You are on page 1of 24

MAKALAH KEPERAWATAN TRANSKULTURAL

“ Jenis-Jenis Dilema IPTEK ”

I ILM
GG U
IN K
E
T

S
EH
A
S EKO L

AT A N
SY E NT I K A
D Z A SA I

Dosen Pembimbing : Ns. Ratna Dewi Indah Sari, M. Kep

Oleh Kelompok 4

Nama Anggota :

1. Abdul Aziz
2. Gita Anggalia
3. Monalisa Anggraini
4. Qorry Ramadhania
5. Surya Murdilah Putri

STIKES SYEDZA SAINTIKA PADANG

TAHUN AJARAN 2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Swt. Yang telah memberikan
rahmat dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai
“jenis-jenis dilema iptek”.

Makalah ini dibuat sebagai salah satu tugas yang diberikan kepada kami
sebagai bahan diskusi dalam mata kuliah Keperawatan Transkultural. Semoga
dengan terselesaikannya makalah ini dapat menjadi pembelajaran yang lebih baik
bagi kami dalam pembuatan makalah yang berikutnya.

Makalah ini dibuat dengan sebagaimana mestinya, dan kami berharap


makalah ini dapat memberikan wawasan baru bagi kami maupun bagi yang
membacanya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan maka dari
itu kami membutuhkan kritikan dan saran serta masukan, sehingga kedepanya
kami bisa membuat makalah dengan lebih baik lagi.

Padang... March 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I :

PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1

C. Tujuan .......................................................................................................... 1

BAB II :

PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3

A. Anatomi Otak .............................................. Error! Bookmark not defined.

B. Defenisi ........................................................................................................ 3

C. Klasifikasi .................................................................................................... 7

D. Etiologi ......................................................................................................... 8

E. Prognosis ...................................................................................................... 8

F. Patofisiologi ................................................................................................. 8

G. Manifestasi Klinis ........................................................................................ 9

H. Komplikasi ................................................................................................... 9

I. Pemeriksaan Diagnostik ............................................................................. 11

J. Penatalaksanaan ......................................................................................... 12

BAB III :

ASUHAN KEPERAWATAN ............................................................................... 13

A. Pengkajian .................................................................................................. 13

B. Diagnosa Keperawatan............................................................................... 16

C. Rencana Keperawatan ................................................................................ 16

ii
BAB IV :

PENUTUP ............................................................................................................. 19

A. Kesimpulan ................................................................................................ 19

B. Saran ........................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otak adalah organ manusia yang paling berharga. Otak dilindungi dengan baik
oleh tengkorak, tetapi ukurannya besar dan berat, serta mudah mengalami cedera
dan trauma, terutama akibat pukulan yang secara cepat mengaklerasi dan
mendeselerasikannya dalam batas-batas tengkorak. Cedera yang signifikan pada
otak menyebabkan terputusnya sungsi yang lebih tinggi yang lebih temporer
(konkusio). Namun, jangan pernah dilupakan bahwa ketidaksadaran dapat juga
berupa koma, epilepsi, atau obat-obatan. Sehingga, hilang kesadaran dapat
menjadi penyebab kecelakaan, bukan akibat.
Kunci penanganan sebagian besar cedera kepala adalah memastikan bahwa
otak mengalami perfusi yang baik dalam priode pascacedera dan pemulihan.
Kegagalan mempertahankan saluran napas tetap bersih darah teroksigenasi yang
baik, dan perfusi otak tetap baik dapat menimbulkan keadaan yang disebut
“cedera sekunder” pada otak. Kerusakan tersebut haruslah dihindari.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana bentuk Anatomi Otak?


2. Apa yang dimaksud dengan cedera atau trauma kepala?
3. Apa saja klasifikasi cedera kepala?
4. Apa saja penyebab terjadinya trauma atau cedera kepala?
5. Bagaimana cedera kepala bisa terjadi?
6. Apa saja tanda dan gejala terjadinya cedera kepala?
7. Apa saja komplikasi yang terjadi pada cedera kepala jika lama ditangani?
8. Apa saja pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pemeriksaan cedera
kepala?
9. Bagaimana penatalaksanaan pada cedera kepala?
10. Bagaimana Asuhan keperawatan pada cedera kepala?

C. Tujuan

1
2

1. Mengetahui anatomi otak dan fungsinya


2. Memahami defenisi cedera otak
3. Memahami klasifikasi cedera kepala
4. Memahami penyebab terjadinya trauma atau cedera kepala
5. Memhami mengapa cedera kepala bisa terjadi
6. Memahami tanda dan gejala terjadinya cedera kepala
7. Memahami komplikasi yang terjadi pada cedera kepala jika lama ditangani
8. Mengetahui pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pemeriksaan cedera
kepala
9. Memahami penatalaksanaan pada cedera kepala
10. Mengetahui Asuhan keperawatan pada cedera kepala
BAB II
PEMBAHASAN

A. DEFENISI
1. Dilema
Menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia), dilema mengandung
arti situasi sulit yg mengharuskan orang menentukan pilihan antara dua
kemungkinan yg sama-sama tidak menyenangkan atau tidak menguntungkan;
situasi yg sulit dan membingungkan. Dilema, suatu pilihan yang kadang-
kadang sulit sekali untuk menentukan pilihan.
2. Transkultural Nursing
Kultur adalah kesatuan dari nilai, kepercayaan, norma, dan jalan
hidup yang menjadi pedoman dalam berpikir dan berperilaku (Purnell &
Paulanka, 2005 ).
Keperawatan transkultural melintasi batas-batas kebudayaan untuk
mencari esensi. Keperawatan transkultural merupakan campuran dari
antropologi dan keperawatan dalam teori dan praktik. Antropologi mengacu
pada manusia, termasuk asal, perilaku, status sosial, fisik, mental, dan
perkembangan zaman. Keperawatan merupakan sebuah ilmu dan seni, maka
keperawatan transkultural memungkinkan untuk melihat profesi ini dengan
perspektif yang berbeda (potter & perry, 2009).
Keperawatan transkultural adalah keperawatan yang berfokus pada
studi komparatif dan analisa pada perbedaan budaya. Keperawatan ini
berhubungan dengan kepedulian akan perilaku, keperawatan, dan nilai sehat-
sakit, serta kepercayaan mereka. Tujuannya adalah untuk mengembangkan
ilmu pengetahuan dan kemanusiaan untuk memberikan keperawatan dalam
kebudayaan khusus dan kebudayaan universal (potter & perry, 2009).
Keperawatan transkultural memerlukan kemampuan dan
keterampilan untuk menilai dan mengabalisa untuk menyusun rencana,
implementasi, dan evaluasi keperawatan (potter & perry, 2009).

3
4

Menurut Leininger (1995), keperawatan transkultural penting karena


beberapa faktor, yaitu :
a. Terjadi peningkatan imigrasi
b. Terjadi peningkatan idealitas multikultural dalam pemahaman dan
penghargaan pada perawat dan tenaga kesehatan lain
c. Peningkatan teknologi kesehatan
d. Konflik budaya yang terjadi berdampak pada interaksi budaya lain
e. Terjadi peningkatan jumlah orang yang bekerja atau berwisata kenegara
lain
f. Terjadi peningkatan konflik budaya yang dihasilkan oleh praktik
kesehatan
g. Adanya emansipasi wanita dan gender
h. Peningkatan permintaan untuk komunitas dan latar belakang budaya
dalam konteks lingkungan

3. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi


Menurut Adisusilo, 1983,pengetahuan atau knowledge adalah hal tahu
atau pemahaman akan sesuatu yang bersifat spontan tanpa mengetahui seluk
beluknya secara mendalam. Ciri pengetahuan adalah tidak terbuka usaha
bantahan atas dasar pengamatan dan pemeriksaan. Sedangkan ilmu
pengetahuan atau science adalah pengetahuan yang bersifat metodis, sistematis
dan logis. Metodis maksudnya pengetahuan tersebut diperoleh dengan
menggunakan cara kerja yang terperinci dan telah ditentukan sebelumnya,
metode itu dapat deduktif atau induktif. Sistematis maksudnya pengetahuan
tersebut merupakan suatu keseluruhan yang mandiri dari hal-hal yang saling
berhubungan sehingga dapat dipertanggungjawabkan. Logis maksudnya
proporsi-proporsi (pernyataan) yang satu dengan yang lainnya mempunyai
hubungan rasional sehingga dapat ditarik keputusan yang rasional pula.
Ilmu pengetahuan ini menurut ahli ilmu pengetahuan Karl Raimund
Popper dalam bukunya The Logic of Science Discovery (1959) mempunyai ciri
khas (critizable dan refutable) atas dasar pengamatan dan pemeriksaan,
maksudnya terbuka untuk dibantah kendati mungkin akan tetap bertahan.
5

Menurut Adisusilo ( 1983 ) Proses sistematisasi pengetahuan menjadi


ilmu pengetahuan biasanya melalui tahap-tahap sebagai berikut :
a. Tahap perumusan pertanyaan sebaik mungkin,
b. Merancang hipotesis yang mendasar dan teruji,
c. Menarik kesimpulan logis dari pengandaian-pengandaian,
d. Merancang teknis mentes pengandaian-pengandaian,
e. Menguji teknik itu sendiri apakah memadai dan dapat diandalkan,
f. Tes itu sendiri dilaksanakan dan hasil-hasilnya ditafsirkan,
g. Menilai tuntutan kebenaran yang diajukan oleh pengandaian-
pengandaian itu serta menilai kekuatan teknik tadi.

Dengan demikian, istilah ilmu pengetahuan dalam bahasa popular


sekarang adalah sains, sementara jika sains diartikan ilmu pengetahuan eksakta
atau ilmu-ilmu kealaman, maka sains dapat diartikan sebagai bagian dari ilmu
pengetahuan, atau dengan kata lain, kedua pengertian ini dapat dipersamakan
atau dipertukarkan, artinya yang satu dapat mengganti istilah yang lain.
Istilah teknologi berasal dari kata techno dan logia. Kata kuno techne
berarti seni kerajinan. Dari techne kemudian lahirlah perkataan technikos yang
berarti seseorang yang memiliki keterampilan tertentu. Dengan berkembangnya
keterampilan seseorang yang menjadi semakin tetap karena menunjukkan suatu
pola, langkah, dan motode yang pasti, keterampilan itu lalu menjadi teknik.
Sampai pada permulaan abad XX, istilah teknologi telah dipakai
secara umum dan merangkum suatu rangkaian sarana, proses, dan ide
disamping alat‐alat dan mesin‐mesin. Perluasan arti ini berjalan terus sehingga
sampai pertengahan abad ini muncul perumusan teknologi sebagai sarana atau
aktivitas yang dengannya manusia berusaha mengubah atau menangani
lingkungannya. Ini merupakan suatu pengertian yang sangat luas karena setiap
sarana perlengkapan maupun kultural tergolong suatu teknologi.
Teknologi tidak dapat hanya dipahami sebagai benda‐benda konkret
saja, seperti mesin, alat, perkakas dan lain sebagainya. Seperti terlihat dari awal
katanya, teknologi adalah sebuah ilmu, yaitu ilmu untuk membuat suatu alat,
perkakas, mesin atau bentuk‐bentuk konkret lainnya (sebagai penerapan kaidah
6

dan prinsip‐ prinsip ilmu pengetahuan) untuk memudahkan aktivitas atau


pekerjaan manusia. Dengan demikian, teknologi itu, mempunyai empat
komponen utama:
a. Pengetahuan, yaitu seperangkat gagasan bagaimana mengerjakan
sesuatu,
b. Tujuan, untuk apa “sesuatu” tersebut digunakan,
c. Aktivitasnya harus terpola dan terorganisasi, dan
d. Lingkungan pendukung agar aktivitas itu dapat berjalan efektif.

Beberapa definisi yang sifatnya formal menyebutkan bahwa, teknologi


adalah hasil dari pengetahuan ilmiah yang teroganisir dan diaplikasikan secara
sistematis ke dalam hal ‐ hal yang bersifat praktis. Secara eksplisit, teknologi
dianalogikan sebagai ’hardware’, dimana manusia sebagai pengguna dan
teknologi sebagai alat yang digunakan. Namun, selanjutnya perkembangan di
bidang teknologi menyebutkan bahwa teknologi lebih dari hanya sekedar
’hardware’. Teknologi merupakan ’liveware’ karena organisme – organisme
hidup setidaknya bergantung pada teknologi.
Teknologi dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan dalam
pengertian bahwa penerapan itu menuju pada perbuatan atau perwujudan
sesuatu. Kecenderungan ini pun mempunyai suatu akibat dimana jika teknologi
dianggap sebagai penerapan ilmu pengetahuan, dalam perwujudan tersebut
maka dengan sendirinya setiap jenis teknologi/ bagian ilmu pengetahuan dapat
ada tanpa berpasangan dengan ilmu pengetahuan dan pengetahuan tentang
teknologi perlu disertai oleh pengetahuan akan ilmu pengetahuan yang menjadi
pasangannya.

B. Defenisi

Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (batticaca, 2008).
7

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala,
ulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung
maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Trauma atau cedera kepala adalah di kenal sebagai cedera otak gangguan
fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam.
Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan
pengaruh masa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.
(Batticaca Fransisca, 2008, hal 96).

Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik tumpul maupun trauma
tajam. (Btticcaca. Fransisca B. 2011).

C. Klasifikasi

Cedera kepala dapat diklasifikasikan berdasarkan mekanisme, keparahan,


dan morfologi cedera :

a) Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter


- Trauma tumpul : Kecepatan tinggi ( tabrakan mobil ) Kecepatan
rendah (terjatuh, dipukul)
- Trauma Tembus (luka tembus peluru dan cedera tembus lainnya)
b) Keparahan Cedera
- Ringan : skala koma glasglow (Glasglow Coma Scale,GCS) 14- 15
- Sedang : GCS 9-13
- Berat : GCS 3-8
c) Morfologi
- Fraktur tengkorak : Kranium : Linear/ Stelatum ; Depresi/ Non
depresi ; Terbuka/ tertutup.
Basis : Dengan/ tanpa kebocoran cairan serebrospinaldengan/
tanpak kelumpuhan nervus VII
- Lesi Intrakranial : Fokal : epidural, subdural, intraserebral
8

Difus : Konkusi ringan, konkusi klasik, cedera aksonal difus.(arif


mansjoer, dkk)

D. Etiologi

Penyebab cedera terbagi atas 2 :

1) Cedera tertutup : kecelakaan lalu lintas, perkelahian, jatuh dan cedera


olahraga
2) Cedera terbuka : Peluru atau pisau.

E. Prognosis

Prognosis setelah cedera kepala sering mendapat perhatian besar,


terutama pada pasien dengan cedera berat. Skor GCS waktu masuk rumah sakit
memiliki nilai prognostic yang besar: skor pasien 3-4 memiliki kemungkinan
meninggal 85% atau tetap dalam kondisi vegetatif, sedangkan pada pasien
dengan GCS 12 atau lebih kemungkinan meninggal atau vegetatif hanya 5-10
%. Sindrom pascakonkusi berhubungan dengan sindrom kronis nyeri kepala,
keletihan, pusing, ketidakmampuan berkonsentrasi, iritabilitas, dan perubahan
kepribadian yang berkembang pada banyak pasien setelah cedera kepala.
Seringkali bertumpang-tindih dengan gejala depresi.(arif mansjoer, dkk).

F. Patofisiologi

Cedera kepala dapat bersifat terbuka (menembus melalui durameter) atau


tertutup (trauma tumpul tanpa penetrasi menembus dura). Cedera kepala
terbuka mengkinkan pathogen-patogen lingkungan memiliki akses langsung ke
otak. Patogen ini dapat menyebabkan peradangan pada otak. Cedera juga dapat
menyebabkan perdarahan. Peradangan dan perdarahan dapat meningkatkan
tekanan intrakranial. Akibat perdarahan intracranial menyebabkan sakit kepala
hebat dan menekan pusat refleks muntah dimedulla yang mengakibatkan
terjadinya muntah proyektil sehingga tidak terjadi keseimbangan antar intake
9

dan output. Selain itu peningkatan TIK juga dapat menyebabkan terjadinya
penurunan kesadaran dan aliran darah otak menurun. Jika aliran darah otak
menurun maka akan terjadi hipoksia yang menyebabkan disfungsi cerebral
sehingga koordinasi motorik terganggu dan menyebabkan ketidakseimbangan
perfusi jaringan serebral.

Perdarahan ekstrakranial dibagi menjadi 2 yaitu perdarahan terbuka dan


tertutup. Perdarahan terbuka (robek dan lecet) merangsang lapisan mediator
histamine, bradikinin, prostalglandin yang merangsang stimulus nyeri
kemudian diteruskan nervus aferen ke spinoptalamus menuju ke korteks serebri
sampai nervus eferen sehingga akan timbul rasa nyeri. Jika perdarahan terbuka
(robek dan lecet)mengalami kontak dengan benda asing akan memudahkan
terjadinya infeksi bakteri pathogen. Sedangkan perdarahan tertutup hamper
sama dengan perdarahan terbuka yaitu dapat menimbulkan rasa nyeri pada kulit
kepala.(Elizabeth, J. 2001).

G. Manifestasi Klinis

a. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih


b. Kebingungan
c. Iritabel
d. Pucat
e. Mual dan muntah
f. Pusing kepala
g. Terdapat hematoma
h. Kecemasan
i. Sukar untuk dibangunkan
j. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serbrosfinal yang keluar dari hidung
(rhinorrea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tualng temporal

H. Komplikasi

a. Hemorhagie
10

b. Infeksi
c. Edema
d. Herniasi
Menurut Elizabeth J Corwin, komplikasi yang dapat terjadi adalah :

a) Perdarahan didalam otak, yang disebut hematoma intraserebral, dapat


menyertai cedera kepala tertutup yang berat, atau lebih sering cedera
kepala terbuka. Pada perdarahan diotak, tekanan intracranial
meningkat, dan sel neuron dan vascular tertekan. Ini adalah jenis
cedera otak sekunder. Pada hematoma, kesadaran dapat menurun
dengan segera, atau dapat menurun setelahnya ketiak hematoma
meluas dan edema interstisial memburuk.

b) Perubahan perilaku yang tidak Nampak dan deficit kognitif dapat


terjadi dan tetap ada. (Elizabeth J Corwin).

Menurut Batticcaca, Fransisca B. 2011, komplikasi yang dapat terjadi :


a) Hemoragik intrakranial
Pengumpulan darah (hematoma) yang terjadi dalam kubah kranial
adalah akibat yang paling serius dari hemoragik cedera kepala,
penimbunan darah pada rongga epidural (epidural hematoma),
subdural, atau intraserebral, bergantung pada lokasinya. Deteksi dan
penanganan hematoma sering kali lambat dilakukan sehingga akhirnya
hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distrosi dan
herniasi serta peningkatan TIK.

b) Hematoma Epidural (hematoma ekstradural atau hemoragik)


Setelah cedera kepala darah berkumpul di dalam ruang epidural
(ekstradural) di antara tengkorak dan dura mater. Keadaan ini sering
diakibatkan karena terjadinya fraktur tulang tengkorak yang
menyebabkan arteri maningeal tengah putus atau rusak (laserasi)-
dimana arteri ini berada di antara dura mater dan tengkorak daerah
11

inferior menuju bagian tipis tulang tetaporal- dan terjadi hemoragik


sehingga menyebabkan penekanan pada otak.

c) Hematoma Subdural
Hematoma Subdural adalah pengumpulan darah pada ruang di
antara dura mater dan dasar otak, yang pada keadaan normal diisi
oleh cairan. Hematoma subdural paling sering disebabkan karena
trauma tetapi juga terjadi karena kecenderungan perdarahan yang
serius dan aneurisma.

I. Pemeriksaan Diagnostik

a. CT Scan (dengan atau tanpa kontras ) : mengidentifikasi luasnya lesi,


perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Cat :
untuk mengetahui adanya infark/ iskemia, jangan dilakukan pada 24-72
jam setelah injury.

b. MRI : digunakan sama seperti CT Scan dengan atau tanpa kontras


radioaktif.

c. Cerebral angiografi : menunjukkan anomali sirkulasi cerebral, seperti :


perubahan jaringan otak menjadi udema, perdarahan dan trauma.

d. Serial EEG : dapat melihat perkembangan gelombang yang patologis

e. X ray : mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan struktur


garis (perdarahan /edema), fragmen tulang.

f. BAER : mengoreksi batas fungsi korteks dan otak kecil

g. PET : mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otak

h. CSF : lumbal punkis dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahan


subarachnoid.
12

i. ABGs : mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernafasan


(oksigenasi) jika terjadi peningkatan IK

j. Kadar elektrolit : untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagai


akibat peningkatan tekanan IK

k. Screen toxicologi : untuk mendeteksi pengaruh obat, sehingga


menyebabkan penurunan kesadaran.

J. Penatalaksanaan

Secara umum penatalaksanaan therapeutic pasien dengan trauma kepala


adalah sebagai berikut:

1. Observasi 24 jam
2. Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.
3. Berikan terapi intravena bila ada indikasi.
4. Anak diistirahatkan atau tirah baring.
5. Profilaksis diberikan bila ada indikasi.
6. Pemberian obat-obat untuk vaskulasisasi.
7. Pemberian obat-obat analgetik.
8. Pembedahan bila ada indikasi.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

a) Primary Survey
1) Airway
 Penilaian Mengenal patensi Airway
Menilai jalan nafas bebas. Apakah pasien dapat bicara dan bernafas
dengan bebas ?
Jika ada obstruksi maka lakukan :
 Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
 Suction / hisap (jika alat tersedia)
 Guedel airway / nasopharyngeal airway
 Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi
netral
 Evaluasi
2) Breathing
 Tentukan laju dan dalamnya pernafasan
 Inspeksi dan palpasi leher dan thorax untuk menggali kemungkinan
terdapat defiasi trakhea, dan ekspansi thorax simetris atau tidak,
pemakaian otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainya
 Perkusi thorax untuk menentukan redup atau hipersonor
 Auskultasi thorax
 Pengelolaan Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang
apakah jalan nafas bebas.
 Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan :
 Pemberian oksigenj kinsentrasi tinggi
 Dekompresi rongga pleura (pneumotoraks)
 Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada
 Pernafasan buatan
 Evaluasi

13
14

3) Circulation
Penilaian
 Mengetahui sumber pendarahan internal
 Periksa nadi
 Periksa warna kulit dan perhatikan bila adanya sianosis
 Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas bebas dan pernafasan
cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka lakukan :
 Hentikan perdarahan eksternal
 Segera pasang dua jalur infus dengan jarum besar (14 - 16 G)
 Berikan infus cairan
 Evaluasi

4) Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale
AWAKE = A
RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
Cara ini cukup jelas dan cepat.
5) Exposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in-line harus dikerjakan. Dan cegah terjadinya hipotermi
dengan berikan selimut hangat atau tempatkan pada ruangan yang cukup
hangat.

b) Secondary Survey
1) Pemeriksaan kepala
 Kelainan kulit kepala dan bola mata
15

 Telinga bagian luar dan membrana timpani


 Cedera jaringan lunak periorbital
2) Pemeriksaan leher
 Luka tembus leher
 Emfisema subkutan
 Deviasi trachea
 Vena leher yang mengembang
3) Pemeriksaan neurologis
 Penilaian fungsi otak dengan Glasgow Coma Scale (GCS)
 Penilaian fungsi medula spinalis dengan aktivitas motorik
 Penilaian rasa raba / sensasi dan refleks
4) Pemeriksaan dada
 Clavicula dan semua tulang iga
 Suara napas dan jantung
 Pemantauan ECG (bila tersedia)
5) Pemeriksaan rongga perut (abdomen)
 Luka tembus abdomen memerlukan eksplorasi bedah
 Pasanglah pipa nasogastrik pada pasien trauma tumpul abdomen
kecuali bila ada trauma wajah
 Periksa dubur (rectal toucher)
 Pasang kateter kandung seni jika tidak ada darah di meatus externus
6) Pelvis dan ekstremitas
 Cari adanya fraktura (pada kecurigaan fraktur pelvis jangan
melakukan tes gerakan
 apapun karena memperberat perdarahan)
 Cari denyut nadi-nadi perifer pada daerah trauma
 Cari luka, memar dan cedera lain
7) Pemeriksaan sinar-X (bila memungkinkan) untuk :
 Dada dan tulang leher (semua 7 ruas tulang leher harus nampak)
 Pelvis dan tulang panjang
 Tulang kepala untuk melihat adanya fraktura bila trauma kepala tidak
disertai defisit neurologis fokal
16

 Foto atas daerah yang lain dilakukan secara selektif.


 Foto dada dan pelvis mungkin sudah diperlukan sewaktu survei
primer

B. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral


2. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
3. Nyeri Akut

C. Rencana Keperawatan

Masalah Keperawatan NOC NIC


Ketidakefektifan Perfusi Status Perfusi Jaringan a. Manajemen Sirkulasi
Jaringan Serebral b/d Serebral  Pantau nadi perifer
gangguan aliran arteri KH:  Catat warna kulit dan temperatur
atau vena 1. Pengisian capilarry  Cek capilery refil
refil  Monitor status cairan, masukan dan
2. Kekuatan pulsasi keluaran yang sesuai monitor lab
perifer distal hb dan hmt
3. Kekuatan pulsasi  Monitor perdarahan
perifer proksimal  Monitor status hemodinamika,
4. Tingkat sensasi neurologis dan tanda vital
normal b. Monitor Status Neurologis
5. Warna kulit  Monitor ukuran, bentuk,
6. Edema perifer kesemetrisan dan reaksi pupil
 Monitor tingkat kesadaran
 Monitor tingkat orientasi
 Monitor GCS
 Monitor TTV
17

Ketidakefektifan Status respirasi : 1. Manajemen jalan napas


Bersihan Jalan Nafas b/d kepatenan jalan nafas  Monitor respirasi dan status O2
spasme jalan napas KH :  Auskultasi suara napas, catat
1. Pengeluaran sekrek adanya suara tambahan
2. Irama dan  Identifikasi pasien perlunya
frekuensi pemasangan alat jalan napas buatan
3. Suara nafas  Buka jalan napas
4. Jalan napas  Lakukan suction pada mayor
 Lakukan fisioterapi dada
2. Pengisapan jalan napas
 auskultasi suara napas sebelum dan
sesudah suction
 informasikan pada klien da
keluarga tentang suction
 berikan O2 dengan menggunakan
nasal memfasilitasi suction
dilakukan
 monitor status O2 pasien
3. Promosi kesehatan
 Anjurkan pasien untuk
menghindari posisi telentang
 Anjurkan pasien membuang
sputum
 Anjurkan pasien untuk melaporkan
adanya perubahan warna sputum
Nyeri Akut b/d agen Kontrol Nyeri 1. manajemen nyeri
cedera fisik KH :  Observasi reaksi nonverbal dari
1. Kontrol nyeri ketidaknyamanan
2. Penyebab nyeri  Lakukan pengkajian nyeri
3. Skala, intensitas  Monitor penerimaan pasien tantang
dan frekuensi nyeri manajemen nyeri
18

4. TTV  Pilih dan lakukan penanganan


nyeri
 Kolaborasi dengan dokter jika ada
krluhan lainnya
 Pilih dan lakukan penanganan
nyeri
2. pemberian analgesik
 Kaji lokasi dan karakteristik nyeri
 Kolaborasi pemberian analgesik
 Cek riwayat alergi
 Cek intruksi dokter tentang jenis
obat
 Tentukan lokasi, karateristik,
kualitas dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Pilih analgesik yang diperlukan
 Evaluasi evektifitas analgsik
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Trauma atau cedera kepala atau cedera otak adalah gangguan fungsi normal
otak karena trauma baik trauma tumpul maupun tajam (batticaca, 2008).

Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, ulang
tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak
langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).

Adapun pengkajian keperawatan pada saat di IGD maka yang di utamakan adalah

1. Primary Survey
a. A = Airway
b. B = Breathing
c. C = Circulation
d. D = Disability
e. E = Exposure
2. Secondary Survey
a. Pemeriksaaan dilakukan jika pasien sudah dalam keadaan
sadar ataupun stabil sehingga dilanjutkan ke secondary
survey
b. Pengkajian Head to toe hingga ke akral.

B. Saran

Kami berharap makalah ini dapat di gunakan secara semestinya dan


bermanfaat bagi pembaca dan, kami menyadari makalah ini belum sempurna dan
banyak kekurangan sehingga kami membutuhkan kritik dan saran untuk perbaikan
pada makalah berikutnya.

19
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculpius,


Jakarta

Batticaca Fransisca B, 2008, Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan


Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika.

Brunner and Suddart, 2001. Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3.


EGC:Jakarta

Smeltzer, Suzanne C, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC


:Jakarta

Suriadi & Rita Yuliani. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi I. Jakarta: CV
Sagung Seto; 2001.

Swalis, Catrina dan Cristoper Buston.2015.rheumatology, ortophedic and


traumatic at aglane secont edition. Erlangga : Jakarta

www.google/ Askep tentang cidera kepala/ .com, akses 4 november 2013/


19.20.com

20

You might also like