You are on page 1of 21

LAPORAN PENDAHULUAN

KEGAWATDARURATAN PASIEN DENGAN


KEJANG DEMAM

Oleh:
RAHMIYANTI
NIM. PO714201151039

CL LAHAN CL INSTITUSI

POLTEKKES KEMENKES MAKASSAR


PRODI D IV KEPERAWATAN
2018
I. Konsep Dasar Teori Kejang Demam
A. Defenisi
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38°C). Kondisi yang menyebabkan kejang demam
antara lain : infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono & Sukarmin, 2009).
Kejang demam (kejang tonik-tonik demam) adalah bangkitan kejang yang
terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu mencapai >380c.Kejang demam dapat
terjadi karena proses intrakranial maupun ekstrakranial.Kejang demam terjadi
pada 2-4 % populasi anak berumur 6 bulan s/d 5 tahun.Paling sering pada anak
usia 17-23 bulan.
B. Klasifikasi
Kejang demam dibagi menjadi 2 golongan. Terdapat perbedaan kecil dalam
penggolongan tersebut, menyangkut jenis kejang, tingginya demam, usia
penderita, lamanya kejang berlangsung, gambaran rekaman otak, dan lainnya
(Lumbantobing, 2004).

1. Kejang demam sederhana (simple febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang


demam sederhana antara lain :
a. Berlangsung singkat (< 15 menit)
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang tonik dan atau klonik.
c. Kejang hanya terjadi sekali / tidak berulang dalam 24 jam.
2. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure) Adapun ciri-ciri kejang
demam kompleks antara lain :
a. Berlangsung lama (> 15 menit).
b. Menunjukkan tanda-tanda kejang fokal yaitu kejang yang hanya
melibatkan salah satu bagian tubuh.
c. Kejang berulang/multipel atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam.
d. Kejang tonik yaitu serangan berupa kejang/kaku seluruh tubuh. Kejang
klonik yaitu gerakan menyentak tiba-tiba pada sebagian anggota tubuh.
C. Etiologi
Etiologi dari kejang demam masih tidak diketahui. Namun pada sebagian
besar anak dipicu oleh tingginya suhu tubuh bukan kecepatan peningkatan suhu
tubuh. Biasanya suhu demam diatas 38,8oC dan terjadi disaat suhu tubuh naik dan
bukan pada saat setelah terjadinya kenaikan suhu tubuh (Dona Wong L, 2008).
Bangkitan kejang pada bayi dan anak disebabkan oleh kenaikan suhu badan
yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi diluar susunan syaraf pusat
misalnya tonsilitis, ostitis media akut, bronkitis(Judha & Rahil, 2011).Kondisi
yang dapat menyebabkan kejang demam antara lain infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial sperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis (Riyadi, Sujono
& Sukarmin, 2009).
Demam merupakan faktor pencetus terjadinya kejang demam pada anak.
Demam sering disebabkan oleh berbagai penyakit infeksi seperti infeksi saluran
pernafasan akut, otitis media akut, gastroenteritis, bronkitis, infeksi saluran kemih,
dan lain-lain. Setiap anak memiliki ambang kejang yang berbeda. Kejang tidak
selalu timbul pada suhu yang paling tinggi. Pada anak dengan ambang kejang
yang rendah, serangan kejang telah terjadi pada suhu 38°C bahkan kurang,
sedangkan padaanak dengan ambang kejang tinggi, serangan kejang baru terjadi
pada suhu 40°C bahkan lebih.
Beberapa faktor yang berperan menyebabkan kejang demam antara lain
adalah demam, demam setelah imunisasi DPT dan morbili, efek toksin dari
mikroorganisme, respon alergik atau keadaan imun yang abnormal akibat infeksi,
perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit (Dewanto et al, 2009).
Faktor risiko berulangnya kejang demam adalah (IDAI, 2009)
1. Riwayat kejang demam dalam keluarga
2. Usia kurang dari 18 bulan
3. Temperatur tubuh saat kejang. Makin rendah temperatur saat kejang makin
sering berulang
4. Lamanya demam.
5. Adapun faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah (IDAI, 2009)
6. Adanya gangguan perkembangan neurologis
7. kejang demam kompleks
8. riwayat epilepsi dalam keluarga
9. lamanya demam

D. Patofisiologi
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi di pecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion K+ dan sangat sulit
dilalui oleh ion Na+ dan elektrolit lainya kecuali ion Cl-. Akibatnya konsentrasi
ion kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedang di luar
sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang
disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial
membran di perlukan energi dan bantuan enzim NA-K ATP-ase yang terdapat
pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraseluler. Rangsangan yang datang mendadak
misalnya mekanisme, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya.
Perubahanpatofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan.Pada
keadaan demam kenaikan suhu 1°C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme
basal 10 sampai 15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada anak 3
tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang
dewasa yang hanya 15%.Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat mengubah
keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi
difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan listrik.
Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh
sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter” dan
terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama biasanya disertai apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang
akhirnya terjadi hiposemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anerobik, hipotensi, artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur
dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot
dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat (Judha & Rahil, 2011).
Infeksi yang terjadi pada jaringan di luar kranial seperti tonsilitis, otitis
media akut, bronkitis penyebab terbanyak adalah bakteri yang bersifat toksik.
Toksik yang dihasilkan oleh mikroorganisme dapat menyebar keseluruh tubuh
melalui hematogen maupun limfogen.
Penyebaran toksik ke seluruh tubuh akan direspon oleh hipotalamus dengan
menaikkan pengaturan suhu di hipotalamus sebagai tanda tubuhmengalami
bahaya secara sistemik. Naiknya pengaturan suhu di hipotalamus akan
merangsang kenaikan suhu di bagian tubuh yang lain seperti otot, kulit sehingga
terjadi peningkatan kontraksi otot.
Naiknya suhu di hipotalamus, otot, kulit jaringan tubuh yang lain akan
disertai pengeluaran mediator kimia seperti epinefrin dan prostaglandin.
Pengeluaran mediator kimia ini dapat merangsang peningkatan potensial aksi
pada neuron . Peningkatan potensial inilah yang merangsang perpindahan ion
natrium, ion kalium dengan cepat dari luar sel menuju ke dalam sel. Peristiwa
inilah yang diduga dapat menaikkan fase depolarisasi neuron dengan cepat
sehingga timbul kejang.
Serangan cepat itulah yang dapat menjadikan anak mengalami penurunan
kesadaran, otot ekstremitas maupun bronkus juga dapat mengalami spasma
sehingga anak beresiko terhadap injuri dan kelangsungan jalan nafas oleh
penutupan lidah dan spasma bronkus (Price, 2005).

E. Tanda Dan Gejala


Menurut, Riyadi, Sujono & Sukarmin (2009), manifestasi klinik yang
muncul pada penderita kejang demam :
1. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
2. Timbulnya kejang yang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau kinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
3. Saat kejang anak tidak berespon terhadap rangsangan seperti panggilan, cahaya
(penurunan kesadaran)
Selain itu pedoman mendiagnosis kejang demam menurut Livingstone juga
dapat kita jadikan pedoman untuk menetukan manifestasi klinik kejang demam.
Ada 7 kriteria antara lain:
1. Umur anak saat kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun.
2. Kejang hanya berlangsung tidak lebih dari 15 menit.
3. Kejang bersifat umum (tidak pada satu bagian tubuh seperti pada otot rahang
saja).
4. Kejang timbul 16 jam pertama setelah timbulnya demam.
5. Pemeriksaan sistem persarafan sebelum dan setelah kejang tidak ada kelainan.
6. Pemeriksaan elektro Enchephalography dalam kurun waktu 1 minggu atau
lebih setelah suhu normal tidak dijumpai kelainan
7. Frekuensi kejang dalam waktu 1 tahun tidak lebih dari 4 kali.
Serangan kejang biasanya terjadi 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung
singkat dengan sifat kejang dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal
atau kinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Begitu kejang berhenti anak
tidak memberi reaksi apapun sejenak tapi setelah beberapa detik atau menit
anak akan sadar tanpa ada kelainan saraf.(Judha & Rahil, 2011)

F. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaannya meliputi:
1. Cairan cerebo spinal:mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda
infeksi,pendarahan penyebab kejang
2. X Ray:untuk mengidentifikasi adanya proses desak ruang dan adanya lesi
3. EEG: teknik untuk menekan aktivitas listrik otak melalui tengkorak yang utuh
untuk mengetahui fokus aktivitas kejang,hasil biasanya normal.
4. CT Scan: untuk mengidentifikasi lesi cerebral infark hematoma,cerebral
oedema,trauma,abses,tumor dengan atau tanpa kontras.
5. Laboratorium
Darah tepiu,lengkap (Hb,leukosit,trombosit) mengetahui sejak dini apabila ada
komplikasi dan penyakit kejang demam.
G. Penatalaksanaan Medis
1. Pengobatan Saat Terjadi Kejang Demam
Dalam penanganan kejang demam, orang tua harus mengupayakan diri
setenang mungkin dalam mengobservasi anak. Beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah sebagai berikut :
Ø Baringkan klien pada tempat yang rata dan jangan melawan gerakan klien saat
kejang
Ø Bila klien muntah miringkan klien untuk mencegah aspirasi ludah atau
muntahan.
Ø Bebaskan jalan nafas dengan segera :
- Buka seluruh pakaian klien
- Pasang spatel atau gudel/mayo (sesuaikan ukuran pada anak)
- Bersihkan jalan nafas dari lendir dengan suction atau manual dengan cara
finger sweep dan posisikan kepala head tilt-chin lift (jangan menahan bila
sedang dalam keadaan kejang)
Ø Oksigenasi segera secukupnya
Ø Observasi ketat tanda-tanda vital
Ø Kolaborasikan segera pemberian therapy untuk segera menghentikan kejang
penatalaksanaan yang dilakukan saat pasien dirumah sakit antara lain:
a. Saat timbul kejang maka penderita diberikan diazepam intravena secara
perlahan dengan panduan dosis untuk berat badan yang kurang dari 10 kg
dosisnya 0,5-0,75 mg/kg BB, diatas 20 kg 0,5 mg/kg BB. Dosis rata-rata
yang diberikan adalah 0,3 mg/kg BB/ kali pemberian dengan maksimal
dosis pemberian 5 mg pada anak kurang dari 5 tahun dan maksimal 10
mg pada anak yang berumur lebih dari 5 tahun. Pemberian tidak boleh
melebihi 50 mg persuntikan. Setelah pemberian pertama diberikan masih
timbul kejang 15 menit kemudian dapat diberikan injeksi diazepam
secara intravena dengan dosis yang sama. Apabila masih kejang maka
ditunggu 15 menit lagi kemudian diberikan injeksi diazepam ketiga
dengan dosis yang sama secara intramuskuler.
b. Pembebasan jalan napas dengan cara kepala dalam posisi hiperekstensi
miring, pakaian dilonggarkan, dan pengisapan lendir. Bila tidak membaik
dapat dilakukan intubasi endotrakeal atau trakeostomi.
c. Pemberian oksigen, untuk membantu kecukupan perfusi jaringan.
d. Pemberian cairan intravena untuk mencukupi kebutuhan dan
memudahkan dalam pemberian terapi intravena. Dalam pemberian cairan
intravena pemantauan intake dan output cairan selama 24 jamperlu
dilakukan, karena pada penderita yang beresiko terjadinya peningkatan
tekanan intrakranial kelebihan cairan dapat memperberat penurunan
kesadaran pasien. Selain itu pada pasien dengan peningkatan intraklanial
juga pemberian cairan yang mengandung natrium perlu dihindari.
e. Pemberian kompres hangat untuk membantu suhu tubuh dengan metode
konduksi yaitu perpindahan panas dari derajat tinggi (suhu tubuh) ke
benda yang mempunyai derajat yang lebih rendah (kain kompres).
Kompres diletakkan pada jaringan penghantar panas yang banyak seperti
kelenjar limfe di ketiak, leher, lipatan paha, serta area pembuluh darah
yang besar seperti di leher. Tindakan ini dapat dikombinasikan dengan
pemberian antipiretik seperti prometazon 4-6 mg/kg BB/hari (terbagi
dalam 3 kali pemberian).
f. Apabila terjadi peningkatan tekanan intrakranial maka perlu diberikan
obat-obatan untuk mengurang edema otak seperti dektametason 0,5-1
ampul setiap 6 jam sampai keadaan membaik.Posisi kepala hiperekstensi
tetapi lebih tinggi dari anggota tubuh yang lain dengan craa menaikan
tempat tidur bagian kepala lebih tinggi kurang kebih 15° (posisi tubuh
pada garis lurus)
g. Untuk pengobatan rumatan setelah pasien terbebas dari kejang pasca
pemberian diazepam, maka perlu diberikan obat fenobarbital dengan
dosis awal 30 mg pada neonatus, 50 mg pada anak usia 1 bulan-1tahun,
75 mg pada anak usia 1 tahun keatas dengan tehnik pemberian
intramuskuler. Setelah itu diberikan obat rumatan fenobarbital dengan
dosis pertama 8-10 mg/kg BB /hari (terbagi dalam 2 kali pemberian) hari
berikutnya 4-5 mg/kg BB/hari yang terbagi dalam 2 kali pemberian.
h. Pengobatan penyebab.
Karena yang menjadi penyebab timbulnya kejang adalah kenaikan suhu
tubuh akibat infeksi seperti di telinga, saluran pernapasan, tonsil maka
pemeriksaan seperti angka leukosit, foto rongent, pemeriksaan penunjang
lain untuk mengetahui jenis mikroorganisme yang menjadi penyebab
infeksi sangat perlu dilakukan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memilih
jenis antibiotik yang cocok diberikan pada pasien anak dengan kejang
demam.

2. Setelah Kejang Demam Berhenti


Bila kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan
dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk mencegah
terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
a. Antipiretik
Paracetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB diberikan 4 kali atau tiap
6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping berupa
hiperhidrosis. Ibuprofen 10 mg/kgBB diberikan 3 kali (8 jam).
b. Antikonvulsan
Berikan diazepam oral dosis 0,3-0,5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam untuk menurunkan resiko berulangnya kejang atau diazepam
rectal dosis 0,5 mg/kgBB sebanyak 3 kali per hari.

H. Komplikasi
Gangguan-gangguan yang dapat terjadi akibat dari kejang demam anak
antara lain:
1. Kejang Demam Berulang.
Kejang demam berulang adalah kejang demam yang timbul pada lebih dari
satu episode demam. Beberapa hal yang merupakan faktor risiko berulangnya
kejang demam yaitu :
a. Usia anak < 15 bulan pada saat kejang demam pertama
b. Riwayat kejang demam dalam keluarga
c. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam
d. Riwayat demam yang sering
e. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
2. Kerusakan Neuron Otak.
Kejang yang berlangsung lama (>15 menit) biasanya disertai dengan apnea,
meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot yang akhirnya
menyebabkan hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat karena metabolisme
anaerobik, hipotensi arterial, denyut jantung yang tak teratur, serta suhu tubuh
yang makin meningkat sejalan dengan meningkatnya aktivitas otot sehingga
meningkatkan metabolisme otak. Proses di atas merupakan faktor penyebab
terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsung kejang lama. Faktor
terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mengakibatkan kerusakan neuron otak.

3. Retardasi Mental, terjadi akibat kerusakan otak yang parah dan tidak
mendapatkan pengobatan yang adekuat.
4. Epilepsi, terjadi karena kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah
mendapat serangan kejang yang berlangsung lama. Ada 3 faktor risiko yang
menyebabkan kejang demam menjadi epilepsi dikemudian hari, yaitu :
a. Riwayat epilepsi pada orangtua atau saudara kandung.
b. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang
demam pertama.
c. Kejang demam pertama merupakan kejang demam kompleks.
Menurut American National Collaborative Perinatal Project, 1,6% dari
semua anak yang menderita kejang demam akan berkembang menjadi epilepsi,
10% dari semua anak yang menderita kejang demam yang mempunyai dua atau
tiga faktor risiko di atas akan berkembang menjadi epilepsi.

5. Hemiparesis, yaitu kelumpuhan atau kelemahan otot-otot lengan, tungkai serta


wajah pada salah satu sisi tubuh. Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami
kejang lama (kejang demam kompleks). Mula-mula kelumpuhan bersifat flaksid,
setelah 2 minggu timbul spasitas.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Survey Primer
Primary survey menyediakan evaluasi yang sistematis, pendeteksian dan
manajemen segera terhadap komplikasi akibat trauma parah yang mengancam
kehidupan. Tujuan dari Primary survey adalah untuk mengidentifikasi dan
memperbaiki dengan segera masalah yang mengancam kehidupan. Prioritas yang
dilakukan pada primary survey antara lain (Fulde, 2009) :
a. Airway maintenance dengan cervical spine protection
b. Breathing dan oxygenation
c. Circulation dan kontrol perdarahan eksternal
d. Disability-pemeriksaan neurologis singkat
e. Exposure dengan kontrol lingkungan
Primary survey dilakukan melalui beberapa tahapan, antara lain :
A : Airway ( jalan nafas ) karena pada kasus kejang demam Inpuls-inpuls radang
dihantarkan ke hipotalamus yang merupakan pusat pengatur suhu tubuh
Hipotalamus menginterpretasikan impuls menjadi demam Demam yang terlalu
tinggi merangsang kerja syaraf jaringan otak secara berlebihan , sehingga jaringan
otak tidak dapat lagi mengkoordinasi persyarafan-persyarafan pada anggota gerak
tubuh. wajah yang membiru, lengan dan kakinya tesentak-sentak tak terkendali
selama beberapa waktu. Gejala ini hanya berlangsung beberapa detik, tetapi akibat
yang ditimbulkannya dapat membahayakan keselamatan anak balita. Akibat
langsung yang timbul apabila terjadi kejang demam adalah gerakan mulut dan
lidah tidak terkontrol. Lidah dapat seketika tergigit, dan atau berbalik arah lalu
menyumbat saluran pernapasan.
Diagnosa:
- Ketidakefektifan bersihan jalan nafas bd spasme jalan nafas
- Risiko aspirasi bd penurunan reflek menelan
Tindakan yang dilakukan :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan oksigen.
Evaluasi :
- Inefektifan jalan nafas tidak terjadi
- Jalan nafas bersih dari sumbatan
- RR dalam batas normal
- Suara nafas vesikuler

B : Breathing (pola nafas) karena pada kejang yang berlangsung lama misalnya
lebih 15 menit biasanya disertai apnea, Na meningkat, kebutuhan O2 dan
energi meningkat untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia
dan menimbulkan terjadinya asidosis.
Diagnosa:
- Gangguan pertukaran gas
- Gangguan ventilasi spontan
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam keadaan
kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang diulangi
suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara intravena. Setelah 15
menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan suntikan ke 3 dengan dosis
yang sama tetapi melalui intramuskuler, diharapkan kejang akan
berhenti. Bila belum juga berhenti dapat diberikan fenobarbital atau
paraldehid 4 % secara intravena.
- Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen
Evaluasi :
- RR dalam batas normal
- Tidak terjadi asfiksia
- Tidak terjadi hipoxia

C : Circulation karena gangguan peredaran darah mengakibatkan hipoksia


sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang
mngakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial
lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama
dapat menjadi matang dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi
spontan, karena itu kejang demam yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
Tindakan yang dilakukan :
- Mengatasi kejang secepat mungkin
- Diberikan antikonvulsan secara intravena jika klien masih dalam
keadaan kejang, ditunggu selama 15 menit, bila masih terdapat kejang
diulangi suntikan kedua dengan dosis yang sama juga secara
intravena. Setelah 15 menit suntikan ke 2 masih kejang diberikan
suntikan ke 3 dengan dosis yang sama tetapi melalui intramuskuler,
diharapkan kejang akan berhenti. Bila belum juga berhenti dapat
diberikan fenobarbital atau paraldehid 4 % secara intravena.
Pengobatan penunjang saat serangan kejang adalah :
- Semua pakaian ketat dibuka
- Posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
- Usahakan agar jalan napas bebasuntuk menjamin kebutuhan oksigen
- Pengisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan
oksigen
Evaluasi :
- Tidak terjadi gangguan peredaran darah
- Tidak terjadi hipoxia
- Tidak terjadi kejang
- RR dalam batas normal
a. Disability
Klien bisa sadar atau tidak tergantung pada jenis serangan atau
karakteristik dari epilepsi yang diderita. Biasanya pasien merasa bingung,
dan tidak teringat kejadian saat kejang
- Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak
b. Exposure
Pakaian klien di buka untuk melakukan pemeriksaan thoraks, apakah
ada cedera tambahan akibat kejang, dan periksa suhu tubuh pasien untuk
mengetahui suhu tubuh yangmana kejang mungkin disebabkan atau
didahului oleh terjadinya demam.
Diagnosa:
- Risiko ketidakefektifan termoregulasi
Tindakan:
- Temukan adanya tanda-tanda kemungkinan terjadinya fraktur akibat
kejang yang dialami
- Berikan suhu ruangan yang sesuai untuk pasien dengan gangguan
termoregulasi.

2. Survey sekunder
a. Identitas klien meliputi: nama, umur, jenis kelamin, agama, suku
bangsa,alamat, tanggal masuk rumah sakit, nomor register, tanggal
pengkajian dan diagnosa medis.
b. Keluhan utama:
Klien masuk dengan kejang, dan disertai penurunan kesadaran
c. Riwayat penyakit:
Klien yang berhubungan dengan faktor resiko bio-psiko-
spiritual. Kapan klien mulai serangan, pada usia berapa. Frekuansi serangan,
ada faktor presipitasi seperti suhu tinggi, kurang tidur, dan emosi yang labil.
Apakah pernah menderita sakit berat yang disertai hilangnya kesadaran,
kejang, cedera otak operasi otak. Apakah klien terbiasa menggunakan obat-
obat penenang atau obat terlarang, atau mengkonsumsi alcohol. Klien
mengalami gangguan interaksi dengan orang lain / keluarga karena malu
,merasa rendah diri, ketidak berdayaan, tidak mempunyai harapan dan selalu
waspada/berhati-hati dalam hubungan dengan orang lain.
1) Riwayat kesehatan
2) Riwayat keluarga dengan kejang
3) Riwayat kejang demam
4) Tumor intrakranial
5) Trauma kepala terbuka, stroke
d. Riwayat kejang :
1) Bagaimana frekuensi kejang.
2) Gambaran kejang seperti apa
3) Apakah sebelum kejang ada tanda-tanda awal.
4) Apakah ada kehilangan kesadaran atau pingsan
5) Apakah ada kehilangan kesadaran sesaat atau lena.
6) Apakah pasien menangis, hilang kesadaran, jatuh ke lantai.
e. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan leher : Sakit kepala, leher terasa kaku
2) Thoraks : Pada klien dengan sesak, biasanya menggunakan otot bantu
napas
3) Ekstermitas : Keletihan, kelemahan umum, keterbatasan dalam
beraktivitas, perubahan tonus otot, gerakan involunter/kontraksi otot
4) Eliminasi : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Pada post iktal terjadi inkontinensia (urine/fekal) akibat otot relaksasi
5) Sistem pencernaan : Sensitivitas terhadap makanan, mual/muntah
yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak.
Selain pengkajian tersebut, focus pengkajian pada sekondari survey
adalah sebagai berikut.

Dasar data pengkajian pasien adalah:


1) Aktifitas / Istirahat
Gejala : Keletihan, kelemahan umum
Keterbatasan dalam beraktifitas / bekerja yang ditimbulkan oleh diri
sendiri / orang terdekat / pemberi asuhan kesehatan atau orang lain.
Tanda : Perubahan tonus / kekuatan otot
Gerakan involunter / kontraksi otot ataupun sekelompok otot
2) Sirkulasi
Gejala : Iktal : Hipertensi, peningkatan nadi sianosis
Posiktal : Tanda vital normal atau depresi dengan penurunan nadi dan
pernafasan.
3) Eliminasi
Gejala : Inkontinensia episodik.
Tanda : Iktal : Peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus sfingter.
Posiktal : Otot relaksasi yang menyebabkan inkontenensia ( baik urine
/ fekal ).
4) Makanan dan cairan
Gejala : Sensitivitas terhadap makanan, mual / muntah yang
berhubungan dengan aktifitas kejang.
5) Neurosensori
Gejala : Riwayat sakit kepala, aktifitas kejang berulang, pingsan,
pusing. Riwayat trauma kepala, anoksia dan infeksi cerebral.
6) Nyeri / kenyaman
Gejala : Sakit kepala, nyeri otot / punggung pada periode posiktal.
Tanda : Sikap / tingkah laku yang berhati –hati.
Perubahan pada tonus otot.
Tingkah laku distraksi / gelisah.
7) Pernafasan
Gejala : Fase iktal : gigi mengatup, sianosis, pernafasan menurun /
cepat, peningkatan sekresi mukus.
Fase posiktal : apnea.

B. Diagnosa
1. hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
2. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kontraksi otot-otot pernafasan
3. resiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya kordinasi otot/kejang
4. kecemasan orang tua berhubungan dengan koping keluarga tidak efektif
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Hipertermi berhubungan dengan proses penyakit
Tujuan: Thermoregulation (kemampuan tubuh untuk mempertahankan
suhu tubuh dalam batas-batas sehat tertentu,bahkan ketika suhu eksternal
sangat berbeda)
Kriteria hasil:
 Suhu tubuh dalam rentan normal
 Nadi dan RR dalam rentan normal
 Tidak ada pembengkakan
Intervensi :
1. Pantau suhu tubuh anak
R: suhu tubuh dapat dipengaruhi oleh tingkat aktivitas,suhu
lingkungan,kelembaban tinggi mempengaruhi panas tingginya tubuh
2. Kompres air hangat
R: suhu tubuh akan berpindah ke media yang digunakan untuk
mengompres karena tubuh relatif tinggi
3. Jaga kebutuhan cairan anak tercukupi melalui pemberian cairan
intravena
R: cairan yang cukup akan menjaga kelembaban sel,sehingga sel tubuh
tidak mudah rusak akibat suhu tubuh yang tinggi
4. Observasi ttv
R: dapat menentukan perkembangan keperawatan selamjutnya
5. Kolaborasi pemberian antipireti
R: untuk menurunkan demam

2. pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kontraksi otot-otot pernafasan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan masalah pola
nafas tidak efektif dapat teratasi
Kriteria hasil :
 klien terlihat nyaman saat bernafas
 tidak ada tanda-tanda sianosis
 pernafasan normal
Intervensi:
1. Observasi TTV dan pantau tanda-tanda sianosis
R: mengetahui perubahan ttv
2. Posisikan kepala lebih tinggi ( setelah kejang selesai )
R: Meringankan pasien dalam bernafas dan memperingan sesak nafas
3. Edukasi kepada keluarga tentang posisi yg baik ( semi fowler ) jika
terjadi sesak nafas
R: Memberikan pengetahuan kpd keluarga shg jika terjadi sesak nafas
sewaktu- waktu dpt di atasi scr mandiri oleh keluarga
4. Kolaborasi dg dokter pemberian O2
R: Memperbaiki suplay O2 dlm tubuh

3. Resiko trauma fisik berhubungan dengan kurangnya kordinasi otot/kejang


Tujuan : tidak terjadi trauma fisik
Kriteria hasi :
 Tidak terjadi trauma fisik selama perawatan
 Mempertahankan tindakn yang mengontrol aktivitas kejang
 Mengidentifikasi tindakan yang harus diberikan ketika terjdi
kejang
Intervensi:
1. Beri pengaman pada sisi tempat tidur dan penggunaan sisi tempat tidur
yang rendah
R : meminimalkan injury saat kejang
2. Tinggallah bersama klien selama fase kejang
R: meningkatkan keamanan klien
3. Berikan tongue spatel di antara gigi atas dan bawah
R : menurunkan resiko trauma pada mulut
4. Letakkan klien di tempat yang lembut
R: membantu menurunkan resiko injury fisik pada ekstremitas ketika
kontrol otot volunter
5. Catat tipe kejang (lokasi,;lama),dan frekuensi kejang
R: membantu menurunkan lokasi area serebral yang terganggu
6. Catat ttv sesudah fase kejang
R: mendeteksi secara dini keadaan yang abnormal
4. Kecemasan orang tua
Tujuan : Kecemasan pada orang tua berkurang
Intervensi
- Kaji pengetahuan orang tua tentang penyakit anaknya
R/: mengetahui kebutuhan keluarga akan pengetahuan sehingga dapat
mengurangi kecemasan
- Beri support pada keluarga bahwa anaknya akan sembuh kalau disiplin
dalam mengikuti perawatan
R/: memberikan harapan, menurunkan kecemasan, mentaati anjuran pengobatan
- Beri kesempatan pada keluarga untuk mengungkapkan perasaanya
R/: mengurangi beban psikologi dan menyalurkan aspek emosional secara efektif
dan cepat
- Beri informasi yang nyata tentang perawatan yang diberikan
R/: Dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi
kecemasan

5. Kurangnya pengetahuan orang tua tentang penanganan saat kejang b/d kurang
terpajang informasi.
Tujuan : orang tua dapat memahami tentang penanggulangan kejang
Intervensi
- Kaji tingkat pengetahuan orang tua tentang penanggulangan kejang
R/: memudahkan dalam pemberian pemahaman tentang kejang sesuai dengan
tingkat pengetahuan orang tua
- Berikan penjelasan pada orang tua klien tentang penanggulangan kejang
R/: penjelasan yang baik dan tepat meningkatkan pengetahuan orang tua dalam
menangani kejang
- Anjurkan pada orang tua klien tentang cara penggunaan spatel
R/: informasi tentang cara penggunaan spatel sangat penting agar dapat
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan keluarga klien
- Anjurkan pada orang tua untuk segera membawa anaknya kerumah sakit
atau puskesmas bila anaknya kejang yang lama
Mengurangi komplikasi atau bahaya yang dapat ditimbulkan oleh kejang.
DAFTAR PUSTAKA

Eisai, 2012. Pathophysiology of Epilepsy, 2. Eisai Inc. Available from


http://www.focusonepilepsy.com/pdfs/pathophys.pdf [Accessed 3 Oktober
2017].
Hawari, Irawaty, 2012. Epilepsi di Indonesia. Available from: http://www.ina-
epsy.org/ [Accessed 3 Oktober 2017].
IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis, hal: 253, Jakarta, IDAI.
Judha M & Rahil H.N. 2011 Sistem Persarafan Dalam Asuhan Keperawatan.
Yogyakarta: Gosyen Publishing
Lowenstein, Daniel H., 2010. Seizures and Epilepsy. In: Hauser, Stephen L. (Ed.).
Harrison’s: Neurology and Clinical Medicine. 2nd Edition. USA: The
McGraw-Hill Companies, 222-245.
Rudzinski, Leslie A. and Shih, Jerry J., 2011. The Classification of Seizures and
Epilepsy Syndromes. Novel Aspects on Epilepsy: 69-88.
WHO, 2012. Neurological disorders: A Public Health Approach. WHO.
Amin Hardhi.2015.Aplikasi keperawatan berdasarkan diagnosa medis & NANDA
NIC-NOC.Jilid 2.Yogyakarta:MediAction
PENYIMPANGAN KDM

You might also like