You are on page 1of 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi
1. Dilema
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dilema
mengandung arti situasi sulit yg mengharuskan orang menentukan
pilihan antara dua kemungkinan yg sama-sama tidak menyenangkan atau
tidak menguntungkan; situasi yg sulit dan membingungkan. Dilema,
suatu pilihan yang kadang-kadang sulit sekali untuk menentukan pilihan.
2. Transkultural Nursing
Kultur adalah kesatuan dari nilai, kepercayaan, norma, dan jalan
hidup yang menjadi pedoman dalam berpikir dan berperilaku (Purnell &
Paulanka, 2005 ).
Keperawatan transkultural melintasi batas-batas kebudayaan untuk
mencari esensi. Keperawatan transkultural merupakan campuran dari
antropologi dan keperawatan dalam teori dan praktik. Antropologi
mengacu pada manusia, termasuk asal, perilaku, status sosial, fisik,
mental, dan perkembangan zaman. Keperawatan merupakan sebuah ilmu
dan seni, maka keperawatan transkultural memungkinkan untuk melihat
profesi ini dengan perspektif yang berbeda (potter & perry, 2009).
Keperawatan transkultural adalah keperawatan yang berfokus pada
studi komparatif dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini
berhubungan dengan kepedulian akan perilaku, keperawatan, dan nilai
sehat-sakit, serta kepercayaan mereka. Tujuannya adalah untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan kemanusiaan untuk memberikan
keperawatan dalam kebudayaan khusus dan kebudayaan universal (potter
& perry, 2009).

4
Keperawatan transkultural memerlukan kemampuan dan
keterampilan untuk menilai dan mengabalisa untuk menyusun rencana,
implementasi, dan evaluasi keperawatan (potter & perry, 2009).
Menurut Leininger (1995), keperawatan transkultural penting
karena beberapa faktor, yaitu :
a. Terjadi peningkatan imigrasi
b. Terjadi peningkatan idealitas multikultural dalam pemahaman dan
penghargaan pada perawat dan tenaga kesehatan lain
c. Peningkatan teknologi kesehatan
d. Konflik budaya yang terjadi berdampak pada interaksi budaya lain
e. Terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja atau berwisata
kenegara lain
f. Terjadi peningkatan konflik budaya yang dihasilkan oleh praktik
kesehatan
g. Adanya emansipasi wanita dan gender
h. Peningkatan permintaan untuk komunitas dan latar belakang budaya
dalam konteks lingkungan

3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Menurut Adisusilo, 1983,pengetahuan atau knowledge adalah hal
tahu atau pemahaman akan sesuatu yang bersifat spontan tanpa
mengetahui seluk beluknya secara mendalam. Ciri pengetahuan adalah
tidak terbuka usaha bantahan atas dasar pengamatan dan pemeriksaan.
Sedangkan ilmu pengetahuan atau science adalah pengetahuan yang
bersifat metodis, sistematis dan logis. Metodis maksudnya pengetahuan
tersebut diperoleh dengan menggunakan cara kerja yang terperinci dan
telah ditentukan sebelumnya, metode itu dapat deduktif atau induktif.
Sistematis maksudnya pengetahuan tersebut merupakan suatu
keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling berhubungan sehingga
dapat dipertanggungjawabkan. Logis maksudnya proporsi-proporsi

5
(pernyataan) yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan
rasional sehingga dapat ditarik keputusan yang rasional pula.
Ilmu pengetahuan ini menurut ahli ilmu pengetahuan Karl Raimund
Popper dalam bukunya The Logic of Science Discovery (1959)
mempunyai ciri khas (critizable dan refutable) atas dasar pengamatan
dan pemeriksaan, maksudnya terbuka untuk dibantah kendati mungkin
akan tetap bertahan.
Menurut Adisusilo ( 1983 ) Proses sistematisasi pengetahuan
menjadi ilmu pengetahuan biasanya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap perumusan pertanyaan sebaik mungkin,
b. Merancang hipotesis yang mendasar dan teruji,
c. Menarik kesimpulan logis dari pengandaian-pengandaian,
d. Merancang teknis mentes pengandaian-pengandaian,
e. Menguji teknik itu sendiri apakah memadai dan dapat diandalkan,
f. Tes itu sendiri dilaksanakan dan hasil-hasilnya ditafsirkan,
g. Menilai tuntutan kebenaran yang diajukan oleh pengandaian-
pengandaian itu serta menilai kekuatan teknik tadi.

Dengan demikian, istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa popular


sekarang adalah sains, sementara jika sains diartikan ilmu pengetahuan
eksakta atau ilmu-ilmu kealaman, maka sains dapat diartikan sebagai
bagian dari ilmu pengetahuan, atau dengan kata lain, kedua pengertian ini
dapat dipersamakan atau dipertukarkan, artinya yang satu dapat
mengganti istilah yang lain.
Istilah teknologi berasal dari kata techno dan logia. Kata kuno
techne berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah perkataan
technikos yang berarti seseorang yang memiliki keterampilan tertentu.
Dengan berkembangnya keterampilan seseorang yang menjadi semakin
tetap karena menunjukkan suatu pola, langkah, dan motode yang pasti,
keterampilan itu lalu menjadi teknik.

6
Sampai pada permulaan abad XX, istilah teknologi telah dipakai
secara umum dan merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide
disamping alat‐alat dan mesin‐mesin. Perluasan arti ini berjalan terus
sehingga sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi
sebagai sarana atau aktivitas yang dengannya manusia berusaha
mengubah atau menangani lingkungannya. Ini merupakan suatu
pengertian yang sangat luas karena setiap sarana perlengkapan maupun
kultural tergolong suatu teknologi.
Teknologi tidak dapat hanya dipahami sebagai benda‐benda
konkret saja, seperti mesin, alat, perkakas dan lain sebagainya. Seperti
terlihat dari awal katanya, teknologi adalah sebuah ilmu, yaitu ilmu untuk
membuat suatu alat, perkakas, mesin atau bentuk‐bentuk konkret lainnya
(sebagai penerapan kaidah dan prinsip‐ prinsip ilmu pengetahuan) untuk
memudahkan aktivitas atau pekerjaan manusia. Dengan demikian,
teknologi itu, mempunyai empat komponen utama:
a. Pengetahuan, yaitu seperangkat gagasan bagaimana mengerjakan
sesuatu,
b. Tujuan, untuk apa “sesuatu” tersebut digunakan,
c. Aktivitasnya harus terpola dan terorganisasi, dan
d. Lingkungan pendukung agar aktivitas itu dapat berjalan efektif.

Beberapa definisi yang sifatnya formal menyebutkan bahwa,


teknologi adalah hasil dari pengetahuan ilmiah yang teroganisir dan
diaplikasikan secara sistematis ke dalam hal ‐ hal yang bersifat praktis.
Secara eksplisit, teknologi dianalogikan sebagai ’hardware’, dimana
manusia sebagai pengguna dan teknologi sebagai alat yang digunakan.
Namun, selanjutnya perkembangan di bidang teknologi menyebutkan
bahwa teknologi lebih dari hanya sekedar ’hardware’. Teknologi
merupakan ’liveware’ karena organisme – organisme hidup setidaknya
bergantung pada teknologi.

7
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam
pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan
sesuatu. Kecenderungan ini pun mempunyai suatu akibat dimana jika
teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam
perwujudan tersebut maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/
bagian ilmu pengetahuan dapat ada tanpa berpasangan dengan ilmu
pengetahuan dan pengetahuan tentang teknologi perlu disertai oleh
pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang menjadi pasangannya.

B. Model teori matahari terbit (Leininger)


Model matahari terbit (sunrise model) ini melambangkan esensi
keperawatan dalam transkulutural yang menjelaskan bahwa sebelum
memberikan asuhan keperawatan kepada klien (individu, keluarga, kelompok,
komunitas, lembaga), perawat terlebih dahulu harus mempunyai pengetahuan
mengenai pandangan dunia (world-view) tentang dimensi dan budaya serta
struktur sosial yang berkembang di berbagai belahan dunia (secara global)
maupun masyarakat dalam lingkup yang sempit.
Dimensi budaya dan struktur sosial tersebut menurut Leininger
dipengaruhi oleh tujuh faktor, yaitu teknologi, agama dan falsafah hidup,
faktor sosial dan kekerabatan, nilai budaya gaya hidup, politik dan hokum,
ekonomi, dan pendidikan. Di bawah ini akan di jelaskan tentang faktor
keperawatan transkultural Leininger dan peran perawat pada transcultural
nursing dalam teori sunrise Leininger.
1. Faktorkeperawatan transkultural Leininger
Adapun 7 faktor keperawatan transkultural Leininger yaitu :
a. Faktor teknologi (technological factors)
Teknologi kesehatan adalah sarana yang memungkinkan
manusia untuk memilih atau mendapat penawaran menyelesaikan
masalah dalam pelayanan kesehatan.
Berkaitan dengan pemanfaatan teknologi kesehatan maka
perawat perlu mengkaji berupa : persepsi klien tentang penggunaaan

8
dan pemanfaatan teknologi untuk mengatasi permasalahan kesehatan
saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan, persepsi sehat-sakit,
kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan. Alasan klien
tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan alternatif. Klien
mengikuti tes laboratorium darah dan memahami makna hasil tes
tersebut.
b. Faktor agama dan falsafah hidup (religious and philosophical
factors)
Agama adalah suatu sistem symbol yang mengakibatkan
pandangan dan motivasi yang amat realistik bagi para pemeluknya.
Sifat relistis merupakan ciri khusus agama. Agama menyediakan
motivasi kuat sekali untuk menempatkan kebenarannya diatas
segalanya, bahkan di atas kehidupan sendiri. Faktor agama yang
perlu dikaji perawat seperti : agama yang dianut, kebiasaan agama
yang berdampak positif terhadap kesehatan, beriktiar untuk sembuh
tanpa mengenal putus asa, mempunyai konsep diri yang utuh, status
pernikahan, persepsi klien terhadap kesehatan dan cara beradaptasi
terhadap situasinya saat ini, cara pandang klien terhadap penyebab
penyakit, cara pengobatan dan penularan kepada orang lain.
c. Faktor sosial dan keterikatan kekeluargaan (kinship & social factors)
Pada faktor sosial dan kekeluargaan yang perlu dikaji oleh
perawat : nama lengkap dan nama panggilan di dalam keluarga,
umur atau tempat dan tanggal lahir, jenis kelamin, status, tipe
keluarga, pengambilan keputusan dalam anggota keluarga, hubungan
klien dengan kepala keluarga, kebiasaan yang dilakukan rutin oleh
keluarga misalnya arisan keluarga, kegiatan yang dilakukan bersama
masyarakat misalnya : ikut kelompok olah raga atau pengajian.
d. Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup (cultural values &
lifeways)
Nilai adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia,
mengenai apa yang dianggap baik apa yang dianggap buruk. Nilai-

9
nilai budaya adalah sesuatu yang dirumuskan dan ditetapkan oleh
penganut budaya yang dianggap baik atau buruk.
Norma adalah aturan sosial atau patokan prilaku yang dianggap
pantas. Norma-norma budaya adalah suatu kaidah yang mempunyai
sifat penerapan terbatas pada penganut budaya terkait. Hal-hal yang
perlu dikaji berkaitan dengan nilai-nilai budaya dan gaya hidup
adalah : posisi dan jabatan misalnya ketua adat atau direktur, bahasa
yang digunakan, bahasa non verbal yang ditunjukkan klien,
kebiasaan membersihkan diri, kebiasaan makan, makan pantang
berkaitan dengan kondisi sakit, sarana hiburan yang biasa
dimanfaatkan dan persepsi sakit berkaitan dengan aktivitas sehari-
hari, misalnya sakit apabila sudah tergeletak dan tidak dapat pergi ke
sekolah atau ke kantor.
e. Faktor kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku (political
and legal factors)
Kebijakan dan peraturan rumah sakit yang berlaku adalah segala
sesuatu yang mempengaruhi kegiatan individu dan kelompok dalam
asuhan keperawatan transkultural (Andrew & Boyle, 1995), seperti
peraturan dan kebijakan dapat berkaitan dengan jam berkunjung,
klien harus memakai baju seragam, jumlah anggota keluarga yang
boleh menunggu, hak dan kewajiban klien yang harus dikontrakkkan
oleh rumah sakit, cara pembayaran untuk klien yang dirawat.
f. Faktor ekonomi (economical factors)
Klien yang dirawat di rumah sakit memanfaatkan sumber-
sumber material yang dimiliki untuk membiayai sakitnya agar segera
sembuh. Sumber ekonomi yang pada umumnya dimanfaatkan klien
antara lain: asuransi, biaya kantor, tabungan dan patungan antar
anggota keluarga. Faktor ekonomi yang perlu dikaji oleh perawat
antara lain seperti pekerjaan klien, sumber biaya pengobatan,
kebiasaan menabung dan jumlah tabungan dalam sebulan. Faktor

10
ekonomi dapat ikut menentukan pasien atau keluarganya dirawat di
ruang yang sesuai dengan daya embannya.

g. Faktor pendidikan (educational factors)


Latar belakang pendidikan klien adalah pengalaman klien dalam
menempuh jalur pendidikan formal tertinggi saat ini. Di dalam
menempuh pendidikan formal tersebut terjadi suatu proses
eksperimental. Suatu proses menghadapi dan menyelesaikan masalah
yang dimulai dari keluarga dan selanjutnya dilanjutkan kepada
pendidikan di luar keluarga(Leininger,1984). Semakin tinggi
pendidikan klien maka keyakinannya harus didukung oleh bukti-
bukti ilmiah yang rasional dan dapat belajar beradaptasi terhadap
budaya yang sesuai dengan kondisi kesehatannnya. Perawat perlu
mengkaji latar belakang pendidikan klien meliputi tingkat
pendidikan klien dan keluarga, jenis pendidikannnya, serta
kemampuan klien belajar secara aktif mandiri tentang pengalaman
sakitnya sehingga tidak terulang kembali.

Faktor – faktor tersebut merupakan totalitas dari suatu keadaan, situasi,


atau pengalaman yang member arti bagi perilaku manusia, interpretasi, dan
interaksi sosial dalam tatanan fisik, ekologi, sosial-politik, dan/atau struktur
kebudayaan. Termasuk di dalamnya adalah etnohistori atau riwayat
kebudayaan yang mengacu pada keseluruhan fakta pada masa lampau,
kejadian, dan pengalaman individu, kelompok, kebudayaan, serta suatu
institusi yang difokuskan pada manusia/masyarakat yang menggambarkan,
menjelaskan, dan menginterpretasikan cara hidup manusia dalam suatu
bentuk kebudayaan tertentu dalam jangka waktu yang panjang maupun
pendek.
Semua faktor tersebut berbeda pada setiap negara atau area, sesuai
dengan kondisi masing – masing daerah, dan akan memengaruhi pola/cara
dan praktik keperawatan. Semua langkah perawatan tersebut ditujukan untuk

11
pemeliharaan kesehatan holistik, penyembuhan penyakit, dan persiapan
menghadpi kematian. Oleh karena itu, ketujuh faktor tersebut harus dikaji
oleh perawat sebelum memberikan asuhan keperawatan kepada klien sebab
masing – masing faktor memberi ekspresi, pola, dan praktek keperawatan
(care expression, patterns, and practices). Dengan demikian, ketujuh faktor
tersebut besar kontribusinya terhadap pencapaian kesehatan secara holistik
atau kesejahteraan manusia, baik pada level individu, keluarga, kelompok,
komunitas, maupun institusi, di berbgai sistem kesehatan. Jika disesuaikan
dengan proses keperawatan, ke tujuh faktor tersebut masuk kedalam level
pertama yaitu tahap pengkajian.

2. Peran perawat pada transcultural nursing dalam teori sunrise Leininger


Peran perawat pada transcultural nursing dalam teori sunrise
Leininger adalah menjebatani antara sistem perawatan yang dilakukan
masyarakat awam dengan sistem perawatam profesional melalui asuhan
keperawatan. Eksistensi peran perawat tersebut digambarkan oleh
Leininger dengan gambar seperti di bawah ini. Oleh karena itu perawat
harus mampu membuat keputusan dan rencana tindakan keperawatan
yang akan diberikan kepada masyarakat. Jika disesuaikan dengan proses
keperawatan, hal tersebut merupakan tahp perencanaan tindakan
keperawatan, yaitu:
a. Culture care preservation/maintenance
Yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memerhatikan fenomena
budaya guna membantu individu menentukan tingkat kesehatan dan
gaya hidup yang diinginkan.
b. Culture care accommodation/negotiation
Yaitu prinsip membantu, memfasilitasi, atau memerhatikan fenomena
budaya yang ada, yang merefleksikan cara- cara beradaptasi,
bernegosiasi, atau mempertimbangkan kondisi kesehatan dan gaya
hidup individu atau klien.
c. Culture care reppaterning/restructuring

12
Yaitu prinsip merekonstruksi atau mengubah desain untuk membantu
memperbaiki kondisi kesehatan dan gaya hidup klien kearah yang
lebih baik.

Hasil akhir yang diperoleh melalui pendekatan keperawatan


transkultural pada asuhan keperawatan adalah tercapainya culture
congruent nursing care helt and well being,yaitu asuhan keperawatan
yang kompeten yang berdasarkan budaya dan pengetahuan kesehatan
yang sensitif, kreatif, serta cara-cara yang bermakna guna mencapai
tingkat kesehatan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

C. Prinsip mengatasi dilema IPTEK


Menurut Ismaini, 2001, ada beberapa prinsip yang mengatasi dilema IPTEK
di antaranya :
1. Otonomi
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu
berpikir logis dan memutuskan. Orang dewasa dianggap kompeten dan
memiliki kekuatan membuat keputusan sendiri, memilih dan memiliki
berbagai keputusan atau pilihan yang dihargai. Prinsip otonomi ini adalah
bentuk respek terhadap seseorang, juga dipandang sebagai persetujuan
tidak memaksa dan bertindak secara rasional. Otonomi merupakan hak
kemandirian dan kebebasan individu yang menuntut pembedaan diri.
Praktek profesioanal merefleksikan otonomi saat perawat menghargai
hak hak pasien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2. Benefisiensi
Benefisiensi berarti hanya mengerjakan sesuatu yang baik.
Kebaikan juga memerlukan pencegahan dari kesalahan atau kejahatan,
penghapusan kesalahan atau kejahatan dan peningkatan kebaikan oleh
diri dan orang lain. Kadang-kadang dalam situasi pelayanan kesehatan
kebaikan menjadi konflik dengan otonomi.
3. Keadilan (justice)

13
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terapi yang sama dan adil
terhadap orang lain yang menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan
kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam praktek profesional ketika
perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar praktek
dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan
kesehatan.
4. Nonmalefisien
Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya / cedera secara fisik
dan psikologik. Segala tindakan yang dilakukan pada klien.
5. Veracity (kejujuran)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan
oleh pemberi layanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada
setiap pasien dan untuk meyakinkan bahwa pasien sangat mengerti.
Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk
mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprehensif dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan
penerimaan materi yang ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada
pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan keadaan dirinya
salama menjalani perawatan. Walaupun demikian terdapat beberapa
argument mengatakan adanya batasan untuk kejujuran seperti jika
kebenaran akan kesalahan prognosis pasien untuk pemulihan, atau
adanya hubungan paternalistik bahwa “doctor knows best” sebab
individu memiliki otonomi, mereka memiliki hak untuk mendapatkan
informasi penuh tentang kondisinya. Kebenaran adalah dasar dalam
membangun hubungan saling percaya
6. Fidelity
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan
menepati janji serta menyimpan rahasia pasien. Ketaatan, kesetiaan
adalah kewajiban seeorang untuk mempertahankan komitmen yang
dibuatnya. Kesetiaan itu menggambarkan kepatuhan perawat terhadap

14
kode etik yang menyatakan bahwa tanggung jawab dasar dari perawat
adalah untuk meningkatkan kesehatan, mencegah penyakit, memulihkan
kesehatan dan meminimalkan penderitaan.

7. Kerahasiaan (confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan ini adalah bahwa informasi
tentang klien harus dijaga privasi-nya. Apa yang terdapat dalam
dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca dalam rangka
pengobatan klien. Tak ada satu orangpun dapat memperoleh informasi
tersebut kecuali jika diijin kan oleh klien dengan bukti persetujuannya.
Diskusi tentang klien diluar area pelayanan, menyampaikannya pada
teman atau keluarga tentang klien dengan tenaga kesehatan lain harus
dicegah.
8. Akuntabilitas (accountability)
Prinsip ini berhubungan erat dengan fidelity yang berarti bahwa
tanggung jawab pasti pada setiap tindakan dan dapat digunakan untuk
menilai orang lain. Akuntabilitas merupakan standar yang pasti yang
mana tindakan seorang professional dapat dinilai dalam situasi yang tidak
jelas atau tanpa terkecuali.

D. Pengkajian Yang Berhubungan Dengan Teknologi

Menurut Pratiwi (2011), Teknologi kesehatan adalah sarana yang

memungkinkan manusia untuk memilih atau mendapat penawaran

menyelesaikan masalah dalam pelayanan kesehatan. Berkaitan dengan

pemanfaatan teknologi kesehatan maka perawat perlu mengkaji berupa

persepsi klien tentang penggunaan dan pemanfaatan teknologi untuk

mengatasi masalah kesehatan saat ini, alasan mencari bantuan kesehatan,

persepsi sehat sakit, kebiasaan berobat atau mengatasi masalah kesehatan.

15
Alasan klien tidak mau operasi dan klien memilih pengobatan alternatif.

Klien mengikuti tes laboraturium darah dan memahami makna hasil tes

tersebut.

Beberapa hal yang perlu dikaji tentang teknologi adalah :

1. Menurut pasien apakah teknologi kesehatan itu ?

2. Bagaimanakah persepsi pasien terhadap teknologi kesehatan ?

3. Adakah pantangan pasien terhadap teknologi kesehatan, menyangkut

waktu, alat dan tempat ?

4. Pernahgkan pasien mengenal teknologi kesehatan ?

5. Taukan pasien manfaat teknologi kesehatan ?

6. Bagaimanakah kebiasaan pasien mengunakan berbagai teknologi

selain teknologi kesehatan ?

E. Pembahasan
Menurut kelompok kami, dalam mengatasi masalah shock transcultural dalam
Dilema (IPTEK) harus menggunakan delapan prinsip, yaitu :
1. Otonomi
2. Benefisiensi
3. Keadilan (justice)
4. Nonmalefisien
5. Veracity (kejujuran)
6. Fidelity
7. Kerahasiaan (confidentiality)
8. Akuntabilitas (accountability)

16
Prinsip diatas merupakan prinsip penanganan masalah Dilema (IPTEK)
dalam transcultural nursing sehingga mahasiswa dan perawat dapat
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari baik untuk diri sendiri
maupun orang lain.

17

You might also like