You are on page 1of 10

Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

Implementasi Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian Di Kota


Batu Sebagai Kawasan Agropolitan
RANDA NURIANANSYAH PUTRA
Mahasiswa Program Studi Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Airlangga

ABSTRACT

This research aims to obtain the detail of description about The problems of agricultural land conversion is crucial at this
time, various efforts of government efforts to control agricultural land conversion deployed in the form of legislation, government
regulations and Local Regulation was already given. Those problems contrary to the implementation in each region, which can be
an overarching rule of all protection and control of productive agricultural land perceived ineffective and less than the maximum, so
that the impact can be seen in the environment and society, in this research land conversion in the Batu City that aims to describe
about How Government Batu in controlling agricultural land conversion. This research used qualitative and descriptive methods to
approach the theoretical elaboration Mazmanian and Grindle, in addition to the interviews conducted by purposive sampling
because considered to understand and know how to implement these policies. The conclusion of this research is the control of
agricultural land conversion in Batu City by SKPD enough for most but this requires public awareness alone will care about the
environment. Then the government Batu invites society is to improve the soil so that the passion for farming emerged and
Agropolitan region is preserved.

Keywords: Implementation, Control, Land Transfer Function

Pendahuluan dilaksanakannya pembangunan nasional, yang mana


hal tersebut menekan pada kemakmuran dan keadilan
Dengan zaman yang semakin berkembang sosial dimana hal ini juga berdasarkan pancasila.
kebutuhan akan lahan baik untuk perumahan maupun Lahirnya UU No. 26 Tahun 2007 tentang
bercocok tanam semakin meningkat. Pada umumnya Penataan Ruang dengan turunannya berupa rencana
Pemerintah dapat memahami akan kebutuhan tata ruang merupakan upaya penting dalam
masyarakat disebabkan karena kurangnya persediaan menertibkan penyelenggaraan penataan ruang di
tanah bagi rakyat, akan tetapi banyak sekali Indonesia yang diwujudkan melalui beberapa aspek
diantaranya tanah-tanah tersebut dipakai oleh individu penting, diantaranya pengendalian pemanfaatan ruang.
maupun kelompok tanpa menggunakan izin dari pihak Pengendalian pemanfaatan ruang dilaksanakan secara
yang berwajib maupun yang berhak. Tanah- tanah sistematik melalui penetapan peraturan zonasi,
tersebut diantaranya tanah-tanah hutan lindung, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif, serta
persawahan dan perkebunan. Maka dengan adanya sanksi. Kegiatan penataan ruang terdiri dari 3 (tiga)
pemakaian tanah yang mana secara tidak sah tersebut, kegiatan yang saling terkait, yaitu: perencanaan tata
Pemerintah melakukan tidakan yang nantinya untuk ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
mencegah meluasnya perbuatan yang merugikan pemanfaatan ruang, dengan produk rencana tata ruang
tersebut dengan mengeluarkan peraturan sebagai dasar berupa Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang
hukumnya yaitu dalam bentuk PERPU No. 51 tahun secara hirarki terdiri dari Rencana Tata Ruang Wilayah
1960, yang mengatur tentang larangan pemakaian Nasional (RTRWN), Rencana Tata Ruang Wilayah
tanah tanpa izin yang berhak atau yang berkuasa. Provinsi (RTRWP), dan Rencana Tata Ruang Wilayah
Sehingga apabila ada pihak-pihak yang menggunakan Kabupaten/Kota (RTRW Kab/kota). Ketiga rencana
tanah tanpa izin dari yang berhak maka akan diancam tata ruang tersebut harus dapat terangkum di dalam
dengan hukuman pidana. Perumahan dan pemukiman suatu rencana pembangunan sebagai acuan di dalam
merupakan kebutuhan dasar manusia dimana hal ini implementasi perencanaan pembangunan berkelanjutan
memiliki peranan yang amat sangat penting demi di wilayah Indonesia. Sebagai payung hukum dalam
kelangsungan hidup suatu individu maupun penyelenggaraan penataan ruang, maka Undang-
masyarakat.Setiap pembangunan rumah dapat Undang Penataan Ruang ini diharapkan dapat
dilakukan diatas tanah yang mana tanah tersebut mewujudkan rencana tata ruang yang dapat
memiliki hak-hak atas tanah dimana hal ini sesuai mengoptimalisasikan dan memadukan berbagai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. kegiatan sektor pembangunan, baik dalam pemanfaatan
UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan sumberdaya alam maupun sumberdaya buatan(Deddy
Pembangunan merupakan payung hukum bagi Koespramoedyo).
pelaksanaan perencanaan pmbangunan dalam rangka Pada Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009
menjamin tercapainya tujuan negara, yang digunakan yang mengatur tentang perlindungan lahan pertanian
sebagai arahan di dalam Sistem Perencanaan pangan berkelanjutan, Pada pasal 1 nomor 15
Pembangunan secara nasional. Dan sebagaimana menjelaskan bahwa alih fungsi lahan pertanian adalah
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, untuk perubahan fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan
memajukan kesejahteraan umum maka menjadi bukan lahan pertanian pangan berkelanjutan
71
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

baik secara tetap maupun sementara. Dalam hal ini Tabel 1


perubahan alih fungsi lahan tersebut sering kali Luas Lahan Pertanian di Indonesia,2012-2013
menjadi perhotelan, perumahan dan industri lainnya.
Dan didalam alih fungsi lahan pertanian ini Pertumbuhan (%)
tentunya tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor Jenis lahan 2012 2013 2012 sampai 2013
41 Tahun 2009 yang mengatur tentang perlindungan Sawah
8,132,345.91 8,112,103. -0.25
lahan pertanian pangan berkelanjutan. Yang mana
dengan adanya pasal 3b yang berbunyi “Menjamin Tegal/kebun 11,947,956. 11,876,881 -0.59
tersedianya lahan pertanian pangan secara Ladang 5,262,030. 5,272,895. 0.21
berkelanjutan”. Dari potongan ayat tersebut harusnya lahan tidak 14,245,408. 14,213,815 -0.22
pemerintah dan juga peran masyarakat di harapkan diusahakan .
penuh dalam menjaga ketersediaan lahan pertanian, Sumber: Statistik Lahan Pertanian 2014
sehingga menghindari keadaan rawan pangan melalui Pada tabel diatas menunjukkan bahwasannya
pengendalian alih fungsi lahan pertanian. tidak adanya pertumbuhan yang terjadi pada jenis lahan
Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2012 sawah. Dan adanya sedikit pertumbuhan ladang yaitu
tentang intensif perlindungan lahan pertanian pangan sekitar 0.21%. Dimana diidalam pekerjaan pertanian
berkelanjutan. Dalam pasal 2b menjelaskan,” ini diperlukannya lahan tanah atau lahan pertanian.
bahwasnnya pemberian intensif perlindungan lahan Bagi para petani tanah tersebut adalah merupakan satu
pertanian pangan berkelanjutan yang mana hal ini telah unsur yang amat sangat paling fundamental,
ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah dan dikarenakan dari tanah inilah para pekerja tani
tujuannya yaitu untuk meningkatkan upaya menggantungkan hidupnya untuk dipergunakan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian pangan sebagai bercocok tanam. keterbatasan ini mendorong
berkelanjutan ”. meningktanya jumlah petani gurem dan petani
Dalam hal pemberian intensif oleh pemerintah tunakisma di perdesaan.
ini berupa pengembangan infrastruktur pertanian, Seperti pada apa yang telah di tulis oleh
pembiayaan penelitian dan pengembangan benih dan Enggar Sagita, bahwasannya pengkonversian lahan
varietas unggul, kemudahan dalam mengakses pertanian terjadi sangat besar, dan apabila di biarkan
informasi dan teknologi, penyediaan sarana dan terus menerus maka produksi dari pertanian dalam
prasarana produksi pertanian, jaminan penerbitan jangka panjangnya akan terus menerus dan menjadi
sertipikat hak atas tanah pada lahan pertanian pangan defisit pangan. Dan yang akan terjadi adalah Indonesia
berkelanjutan, serta penghargaan bagi petani akan memiliki ketergantungan terhadap impor beras
berprestasi tinggi seperti tertera pada Peraturan dari negara-negara tetangga. Seperti pada tabel 1.2 di
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2012 pasal 5 tentang bawah ini menunjukkan bahwasannya impor beras
intensif perlindungan lahan pertanian pangan negara kita Indonesia pada periode Januari 2013 hingga
berkelanjutan (Sagita Enggar. 2013). Agustus 2013 sudah mencapai angka 300.171 ton.
Sebagian besar penduduk dari bangsa kita ini
adalah bekerja pada sektor pertanian. Para petanipun Tabel 2
terbukti memberikan kontribusi yang nyata, dimana Impor Beras Indonesia Periode 2013 dan 2014
pada sektor ini telah membuktikan eksistensinya dalam Negara Besar dalam ton USD
pertumbuhan perekonomi Indonesia. Pada saat krisis Pengimpor 2013 2014 2013 2014
ekonomi yang diterima oleh bangsa Indonesia, dimana
India 52.830 61.546 2,694 juta 2,3 juta
sektor pertanian inilah terbukti tangguh untuk menahan
dampak dari krisis tersebut, yaitu tentunya dengan Thailand 67.388 90.763 4,258 juta 2,6 juta
pertanian unggulan yang mana berorientasi pada
ekspor kenegara lain. Meskipun peranan dari sektor Vietnam 103.265 500.000 7,051 juta Rp. 300M
pertanian ini sungguh sungguh terbukti dalam
pembangunan ekonomi, akan tetapi kegiatan pertanian Pakistan 67.463 8.950 6,819 juta 3,33 Juta
ini perlu adanya perhatian yang cukup mendalam, hal
ini pun terjadi dikarenakan terbatasnya jumlah lahan Myanmar 9.225 8.136 2,319 juta 2,7 juta
yang memadai, dimana lahan tersebut untuk dapat
Jumlah 300.171 669.395 53,4141 70,93 juta + 3 M
dimanfaatkan oleh para petani. Seperti pada tabel 1.1
Pertumbuhan lahan yang terjadi tidak semakin Sumber: CNNIndonesia.com
bertambah akan tetapi menjadi minus. Sehingga dapat Seperti pada tabel diatas tahun 2014 pun
dikatakan alih fungsi lahan yang terjadi di setiap Indonesia mengalami defisit pangan, dimana Indonesia
tahunnya semakin memperparah hal ini. harus mengimpor beras besar-besaran dari negara
tetangga, sehingga mengahbiskan miliaran Rupiah
yang harus dikeluarkan oleh Indonesia. Dalam hal ini
adalah dampak dari penurunan produksi pertanian
dimana dikarenakan maraknya alih fungsi lahan
pertanian di Indonesia.

72
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

Secara empiris lahan pertanianlah yang paling


rentan terhadap alih fungsi. Hal tersebut disebabkan
oleh : Tabel. 3
(1) Kepadatan penduduk di pedesaan yang Jumlah ijin perubahan Penggunaan Tanah Menurut
mempunyai agroekosistem dominan sawah pada Luas Tanah Tahun 2011-2012
umumnya jauh lebih tinggi dibandingkan
agroekosistem lahan kering, sehingga tekanan Tahun
penduduk atas lahan juga lebih tinggi; Luas Tanah (m2) 2013 2012 2011
(2) Daerah pesawahan banyak yang lokasinya Sawah 395.039 626.688 451.876
berdekatan dengan daerah perkotaan; Jenis Tanah Kering 816.068 754.431 893.455
(3) Akibat pola pembangunan di masa Total 1.211.107 1.381.119 1.345.331
sebelumnya, infrastruktur wilayah pesawahan Perumahan 681.274 835.121 776.508
Penggunaan Industri 454.769 436.680 507.556
pada umumnya lebih baik dari pada wilayah lahan
Lahan Lainnya 103.468 109.318 61.257
kering; dan
Total 1.239.511 1.381.119 1.345.331
(4) Pembangunan prasarana dan sarana
Sumber: Sidoarjo Dalam Angka 2013, 2014. BPS
pemukiman, kawasan industri, dan lain-lain.
Hal ini cenderung berlangsung cepat di wilayah
Pada tabel diatas menunjukkan bahwasannya
bertopografi datar, dimana pada wilayah dengan
jenis tanah sawah mengalami penurunannya hingga
topografi seperti itu (terutama di Pulau Jawa)
mencapai setengah dari pada tahun 2012. Dan jenis
ekosistem pertaniannya dominan areal persawahan
tanah kering melebihi dari luas tanah sawah yaitu
(Muhammad Iqbal dan Sumaryanto.170).
sebesar 816.068. hal ini juga berkenaan dengan
Seperti halnya pada suatu kasus yang diangkat
penggunaan lahan perumahan dan industri yang cukup
pada penelitian sebelumnya yaitu di Jombang Jawa
besar melebihi jumlah luas tanah sawah.
Timur, dimana Kota Jombang adalah kota yang
Kota pertanian (agropolitan) berada dalam
memiliki kontibusi yang cukup tinggi dalam hal
kawasan pemasok hasil pertanian (sentra produksi
penyumbang produksi beras di Jawa Timur.
pertanian) yang mana kawasan tersebut memberikan
Permasalahan yang terjadi di kota jombang ini adalah
kontribusi yang besar terhadap mata pencaharian dan
maraknya pengkonversian lahan dari pertanian menjadi
kesejahteraan masyarakatnya. Selanjutnya kawasan
ke non pertanian. Meningkatnya pengkonversian
pertanian tersebut (termasuk kotanya) disebut dengan
tersebut dikarenakan perumahan, dan sektor industri
kawasan agropolitan. Kota pertanian dapat merupakan
lain. Dan bahkan penyebab besar berkurangnya area
kota menengah atau kota kecil atau kota kecamatan
pertanian adalah adanya proyek pembangunan tol
atau kota pedesaan yang berfungsi sebagai pusat
Mojokerto-Kertosono yang mana hal ini memakan area
pertumbuhan ekonomi yang mendorong pertumbuhan
persawahan yang cukup luas yaitu kurang lebih sekitar
pembangunan perdesaan dan desa-desa hinterland atau
254 hektar. Hal ini menyebabkan penurunan hasil
wilayah sekitarnya melalui pengembangan ekonomi,
produksi pertanian pangan.
yang tidak terbatas sebagai pusat pelayanan sektor
Permasalahan alih fungsi lahan ini pun tidak
pertanian, tetapi juga pembangunan sektor secara luas
hanya terjadi pada kondisi kota Jombang saja, dengan
seperti usaha pertanian (on farm dan off farm), industri
permasalahan yang sama namun dengan peruntukkan
kecil, pariwisata, jasa pelayanan, dan lain-lain. Batasan
yang berbeda yaitu Kota Sidoarjo. Kota Sidoarjo
suatu kawasan agropolitan lebih ditentukan dengan
adalah Kabupaten (Kota) yang terhitung pada BPS
memperhatikannya economic of scale dan economic of
tahun 2012 yang memiliki kepadatan penduduk
scope (Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun,2011).
tertinggi pada Provinsi Jawa Timur yaitu 3.218,60 jiwa
Program agropolitan ini adalah sesuatu yang
per KM2. Pada kota Sidoarjo ini bisnis perumahan
memanfaatkan kawasan perdesaan dengan basis
sangatlah menjanjikan dikarenakan masyarakat dan
pertanian secara luas dimulai pada perkebunan,
para pengembang perumahan (developer) yang ada di
pertanian, peternakan dan kehutanan, dimana hal ini
Surabaya melirik kawasan ini. Ketertarikan karena
untuk kemajuan perdesaan dan perkembangan
wilayah Surabaya sudah semakin penuh dan sesak
perekonomian masyarakat perdesaan untuk kemajuan.
sehingga mengarah ke pinggir dari kota Surabaya
Pada dasarnya pelaksanaan program agropolitan
tersebut yaitu Kota Sidoarjo. Dapat kita lihat bersama
dipandang sebagai alternatif model pembangunan yang
pada Tabel 1.3 pada perumahan terjadi kenaikan pada
sangat menjanjikan. Pelaksanaan agropolitan ini justru
tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 2,66%. Sehingga
akan mengatasi ketidak seimbangan antara perkotaan
apabila hal ini tidak diperhatikan maka sektor pertanian
dan perdesaan, hal ini dikarenakan agropolitan
akan tergerus dan lahan pun akan menjadi perumahan
merupakan suatu model yang mengandalkan
maupun Industri lainnya (Cristi Corolina, Linda.Vol. 2,
desentralisasi, mengandalkan infrastruktur setara kota
No. 2, 224-229).
di wilayah perdesaan, sehingga mendorong urbanisasi
(Mahardhani, Ardhana Januar, 2012).
Maka dari itu pengembangan kawasan
agropolitan berdasarkan pada pedoman umum
pengembangan kawasan agropolitan haruslah mampu
73
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

melihat kedepan dan melakukan pembangunan yang Sepertihalnya dengan Kota Batu, suatu kota
berkelanjutan melalui : yang berada di provinsi Jawa Timur yang berbatasan
a. Pengembangan Sumber Daya Manusia langsung dengan Kota Malang, yang mana kota ini
(SDM), melalui kegiatan pendidikan, pelatihan, terkenal akan kawasan Agropolitannya. Kawasan
penyuluhan pertanian, pengembangan kelembagaan agropolitan sendiri merupakan suatu program bersama
masyarakat yang diarahkan dan terfokus untuk antara Departemen Pertanian dan Departemen
pengembangan kawasan agropolitan, dan lain Pekerjaan Umum secara Nasional yang mana telah
sebagainya. Pengembangan SDM di kawasan dirintis mulai tahun 2002, dimana pendanaan dalam
agropolitan menjadi tangung jawab bersama, antar pelaksanaan program yang dimaksud yaitu sharing
pemerintah, swasta, dan masyarakat. antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi dan
b. Pengembangan Agribisnis, strategi Kabupaten Kota. Hakikatnya kawasan agropolitan
pengembangan agribisnis yang utuh dan bertahap adalah kawasan yang terdiri dari satu atau lebih pusat
disetiap daerah memerlukan pendekatan berbeda untuk kegiatan pada wilayah pedesaan sebagai sistem
setiap kawasan agropolitan. Para pelaku agribisnis dan produksi pertanian dan pengelolaan sumber daya alam
petani di kawasan agropolitan harus mampu tertentu yang ditunjukkan oleh adanya keterkaitan
menganalisis keuntungan usaha taninya dengan fungsional dan hirarki keruangan satuan sistem
mengembangkan model usaha tani terpadu dan permukiman dan sistem agribisnis. Tidak hanya itu
berkelanjutan, pengolahan produk pertanian yang saja, dalam Perencanaan Pembangunan Jangka
mampu memiliki nilai tambah dan daya saing. Menengah Daerah Propinsi Jawa Timur Tahun 2006-
c. Pengembangan Investasi dan Permodalan, 2008 yaitu terdapat suatu Agenda Percepatan
strategi ini dapat diterapkan dengan bantuan modal dan pertumbuhan Ekonomi yang berkualitas , berkelanjutan
kredit yang dilakukan dengan prinsip mendidik dan pembangunan infrastruktur, pada sub agenda
terstruktur, dan sistematis. Bantuan langsung dalam Revitalisasi pertanian pada program Pengembangan
bentuk bergulir atau cuma-cuma dalam bentuk uang Agribisnis tertera kegiatan Fasilitasi Pengembangan
maupun modal kerja yang diberikan haruslah Kawasan Agropolitan. Dan untuk melaksankan
berdasarkan kebutuhan dan mengarah kepada koordinasi di tingkat Propinsi telah disusun Kelompok
masyarakat kawasan agropolitan. Kerja Pengembangan Kawasan Agropolitan dengan
d. Untuk itu, sebelumnya harus dilakukan Keputusan Gubernur Jawa Timur Nomor:
identifikasi dan analisis kebutuhan masyarakat 188/90/KPTS/013/2008 tanggal 21 Februari 2008
kawasan. Kredit kepemilikan modal ini hendaknya tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA)
tidak dibatasi untuk usaha budidaya saja, tetapi bisa Pengembangan Kawasan Agropolitan Propinsi Jawa
digunakan untuk segala macam usaha baik on farm Timur Tahun Anggaran 2008. Hal ini juga dikuatkan
maupun off farm. dalam Rencanaan Pembangunan Jangka Menengah
e. Pengembangan Prasarana dan Sarana yang Daerah (RPJMD) Propinsi Jawa Timur Tahun 2009-
perlu dikembangkan harus berwawasan lingkungan 2014 yaitu terdapat suatu arah pembangunan Misi,
pertanian, dengan demikian perlu memperhatikan dimana arah pembangunan tersebut ditempuh memalui
aspek kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah penguatan ekonomi yang didukung pengembangan
(RTRW) baik tingkat Provinsi maupun Kabupaten. pertanian dan agroindustri ataupun agrobisnis,
Prasarana dan sarana yang dikembangkan perlu sehingga dalam hal ini melalui tahap revitalisasi
diarahkan untuk menunjang : peningkatan pertanian yang nantinya pun ditempuh melalui empat
produktivitas pertanian (on farm); pengolahan hasil, langkah pokok yaitu:
sebagai upaya untuk mendapatkan nilai tambah atas 1. Meningkatkan kemampuan petani, dan
produk hasil pertanian (off farm); dan pemasaran hasil, penguatan lembaga pendukungnya;
sebagai upaya menunjang pemasaran hasil yang dapat 2. Meningkatkan produktivitas, produksi, daya
memperpendek mata rantai tata niaga hasil pertanian, saing, dan nilai tambah produk pertanian dan
sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani dan perikanan;
nilai tawar hasi produksi pertanian (Rahayu, Ami, 3. Meningkatkan pengamanan ketahanan pangan;
2012). 4. Memanfaatkan hutan untuk divesifikasi usaha,
Kawasan agropolitan di provinsi Jawa Timur dan pendukung produksi pangan.
terbagi menjadi 22 lokasi sejak tahun 2001, dimana hal Sehingga sasarannya adalah meningkatkan
ini terdiri dari satu agropolitan mandiri kota Batu, 3 pertumbuhan sektor pertanian secara signifikan, dan
agropolitan rintisan di Kabupaten Mojokerto, Ngawi, meningkatnya kesejahteraan petani dan nelayan, serta
dan Banyuwangi, serta 18 agropolitan yang di tunjuk menumbuh kembangkan agrobisnis ataupun
oleh Pemerintah provinsi yaitu Kabupaten Lumajang, agroindustri dan agropolitan.
Bangkalan, Tulungagung, Trenggalek, Pamekasan, Pertanian di Indonesia yang mana lahan untuk
Pasuruan, Madiun, Blitar, Ponorogo, Pacitan, Nganjuk, pertanian sendiri semakin kritis, dikarenakan
Probolinggo, Malang, Lamongan, Tuban, Bondowoso, banyaknya pengubahan lahan pertanian menjadi non
Bojonegoro, dan Jombang (Mahardhani, Ardhana pertanian. Dengan kata lain pengkonversian lahan
Januar, 2012). pertanian menjadi lahan non pertanian semakin cepat.
Konversi lahan yang tidak terkendali disebabkan oleh

74
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

pembangunan yang tidak merata serta kurangnya pertanian hingga tidak produktif/rusak,
memperhatikan aspek lingkungan. Laju pertumbuhan menjual tanah, merubah lahan pertanian ke
dan pertmabahan penduduk yang cukup tinggi sendiri non pertanian) tanpa memikirkan dampak
merupakan determinan utama konversi lahan pertanian. untung dan ruginya.
Dan ada pula lain halnya dalam hal para wisatawan 4) Faktor Sosial dan Politik
yang kebanyakan dari luar Kota Batu sendiri sangat Perkembangan masyarakat sebagai efek
tertarik untuk berinvestasi di Kota Batu ini karena adanya otonomi daerah,yang mana ingin
udara yang sangat bagus dan masih asli, tidak seperti di menuntut hak atas pegelolaan tanah yang lebih
perkotaan pada umumnya yang mana polusi cukup luas. Sehingga menyebabkan konflik antar
tinggi. Dengan adanya perubahan yang terjadi pihak.
menjadikan Kota Batu sebagai lahan untuk berinvestasi 5) Perubahan Perilaku
untuk jangka panjangnya yaitu sebagai contohnya Perkembangan informasi, transportasi,
untuk pembuatan rumah tinggal yang baik tidak telekomunikasi dan lain-lain, berpengaruh
disewakan maupun disewakan, restoran, bahkan terhadap perubahan perilaku masyarakat.
menjadi hotel baik dari tingkat hotel melati sampai Sehingga pekerjaan bertani dianggap tidak
hotel berbintang. Pada tabel 4 hotel dan restoran keren, kotor, sengsara dan berpenghasilan
meningkat menjadi 77 hotel dan restoran baru hal ini rendah.
terjadi hanya berselang 2 tahun saja. 6) Hubungan pemilik lahan dengan penggarap
Tabel 4 Penggarap lahan tidak ramah lingkungan
Banyaknya Akomodasi Hotel Dirinci Menurut akibatnya kondisi lahan merost hingga terjadi
Kecamatan kerusakan dan pemilik lahan merasa sia-sia
Hotel dan Pertumbuhan (%) mempertahankan kepemilikannya.
No Kecamatan restoran dll. Tahun 2011-2013 7) Faktor Kelembagaan
2011 2013 Dalam hal ini kurang sinerginya antara
Himpunan Kerukunan Tani (HKTI),
1. Batu 395 465 17,7% Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) dll
2. Junrejo 11 21 90,9% dengan pemerintah. Sehingga apabila
3. Bumiaji 35 38 8,5% organisasi tersebut tidak dapat
memperjuangkan anggotanya, maka
Jumlah 441 524 18,8%
memungkinkan saja apabila mereka menjual
Sumber : BPS Kota Batu diolah tanah mereka dengan harga murah atau
Berdasarkan pada tabel diatas pertumbuhan mengelola tanah semaunya tanpa
hotel maupun restoran yang ada pada Kota Batu memperhatikan kelestariannya.
meningkat setiap tahunnya. Hal ini dapat dilihat 8) Faktor Instrumen Hukum dan Penegakkannya
dengan jumlah pertumbuhan hotel dan restoran pada Sudah cukup banyak peraturan yang telah di
Kota Batu pada tahun 2013. Dimana para investor buta akan tetapi sangsinya belum terasa tegas
tertarik untuk mencoba peruntungan di Kota Batu ini. dan dirasa tidak berat bagi pelanggarnya
Permasalahan ini tidak cukup hanya pada sehingga dalam penerapannya/penegakannya
investor saja yang masuk, namun adanya para pemilik masih terasa belum optimal, melihat hasilnya
lahan yang lebih memilih menjual tanahnya daripada juga masih belum banyak di samping
mengelola tanah tersebut secara pribadi maupun dianggap masih ringan oleh pelanggarnya
berkelompok. Pada umumnya motif dari (tidak ada rasa efek takut/efek jera). Hal ini
pengkonversian lahan ini adalah untuk pemenuhan disebabkan oleh mental aparat pemerintah dan
kebutuhan sehingga terjadi maraknya penjualan tanah. aparat penegak hukum yang belum kuat
Adapun penyebab lain yaitu diantaranya menghadapi budaya KKN, sehingga dalam
adalah: penerapannya menjadi tidak tegas dan model
1) Faktor Ekonomi : tebang pilih (Priyono, 2011).
Pendapatan hasil pertanian jauh lebih rendah Sehingga dengan faktor-faktor inilah tanah-
dari pada non pertanian dan usaha pertanian tanah di Kota Batu saat ini diperjual belikan. Baik
dianggap melelahkan karena lama dan sulit dengan harga yang murah hingga harga yang
bahkan apabila ada hama/penyakit. Sehingga menjulang tinggi. Dan dengan harga tinggi inilah
lebih memilih mengganti lahan pertanian masyarakat Kota Batu menjadi tergiur untuk menjual
menjadi lahan non pertanian. tanahnya, tanpa memperdulikan dampak kedepannya.
2) Faktor Demografi : Cepatnya laju konversi lahan pertanian ini
Pertambahan penduduk, dimana hal ini secara otomatis akan mempengaruhi kinerja para petani
membutuhkan ruang/lahan sehingga sendiri dan nantinya menyebabkan jumlah produksi
kebutuhan akan perumahan. dari sektor pertanian menurun drastis. Berdasarkan
3) Faktor Pendidikan dan IPTEKS angka sementara hasil pencacahan lengkap sensus
Minimnya hal ini menjadikan masyarakat pertanian 2013, jumlah rumah tangga usaha pertanian
untuk mengambil jalan pintas dalam di Kota Batu mengalami penurunan dari 19.326 rumah
mengatasi masalah (mengeksploitasi lahan
75
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

tangga pada tahun 2003 menjadi 17.357 rumah tangga ataupun dapat berbentuk perintah, namun dapat juga
pada tahun 2013 dengan laju penurunan sebesar 1,07 diartikan sebagai keputusan, yang telah dirumuskan
persen per tahun (BPS Kota Batu, 2013). Penurunan oleh beberapa ahli. Konsep berikutnya yaitu mengenai
rumah tangga usaha pertanian ini di Kota Batu pengendalian alih fungsi lahan pertanian serta strategi
berbanding lurus dengan luas lahan sawah dalam kurun yang dikemukakan oleh peneliti terdahulu untuk
waktu sepuluh tahun terakhir. Pada tahun 2003 luas mengendalikan alih fungsi lahan pertanian secara
lahan sawah di Kota Batu 2.681 ha menjadi 2.373 ha. umum.
Dalam kata lain Kota Batu sendiri mengalami Pada konsep-konsep yang akan dijelaskan
perubahan luas fungsi lahan sebesar 11,49 persen (BPS dalam kerangka teoritik ini dapat menggambarkan
Kota Batu, 2013). Tidak hanya lahan saja yang terjadi hubungan antar konsep yang akan diteliti yang mana
penurunan tetapi terjadi pula pada para penduduk Kota sesuai dengan judul dalam penelitian ini yaitu
Batu yang bergerak pada sektor pertanian. Terjadi pula Implementasi Kebijakan Pengendalian Alih Fungsi
pada tahun 2010 yang mana penduduk 10 tahun keatas Lahan Pertanian (Implementasi Kebijakan
yang bekerja menurut lapangan usaha, pada sektor Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian oleh
pertanian yaitu 34.011 jiwa yang termasuk didalamnya, Pemerintah Kota Batu sebagai Kawasan Agropolitan).
namun pada tahun 2012 pada sektor pertanian Implementasi adalah suatu tahapan dalam
berkurang 7.229 menjadi 26.782 jiwa yang ada kebijakan publik, dimana hal ini acapakali dianggap
didalamnya. Tentunya pengurangan ini cukuplah sebagai tahapan yang kurang berpengaruh, namun
sangatlah mengejutkan sehingga hal ini haruslah dalam kenyataan yang sebenarnya adalah,
diperhatikan. Apabila hal ini tidak diperhatikan implementasi menjadi sangat penting karena apabila
sehingga menjadi tidak terkendali maka akan suatu kebijakan tidak mempunyai tahapan
menyebabkan hilangnya sektor pertanian, baik dari implementasi maka, kebijakan tersebut akan tidak
sektor pertanian buah maupun sektor pertanian pangan berarti dan pelakasanaannya akan dilaksanakan dengan
lainnya. tidak benar. Sehingga untuk membahas lebih jauh lagi
maka dalam konsep yang akan dibahas menjelaskan
tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk tentang pengertian dan aktivitas implementasi
mendeskripsikan bagaimana Implementasi kebijakan kebijakan.
pengendalian alih fungsi lahan pertanian yang Dalam studi implementasi kebijakan, terdapat
dilakukan oleh Pemerintah Kota Batusebagai kawasan dua prespektif daimana prespektif ini didasarkan pada
agropolitan. pernyataan perbedaannya dengan formulasi kebijakan.
Terkait dengan penelitian ini, sebelumnya Yaitu top-down, suatu kebijakan yeng dibuat oleh pusat
telah ada yang membahas mengenai konversi lahan dan diimplementasikan oleh daerah yang bersangkutan.
pertanian yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sagita Dan apabila melibatkan aspirasi masyarakat dari bawah
Enggar Pratiwi tahun 2013. Sarjana Ilmu Administrasi termasuk yang akan menjadi para pelaksanaannya
Negara Universitas Airlangga, penelitian sebelumnya disebut dengan bottom-up.
mengkaji mengenai Formulasi Kebijakan Pemerintah Implementasi dalam studi kebijakan publik
Kabupaten Jombang dalam pengendalian alih fungsi terdapat banyak model, yaitu diantaranya adalah model
lahan pertanian ( Pratiwi, Sagita Enggar. 2013 ). implementasi kebijakan publik yang dikemukanan oleh
Sedangkan pada penelitian kali ini mengkaji tentang Van Meter dan Van Horn adalah “tindakan-tindakan
bagaimana implementasi dari kebijakan Pemerintah yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-
dalam mengatasai alih fungsi lahan pertanian melalui pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau
kebijakan perlindungan lahan pertanian, di Kota Batu swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
sebagai kawasan Agropolitan . yang telah ditetapkan dalam keputusan kebijakan
Penelitian ini diharapkan menjadikan suatu sebelumnya”. Namun pada penelitian kali ini peneliti
informasi dan referensi bagi para akademisi yang menggunakan metode elaborasi antara Merile S.
berkepentingan, terutama yang berkaitan dengan Grindle dengan Mazmanian dan Sabatier. Peneliti
implementasi kebijakan yang dilakukan oleh menggunakan metode elaborasi teori ini karena pada
pemerintah Kota Batu dalam upaya mengendalikan alih salah satu teori tidak dapat menjelaskan fenomena yang
fungsi lahan pertanian di Kota Batu guna ada sehingga peneliti menggunakan elaborasi.
mempertahankan namanya sebagai Kawasan Dalam implementasi kebijakan pengendalian
Agropolitan. Sehingga dalam hal ini pemerintah dan alih fungsi lahan pertanian yang di pakai pada
masyarakat sangat diharapkan untuk dapat bersinergi penelitian ini terdapat dua pembagian yaitu
bersama dalam mengimplementasikan kebijakan 1. Pada segi pelaksana kebijakan
pengendalian alih fungsi lahan pertanian. 2. Implementasi kebijakan.
Konseptual dalam penelitian ini terdiri dari Penjelasannya adalah indikator kebijakan yaitu isi dari
implementasi kebijakan dan alih fungsi lahan implementasi kebijakan pengendalian alih fungsi lahan
pertanian. Konsep yang akan dipakai adalah proses pertanian yang dipadukan oleh dua model
maupun pendekatan dalam pelaksanakan suatu implementasi yaitu model Mazmanian dan sabatier dan
kebijakan dasar yang dilakukan oleh pelaksana Grindle yaitu:
kebijikan yang mana dalam benuk undang-undang

76
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

a) Kejelasan dari isi kebijakan yang dikeluarkan 5) Degradasi lingkungan: kemarau panjang yang
oleh pemerintah menimbulkan kekurangan air untuk pertanian
b) Manfaat dan perubahan yang diinginkan terutama pada wilayah sawah, penggunaan
c) Sumberdaya yang dilibatkan dalam proses pupuk pestisida secara berlebihan yang
pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan berdampak pada peningkatan serangan hama
d) Ketepatan alokasi sumberdaya yang ada tertentu akibat musnahnya predator alami dari
didalamnya termasuk sumberdaya manusia hama yang bersangkutan, serta pencemaran air
serta sumberdaya anggaran irigasi.
e) Keterpaduan hierarki dalam dan diantara 6) Otonomi daerah yang menguntamakan
lembaga pelaksana. pembangunan pada sektor yang menjanjikan
Pada konteks pelaksanaan pengendalian alih fungsi keuntungan pada jangka pendek lebih tinggi
lahan pertanian sepenuhnya menggunakan model daripada jangka panjang guna meningkatkan
Mazmanian dan Sabatier yang dianggap sesuai dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD), yang mana
dalam implementasi kebijakan pengendalian alih fungsi cenderung mendorong konversi lahan
lahan pertanian di Kota Batu sebagai Kawasan pertanian menjadi non-pertanian, serta
Agropolitan. Adapun alasannya karena dalam rendahnya kemauan politik dari pemerintah
pelaksanaan pengimplementasiannya menurut daerah untuk secara konsisten dan tegas
Mazmanian dan Sabatier, hal tersebut termasuk dalam membuat sekaligus melaksanakan peraturan
variabel interventing yang langsung akan mampu daerah yang terkait dengan konversi lahan
menstrukturkan proses pelaksanaan sesuai dengan pertaian.
tujuan pelaksanaan dan kejelasan, yaitu diantaranya Lemahnya sistem perundang-undangan dan
adalah: penegakkan hukum dari peraturan-peraturan yang telah
a) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kota ada. Ketentuan terhadap pelanggaran peruntukan tanah
Batu dalam Rencana Tata Ruang Wilayah belum ada sanksi
b) Dukungan publik dari masyarakat Kota Batu hukumnya, demikian pula terhadap pelanggaran
c) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki oleh ketentuan penyusunan RTRW yang seharusnya telah
kelompok pemilih mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain
d) Dukungan dan komitmen dari para pejabat pencegahan konversi lahan pertanian produktif,
sebagai pelaksana. terutama sawah beririgasi.
Adapun cara-cara dalam mengendalikan alih
Pada Alih fungsi lahan pertanian yang terjadi fungsi lahan pertanian dengan beberapa aspek yaitu:
saat ini tentu saja harus diantisipasi maka produksi 1) Kejelasan dari isi kebijakan yang dikeluarkan
akan sektor pertanian semakin lama akan mengancam oleh pemerintah. Yaitu seperti halnya Undang-
ketahanan pangan. Adapun fkator-faktor yang Undang dan peraturan daerah yang terkait
mendorong terjadinya konversi lahan pertanian dengan pengendalian alih fungsi lahan
menjadi non-pertanian yaitu (Isa, Iwan. 2004): pertanian. Kedua Pengesahan keputusan
1) Faktor kependudukann: peningkatn pada dalam bentuk peraturan daerah maupun
jumlah penduduk juga membutuhkan rancangan tata wilayah atau RTRW.
permintaan akan lahan untuk perumahan, jasa, Berikutnya adalah penetapan kawasan LP2B
industri, dan fasilitas umum lainnya. Adapun yang abadi dimana tanah ini tidak boleh
peningkatan taraf hidup masyarakat yang dikonversi.
semakin bertambah hingga memerlukan suatu 2) Manfaat dan perubahan yang diinginkan.
lahan. Manfaatnya kawasan agropolitan tetap terjaga
2) Kebutuhan lahan untuk kegiatan non-pertanian dan komoditas unggulan tetap terjaga. Serta
antara lain kawasan indutri, kawasan, visi isi pada Kota Batu pun terlaksana.
perdagangan dan jasa dimana memerelukan 3) Sumberdaya yang dilibatkan dalam proses
lahan yang luas. Baik dari lahan lahan pelaksanaan pengendalian alih fungsi lahan.
pertanian termasuk sawah asal usul lahan Ketersediaan sumber daya manusia, dana dan
tersebut. sarana akan mempermudah melaksanaan suatu
3) Faktor ekonomi: tingginya land rent yang kebijakan tersebut. Seperti halnya dengan
diperoleh aktivitas sektor non pertanian di SKPD yang terkait dalam pengendalian alih
bandingkan sektor pertanian. Rendahanya fungsi lahan pertanian.
insentif untuk berusaha tani disebabkan oleh 4) Ketepatan alokasi sumberdaya yang ada
tingginya biaya produksi, sementara harga didalamnya termasuk sumberdaya manusia
hasil pertanian relatif rendah dan berfluktuasi. serta sumberdaya anggaran. Seperti halnya
4) Faktor sosial dan budaya: keberadaan hukum pemberian tugas pokok dan fungsi jabatan
waris dimana hal ini menyebabkan yang tepat pada anggotanya dan dengan
terfragmentasinya tanah pertanian, sehingga pengalokasian dana yang tepat guna dan tepat
tidak memenuhi batas minimum skala sasarannya.
ekonomi usaha yang menguntungkan.

77
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

5) Keterpaduan hierarki dalam dan diantara Pengembangan Kawasan Agropolitan (PKA)


lembaga pelaksana. Dalam hal ini diperlukan pada prinsipnya bukan merupakan kegiatan yang
kolaborasi serta koordinasi antar instansi baik bersifat ‘exclusive’ tetapi lebih bersifat ‘complement’
koordinasi bersifat vertikal maupun horizontal terhadap 3 (tiga) agenda prioritas pembangunan di
yang terlibat dalam program implementasi Jawa Timur, tahun 2009 – 2014, yaitu meningkatkan
suatu kebijakan tersebut. percepatan dan pemerataan pertumbuhan ekonomi
Sehingga dalam menjalankan tugasnya membutuhkan yang berkualitas dan berkelanjutan, terutama melalui
kerjasama yang erat demi tercapainya suatu tujuan pengembangan agroindustri/ agrobisnis, serta
pengendalian alih fungsi lahan tersebut. Hal ini tidak pembangunan dan perbaikan infrastruktur terutama
menjadi tanggung jawab para eksekutif saja namun pertanian di perdesaan, yaitu dengan cara memperluas
peran daripada masyarakat pun juga sangatlah di lapangan kerja, meningkatkan efektifitas
perlukan. penanggulangan kemiskinan, memberdayakan
Kawasan Agropolitan adalah kawasan yang terdiri atas masyarakat terutama masyarakat dengan perekonomian
bebrapa pusat kegiatan sumber daya alam tertentu yang yang rendah, meningkatkan kesejahteraan rakyat,
ditunjukkan oleh adanya keterkaitan fungsional dan memelihara kualitas dan fungsi lingkungan hidup serta
hirarki keruangan satuan sistem pemukiman dan sistem meningkatkan perubahan pengelolaan sumber daya
agrobisnis hal ini sesuai dengan UU No 26 tahun 2007 alam dan penataan ruang.
Tentang Penataan Ruang (Mudianto, Helmi. 2015). Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan
Friedman dan Douglas, 1975. Mengungkapkan sumberdaya manuisa adalah sebagai implementor yang
bahwasannya agropolitan berasal dari kata agro atau mana mempunyai peran yang sangat penting dalam hal
pertanian dan politan atau kota, atau dapat diartikan ini. Implementasi kebijakan yang dilakukan oleh
pula sebagai kota pertanian atau katalainnya yaitu Pemerintah Kota Batu dalam pengendalian alih fungsi
dimana suatu kota yang berada pada wilayah pertanian lahan pertaniannya sebagai kawasan agropolitan
maupun sebaliknya. Agropolitan adalah kota pertanian adalah:
yang mana berkembang dan tumbuh sejalan dengan 1) Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Kota
sistem dan usaha agribisnis yang mampu mendorong, Batu. Memberikan penyuluhan pertanian
melayani menarik, dan menghela kegiatan dengan tujuan meningkatkan ekonomi
pembangunan pertanian pada wilayah sekitarnya masyarakat. Serta pemberian insentif dan
(Iqbal, M. dan S. A. Iwan. 2009). disinsentif bagi pemilik lahan pertanian
Karakteristik daripada agropolitan terdiri dari atas lima pangan berkelanjutan oleh Pemerintah Daerah
kriteria sesuai yang disebutkan oleh Nasution (1998), setempat.
yaitu: 2) Dukungan publik dari masyarakat Kota Batu.
1. Kawasan agropolitan adalah kota memiliki Meningkatkan guna lahan yang terlantar
ukuran kecil sampai sedangdengan penduduk menjadi lahan produktif, sehingga dengan
maksimall 600 ribu jiwa dan dengan luas lahan yang subur maka masyarakat khususnya
wilayah maksimum 30 ribu hektar para petani kembali bersemangat untuk
2. Kawasan agropolitan memiliki wilayah menggunakan lahan, dimana hal tersebut
perdesaan penghasil komoditas utama atau mendukung kinerja pemerintah agar
unggulan dan beberapa komoditas yang pengalihan fungsi lahan tidak terjadi.
menunjang dan selanjutnya untuk 3) Sikap dan sumber-sumber yang dimiliki
dikembangkan berdasarkan konsep kelompok pemilih. Kelompok pemilih yang
perwilayahan komoditas. ada pada masyarakat dapat mempengaruhi
3. Kawasan agropolitanpun memiliki wilayah implementasi kebijakan melalui intervensi
perkotaan atau wilayah inti sebagaimana terhadap putusan telah dibuat badan-badan
untuk menunjang komoditas yaitu pelaksana dengan cara berbagai macam
pembangunan agroindustri yang mengolah komentar untuk mengubah keputusan.
kembali komoditas yang dihasilkan dari 4) Dukungan dan komitmen dari para pejabat
wilayah perdesaan sehingga mempunyai sebagai pelaksana. Kesediaan para pemangku
produk komoditas unggulan. kepentingan dalam melaksanakan keputusan
4. Kawasan agropolitan juga harus memiliki tersebut. Yaitu komitmen para pejabat ataupun
pusat pertumbuhan yang harus dapat aparat sebagai pelaksana kebijakan dalam
memperoleh manfaat ekonomi internal bagi merealisasikan sebagai mana tujuan yang ada
perusahaan dan juga memberikan manfaat pada suatu kebijakan, dimana hal tersebut
eksternal bagi pengembangan agroindustri merupakan faktor yang sangat penting.
secara keseluruhan. Dimana implementasi kebijakan ini diperlukan
5. Agropolitan mendorong wilayah perdesaannya kerjasama antara Satuan Kerja Perangkat Daerah yang
dalam pembentukan satuan-satuan usaha berwenang dengan masyarakat untuk mengendalikan
secara optimal melalui kebijakan sistem alih fungsi lahan pertanian. Dalam hal ini yang
insentif ekonomi yang rasional (Mudianto, berperan tidak hanya badan eksekutif saja tetapi peran
Helmi. 2015).
78
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

masyarakat juga sangat diperlukan khususnya pemilik dimana masayrakat sendiri belum terketuk hatinya
lahan dan para petani. untuk menjaga lingkungan yang ada disekitarnya.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu penelitian kualitatif. Pengertian pada metode Daftar Pustaka
penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller yaitu
tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang Anggara, Sahya., 2014, Kebijakan Publik, Pustaka
secara fundamental bergantung dari pengamatan pada Setia, Bandung.
manusia baik dalam kawasannya maupun dalam Bappeda Provinsi Jawa Timur tahun 2011.
peristilahannya. Badan Pusat Statistik (BPS)., 2013, Angka Sementara
Data yang digunakan dalam penelitian ini Hasil Sensus Pertanian 2013, Badan Pusat
yaitu data kualitatif, artinya data yang dikumpulkan Statistik Kota Batu, Kota Batu.
dan analisinya berupa wawancara, catatan lapangan, Buku Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu 2010-
dokumen pribadi, gambar dan dokumen resmi lainnya 2030.
namun bukan berbentuk angka-angka. Sehingga yang Dinas Pertanian dan Kehutanan., 2015, Perlindungan
menjadi tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah ingin Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan,
mendapatkan informasi sekaligus menjelaskan Disampaikan pada acara Sosialisasi Lahan
fenomena-fenomena yang terjadi dalam implementasi Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), Batu.
kebijakan oleh Pemerintah Kota Batu mengenai Ditjen PSP, Kementrian Pertanian., 2015, Sosialisasi
pengendalian alih fungsi lahan pertanian pada kawasan Undang-Undang 41/2009 beresta Peraturan
agropolitan. Perundangan Turunannya, Disampaikan pada
Pada penelitian ini penentuan informan ini acara Sosialisasi Lahan Pertanian Pangan
dengan menggunakan teknik “purposive” yaitu Berkelanjutan (LP2B), Batu.
mencari sebanyak mungkin informasi dari berbagai Hanif, M.Fuad, 2008. Alih Fungsi Tanah Pertanian Ke
sumber. Maksud kedua adalah menggali informasi Non Pertanian dan Dampaknya Terhadap
yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang Pembudidayaan Tanaman Padi Dalam
muncul. Kerangka Ketahanan Pangan, Universitas
Brawijaya, Malang.
Kesimpulan Keputusan Presiden nomor 33 tahun 1990, tentang
pelarangan izin perubahan fungsi lahan basah
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya, dan pengairan beririgasi.
kenyataannya di lapangan adalah Dinas Pertanian Keputusan Presiden nomor 53 Tahun 1960, tentang
Kehutanan beserta Badan Perencanaan dan larangan pemakaian tanah tanpa izin.
Pembangunan Daerah Kota Batu berkoordinasi dan Kementrian Lingkungan Hidup Kota Batu, 2011.
berusaha untuk mengendalikan alih fungsi lahan Mahardian , Ardhana Januar, 2013, Implementasi
pertanian di Kota Batu, tentunya hal tersebut sesuai Kebijakan Agropolitan di Kabupaten
dengan Undang-undang nomor 41 tahun 2009 yaitu Tulungagung, Surabaya
perlindungan lahan pertanian, serta berdasarkan Moleong, lexy J., 2004, Metodologi Penelitian
Peraturan Daerah Kota Batu nomor 7 tahun 2011 Kualitatif, PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
tentang rencana tata ruang dan wilayah Kota batu, Peraturan Daerah Kota Batu No 7 Tahun 2011 tentang
dimana dalam pengendalian alih fungsi lahan pertanian RTRW Kota Batu Tahun 2010-2030.
ini dengan cara Pemerintah Daerah memberikan Priyono., 2011, Alih Fungsi Lahan Pertanian
insentif kepada para petani yang ada pada Kota Batu. Merupakan Suatu Kebutuhan Atau Tantangan.
Pada teori yang di jelaskan oleh Grindle Makalah Seminar Nasional Budidaya Pertanian,
bahwasannya tingkat keberhasilaan suatu kebijakan Urgensi dan strategi pengendalian alih fungsi
bergantung pada isi kebijakan, dimana isi kebijakan lahan pertanian, Bengkulu.
yang ada dalam perlindungan lahan pertanian sudah Rahayu, Ami, 2012. Status Keberlanjutan Kota Batu
sangat nyata dan jelas. Adanya keseriusan dari para Sebagai Kawasan Agropolitan, Universitas
pejabat pelaksanapun sudah dilaksanakan dengan baik, Diponegoro, Semarang.
seperti halnya yang ada yaitu telah terbentuknya Badan Republik Indonesia., 1992, Undang Undang No.24
Koordinasi Penataan Ruang daerah Kota Batu dimana Tahun 1992, tentang Penyusunan Rencana Tata
antar SKPD yang terkait dengan perlindungan alih Ruang Wilayah (RTRW).
fungsi lahan ini saling berkoordinasi , namun pada Republik Indonesia., 2007, Undang Undang No.26
kenyataanya meskipun adanya kerjasama dan Tahun 2007, tentang Penataan Ruang.
pengawasan yang baik antar SKPD masih juga Republik Indonesia., 2009, Undang Undang No.41
terjadinya pengalihan fungsi lahan pertanian di Kota Tahun 2009, tentang Perlindungan Lahan
Batu yang mengakibatkan banyaknya para petani yang Pertanian Pangan Berkelanjutan.
menganggur dan kerusakan lingkungan pun tidak dapat Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Batu tahun 2009-
di elakkan lagi sehingga dapat dikatakan pengawasan 2029.
dan koordinasi antar SKPD tersebut belum maksimal Sagita, Enggar., 2014, Formulasi Kebijakan
dan faktor utama dalam hal ini adalah masyarakat, Pemerintah Kabupaten Jombang Dalam

79
Kebijakan dan Manajemen Publik ISSN 2303 - 341X

Volume 3, Nomor 2, Mei-Agustus 2015

Pengendalian Alih Fungsi Lahan Pertanian,


Universitas Airlangga Surabaya.
Soetomo., 2007, Teori-teori dan Sosial Kebijakan
Publik, Prenada, Surabaya.
Subarsono., 2005, Analisis Kebijakan Publik., Penerbit
Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Wahjudi, Endro., 2015, Perlindungan Lahan Pertanian
Pangan Berkelanjutan, Disampaikan pada
acara Sosialisasi Lahan Pertanian Pangan
Berkelanjutan (LP2B), Batu.

80

You might also like