Professional Documents
Culture Documents
ABSTRACT
This research aims to obtain the detail of description about The problems of agricultural land conversion is crucial at this
time, various efforts of government efforts to control agricultural land conversion deployed in the form of legislation, government
regulations and Local Regulation was already given. Those problems contrary to the implementation in each region, which can be
an overarching rule of all protection and control of productive agricultural land perceived ineffective and less than the maximum, so
that the impact can be seen in the environment and society, in this research land conversion in the Batu City that aims to describe
about How Government Batu in controlling agricultural land conversion. This research used qualitative and descriptive methods to
approach the theoretical elaboration Mazmanian and Grindle, in addition to the interviews conducted by purposive sampling
because considered to understand and know how to implement these policies. The conclusion of this research is the control of
agricultural land conversion in Batu City by SKPD enough for most but this requires public awareness alone will care about the
environment. Then the government Batu invites society is to improve the soil so that the passion for farming emerged and
Agropolitan region is preserved.
72
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
melihat kedepan dan melakukan pembangunan yang Sepertihalnya dengan Kota Batu, suatu kota
berkelanjutan melalui : yang berada di provinsi Jawa Timur yang berbatasan
a. Pengembangan Sumber Daya Manusia langsung dengan Kota Malang, yang mana kota ini
(SDM), melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, terkenal akan kawasan Agropolitannya. Kawasan
penyuluhan pertanian, pengembangan kelembagaan agropolitan sendiri merupakan suatu program bersama
masyarakat yang diarahkan dan terfokus untuk antara Departemen Pertanian dan Departemen
pengembangan kawasan agropolitan, dan lain Pekerjaan Umum secara Nasional yang mana telah
sebagainya. Pengembangan SDM di kawasan dirintis mulai tahun 2002, dimana pendanaan dalam
agropolitan menjadi tangung jawab bersama, antar pelaksanaan program yang dimaksud yaitu sharing
pemerintah, swasta, dan masyarakat. antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan
b. Pengembangan Agribisnis, strategi Kabupaten Kota. Hakikatnya kawasan agropolitan
pengembangan agribisnis yang utuh dan bertahap adalah kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat
disetiap daerah memerlukan pendekatan berbeda untuk kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem
setiap kawasan agropolitan. Para pelaku agribisnis dan produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
petani di kawasan agropolitan harus mampu tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
menganalisis keuntungan usaha taninya dengan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem
mengembangkan model usaha tani terpadu dan permukiman dan sistem agribisnis. Tidak hanya itu
berkelanjutan, pengolahan produk pertanian yang saja, dalam Perencanaan Pembangunan Jangka
mampu memiliki nilai tambah dan daya saing. Menengah Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 2006-
c. Pengembangan Investasi dan Permodalan, 2008 yaitu terdapat suatu Agenda Percepatan
strategi ini dapat diterapkan dengan bantuan modal dan pertumbuhan Ekonomi yang berkualitas , berkelanjutan
kredit yang dilakukan dengan prinsip mendidik dan pembangunan infrastruktur, pada sub agenda
terstruktur, dan sistematis. Bantuan langsung dalam Revitalisasi pertanian pada program Pengembangan
bentuk bergulir atau cuma-cuma dalam bentuk uang Agribisnis tertera kegiatan Fasilitasi Pengembangan
maupun modal kerja yang diberikan haruslah Kawasan Agropolitan. Dan untuk melaksankan
berdasarkan kebutuhan dan mengarah kepada koordinasi di tingkat Propinsi telah disusun Kelompok
masyarakat kawasan agropolitan. Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan dengan
d. Untuk itu, sebelumnya harus dilakukan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor:
identifikasi dan analisis kebutuhan masyarakat 188/90/KPTS/013/2008 tanggal 21 Februari 2008
kawasan. Kredit kepemilikan modal ini hendaknya tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA)
tidak dibatasi untuk usaha budidaya saja, tetapi bisa Pengembangan Kawasan Agropolitan Propinsi Jawa
digunakan untuk segala macam usaha baik on farm Timur Tahun Anggaran 2008. Hal ini juga dikuatkan
maupun off farm. dalam Rencanaan Pembangunan Jangka Menengah
e. Pengembangan Prasarana dan Sarana yang Daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Timur Tahun 2009-
perlu dikembangkan harus berwawasan lingkungan 2014 yaitu terdapat suatu arah pembangunan Misi,
pertanian, dengan demikian perlu memperhatikan dimana arah pembangunan tersebut ditempuh memalui
aspek kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah penguatan ekonomi yang didukung pengembangan
(RTRW) baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten. pertanian dan agroindustri ataupun agrobisnis,
Prasarana dan sarana yang dikembangkan perlu sehingga dalam hal ini melalui tahap revitalisasi
diarahkan untuk menunjang : peningkatan pertanian yang nantinya pun ditempuh melalui empat
produktivitas pertanian (on farm); pengolahan hasil, langkah pokok yaitu:
sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas 1. Meningkatkan kemampuan petani, dan
produk hasil pertanian (off farm); dan pemasaran hasil, penguatan lembaga pendukungnya;
sebagai upaya menunjang pemasaran hasil yang dapat 2. Meningkatkan produktivitas, produksi, daya
memperpendek mata rantai tata niaga hasil pertanian, saing, dan nilai tambah produk pertanian dan
sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan perikanan;
nilai tawar hasi produksi pertanian (Rahayu, Ami, 3. Meningkatkan pengamanan ketahanan pangan;
2012). 4. Memanfaatkan hutan untuk divesifikasi usaha,
Kawasan agropolitan di provinsi Jawa Timur dan pendukung produksi pangan.
terbagi menjadi 22 lokasi sejak tahun 2001, dimana hal Sehingga sasarannya adalah meningkatkan
ini terdiri dari satu agropolitan mandiri kota Batu, 3 pertumbuhan sektor pertanian secara signifikan, dan
agropolitan rintisan di Kabupaten Mojokerto, Ngawi, meningkatnya kesejahteraan petani dan nelayan, serta
dan Banyuwangi, serta 18 agropolitan yang di tunjuk menumbuh kembangkan agrobisnis ataupun
oleh Pemerintah provinsi yaitu Kabupaten Lumajang, agroindustri dan agropolitan.
Bangkalan, Tulungagung, Trenggalek, Pamekasan, Pertanian di Indonesia yang mana lahan untuk
Pasuruan, Madiun, Blitar, Ponorogo, Pacitan, Nganjuk, pertanian sendiri semakin kritis, dikarenakan
Probolinggo, Malang, Lamongan, Tuban, Bondowoso, banyaknya pengubahan lahan pertanian menjadi non
Bojonegoro, dan Jombang (Mahardhani, Ardhana pertanian. Dengan kata lain pengkonversian lahan
Januar, 2012). pertanian menjadi lahan non pertanian semakin cepat.
Konversi lahan yang tidak terkendali disebabkan oleh
74
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
pembangunan yang tidak merata serta kurangnya pertanian hingga tidak produktif/rusak,
memperhatikan aspek lingkungan. Laju pertumbuhan menjual tanah, merubah lahan pertanian ke
dan pertmabahan penduduk yang cukup tinggi sendiri non pertanian) tanpa memikirkan dampak
merupakan determinan utama konversi lahan pertanian. untung dan ruginya.
Dan ada pula lain halnya dalam hal para wisatawan 4) Faktor Sosial dan Politik
yang kebanyakan dari luar Kota Batu sendiri sangat Perkembangan masyarakat sebagai efek
tertarik untuk berinvestasi di Kota Batu ini karena adanya otonomi daerah,yang mana ingin
udara yang sangat bagus dan masih asli, tidak seperti di menuntut hak atas pegelolaan tanah yang lebih
perkotaan pada umumnya yang mana polusi cukup luas. Sehingga menyebabkan konflik antar
tinggi. Dengan adanya perubahan yang terjadi pihak.
menjadikan Kota Batu sebagai lahan untuk berinvestasi 5) Perubahan Perilaku
untuk jangka panjangnya yaitu sebagai contohnya Perkembangan informasi, transportasi,
untuk pembuatan rumah tinggal yang baik tidak telekomunikasi dan lain-lain, berpengaruh
disewakan maupun disewakan, restoran, bahkan terhadap perubahan perilaku masyarakat.
menjadi hotel baik dari tingkat hotel melati sampai Sehingga pekerjaan bertani dianggap tidak
hotel berbintang. Pada tabel 4 hotel dan restoran keren, kotor, sengsara dan berpenghasilan
meningkat menjadi 77 hotel dan restoran baru hal ini rendah.
terjadi hanya berselang 2 tahun saja. 6) Hubungan pemilik lahan dengan penggarap
Tabel 4 Penggarap lahan tidak ramah lingkungan
Banyaknya Akomodasi Hotel Dirinci Menurut akibatnya kondisi lahan merost hingga terjadi
Kecamatan kerusakan dan pemilik lahan merasa sia-sia
Hotel dan Pertumbuhan (%) mempertahankan kepemilikannya.
No Kecamatan restoran dll. Tahun 2011-2013 7) Faktor Kelembagaan
2011 2013 Dalam hal ini kurang sinerginya antara
Himpunan Kerukunan Tani (HKTI),
1. Batu 395 465 17,7% Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dll
2. Junrejo 11 21 90,9% dengan pemerintah. Sehingga apabila
3. Bumiaji 35 38 8,5% organisasi tersebut tidak dapat
memperjuangkan anggotanya, maka
Jumlah 441 524 18,8%
memungkinkan saja apabila mereka menjual
Sumber : BPS Kota Batu diolah tanah mereka dengan harga murah atau
Berdasarkan pada tabel diatas pertumbuhan mengelola tanah semaunya tanpa
hotel maupun restoran yang ada pada Kota Batu memperhatikan kelestariannya.
meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat 8) Faktor Instrumen Hukum dan Penegakkannya
dengan jumlah pertumbuhan hotel dan restoran pada Sudah cukup banyak peraturan yang telah di
Kota Batu pada tahun 2013. Dimana para investor buta akan tetapi sangsinya belum terasa tegas
tertarik untuk mencoba peruntungan di Kota Batu ini. dan dirasa tidak berat bagi pelanggarnya
Permasalahan ini tidak cukup hanya pada sehingga dalam penerapannya/penegakannya
investor saja yang masuk, namun adanya para pemilik masih terasa belum optimal, melihat hasilnya
lahan yang lebih memilih menjual tanahnya daripada juga masih belum banyak di samping
mengelola tanah tersebut secara pribadi maupun dianggap masih ringan oleh pelanggarnya
berkelompok. Pada umumnya motif dari (tidak ada rasa efek takut/efek jera). Hal ini
pengkonversian lahan ini adalah untuk pemenuhan disebabkan oleh mental aparat pemerintah dan
kebutuhan sehingga terjadi maraknya penjualan tanah. aparat penegak hukum yang belum kuat
Adapun penyebab lain yaitu diantaranya menghadapi budaya KKN, sehingga dalam
adalah: penerapannya menjadi tidak tegas dan model
1) Faktor Ekonomi : tebang pilih (Priyono, 2011).
Pendapatan hasil pertanian jauh lebih rendah Sehingga dengan faktor-faktor inilah tanah-
dari pada non pertanian dan usaha pertanian tanah di Kota Batu saat ini diperjual belikan. Baik
dianggap melelahkan karena lama dan sulit dengan harga yang murah hingga harga yang
bahkan apabila ada hama/penyakit. Sehingga menjulang tinggi. Dan dengan harga tinggi inilah
lebih memilih mengganti lahan pertanian masyarakat Kota Batu menjadi tergiur untuk menjual
menjadi lahan non pertanian. tanahnya, tanpa memperdulikan dampak kedepannya.
2) Faktor Demografi : Cepatnya laju konversi lahan pertanian ini
Pertambahan penduduk, dimana hal ini secara otomatis akan mempengaruhi kinerja para petani
membutuhkan ruang/lahan sehingga sendiri dan nantinya menyebabkan jumlah produksi
kebutuhan akan perumahan. dari sektor pertanian menurun drastis. Berdasarkan
3) Faktor Pendidikan dan IPTEKS angka sementara hasil pencacahan lengkap sensus
Minimnya hal ini menjadikan masyarakat pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian
untuk mengambil jalan pintas dalam di Kota Batu mengalami penurunan dari 19.326 rumah
mengatasi masalah (mengeksploitasi lahan
75
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
tangga pada tahun 2003 menjadi 17.357 rumah tangga ataupun dapat berbentuk perintah, namun dapat juga
pada tahun 2013 dengan laju penurunan sebesar 1,07 diartikan sebagai keputusan, yang telah dirumuskan
persen per tahun (BPS Kota Batu, 2013). Penurunan oleh beberapa ahli. Konsep berikutnya yaitu mengenai
rumah tangga usaha pertanian ini di Kota Batu pengendalian alih fungsi lahan pertanian serta strategi
berbanding lurus dengan luas lahan sawah dalam kurun yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu untuk
waktu sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2003 luas mengendalikan alih fungsi lahan pertanian secara
lahan sawah di Kota Batu 2.681 ha menjadi 2.373 ha. umum.
Dalam kata lain Kota Batu sendiri mengalami Pada konsep-konsep yang akan dijelaskan
perubahan luas fungsi lahan sebesar 11,49 persen (BPS dalam kerangka teoritik ini dapat menggambarkan
Kota Batu, 2013). Tidak hanya lahan saja yang terjadi hubungan antar konsep yang akan diteliti yang mana
penurunan tetapi terjadi pula pada para penduduk Kota sesuai dengan judul dalam penelitian ini yaitu
Batu yang bergerak pada sektor pertanian. Terjadi pula Implementasi Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi
pada tahun 2010 yang mana penduduk 10 tahun keatas Lahan Pertanian (Implementasi Kebijakan
yang bekerja menurut lapangan usaha, pada sektor Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian oleh
pertanian yaitu 34.011 jiwa yang termasuk didalamnya, Pemerintah Kota Batu sebagai Kawasan Agropolitan).
namun pada tahun 2012 pada sektor pertanian Implementasi adalah suatu tahapan dalam
berkurang 7.229 menjadi 26.782 jiwa yang ada kebijakan publik, dimana hal ini acapakali dianggap
didalamnya. Tentunya pengurangan ini cukuplah sebagai tahapan yang kurang berpengaruh, namun
sangatlah mengejutkan sehingga hal ini haruslah dalam kenyataan yang sebenarnya adalah,
diperhatikan. Apabila hal ini tidak diperhatikan implementasi menjadi sangat penting karena apabila
sehingga menjadi tidak terkendali maka akan suatu kebijakan tidak mempunyai tahapan
menyebabkan hilangnya sektor pertanian, baik dari implementasi maka, kebijakan tersebut akan tidak
sektor pertanian buah maupun sektor pertanian pangan berarti dan pelakasanaannya akan dilaksanakan dengan
lainnya. tidak benar. Sehingga untuk membahas lebih jauh lagi
maka dalam konsep yang akan dibahas menjelaskan
tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk tentang pengertian dan aktivitas implementasi
mendeskripsikan bagaimana Implementasi kebijakan kebijakan.
pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang Dalam studi implementasi kebijakan, terdapat
dilakukan oleh Pemerintah Kota Batusebagai kawasan dua prespektif daimana prespektif ini didasarkan pada
agropolitan. pernyataan perbedaannya dengan formulasi kebijakan.
Terkait dengan penelitian ini, sebelumnya Yaitu top-down, suatu kebijakan yeng dibuat oleh pusat
telah ada yang membahas mengenai konversi lahan dan diimplementasikan oleh daerah yang bersangkutan.
pertanian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sagita Dan apabila melibatkan aspirasi masyarakat dari bawah
Enggar Pratiwi tahun 2013. Sarjana Ilmu Administrasi termasuk yang akan menjadi para pelaksanaannya
Negara Universitas Airlangga, penelitian sebelumnya disebut dengan bottom-up.
mengkaji mengenai Formulasi Kebijakan Pemerintah Implementasi dalam studi kebijakan publik
Kabupaten Jombang dalam pengendalian alih fungsi terdapat banyak model, yaitu diantaranya adalah model
lahan pertanian ( Pratiwi, Sagita Enggar. 2013 ). implementasi kebijakan publik yang dikemukanan oleh
Sedangkan pada penelitian kali ini mengkaji tentang Van Meter dan Van Horn adalah “tindakan-tindakan
bagaimana implementasi dari kebijakan Pemerintah yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-
dalam mengatasai alih fungsi lahan pertanian melalui pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
kebijakan perlindungan lahan pertanian, di Kota Batu swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
sebagai kawasan Agropolitan . yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan
Penelitian ini diharapkan menjadikan suatu sebelumnya”. Namun pada penelitian kali ini peneliti
informasi dan referensi bagi para akademisi yang menggunakan metode elaborasi antara Merile S.
berkepentingan, terutama yang berkaitan dengan Grindle dengan Mazmanian dan Sabatier. Peneliti
implementasi kebijakan yang dilakukan oleh menggunakan metode elaborasi teori ini karena pada
pemerintah Kota Batu dalam upaya mengendalikan alih salah satu teori tidak dapat menjelaskan fenomena yang
fungsi lahan pertanian di Kota Batu guna ada sehingga peneliti menggunakan elaborasi.
mempertahankan namanya sebagai Kawasan Dalam implementasi kebijakan pengendalian
Agropolitan. Sehingga dalam hal ini pemerintah dan alih fungsi lahan pertanian yang di pakai pada
masyarakat sangat diharapkan untuk dapat bersinergi penelitian ini terdapat dua pembagian yaitu
bersama dalam mengimplementasikan kebijakan 1. Pada segi pelaksana kebijakan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian. 2. Implementasi kebijakan.
Konseptual dalam penelitian ini terdiri dari Penjelasannya adalah indikator kebijakan yaitu isi dari
implementasi kebijakan dan alih fungsi lahan implementasi kebijakan pengendalian alih fungsi lahan
pertanian. Konsep yang akan dipakai adalah proses pertanian yang dipadukan oleh dua model
maupun pendekatan dalam pelaksanakan suatu implementasi yaitu model Mazmanian dan sabatier dan
kebijakan dasar yang dilakukan oleh pelaksana Grindle yaitu:
kebijikan yang mana dalam benuk undang-undang
76
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
a) Kejelasan dari isi kebijakan yang dikeluarkan 5) Degradasi lingkungan: kemarau panjang yang
oleh pemerintah menimbulkan kekurangan air untuk pertanian
b) Manfaat dan perubahan yang diinginkan terutama pada wilayah sawah, penggunaan
c) Sumberdaya yang dilibatkan dalam proses pupuk pestisida secara berlebihan yang
pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan berdampak pada peningkatan serangan hama
d) Ketepatan alokasi sumberdaya yang ada tertentu akibat musnahnya predator alami dari
didalamnya termasuk sumberdaya manusia hama yang bersangkutan, serta pencemaran air
serta sumberdaya anggaran irigasi.
e) Keterpaduan hierarki dalam dan diantara 6) Otonomi daerah yang menguntamakan
lembaga pelaksana. pembangunan pada sektor yang menjanjikan
Pada konteks pelaksanaan pengendalian alih fungsi keuntungan pada jangka pendek lebih tinggi
lahan pertanian sepenuhnya menggunakan model daripada jangka panjang guna meningkatkan
Mazmanian dan Sabatier yang dianggap sesuai dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang mana
dalam implementasi kebijakan pengendalian alih fungsi cenderung mendorong konversi lahan
lahan pertanian di Kota Batu sebagai Kawasan pertanian menjadi non-pertanian, serta
Agropolitan. Adapun alasannya karena dalam rendahnya kemauan politik dari pemerintah
pelaksanaan pengimplementasiannya menurut daerah untuk secara konsisten dan tegas
Mazmanian dan Sabatier, hal tersebut termasuk dalam membuat sekaligus melaksanakan peraturan
variabel interventing yang langsung akan mampu daerah yang terkait dengan konversi lahan
menstrukturkan proses pelaksanaan sesuai dengan pertaian.
tujuan pelaksanaan dan kejelasan, yaitu diantaranya Lemahnya sistem perundang-undangan dan
adalah: penegakkan hukum dari peraturan-peraturan yang telah
a) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kota ada. Ketentuan terhadap pelanggaran peruntukan tanah
Batu dalam Rencana Tata Ruang Wilayah belum ada sanksi
b) Dukungan publik dari masyarakat Kota Batu hukumnya, demikian pula terhadap pelanggaran
c) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki oleh ketentuan penyusunan RTRW yang seharusnya telah
kelompok pemilih mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain
d) Dukungan dan komitmen dari para pejabat pencegahan konversi lahan pertanian produktif,
sebagai pelaksana. terutama sawah beririgasi.
Adapun cara-cara dalam mengendalikan alih
Pada Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi fungsi lahan pertanian dengan beberapa aspek yaitu:
saat ini tentu saja harus diantisipasi maka produksi 1) Kejelasan dari isi kebijakan yang dikeluarkan
akan sektor pertanian semakin lama akan mengancam oleh pemerintah. Yaitu seperti halnya Undang-
ketahanan pangan. Adapun fkator-faktor yang Undang dan peraturan daerah yang terkait
mendorong terjadinya konversi lahan pertanian dengan pengendalian alih fungsi lahan
menjadi non-pertanian yaitu (Isa, Iwan. 2004): pertanian. Kedua Pengesahan keputusan
1) Faktor kependudukann: peningkatn pada dalam bentuk peraturan daerah maupun
jumlah penduduk juga membutuhkan rancangan tata wilayah atau RTRW.
permintaan akan lahan untuk perumahan, jasa, Berikutnya adalah penetapan kawasan LP2B
industri, dan fasilitas umum lainnya. Adapun yang abadi dimana tanah ini tidak boleh
peningkatan taraf hidup masyarakat yang dikonversi.
semakin bertambah hingga memerlukan suatu 2) Manfaat dan perubahan yang diinginkan.
lahan. Manfaatnya kawasan agropolitan tetap terjaga
2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian dan komoditas unggulan tetap terjaga. Serta
antara lain kawasan indutri, kawasan, visi isi pada Kota Batu pun terlaksana.
perdagangan dan jasa dimana memerelukan 3) Sumberdaya yang dilibatkan dalam proses
lahan yang luas. Baik dari lahan lahan pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan.
pertanian termasuk sawah asal usul lahan Ketersediaan sumber daya manusia, dana dan
tersebut. sarana akan mempermudah melaksanaan suatu
3) Faktor ekonomi: tingginya land rent yang kebijakan tersebut. Seperti halnya dengan
diperoleh aktivitas sektor non pertanian di SKPD yang terkait dalam pengendalian alih
bandingkan sektor pertanian. Rendahanya fungsi lahan pertanian.
insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh 4) Ketepatan alokasi sumberdaya yang ada
tingginya biaya produksi, sementara harga didalamnya termasuk sumberdaya manusia
hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. serta sumberdaya anggaran. Seperti halnya
4) Faktor sosial dan budaya: keberadaan hukum pemberian tugas pokok dan fungsi jabatan
waris dimana hal ini menyebabkan yang tepat pada anggotanya dan dengan
terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga pengalokasian dana yang tepat guna dan tepat
tidak memenuhi batas minimum skala sasarannya.
ekonomi usaha yang menguntungkan.
77
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
masyarakat juga sangat diperlukan khususnya pemilik dimana masayrakat sendiri belum terketuk hatinya
lahan dan para petani. untuk menjaga lingkungan yang ada disekitarnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu penelitian kualitatif. Pengertian pada metode Daftar Pustaka
penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller yaitu
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang Anggara, Sahya., 2014, Kebijakan Publik, Pustaka
secara fundamental bergantung dari pengamatan pada Setia, Bandung.
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2011.
peristilahannya. Badan Pusat Statistik (BPS)., 2013, Angka Sementara
Data yang digunakan dalam penelitian ini Hasil Sensus Pertanian 2013, Badan Pusat
yaitu data kualitatif, artinya data yang dikumpulkan Statistik Kota Batu, Kota Batu.
dan analisinya berupa wawancara, catatan lapangan, Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu 2010-
dokumen pribadi, gambar dan dokumen resmi lainnya 2030.
namun bukan berbentuk angka-angka. Sehingga yang Dinas Pertanian dan Kehutanan., 2015, Perlindungan
menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
mendapatkan informasi sekaligus menjelaskan Disampaikan pada acara Sosialisasi Lahan
fenomena-fenomena yang terjadi dalam implementasi Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Batu.
kebijakan oleh Pemerintah Kota Batu mengenai Ditjen PSP, Kementrian Pertanian., 2015, Sosialisasi
pengendalian alih fungsi lahan pertanian pada kawasan Undang-Undang 41/2009 beresta Peraturan
agropolitan. Perundangan Turunannya, Disampaikan pada
Pada penelitian ini penentuan informan ini acara Sosialisasi Lahan Pertanian Pangan
dengan menggunakan teknik “purposive” yaitu Berkelanjutan (LP2B), Batu.
mencari sebanyak mungkin informasi dari berbagai Hanif, M.Fuad, 2008. Alih Fungsi Tanah Pertanian Ke
sumber. Maksud kedua adalah menggali informasi Non Pertanian dan Dampaknya Terhadap
yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang Pembudidayaan Tanaman Padi Dalam
muncul. Kerangka Ketahanan Pangan, Universitas
Brawijaya, Malang.
Kesimpulan Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1990, tentang
pelarangan izin perubahan fungsi lahan basah
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya, dan pengairan beririgasi.
kenyataannya di lapangan adalah Dinas Pertanian Keputusan Presiden nomor 53 Tahun 1960, tentang
Kehutanan beserta Badan Perencanaan dan larangan pemakaian tanah tanpa izin.
Pembangunan Daerah Kota Batu berkoordinasi dan Kementrian Lingkungan Hidup Kota Batu, 2011.
berusaha untuk mengendalikan alih fungsi lahan Mahardian , Ardhana Januar, 2013, Implementasi
pertanian di Kota Batu, tentunya hal tersebut sesuai Kebijakan Agropolitan di Kabupaten
dengan Undang-undang nomor 41 tahun 2009 yaitu Tulungagung, Surabaya
perlindungan lahan pertanian, serta berdasarkan Moleong, lexy J., 2004, Metodologi Penelitian
Peraturan Daerah Kota Batu nomor 7 tahun 2011 Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
tentang rencana tata ruang dan wilayah Kota batu, Peraturan Daerah Kota Batu No 7 Tahun 2011 tentang
dimana dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030.
ini dengan cara Pemerintah Daerah memberikan Priyono., 2011, Alih Fungsi Lahan Pertanian
insentif kepada para petani yang ada pada Kota Batu. Merupakan Suatu Kebutuhan Atau Tantangan.
Pada teori yang di jelaskan oleh Grindle Makalah Seminar Nasional Budidaya Pertanian,
bahwasannya tingkat keberhasilaan suatu kebijakan Urgensi dan strategi pengendalian alih fungsi
bergantung pada isi kebijakan, dimana isi kebijakan lahan pertanian, Bengkulu.
yang ada dalam perlindungan lahan pertanian sudah Rahayu, Ami, 2012. Status Keberlanjutan Kota Batu
sangat nyata dan jelas. Adanya keseriusan dari para Sebagai Kawasan Agropolitan, Universitas
pejabat pelaksanapun sudah dilaksanakan dengan baik, Diponegoro, Semarang.
seperti halnya yang ada yaitu telah terbentuknya Badan Republik Indonesia., 1992, Undang Undang No.24
Koordinasi Penataan Ruang daerah Kota Batu dimana Tahun 1992, tentang Penyusunan Rencana Tata
antar SKPD yang terkait dengan perlindungan alih Ruang Wilayah (RTRW).
fungsi lahan ini saling berkoordinasi , namun pada Republik Indonesia., 2007, Undang Undang No.26
kenyataanya meskipun adanya kerjasama dan Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.
pengawasan yang baik antar SKPD masih juga Republik Indonesia., 2009, Undang Undang No.41
terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian di Kota Tahun 2009, tentang Perlindungan Lahan
Batu yang mengakibatkan banyaknya para petani yang Pertanian Pangan Berkelanjutan.
menganggur dan kerusakan lingkungan pun tidak dapat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu tahun 2009-
di elakkan lagi sehingga dapat dikatakan pengawasan 2029.
dan koordinasi antar SKPD tersebut belum maksimal Sagita, Enggar., 2014, Formulasi Kebijakan
dan faktor utama dalam hal ini adalah masyarakat, Pemerintah Kabupaten Jombang Dalam
79
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X
80