang dimaksud dengan limbah klinik adlah semua bahan yang menular
atau kemungkinan besar menular atau zat-zat yang berbahaya yang berasal dari
dibakar, atau ditanam untuk jenis tertentiu. Limbah klinik seperti jarum
setelah dipakai langsung dibuang dalam wadah tanpa memasang kembali penutup
jarum, hal ini untuk menghindari tertusuknya tangan oleh jarum tersebut. imbah
darah, adalah yang paling potensial mengandung HIV, maka bila ada limbah
darah misalnya kapas dengan darah, ekstraksi jaringan atau gigi jatuh ke lantai
dengan lap atau tissue kertas kemudian lap atau tissuedan daerah tumpahan
dituangkan larutan hipoklorit 10.000 bpj. Setelah 10 menit atau lebih, bilas tempat
tersebut (Trijatmo,1992).