Professional Documents
Culture Documents
Referat Trauma Kimia Mata Fix
Referat Trauma Kimia Mata Fix
Oleh:
Andriyani, S.Ked
Elsa Puspita, S.Ked
Gustien Enderina, S.Ked
Nurul Ayu Pratiwi, S.Ked
Rifqi Rahmadhan, S.Ked
Pembimbing:
1
BAB I
PENDAHULUAN
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Trauma kimia mata merupakan trauma pada mata yang disebabkan substansi
dengan pH yang tinggi (basa) atau yang rendah (asam). Trauma kimia biasanya
disebabkan oleh bahan-bahan yang tersemprot atau terpercik pada wajah. Trauma
kimia asam merupakan trauma kimia yang disebabkan oleh bahan yang mempunyai pH
< 4 dan dikatakan bersifat basa bila mempunyai pH > 10.1
2.2 Epidemiologi
Trauma mata merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang
oftalmologi. Trauma kimia mata sering terjadi di antara kelompok usia 20 hingga
40 tahun, dimana laki-laki memiliki angka kejadian terbanyak yaitu 56,6%. Angka
kejadian trauma kimia mata di industri lingkungan kerja sebanyak 61% sementara
39% terjadi di rumah tangga. Trauma kimia basa lebih banyak terjadi (53,6%)
dibandingkan trauma kimia asam (46,4%).3
2.3 Etiologi
Trauma kimia mata disebabkan oleh bahan asam dan basa. Penyebab umum
trauma asam dan trauma basa adalah sebagai berikut.4
Tabel 2.1 Bahan asam.4
Asam
Substansi Komposisi Kimia Ditemukan pada
Asam sulfat H2SO4 Aki mobil
Asam sulfit H2SO3 Pemutih dan pendingin
Asam fluorida HF Polishing kaca dan pemurni mineral
Asam asetat CH3COOH Cuka dan asam asetat glasial
Asam klorida HCL Kolam renang
Asam nitrat HNO3 Pupuk
Asam benzoat C6H5COOH Bahan pengawet makanan
3
Tabel 2.2 Bahan basa.4
Basa
Substansi Komposisi Kimia Ditemukan pada
Amonia NH3 Agen pembersih, pupuk,
dan pendingin
Surfactant anionik Detergen
Kalium hidroksida KOH Caustic potash
Natrium hidroksida NaOH Sabun mandi, pembersih
lantai, airbags, parfum
Magnesium hidroksida Mg(OH)2 Kembang api
Kalsium hidroksida Ca(OH)2 Semen dan pemutih cucian
Alumunium hidroksida Al(OH)3 Deodoran
2.4 Klasifikasi
Trauma kimia mata dapat diklasifikasikan sesuai dengan derajat keparahan
yang ditimbulkan akibat bahan kimia penyebab trauma. Klasifikasi trauma kimia
mata salah satunya adalah klasifikasi Roper-Hall. Penilaian klasifikasi Roper-Hall
berdasarkan tingkat keterlibatan kornea dan iskemia perilimbal.4
Tabel 2.3 Klasifikasi Roper-Hall.4
Grade Prognosis Kornea Limbus/Konjungtiva
4
A B
C D
Gambar 2.1 Derajat keparahan trauma kimia berdasarkan Roper-Hall.
(A) Grade I; (B) Grade II; (C) Grade III; (D) Grade IV
(American Academy of Opthalmology. Chemical (alkali and acid) injury
of the conjunctiva and cornea).4
2.5 Patofisiologi
Bahan asam dan basa menyebabkan trauma dengan mekanisme yang
berbeda. Kerusakan jaringan akibat trauma kimia ini secara primer akibat proses
denaturasi dan koagulasi protein selular dan secara sekunder melalui kerusakan
iskemia vaskular. Sel-sel inflamasi menghasilkan berbagai enzim seperti matriks
metalloproteinase (kolagenase dan gelatinase) dan mediator inflamasi seperti
prostaglandin dan leukotrien yang dapat merusak struktur okuler.5
5
Oleh karena itu trauma asam sering terbatas pada jaringan superfisial. Namun
terdapat perbedaan mekanisme pada asam fluorida yang dapat menyebabkan
nekrosis likuifaksi seperti pada trauma kimia alkali. Bahan asam fluorida ini dapat
dengan cepat menembus kulit sampai ke pembuluh darah dan menyebabkan
hipokalsemi yang dapat mengancam jiwa.5
2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Diagnosis trauma kimia mata dapat ditegakkan dengan menggali riwayat
trauma pada anamnesis. Tingkat keparahan tergantung pada empat faktor yaitu
toksisitas bahan kimia, berapa lama bahan kimia tersebut kontak dengan mata,
kedalaman penetrasi dan area yang terlibat. Oleh karena itu penting untuk
mengetahui riwayat trauma untuk mengetahui keempat faktor di atas. Perlu
6
ditanyakan juga pada pasien waktu dan durasi pajanan, gejala yang timbul segera
setelah pajanan serta penatalaksanaan yang telah diberikan di tempat kejadian. Jenis
bahan sebaiknya digali, misalnya dengan menunjukkan botol bahan kimia. Hal ini
dapat membantu menentukan jenis bahan kimia yang mengenai mata. Umumnya
pasien datang dengan keluhan adanya riwayat terpajan cairan atau gas kimia pada
mata. Pasien biasanya mengeluhkan nyeri hebat setelah terpajan, epifora,
blefarospasme dan penurunan tajam penglihatan.4
7
5. Defek epitel kornea
Kerusakan epitel kornea dapat bervariasi mulai dari keratitis epitel punktata
yang ringan sampai defek kornea yang menyeluruh. Apabila dicurigai ada
defek epitel namun tidak ditemukan pada pemeriksaan awal, mata tersebut
harus diperiksa ulang setelah beberapa menit kemudian.
6. Stromal haze
Kekeruhan dapat bervariasi mulai dari kornea yang jernih sampai kekeruhan
berat tanpa terlihatnya segmen anterior.
7. Perforasi kornea
Sangat jarang terjadi, biasanya pada trauma berat yang penyembuhannya
tidak baik.
8. Inflamasi pada bilik mata depan
Kondisi ini dapat muncul dalam berbagai derajat inflamasi (flare dan cell)
pada bilik mata depan. Hal ini lebih sering terjadi pada trauma alkali dan
berhubungan dengan penetrasi yang lebih dalam.
9. Peningkatan tekanan intraokular (TIO)
Dipengaruhi oleh tingkat inflamasi pada segmen anterior dan deformitas
jaringan kolagen kornea.
8
2.7 Tatalaksana
1. Irigasi
2. Medikamentosa
Pasien trauma kimia mata grade I dan II memiliki prognosis yang baik dan
biasanya efektif dengan pemberian medikamentosa. Tujuan dari pemberian
medikamentosa adalah untuk meningkatkan pemulihan epitel kornea,
meningkatkan sintesis kolagen, mengurangi kerusakan kolagen dan inflamasi.4
a. Terapi standar
9
Setelah 2 minggu, pemakaian steroid harus berhati-hati karena dapat
menghambat reepitelisasi, terjadi perlunakan kornea dan
kemungkinan perforasi akibat berlanjutnya aktivitas kolagenase.1
b. Terapi tambahan
3. Operasi
a. Debridemen jaringan nekrotik harus dilakukan sesegera mungkin karena
jaringan nekrotik merupakan sumber inflamasi dan dapat menghambat
epitelisasi kornea.1,4
b. Transposisi konjungtiva (tenonplasti) dilakukan pada trauma kimia grade
IV yang berperan dalam revaskularisasi limbus dan reepitelisasi kornea.4
c. Amniotic membrane transplantation (AMT) untuk memicu epitelisasi,
mengurangi inflamasi limbus dan stroma, mencegah simblefaron dan
neovaskularisasi.4,9
10
d. Transplantasi sel stem limbus untuk reepitelisasi kornea dan menghambat
pertumbuhan konjungtiva di atas kornea. Autograft limbus dapat
digunakan dari mata kontralateral yang sehat.4
e. Keratoplasti dilakukan pada perforasi kornea untuk memicu
revaskularisasi limbus.6,9
1. Grade I
a. Antibiotik topikal (eritromisin salep) empat kali sehari.
b. Prednisolone asetat 1% tetes mata empat kali sehari.
c. Artificial tears jika dibutuhkan.
d. Jika terdapat nyeri, perlu diberikan sikloplegik kerja cepat (siklopentolate
tetes mata) tiga kali sehari.4
2. Grade II
a. Antibiotik topikal seperti florokuinolon tetes mata empat kali sehari.
b. Prednisolone asetat 1% tetes mata setiap jam pada 7-10 hari pertama.
c. Sikloplegik kerja lama seperti atropin 1% tetes mata.
d. Sodium askorbat 10% tetes mata setiap jam saat beraktivitas.
e. Artificial tears jika diperlukan.
f. Vitamin C peroral, 2 gram empat kali sehari.
g. Doksisiklin peroral, 100 mg dua kali sehari.
h. Debridemen epitel nekrotik.
i. Autolog serum tear yang memicu epitelisasi. 4,10
3. Grade III
Dapat dilakukan AMT terutama pada minggu pertama setelah trauma.4
4. Grade IV
Pembedahan biasanya diperlukan seperti AMT dan tenonplasti.4
11
Dalam penatalaksanaan trauma kimia mata, perlu diperhatikan tingkat
penyembuhan yang terjadi berdasarkan periode setelah terjadinya trauma. Berikut
ini tabel yang menunjukkan tingkat penyembuhan pada trauma kimia mata.4
2.8 Komplikasi
Komplikasi dari trauma kimia mata tergantung pada derajat trauma dan jenis
trauma yang terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada trauma kimia mata adalah
sebagai berikut.1
1. Sindroma mata kering (dry eye)
Trauma kimia dapat merusak sel-sel goblet konjungtiva, sehingga
menyebabkan penurunan atau bahkan tidak adanya produksi mukus pada
film air mata. Kekurangan mukus ini menyebabkan terjadinya dry eye. Dry
eye kronik dapat menyebabkan ketidaknyamanan, gangguan visual dan
berpotensi terjadinya kerusakan pada okular.4
12
2.
3. Katarak traumatik
Trauma kimia basa sering menyebabkan katarak traumatik karena terjadi
peningkatan pH aqueous humor yang mempengaruhi kekeruhan lensa.
Trauma kimia asam sukar masuk ke bagian dalam mata sehingga jarang
terjadi katarak traumatik.4
4. Glaukoma
Glaukoma sekunder biasanya terjadi pada trauma kimia grade III dan IV
akibat inflamasi pada trabekular meshwork.4 Pada trauma kimia basa dapat
menyebabkan peningkatan TIO karena adanya kontraksi sklera, kerusakan
anyaman trabekular dan pelepasan prostaglandin yang memicu terjadinya
uveitis berat.1
5. Trauma kimia yang mengenai konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya
jaringan parut, simblefaron, entropion dan ektropion.4 Selain itu juga dapat
terjadi perforasi kornea, sikatrik kornea dan neovaskularisasi.6
13
Gambar 2.3 Entropion
Dikutip dari : Kanski Jack J.6
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Augsburger J, Asbury T. Trauma mata dan orbita. Dalam: Eva PR, Whitcher
JP. Vaughan & Asbury oftalmologi umum. Edisi 17. Jakarta: EGC; 2009. h.
372-81.
2. Haring RS, Sheffield ID, Channa R. Epidemiologic trend of chemical ocular
burns in the united states. United States: JAMA ophthalmol; 2016. p. 1119.
3. Alan HH. Epidemiology of ocular chemical burn injuries. In: Chemical ocular
burns. N Schrage. Springer: Berlin Heidelberg; 2011. p. 9.
4. American Academy of Opthalmology. Chemical (alkali and acid) injury of the
conjunctiva and cornea. 2017 Feb. Available at: http://eyewiki.aao.org/.
5. Rhee DJ, Pyfer MF, editors. The wills eye manual: office and emergency room
diagnosis and treatment of eye disease. 7th edition. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; 2017. p. 47-51.
6. Kanski J, Bowling B. Clinical ophthalmology: a systemic approach. 8th edition.
Oxford: Butterworth Heinamann Ltd; 2016. p. 881-85.
7. Venkatesh R, Trivedi HL. Ocular trauma-chemical injuries. Bombay Hospital
Journal. 2009; 51 (2).
8. Kosoko A. Chemical ocular burns: a case review. American Journal of Clinical
Medicine. 2009; 6(3): 41-9.
9. Singh P, Tyagi M, Yogesh K, Gupta KK, Sharma PD. Ocular chemical injuries
and their management. India: Departement of Ophthalmology. 2013; 6 (2): 1-
5.
10. Eslani M, Rafii AB, Movahedan A, Djalilian. The ocular surface chemical
burn. Teheran: Journal of Opthalmology; 2014. p. 1-9.
11. Solano JJ. Ocular burns and chemical injuries. Florida: Atlantic University.
2017. Available at: http://medscape.com.
15