You are on page 1of 18

A.

Pengertian
Ejaan adalah seperangkat aturan tentang cara menuliskan bahasa dengan menggunakan
huruf, Kata, dan tanda baca sebagai sarananya.Batasan tersebut menunjukan pengertian
kata ejaan berbeda dengan kata mengeja. Mengeja adalah kegiatan melafalkan huruf, suku kata,
atau kata; sedangkan ejaan adalah suatu sistem aturan yang jauh lebih luas dari sekedar masalah
pelafalan. Ejaan mengatur keseluruhan cara menuliskan bahasa.

Ejaan merupakan kaidah yang harus dipatuhi oleh pemakai bahasa demi keteraturan dan
keseragaman bentuk, terutama dalam bahasa tulis. Keteraturan bentuk akan berimplikasi pada
ketepatan dan kejelasan makna. Ibarat sedang mengemudi kendaraan, ejaan adalah rambu lalu
lintas yang harus dipatuhi oleh setiap pengemudi. Jika para pengemudi mematuhi rambu-rambu
yang ada, terciptalah lalu lintas yang tertib dan teratur. Seperti itulah kira-kira bentuk hubungan
antara pemakai bahasa dengan ejaan.
Ejaan yang berlaku sekarang dinamakan Ejaan yang disempurnakan (EYD). EYD mulai
diberlakukan pada tanggal 16 Agustus 1972. Ejaan ketiga dalam sejarah bahasa Indonesia ini
memang merupakan upaya penyempurnaan ejaan sebelumnya yang sudah dipakai selama dua
puluh lima tahun yang dikenal dengan Ejaan Republik atau Ejaan Soewandi (Menteri PP dan K
Republik Indonesia pada saat Ejaan itu diresmikan pada tahun 1947).
Ejaan pertama bahasa Indonesia adalah Ejaan van Ophuijsen (nama seorang guru besar
belanda yang juga pemerhati bahasa), diberlakukan pada tahun 1901 oleh pemerintah Belanda
yang berkuasa di Indonesia pada masa itu. Ejaan van Ophuijsen dipakai selama 46 tahun, lebih
lama dari Ejaan Republik, dan baru diganti setelah dua tahun Indonesia merdeka.
Untuk sekedar memperoleh gambaran tentang ejaan yang pernah berlaku pada masa lalu
itu dan sekaligus untuk membandingkannya dengan ejaan sekarang, perhtaikan pemakaian huruf
dan kata-kata yang ditulis dengan ketiga macam ejaan itu seperti berikut ini.
Ejaan bahasa Indonesia telah mengalami beberapa kali perubahan.
Perubahan-perubahan yang terjadi adalah mempunyai tujuan untuk
penyempurnaan. Dalam language planning proses ini dikenal dengan istilah
elaborasi, yaitu pembutan aturan-aturan kaidah kebahasaan seperti dalam
kaidah penulisan (ortografis)
1. Ejaan van Ophuysen
Ejaan van Ophuhysen atau yang juga dikenal dengan ejaan Balai Pustaka
dipergunakan sejak tahun 1901 hingga bulan Maret 1947. Disebut Ejaan van
Ophuysen karena ejaan itu merupakan hasil karya dari Ch. A. van Ophuysen
yang dibantu oleh Engku Nawawi. Ejaan ini dimuat dalam Kitab Logat
Melayu. Disebut dengan Ejaan Balai Pustakan karena pada waktu itu Balai
Pustaka merupakan suatu lembaga yang terkait dan berperan aktif serta
cukup berjasa dalam sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
Beberapa hal yang cukup menonjol dalam ejaan van Ophusyen antara lain
:
a. Huruf y ditulis dengan j.
b. Huruf u ditlus dengan oe
c. Huruf k pada akhir kata atau suku kata ditulis dengan tanda koma di atas.
d. Huruf j di tulis dengan dj.
e. Huruf c ditulis dengan tj.
f. Gabungan konsonan kh ditulis dengan ch.

2. Ejaan Republik
Ejaan Republik merupakan hasil penyederhanaan dari pada Ejaan van
Ophuysen. Ejaan Republik mulai berlaku pada tanggal 19 Maret 1947. Pada
waktu itu yang menjabat Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan
Republik Indonesia adalah Mr. Suwandi, maka ejaan tersebut dikenal pula
atau dinamakan juga dengan Ejaan Suwandi. Ejaan Repulik ini merupakan
suatu usaha perwujudan dari Kongres Bahasa Indonesia yang pertama di
Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1938 dan yang menghasilkan suatu
keputusan penyusunan kamus istilah. Beberapa perbedaan yang tampak
dalam Ejaan Republik dengan ejaan Ophusyen dapat diperhatikan dalam
uraian di bawah ini:
a. Gabungan huruf oe dalam ejaan van Ophusyen digantikan dengan u
dalam Ejaan Republik.
b. Bunyi hamzah (‘) dalam Ejaan van Ophusyen diganti dengan k dalam
Ejaan Republik.
c. Kata ulangboleh ditandai dengan angka dua dalam Ejaan Republik.
d. Huruf e taling dan e pepet dalam Ejaan Republik tidak dibedakan.
e. Tanda trema (") dalam Ejaan van Ophusyen dihilangkan dalam Ejaan
Republik.
3. Ejaan Pembaharuan
Ejaan pemabahruan merupakan suatu ejaan yang direncanakan untuk
memperbaharui Ejaan Republik. Penyusunan itu dilakukan oleh Panitia
Pembaharuan Ejaan Bahasa Indonesia. Konsep Ejaan Pembaharuan yang
telah berhasil disusun itu dikenal sebuah nama yang diambil dari dua nama
tokoh yang pernah mengetuai kepanitiaan ejaan itu. Yaitu Profesor Prijono
dan E. Katoppo. Pada tahun 1957 panitia dilanjutkan itu berhasil
merumuskan patokan-patokan ejaan baru. Akan tetapi, hasil kerja panitia itu
tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga ejaan itu pun belum pernah
diberlakukan. Salah satu hal yang menarik dalam konsep Ejaan
Pembaharuan ialah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan
konsonan dengan huruf tunggal. Hal itu, antara lain tampak dalam contoh di
bawah ini.
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j
b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi ts
c. Gabungan konsonan ng diubah menjadi ŋ
d. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ń
e. Gabungan konsonan sj diubah menjadi š
Kecuali itu, gabungan vokal ai, au, dan oi, atau yang lazim disebut diftong
ditulis berdasarkan pelafalannya yaitu menjadi ay, aw, dan oy.
4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo (Melayu- Indonesia), merupakan suatu hasil perumusan
ejaan Melayu dan Indonesia pada tahun 1959. Perumusan Ejaan Melindo ini
diawali dengan diselenggarakannya Kongres Bahasa Indonesia yang kedua
pada tahun 1945, di Medan, Sumatera Utara. Bentuk rumusan Ejaan
Melindo adalah merupakan bentuk penyempurnaan dari ejaan sebelumnya.
Tetapi Ejaan Melindo ini belum sempat dipergunakan, karena pada masa-
masa itu terjadi konfrontasi antara negara kita Republik Indonesia dengan
pihak Malaysia. Hal yang berbeda ialah bahwa di dalam Ejaan Melindo
gabungan konsonan tj, seperti pada kata tjinta, diganti dengan c menjadi
cinta, juga gabungan konsonan nj seperti njonja, diganti dengan huruf nc,
yang sama sekali masih baru. Dalam Ejaan Pembaharuan kedua gabungan
konsonan itu diganti dengan ts dan ń.
5. Ejaan Baru (Ejaan LBK)
Ejaan baru pada dasarnya merupakan lanjutan dari usaha yang telah dirintis
oleh panitia Ejaan Malindo. Para pelaksananya pun di samping terdiri dari
panitia Ejaan LBK, juga dari panitia ejaan dari Malaysia. Panitia itu berhasil
merumuskan suatu konsep ejaan yang kemudian diberi nama Ejaan Baru.
Panitia itu bekerja atas dasar surat keputusan menteri pendidikan dan
kebudayaan no.062/67,tanggal 19 september 1967.
Perubahan yang terdapat pada Ejaan Baru atau Ejaan LBK, antara lain :
a. Gabungan konsonan dj diubah menjadi j.
b. Gabungan konsonan tj diubah menjadi j
c. Gabungan konsonan nj diubah menjadi ny
d. Gabungan konsonan sj diubah menjadi sy
e. Gabungan konsonan ch diubah menjadi kh
6. Ejaan Yang Disempurnakan
Pada waktu pidato kenegaraan untuk memperingati Hari Ulang Tahun
Kemerdakan Republik Indonesia yang ke XXVII, tanggal 17 Agustus 1972
diresmikanlah pemakaikan ejaan baru untuk bahasa Indonesia oleh
Presiden Republik Indonesia. Dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun
1972, ejaan tersebut dikenal dengan nama Ejaan Bahasa Indonesia Yang
Disempurnakan (EYD). Ejaan tersebut merupakan hasil yang dicapai oleh
kerja panitia ejaan bahasa Indonesia yang telah dibentuk pada tahun 1966.
Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan ini merupakan
penyederhanaan serta penyempurnaan dari pada Ejaan Suwandi atau ejaan
Republik yang dipakai sejak dipakai sejak bulan Maret 1947.
Beberapa kebijakan baru yang ditetapkan di dalam EYD, antara lain:
a. Perubahan Huruf
Ejaan Lama EYD

Djika Jika
Tjakap Cakap
Njata Nyata
Sjarat Syarat
Achir Akhir
Supaja Supaya
b. Huruf f, v, dan z yang merupakan unsur serapan dari bahasa asing
diresmikan pemakaiannya, misalnya Khilaf,Fisik, valuta, Zakat
c. Huruf q dan x yang lazim digunakan dalam bidang ilmu pengetahuan tetap
digunakan, misalnya pada kata Furqan, dan xenon.
d. Penulisan di- sebagai awalan dibedakan dengan di- yang merupakan kata
depan. Sebagai awalan, di- ditulis sering kali dengan unsur yang
menyertainya, sedangkan di- sebagai kata depan ditulis terpisah dari kata
yang mengikutinya.
Contoh:
Awalan Kata Depan

Dicuci Di kantor
Dibelikan Di sekolah
Dicium Di samping
Dilatar Di tanah
belakangi
e. Kata ulang ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya. Angka dua
tidak digunakan sebagai penanda perulangan, misalnya: Anak-anak, bukan
anak2, Bermain-main, bukan bermain2, Bersalam-salaman, bukan
bersalam2an
1. Pengertian Ejaan
Ejaan adalah keseluruhan peraturan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran,
bagaimana menempatkan tanda-tanda baca, bagaimana memotong-motong suatu kata,
dan bagaimana menggabungkan kata-kata.
2. Macam-macam Ejaan
1. Ejaan Van Ophuysen
Ejaan Van Ophuysen disebut juga Ejaan Balai pustaka. Masyarakat pengguna bahasa
menerapkannya sejak tahun 1901 sampai 1947.Ejaan ini merupakan karya Ch.A. Van
Ophuysen, dimuat dalam kitab Logat Melayoe (1901). Ciri khusus ejaan Van
Ophuysen:
Ejaan ini digunakan untuk menuliskan kata-kata Melayu menurut model yang
dimengerti oleh orang Belanda, yaitu menggunakan huruf Latin dan bunyi yang mirip
dengan tuturan Belanda, antara lain:
1. Huruf (u) ditulis (oe).
2. Komahamzah (k) ditulis dengan tanda (’) pada akhir kata misalnya bapa’, ta’
3. Jika pada suatu kata berakhir dengan huruf (a) mendapat akhiran (i), maka di
atas akhiran itu diberi tanda trema (”)
4. Huruf (c) yang pelafalannya keras diberi tanda (’) diatasnya
5. Kata ulang diberi angka 2, misalnya: janda2 (janda-janda)
6. Kata majemuk dirangkai ditulis dengan 3 cara :
 Dirangkai menjadi satu, misalnya (hoeloebalang, apabila)
 Dengan menggunakan tanda penghubung misalnya, (rumah-sakit)
 Dipisahkan, misalnya (anaknegeri)
Huruf hidup yang diberi titik dua diatasnya seperti ä, ë, ï dan ö, menandai bahwa
huruf tersebut dibaca sebagai satu suku kata, bukan dipotong, sama seperti ejaan
Bahasa Belanda sampai saat ini.
Kebanyakan catatan tertulis Bahasa Melayu pada masa itu menggunakan huruf Arab
yang dikenal sebagai tulisan Jawi.
2. Ejaan Republik/Ejaan Suwandi
Ejaan Republik dimuat dalam surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Mr. Soewandi No.264/Bhg. A tanggal 19 maret 1947.Sebab ejaan ini disebut sebagai
Ejaan Suwandi. Sistem ejaan suwandi merupakan sistem ejaan latin untuk Bahasa
Indonesia.
Ciri khusus Ejaan Republik/ Suwandi :
1. Huruf (oe) dalam ejaan Van Ophuysen berubah menada (u).
2. Tanda trema pada huruf (a) dan (i) dihilangkan.
3. Koma ‘ain dan koma hamzah dihilangkan. Koma hamzah ditulis dengan (k)
misalnya kata’ menjadi katak.
4. Huruf (e) keras dan (e) lemah ditulis tidak menggunakan tanda khusus,
misalnya ejaan, seekor, dsb.
5. Penulisan kata ulang dapat dilakukan dengan dua cara.
Contohnya :
a. Berlari-larian
b. Berlari2-an
6. Penulisan kata majemuk dapat dilakukan dengan tiga cara
Contohnya :
a. Tata laksana
b. Tata-laksana
c. Tatalaksana
7. Kata yang berasal dari bahasa asing yang tidak menggunakan (e) lemah (pepet)
dalam Bahasa Indonesia ditulis tidak menggunakan (e) lemah, misalnya: (putra)
bukan (putera), (praktek) bukan (peraktek).
3. Ejaan Malindo
Ejaan Malindo (Melayu-Indonesia) adalah suatu ejaan dari perumusan ejaan melayu
dan Indonesia.Perumusan ini berangkat dari kongres Bahasa Indonesia tahun 1954 di
Medan, Sumatera Utara.Ejaan Malindo ini belum sempat diterapkan dalam kegiatan
sehari-hari karena saat itu terjadi konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia.
4. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan/EYD
Pada Pada tanggal 16 Agustus 1972 Presiden Republik Indonesia meresmikan
pemakaianEjaan Bahasa Indonesia. Peresmian ejaan baru itu berdasarkan Putusan
Presiden No. 57,Tahun 1972. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyebarkan
buku kecil yang berjudul Pedoman Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan,
sebagai patokan pemakaian ejaan itu.
Karena penuntun itu perlu dilengkapi, Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia,
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, yang dibentuk oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan dengan surat putusannya tanggal 12 Oktober 1972, No. 156/P/1972
(Amran Halim, Ketua), menyusun buku Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia
yang Disempurnakan yang berupa pemaparan kaidah ejaan yang lebih luas. Setelah
itu, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan surat putusannya No. 0196/1975
memberlakukan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah. Pada tahun 1987 kedua pedoman tersebut
direvisi. Edisi revisi dikuatkan dengan surat Putusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan No. 0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987.
1. Pemakaian Huruf
Apabila dibanding dengan Ejaan Suwandi, ejaan Bahasa Indonesia yang
Disempurnakan menggunakan huruf abjad lebih banyak. Ejaan Suwandi hanya
menggunakan 19 huruf sedangkan Ejaan Bahasa Indonesia yang tlah Disempurnakan
menggunakan 26 huruf.Jumlah huruf dalam abjad ada 26 buah.Ini berarti ejaan kita
sekarang telah memanfaatkan semua huruf yang terdapat dalam abjad.Kebijakan ini
merupakan suatu langkah maju dalam pengembangan Bahasa Indonesia.
Pemakaian Bahasa Indonesia ingin berkembang dan maju dalam segala bidang
seirama dengan tuntutan pembangunan. Langkah praktis yang ditempuhnya dengan
menyerap unsur-unsur asing (yang mengandung konsep yang tidak terdapat dalam
Bahasa Indonesia) dalam pemakaian Bahasa Indonesia.karena tidak ada konsepnya
dalam Bahasa Indonesia, mereka menyerap unsur asing, misalnya, izin, folio, dan vak
dalam Bahasa Indonesia. Dengan demikian, unsur bunyi z, f, v yang tadinya tidak ada
dalam Bahasa Indonesia menjadi ada .hal ini tidk dapat dihindari, sebab situasi dan
kondisi menuntut yang seperti itu. Kita tidak pantas lagi mengikuti
aliran purisme yang mempertahankan “keaslian” bahasanya secara tidak
proposional.Menyadari keadaan yang demikian itulah, ejaan kita sekarang menerima
pemakaian huruf z, f, v, q, x, dan c dalam Bahasa Indonesia, walaupun pemakaiannya
dalam batas-batas tertentu.
 Huruf q dan x pemakaiannya dibatasi hanya dalam keperluan ilmu dan nama.
Jadi, dalam pemakain umum, yaitu dalam kata-kata umum dan istilah, kedua
huruf itu belum dapat dipakai. Dalam matematika, misalnya, dapat menandai
sesuatu dengan q da x. begitu juga nama Baihaqi, Iqbal (nama orang); dan
xerox, Xerxes, sinar-X (nama barang) dibenarkan. Tetapi kata-kata asing
aquarium, equator, quadrat, extra, dan taxi harus dituliskan akuarium, ekuator,
kuadrat, ekstra, dan taksi.Jadi q diganti k dan x digantti ks.
 Huruf f dan v, walaupun dalam Bahasa Indonesia keduanya dibunyikan sama
tetap dipakai secara berbeda. Kata-kata asing yang diucapkan (f) tak bersuara
oleh pemakaian bahasa asing yang bersangkutan ditulis f dalam Bahasa
Indonesia, sedangkan yang diucapkan (v) besuara oleh pemakaian bahasa asing
yang bersangkutan dilambangkan dengan v. jadi, kata-kata asing factor,
physiology, photocopy, vitamin, television, dan vacuum diubah menjadi faktor,
fisiologi, fotokopi, vitamin, televisi, dan vakum.
 Sedangkan huruf c dan y pemakaian kedua huruf ini sebagai realisasi kerjasama
antara indonesia dan Malaysia, khususnya dalam hal pengembangan dan
pembinaan kedua bahasa, yaitu Bahasa Melayu dan Bahasa Indonesia . apabila
pada Ejaan suwandi penulisan bunyi (cacat) dan (sayat) ditulis tjatjat dan sajat,
maka pada ejaan sekarang ditulis cacat dan sayat. Dalam Bahasa Melayu pun
ditulis cacat dan sayat.
 Bunyi (z) pada unsur asing yang masuk kedalam Bahasa Indonesia ditulis
sebagai bunyi aslinya, yaitu z. oleh sebab itu, kata zakat, ziarah, zebra, zat,
zodiac yang dianggap tepat, tetapi bukan jakat, jiarah, jebra, jat, dan sodiak.
Masalah lain yang perlu dibicarakan sehubungan dengan pemakaian huruf ini ialah
tentang pelafalan huruf. Di dalam pedoman ejaan sekarang ini telah disebutkan
tentang pelafalan huruf abjad yang dipakai dalam Bahasa Indonesia. Secara terperinci,
huruf-huruf serta nama dan bunyinya sebagai berikut.
Huruf Nama Bunyi yang dilambangkan

A A A
B Be B dan P

C Ce C

D De D dan T

E E E

F Ef F

G Ge G dan K

H Ha H

I I I

J Je Je

K Ka K dan G

L El L

M Em M

N En N

O O O

P Pe P

Q Ki K

R Er R

S Es S

T Te T

U U U
V Ve F

W We W

X Eks Ks

Y Ye Y

Z Zet Z

Selain huruf-huruf abjad di atas dalam Bahasa Indonesia juga dikenal Huruf Diftong.
Huruf Diftong merupakan dua bunyi vokal yang dirangkap dalam satu suku kata. Di
antara dari huruf-huruf diftong tersebut ialah:
Huruf Diftong Contoh Pemakaian dalam Kata

Awal Tengah Akhir

Ai Ain Syaitan Pandai


Au Aula Saudara Harimau
Oi – Boikot Amboi
Ei – Pleistosen Survei

Terlepas dari huruf abjad utama pula dalam Bahasa Indonesia terdapat gabungan
huruf konsonan yang membentuk sebuah bunyi. Contohnya adalah:
Gabungan Contoh Pemakaian dalam Kata
Huruf
Konsonan Awal Tengah Akhir

Kh Khusus Akhir Tarikh


Ng Ngilu Bangun Senang
Ny Nyata Hanyut –
Sy Syarat Isyarat –

2. Penulisan Huruf
Tentang penulisan huruf ini ada dua hal yang dibicarakan yaitu tentang penulisan
huruf besar atau kapital dan tentang penulisan huruf miring.
Di dalam pedoman ejaan telah dijelaskan bahwa penulisan huruf kapital selain dipakai
sebagai huruf pertama kata awal kalimat juga dipakai sebagai huruf pertama petikan
langsung.
Misalnya:Mengapa kamu sedih?
Ayah bertanya, “Mengapa kamu sedih?”
“Mengapa kamu sedih?”Tanya ayah.
Dalam pemakaian sehari-hari, terutama dalam suratkabar dan majalah, sering kita
jumpa pemakaian nama gelar, jabatan dan pangkat diikuti selain nama orang, bahkan
tidak diikuti sama sekali. Misalnya pada kalimat berikut:
 Kemarin Gubernur Jawa Timur berkunjung ke Desa besuki.
 Pada kesempatan itu, Gubernur menghimbau agar penduduk ikut
mensukseskan sensus pertanian.
 Bersamaan dengan itu, Camat Karang Ploso, Hermadi, juga melaporkan
kemajuan daerah itu kepada Bupati Malang, Edi Slamet.
Pada prinsinya penulisan nama gelar, jabatan, dan pangkat yang diikuti nama orang
tidak ditulis dengan huruf kapital awal katanya. Tetapi contoh-contoh diatas walaupun
tidak diikuti nama orang terap mengacu kepada orang tertentu. Berarti sebagai nama
pengganti nama diri. Oleh sebab itu, huruf awal nama jabatan atau gelar ketiga contoh
diatas ditulis dengan huruf kapital.
Lain lagi halnya dengan pemakaian nama jabatan pada contoh berikut:
 Seorang gubernur yang menjabat di daerah yang masyarakatnya multi
kompleks harus bijak.
 Siapa saja yang menjadi gubernur jawa timur harus dapat menjalankan
program Koran masuk desa
 Apakah kakakmu yang menjadi camat Sekar Putih sekarang?
Kata gubernur, gubernur jawa timur, dan camat Sekar Putih ditulis dengan huruf kecil
awalnya, sebab tidak menunjuk pada orang tertentu. Jadi, kata yang menunjukkan
jabatan atau pangkat tersebut sama dengan kata-kata benda umumnya, seperti radio,
rumah, orang, dan kucing.
Masalah selanjutnya tentang bagaimana penulisan kata yang mengikuti kata sandang?
Ditulis dengan kata sandang apa tidak? Yang jelas, ada dua kemungkinan. Apabila
mengikuti kata sandang merupakan kata nama, maka awal katanya ditulis dengan
huruf besar. Jadi, penulisan berikutlah yang benar.
si Gandu
sang Kerempeng
si Bisu
Tetapi, apabila yang mengikuti kata sandang berupa kata pengganti nama, huruf awal
tidak ditulis dengan huruf kapital, misalnya:
sin terdakwa
si anak
sang pembatu
sang istri
Tentang penulisan kata yang menunjukkan kekerabatan apakah ditulis dengan huruf
kapital awalnya? Tidak selalu. Yang ditulis dengan huruf kapital awalnya hanyalah
yang dipakai sebagai kata ganti atau sapaan saja, sedangkan yang lainnya
tidak.Perhatikan conroh kata yang menunjuk kekerabatan berikut.
 Mengapa Saudara mengatakan hal itu?
 Saya benar-benar menganggap keluarga Pak Ali sebagai saudara sendiri.
 “Ayo, ke sini, Nak !” kata Ibu kepadaku.
 Seorang anak harus berbakti kepada ibunya.
Kata saudara pada kalimat pertama serta nak dan ibu pada kalimat ke-tiga ditulis
dengan huruf kapital awalnya karena kata tersebut sebagai kata sapaan (Saudara dan
Nak) dan kata ganti (Ibu).Pada kalimat ke-2 dan ke-4 ditulis dengan huruf biasa,
karena bukan sebagai kata ganti atau sapaan.

3. Penulisan Kata
Penulisan Kata dalam Bahasa Indonesia merupakan sebuah urgensi yang takboleh
lepas dari sistem penulisan. Karena tiap karya sastra Bahasa Indonesia terbentuk
dari kata-kata.
Di antara poin penting penulisan kata dalam EYD ialah:
1. Kata Dasar
Kata yang sudah mewakili sebuah arti tanpa imbuhan apapun
2. Kata Turunan
Merupakan kata dasar yang telah mengalami perubahan berupa imbuhan
3. Bentuk Ulang
Merupakan kata yang ditulis berulang, baik bermakna tunggal, jamak maupun
berulang. Bentuk kata berulang ini dihubungkan dengan lambang (-)
4. Gabungan Kata
Merupakan kata majemuk yang mewakili sebuah arti. Adakalanya ditulis terpisah,
bersambung, maupun dihubungkan dengan tanda (-)
5. Kata Ganti –ku, kau, –mu, dan –nya
Kata yang menggunakan imbuhan kepunyaan ini ditulis bersambung
6. Kata Depan di, ke, dan dari
Tiap-tiap kata depan ditulis terpisah dengan kata dasarnya
7. Kata si dan sang
Kata yang menunjukkan sebuah subyek maupun obyek ini ditulis terpisah dengan kata
dasarnya
8. Partikel
Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata dasarnya, sedangkan
partikel pun ditulis terpisah. Selain itu partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan
‘tiap’ ditulis terpisah dari kata dasarnya
9. Singkatan dan Akronim
10. Angka dan Lambang Bilangan

4. Penulisan Unsur Serapan


Masalah pemakaian atau penulisan unsur serapan dalam Bahasa Indonesia sangat
runyam.Dikatakan demikian sebab pemakaian Bahasa Indonesia sering begitu saja
menyerap unsur asing tanpa memperhatikan situasi dan kondisinya.
Penyerapan unsur asing dalam pemakaian Bahasa Indonesia dibenarkan apabila:
1. Konsep yang terdapat dalam unsur itu tidak ada dalam Bahasa Indonesia, atau
2. Unsur itu merupakan istilah teknis sehingga tidak atau kerang layak dipakai
unsur Indonesianya.
Apakah dengan penyerapan itu menunjukkan bahwa Bahasa Indonesia miskin akan
kata-kata? Tidak.Penyerapan unsur asing merupakan kejadian biasa pada setiap
bahasa. Hal itu terjadi karena setiap bahasa mendukung kebudayaan pemakainya.
Sedangkan kebudayaan pemakai bahasa satu dengan yang lain tidak ada yang sama.
Pada suatu saat karena masyarakat pemakai bahasa yang satu dengan yang lainnya
(yang masing-masing berlatar belakang kebudayaan berbeda) berkomunikasi, maka
timbullah akulturasi, yaitu saling berpengaruhnya satu kebudayaan dengan yang
lain. Salah satu wujud akulturasi itu adalah saling berpengaruhnya konsep-konsep
tertentu. Misalnya, karena masyarakat Indonesia tidak mempunyai konsep tenteng
“radio”, maka mereka menyerap konsep itu dari masyarakat pemakai bahasa Inggris.
Sebaliknya, karena masyarakat pemakai bahasa Inggris tidak mempunyai konsep
“bambu” maka mereka menyerap konsep itu dari masyarakat pemakai Bahasa
Indonesia.Jadi peristiwa penyerapan tidak ada kaitannya dengan kaya atau miskin
kata-kata.
Berikut ini disajikan beberapa kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan adaptasi:
 ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e
Haemoglobin hemoglobin
Haematitehematite
 ai tetap ai
Trailer trailer
Caisson kaison
 e, di muka a,u, o dan konsonan, menjadi k
Construction konstruksi
Crystal Kristal
Classification klasifikasi
Caupe kup
 c, di muka e,I,oe, dan y, menjadi s
Central sentral
Cylinder silinder
Ceolom selom
 cc, di muka o,u, dan konsonan, menjadi k
Accommodationakomodasi
Acculturation akulturasi
Accumulation akumulasi
 cch dan ch, di muka a,o,dan konsonan, menjadi k
Charisma karisma
Chromosome kromosom
 ch, yang lafalnya c menjadi c
Chek cek
China cina
 ee (belanda) menjadi e
Statosfeer statosfer
System system
 ph, menjadi f
Phase fase
Photocopyfotokopi
 q menjadi k
Aquarium akuarium
Equator ekuator
3. Penggunaan Tanda Baca
Untuk memahami sebuah kalimat dengan sempurna kita perlu memperhatikan tanda
baca yang digunakan di dalamnya. Ada beberapa tanda baca yang dipakai dalam
Bahasa Indonesiayaitu :
1. Tanda baca titik (.)
Ada beberapa kaidah dalam penggunaan tanda baca titik (.) yaitu :
a. Tanda baca titik (.) digunakan untuk mengakhiri kalimat yang bukan yang bukan
berupa kalimat tanya atau kalimat seruan.
Contoh : – Saya beragama islam
–Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia.
b.Tanda baca titik (.) digunakan dibelakang angka atau huruf dalam suatu bagan,
ikhtisar atau daftar.
Contoh :– 4.1 Pembahasan
–Lampiran 2. Calon jamaah haji
c. Tanda baca titik (.) digunakan untuk memisahkan angka jam, menit, dan detik yang
menunjukan jangka waktu.
Contoh :– pukul 01.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik)
d. Tanda baca titik (.) digunakan diantara nama penulis, judul tulisan yang tidak
berakhir dengan tanda tanya dan tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
Contoh : – Lesatariningrum, Dwi. 1989. Teknik Menjahit. Malang: Intan.
2. Tanda baca koma (,)
Kaidah-kaidah penggunaan tanda baca koma (,) adalah sebagai berikut:
1. Tanda baca koma (,) digunakan di antara unsur-unsur dalam suatu perincian.
Contoh:Saya membeli kertas, pena, dan tinta.
2. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan kalimat setara, apabila
kalimat setara berikutnya diawali kata tetapi atau melainkan.
Contoh:– Semua pergi, tetapi dia tidak.
–Dia bukan kakakku, melainkan adikku.
3. Tanda baca koma (,) digunakan apabila anak kalimat mendahului induk
kalimat.
Contoh: Jika hari ini tidak hujan, saya akan dating.
4. Tanda baca koma (,) digunakan untuk memisahkan anak kalimat jika anak
kalimatnya itu mendahului induk kalimatnya.
Contoh: Saya akan memaafkan, jika ia bertobat.
5. Tanda baca koma (,) digunakan di belakang ungkapan penghubung antar
kalimat yang terdapat pada awal kalimat.
Contoh: Dia malas belajar. Oleh karena itu, dia tidak naik kelas.
3. Tanda baca titik koma (;)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
1. Digunakan untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis atau setara.
Contoh: Matahari hamper terbenam; sinarnya yang kemerah-merahan; memantul di
atas permukaan laut; indah sekali pemandangan ketika itu.
2. Digunakan untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam suatu kalimat
majemuk sebagai pengganti kata penghubung.
Contoh: Sore itu kami sekeluarga sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Ayah
sedang membaca Koran; ibu menjahit baju; saya asyik membersihkan taman di depan
rumah.
4. Tanda baca titik dua (:)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut:
1. Digunakan sesudah kata atau ungkapan yang memerlukan perincian.
Contoh:Ketua : Ahmad Wijaya,
Sekretaris : Imam Tantowi
Bendahara: Siti Khotijah
2. Digunakan di anatara jilid atau nomor dan halaman, di antara bab dan ayat di
dalam kitab suci, di antara judul dan sub judul, serta nama kata dan penerbit
buku acuan.
Contoh: Tempo, I (1971). 34:7
Surat Yasin:19
Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit.
5. Tanda hubung (-)
Kaidah penggunaannya sebagai berikut :
1. Digunakan untuk merangkaikan se-dengan kata berikutnya yang di dimulai
dengan huruf capital, ke- dengan angka, angka dengan- an, singkatan berhuruf
kapital dengan imbuhan atau kata, dan nama jabatan rangkap.
Contoh: Se-Indonesia
hadiah ke-2
tahun 50-an
Menteri-Sekretaris-Negara
sinar-X
Men-PHK-kan
2. Digunakan untuk merangkai bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
Contoh: di-smash, di-drill, mem-beckup, di-carge
6. Tanda Pisah (–)
Tanda pisah (–) digunakan di antara dua bilangan atau tanggal dengan arti “sampai
ke“ atau “sampai dengan”. Penulisan tanda baca pisah (–)dinyatakan dengan dua buah
tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.
Contoh: 1920–1945
Tanggal 15—10 April 19970
(Samsudin), 1999:25—34
Samsudin (1999:25—34)
7. Tanda elipsis (…)
Tanda ini digunakan untuk menunjukan bahwa dalam suatu kalimat atau naskah ada
bagian yang hilang.
Contoh: Sebab-sebab kemerosotan akhlak dikalangan mahasiswa…atau diteliti lebih
lanjut.
8. Tanda kurung ((…))
Tanda ini digunakan untuk hal-hal sebagai berikut:
1. Digunakan untuk mengapit tambahan keterangan atau penjelasan.
Contoh: Dalam buku KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Bab II pasal 10.
2. Digunakan untuk mengapit keterangan atau penjelasan yang bukan bagian
integral pokok pembicaraan.
Contoh: Aku (sebuah puisi karangan Chairul Anwar) adalah puisi angkatan 45.
9. Tanda tanya (?)
Tanda tanya (?) digunakan pada akhir kalimat tanya, yakni kalimat yang
membutuhkan jawaban.
Contoh: Siapa yang membawa tas saya ?
10. Tanda seru (!)
Tanda ini digunakan sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau
perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau emosi yang kuat.
Contoh: Alangkah seramnya peristiwa itu!
Ambilkan buku itu!
Duduklah!
Dasar mata keranjang!
11. Tanda kurung siku ( [] )
Tanda ini digunakan untuk mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah
bertanda kurung.
Contoh: Persamaan kedua proses ini (perbedaannya dibicarakan dalam Bab II [lihat
halaman 67-89])
12. Tanda petik (“…..”)
Tanda petik digunakan untuk mengakhiri petikan langsung .
Contoh: Kata Toto,”Saya juga berpuasa.”
“Hakikat pendidikan adalah memanusiakan manusia”(Imran,1998)
13. Tanda petik tunggal (‘…’)
Tanda ini digunakan untuk mengapit makna, terjemahan, dan penjelasan kata atau
ungkapan asing.
Contoh: Mastery Learning ‘belajar tuntas’
Reformasi ‘perubahan’
Keplicuk ‘dalam Bahasa Indonesia disebut terkilir’
Islami ‘bernuansa islam’
14. Tanda garis miring (/)
Tanda garis miring digunakan dalam menulis nomor surat, nomor pada alamat, dan
penandaan masa satu tahun yang tebagi dalam dua tahun takwim.
Contoh: 14/YPU-i/12/99
Jalan Kramat III/10 Jakarta
Tahun Anggaran 1985/19986
15. Tanda apostrof (‘)
Tanda ini berfunsi untuk penyingkat suatu kata yang digunakan untuk menunjukan
penghilangan bagian suatu kata atau bagian angka tahun.
Contoh: malam ‘lah tiba (‘lah = telah)
1 Januari ’88 (’88 = 1988)

Berdasarkan uraian di atas tentang penggunaan tanda baca yang berlaku di dalam
EYD dalam Bahasa Indonesia secara garis besar prinsip-prinsip umum pemakain
tanda baca dapat diuraikan sebagai berikut
.
1. Tanda tanya (?), tanda titik (.), tanda titk koma (;), tanda titik dua (:), dan tanda
seru (!), ditulis rapat (tanpa spasi) dengan huruf akhir dengan kata yang
mendahuluinya dan diberi spasi dengan kata yang sesudahnya.
2. Tanda petik ganda (“), tanda petik tunggal (‘), dan tanda kurung (()) masing-
masing diketik rapat dengan kata, frase, atau kalimat yand diapit.
3. Tanda hubung (-), tanda pisah (–), dan garis miring (/) masing-masing diketik
rapat dengan huruf yang mendahului dan yang mengikutinya.
4. Tanda hitungan, seperti: sama dengan (=), tambah (+), kurang (-), kali (x), bagi
(:), lebih kecil (<), lebih besar (>) ditulis dengan jarak satu spasi dengan huruf
yang mendahului dan mengikutinya.

You might also like