Professional Documents
Culture Documents
Referat Trauma Kimia
Referat Trauma Kimia
Oleh:
Andriyani, S.Ked
Elsa Puspita, S.Ked
Gustien Enderina, S.Ked
Nurul Ayu Pratiwi, S.Ked
Rifqi Rahmadhan, S.Ked
Pembimbing:
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi
dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya
disebabkan bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Bahan kimia
dikatakan bersifat asam bila mempunyai pH < 7 dan dikatakan bersifat basa bila
mempunyai pH > 7.1,2
2.2 Epidemiologi
Trauma mata merupakan salah satu kegawatdaruratan dengan penyebab
terbanyak yaitu trauma kimia (84%). Keadaan ini paling sering terjadi di industri
lingkungan kerja, meskipun ada sejumlah kasus yang terjadi di rumah. Di
Amerika Serikat, dilaporkan sebanyak 63% kecelakaan di tempat kerja akibat
trauma kimia mata. Dibandingkan dengan wanita, laki-laki memiliki rasio terkena
trauma mata empat kali lebih besar. Rasio frekuensi bervariasi trauma asam:basa
antara 1:1 sampai 1:4.3
2.3 Etiologi
Trauma kimia disebabkan oleh bahan asam dan basa. Penyebab umum
trauma asam dan trauma basa adalah sebagai berikut: 4
2.4 Patofisiologi
2.4.1 Patofisiologi Trauma Asam
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang
berbeda. Baik bahan asam (pH<4) dan alkali (pH>10) dapat menyebabkan
terjadinya trauma kimia. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer
akibat proses denaturasi dan koagulasi protein selular, dan secara sekunder
melalui kerusakan iskemia vaskular. Bahan asam menyebabkan terjadinya
nekrosis koagulasi dengan denaturasi protein pada jaringan yang berkontak. Hal
ini disebabkan karena bahan asam cenderung berikatan dengan protein jaringan
dan menyebabkan koagulasi pada epitel permukaaan. Timbulnya lapisan
koagulasi ini merupakan barier terjadinya penetrasi lebih dalam dari bahan asam
sehingga membatasi kerusakan lebih lanjut. Oleh karena itu trauma asam sering
terbatas pada jaringan superfisial.5
Terdapat pengecualian yaitu asam hidrofluorik yang dapat menyebabkan
nekrosis likuefaksi yang mirip pada alkali. Bahan asam hidrofluorik ini dapat
dengan cepat menembus kulit sampai ke pembuluh darah sehingga terjadi
diseminasi ion fluoride. Ion fluoride ini kemudian mempresipitasi kalsium
sehingga menyebabkan hipokalsemi dan metastasis kalsifikasi yang dapat
mengancam jiwa.5
2.4.2 Patofisiologi Trauma Basa
Bahan alkali dapat menyebabkan nekrosis likuefaksi yang potensial lebih
berbahaya dibandingkan bahan asam. Larutan alkali mencairkan jaringan dengan
jalan mendenaturasi protein dan saponifikasi jaringan lemak. Larutan alkali ini
dapat terus mempenetrasi lapisan kornea bahkan lama setelah trauma terjadi.5
Kerusakan jangka panjang pada konjungtiva dan kornea meliputi defek
pada epitel kornea, simblefaron serta pembentukan jaringan sikatriks. Penetrasi
yang dalam dapat menyebabkan pemecahan dan presipitasi glikosaminoglikan dan
opasitas lapisan stroma kornea. Jika terjadi penetrasi pada bilik mata depan, dapat
terjadi kerusakan iris dan lensa. Kerusakan epitel silier dapat menggangu sekresi
asam askorbat yang diperlukan untuk produksi kolagen dan repair kornea. Selain
itu dapat terjadi hipotoni dan ptisis bulbi.6
Proses penyembuhan dapat terjadi pada epitel kornea dan stroma melalui
proses migrasi sel epitel dari stem cells pada daerah limbus. Kolagen stroma yang
rusak akan difagositosis dan dibentuk kembali.6
2.4 Diagnosis
Diagnosis pada trauma kimia mata dapat ditegakkan melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan penunjang. Namun hal ini tidaklah mutlak dilakukan
dikarenakan trauma kimia pada mata merupakan kasus gawat darurat sehingga
membutuhkan tatalaksana secepatnya.
2.4.1 Anamnesis
Diagnosis trauma kimia mata dapat ditegakkan dengan menggali riwayat
trauma pada anamnesis. Tingkat keparahan tergantung pada empat faktor yaitu
toksisitas bahan kimia, berapa lama bahan kimia tersebut kontak dengan mata,
kedalaman penetrasi dan area yang terlibat. Oleh Karena itu penting untuk
mengetahui riwayat trauma untuk mengetahui keempat faktor diatas. Perlu
ditanyakan juga pada pasien waktu dan durasi dari pajanan, gejala yang timbul
segera setelah pajanan serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat
kejadian. Jenis bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol
bahan kimia, hal ini dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang
mengenai mata. Umumnya pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan
cairan atau gas kimia pada mata. Keluhan pasien biasanya nyeri hebat setelah
terpajan, epifora, bleparospasme dan penurunan tajam penglihatan.4
keparahan yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Dua klasifikasi
utama trauma kimia mata adalah klasifikasi Roper-Hall dan klasifikasi Dua.
Penilaian klasifikasi Roper-Hall berdasarkan tingkat keterlibatan kornea dan
iskemia perilimbal. Berikut merupakan klasifikasi trauma kimia pada mata
berdasarkan Roper-Hall:4
A B
C D
Gambar 2.1 Derajat keparahan trauma kimia berdasarkan Roper-Hall
(A) Grade I; (B) Grade II; (C) Grade III; (D) Grade IV
(American Academy of Opthalmology. Chemical (Alkali and Acid) Injury
of the Conjunctiva and Cornea.)4
2.5 Tatalaksana
Setiap trauma akibat bahan kimia harus ditatalaksana sebagai kedaruratan
mata. Pembilasan dengan air keran harus segera dilakukan di lokasi cedera
sebelum pasien dirujuk. Apabila mungkin, semua benda asing yang tampak jelas
juga harus diirigasi. Di ruang gawat darurat, dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan singkat serta irigasi permukaan mata, termasuk forniks konjungtiva,
diirigasi dengan cairan dalam jumlah besar. Saline isotonik steril (beberapa liter
untuk satu mata yang cedera) diberikan melalui selang intravena standar. Dapat
digunakan spekulum palpebra mata dan infiltrasi anestetik lokal untuk mengatasi
blefarospasme.1
Penggunaan analgesik dan anestetik topikal serta sikloplegik hampir selalu
diberikan. Gunakan aplikator berujung kapas yang dibasahi dan pinset untuk
mengeluarkan benda-benda berbentuk partikel dari forniks, terutama pada cedera
yang berhubungan dengan bahan bangunan atau semen. Perhatikan kemungkinan
gangguan pernapasan akibat edema jaringan lunak di saluran pernapasan atas.
Lakukan pemeriksaan pH permukaan mata dengan meletakkan seberkas kertas
indikator di forniks, kemudian ulangi irigasi bila nilai pH tidak terdapat antara 7,3
sampai 7,7 . Setelah pembilasan, berikan salep antibiotik dan balutan tekan.1,8
Trauma kimia asam membentuk suatu sawar presipitat jaringan nekrotik
yang cenderung membatasi penetrasi dan kerusakan lebih lanjut.1 Basa (alkali)
dapat secara cepat menembus jaringan mata dan akan menimbulkan kerusakan
lama setelah cedera terhenti. Sehingga diperlukan bilasan jangka panjang dan
pemeriksaan pH secara berkala. Trauma alkali menyebabkan peningkatan tekanari
intraokular dengan segera karena terjadi kontraksi sklera dan kerusakan anyaman
trabekular. Peningkatan tekanan sekunder (2-4 jam kemudian) terjadi akibat
pelepasan prostaglandin, yang berpotensi menimbulkan uveitis berat. Hal ini sulit
dipantau melalui kornea yang buram. Pengobatannya adalah dengan steroid
topikal, obat-obat anti glaukoma dan sikloplegik selama 2 minggu pertama.
Setelah 2 minggu, pemakaian steroid harus berhati-hati karena obat ini
menghambat reepitelisasi. Kemudian dapat terjadi perlunakan kornea dan
kemungkinan perforasi akibat berlanjutnya aktivitas kolagenase.1,6
Tetes mata askorbat (vitamin C) dan sitrat bermanfaat untuk trauma alkalis
derajat sedang, tetapi efeknya hanya minimal dalam mencegah perlunakan kornea
pada pasien dengan trauma berat atau defek epitel komea persisten. Suatu
percobaan dengan inhibitor kolagenase (asetilsistein) mungkin bermanfaat.
Terpajannya kornea dan adanya defek epitel yang menetap dapat diterapi dengan
air mata buatan dan lensa kontak.1
2.6 Komplikasi
Komplikasi dari trauma mata bergantung pada berat ringannya trauma, dan
jenis trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa
pada mata adalah sebagai berikut:1,4,6
1. Sindroma mata kering (dry eye). Trauma kimia dapat merusak sel-sel
goblet konjungtiva, sehingga menyebabkan penurunan atau bahkan tidak
adanya produksi mukus pada film air mata dan mengorbankan penyebaran
yang tepat dari film air mata prekorneal. Kekurangan mukus ini
menyebabkan dry eye. Pada mata yang sembuh dengan baik, dry eye yang
kronik dapat menyebabkan morbiditas yang signifikan karena
ketidaknyamanan, gangguan visual, dan berpotensi terjadinya kerusakan
pada okular.
2. Katarak traumatik, trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan
katarak. Komponen basa yang mengenai mata menyebabkan peningkatan
pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal ini
dapat terjadi akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia asam sukar
masuk ke bagian dalam mata maka jarang terjadi katarak traumatik.
3. Glaukoma merupakan komplikasi yang umum terjadi, berkisar 15 – 55%.
Mekanisme terjadinya bersifat multifaktor dan termasuk kontaksi sekunder
struktur anterior akibat kerusakan kimia dan inflamasi, inflamasi pada
debris trabetrabecular meshwork, dan kerusakan pada trabecular itu
sendiri. Pada luka bakar grade III atau IV ditemukan adanya
peningingkatan tekanan intraokular, dan memerlukan pengobatan
glaukoma jangka panjang dan terapi pembedahan.
4. Kerusakan pada kelopak mata. Trauma kimia yang langsung menganai
konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya jaringan parut, pemendekan
forniceal, symblepharon, entropion dan ektropion.
1. Augsburger J, Asbury T. Trauma mata dan orbita. Dalam: Eva PR, Whitcher
JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009. h.
372-81
2. Ilyas, Sidarta. Penuntun ilmu penyakit mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia; 2008. h. 271-3.
3. Alan H. Hall. Epidemiology of ocular chemical burn injuries. Dalam:
Chemical Ocular Burns. N. Schrage et al. Springer: Verlag Berlin Heidelberg;
2011. h. 9.
4. American Academy of Opthalmology. Chemical (Alkali and Acid) Injury of
the Conjunctiva and Cornea. 2017 Feb. Available at:
http://eyewiki.aao.org/Chemical_(Alkali_and_Acid)_Injury_of_the_Conjunct
iva_and_Cornea#Etiology.
5. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The Wills Eye Manual: office and emergency
room diagnosis and treatment of eye disease. 3rdedition. Philadelphia:
Lippincott Williams&Wilkins;1999. h. 19-22.
6. Kanski J, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach. Clinical
ophtalmology a sistemic approach. 8th edition. Oxford:Butterworth
Heinamann Ltd; 2016. h. 881-85.
7. Venkatesh R, Trivedi HL. Ocular trauma- Chemical Injuries. Bombay
Hospital Journal. 2009; vol.51(20).
8. Singh P, Tyagi M, Yogesh K, Gupta KK, Sharma PD. Ocular chemical
injuries and their management. India: Departement of Ophthalmology. 2013:
6 (2): 1-5.