You are on page 1of 6

1

JURNAL PROSES KIMIA


TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS DIPONEGORO

PENGARUH PERBANDINGAN MOL REAKTAN TERHADAP REAKSI


ESTERIFIKASI
Fernanda Arvin Alana A.*), Chloe Tiara Marannu Siagian, Tifany Minasheila
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Jln. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058,
e-mail*: arvinfernanda0000@gmail.com

Abstrak
Esterifikasi atau pembuatan ester merupakan reaksi antara asam karboksilat dan alkohol dengan hasil
reaksi ester dan air. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbandingan mol reaktan
terhadap konversi, konstanta laju reaksi, dan arah kesetimbangan pada reaksi Esterifikasi. Pada hasil percobaan
diperoleh bahwa semakin tinggi perbandingan mol reaktan maka konversi yang dihasilkan semakin besar, hal itu
disebabkan karena semakin tinggi perbandingan mol maka tumbukan yang akan terjadi semakin banyak.. Berdasarkan
rumus persamaan kinetika Arrhenius, apabila tumbukan yang terjadi besar maka konstanta kecepatan reaksinya juga
besar dan semakin besar laju reaksi maka konversi yang dihasilkan pun akan semakin besar. Berdasarkan hasil
percobaan ditemukan bahwa seiring berjalannya waktu maka semakin banyak jumlah reaktan yang akan bereaksi. Rasio
reaktan yang besar akan meningkatkan konversi karena terjadi tumbukan yang lebih banyak. Berdasarkan percobaan
didapat nilai k1 dan k2 pada variabel, beda mol asam asetat : metanol, 1 : 5 sebesar 1,79×10-3 mol/menit dan sebesar
3,12×10-4 mol/menit, lebih kecil daripada variabel dengan perbandingan reaktan 1 : 15 yaitu 2,64×10-3 mol/menit untuk
k1 dan 4,53×10-4 mol/menit untuk k2.. Nilai Qc pada variabel dengan perbandingan reaktan 1 : 5 didapatkan 0,493 dan
variabel rasio reaktan 1 : 15 didapatkan 0,638.
Kata kunci : esterifikasi, mol reaktan

Abstract
Esterificarion is a reaction between carboxylic acid and alcohol with the product of ester and water. The purpose
of this experiment is to find the effect of reactant mole ratio to conversion, reaction rate constant, and the direction of
equilibrium in the esterification reaction. We find that the higher the reactant mole ratio so the conversion will be bigger,
this is because the higher the mole reactant ratio the collisioin between particle will bigger. Based on Arrhenius equation,
if the collision occur bigger the reaction rate constant will become bigger and the bigger reaction rate the conversion
will also become bigger. Based on experiment we found that as the time flow there will be more reactant that will react.
The bigger reactant ratio will increase conversion because there will be more collision. Based on the experiment we
found the value of k1 and k2 in ratio mole, 1 : 5 is 1,79×10-3 mole/minutes and 3,12×10-4 mole/minutes, smaller than the
reactant ratio 1 : 15 that is 2,64×10-3 mole/minutes for k1 and 4,53×10-4 mole/minutes for k2. The value of Qc of variabel
with reactant ratio 1 : 5 is 0,493 and variable with reactant ratio 1 : 15 is 0,638.
Keywords : esterification, mole reactant

PENDAHULUAN
Esterifikasi atau pembuatan ester merupakan Persamaan kecepatan reaksi kimia:
reaksi antara asam karboksilat dan alkohol dengan hasil −dCA
−rA = = k1 [A][B] − k 2 [C][D]
reaksi ester dan air. Contohnya yaitu reaksi antara asam dt
asetat dan metanol. Reaksi esterifikasi antara lain Keterangan :
sebagai berikut: rc = kecepatan reaksi pembentukan ester
CH3COOH + CH3OH ↔ CH3COOCH3 + H2O [A] = konsentrasi asam asetat [CH3COOH] (mol/L)
A+B↔C+D [B] = konsentrasi etanol [CH3OH] (mol/L)
[C] = konsentrasi metil asetat [CH3COOCH3] (mol/L)
------------------------------------------------------------------
[D] = konsentrasi air [H2O]
*)
Penulis Korespondensi.
E-mail: arvinfernanda0000@gmail.com
No Hp: +6285842197867
2

k1 = konstanta kecepatan reaksi ke kanan (arah


............ Diketahui data ∆G° standar (Yaws, 1997) :
produk) (mol/s) ∆G°f 298 CH3COOH = - 389900 J/mol
k 2 = konstanta kecepatan reaksi ke kiri (arah reaktan) ∆G°f 298 CH3OH = - 166270 J/mol
(mol/s) ∆G°f 298 CH3COOCH3 = - 324200 J/mol
t = waktu reaksi ∆G°f 298 H2O = - 237129 J/mol
Ditinjau dari kinetika reaksi, kecepatan reaksi Maka:
pembentukan ester akan makin besar dengan kenaikan ∆G°f 298 = (∆G°f 298 CH3COOCH3 +
suhu, adanya pengadukan dan ditambahakan katalis. Hal ∆G°f 298 H2O) - (∆G°f 298
ini dapat dijelaskan oleh persamaan Arrhenius yaitu: CH3COOH + ∆G°f 298 CH3OH)
EA ∆H°f 298 = (-324200 – 237129) - (-389900
k = Ae−RT
.......

– 166270)
dengan:
∆H°f 298 = -5159 J/mol
k = konstanta laju reaksi (mol/s)
Dari persamaan Van’t Hoff:
A = faktor frekuensi tumbukan ((m3)2kmol-2s-1)
∆G°f 298 = −RT ln K
T = suhu (K) ∆G°298
EA = energi aktivasi (J/mol) ln K =
𝑅𝑇
1
R = konstanta gas ideal (J/mol.K) −(−5159𝑚𝑜𝑙)
ln K = 1
Berdasarkan persamaaan Arrhenius dapat dilihat 8,314 ∙298 𝐾
𝑚𝑜𝑙 𝐾
bahwa konstanta laju reaksi dipengaruhi oleh nilai A, K = 8,0227
EA , dan T, semakin besar faktor tumbukan (A) maka Misalkan suhu operasi sebesar 57°C
konstanta laju reaksinya semakin besar. Nilai energi Menghitung harga K pada suhu operasi 57°C (330 K)
aktivasi (EA ) dipengaruhi oleh penggunaan katalis, dapat dihitung:
adanya katalis akan menurunkan energi aktivasi K 330 ∆H°298 1 1
ln =− ( − ′)
sehingga nilai k semakin besar. Semakin tinggi suhu (T) K 298 R T T
maka nilai k juga semakin besar. Dari hasil penelitian 1
K 330 (−8560) 1 1
ln =− mol ( − )K
yang dilakukan oleh Kirbaskar dkk (2001) untuk reaksi K 298 1 330 298
8,314
esterifikasi asam asetat dengan etanol menggunakan mol K
katalis asam dengan ion exchange resin diperoleh bahwa K 330
ln = − 0,3350
untuk reaksi ke arah pembentukan produk (k1 ) memiliki 8,0227
nilai EA = 104129 kJ/kmol dan A = 2,6.1014 (m3)2kmol- K 323 = 5,7389
2 -1
s . Dari perhitungan energy Gibbs didapat nilai K
Berdasarkan tinjauan termodinamika kita dapat pada asumsi suhu 57°C sebesar 5,7389. Maka, dapat
mengetahui apakah reaksi tersebut searah atau bolak- disimpulkan reaksi esterifikasi asam asetat dengan
balik dengan meninjau melalui perubahan energi Gibbs etanol merupakan reaksi reversible.
(ΔG°). Reaksi esterifikasi antara asam asetat dan etanol Menghitung nilai konversi teoritis
terjadi menurut reaksi berikut: Asumsi suhu 57°C didapatkan K = 5,7389
CH3COOH + CH3OH ↔ CH3COOCH3 + H2O Pada saat kesetimbangan :
∆G°f reaksi = ∆G°f produk - ∆G°f reaktan 𝐶𝐶 ∙ 𝐶𝐷 (𝐶𝐴0 𝑋𝐴 )(𝐶𝐴0 𝑋𝐴 )
𝐾= =
Diketahui data ΔH°f standar (Smith dkk, 2001): 𝐶𝐴 ∙ 𝐶𝐵 (𝐶𝐴0 (1 − 𝑋𝐴 )) ∙ (𝐶𝐵0 − 𝐶𝐴0 𝑋𝐴 )
∆H°f 298 CH3COOH = - 484500 J/mol (𝑋𝐴𝑒 )2
𝐾=
(1 − 𝑋𝐴𝑒 ) ∙ (𝑀 − 𝑋𝐴𝑒 )
∆H°f 298 CH3OH = - 238660 J/mol
(𝑋𝐴𝑒 )2
∆H°f 298 CH3COOCH3 = - 445890 J/mol 5,7389 =
(1 − 𝑋𝐴𝑒 ) ∙ (𝑀 − 𝑋𝐴𝑒 )
∆H°f 298 H2O = - 285830 J/mol
𝑋𝐴𝑒 = 0,92
∆H°f 298 = (∆H°f 298 CH3COOCH3 +
Sehingga pada saat kesetimbangan dengan suhu
∆H°f 298 H2O) - (∆H°f 298
operasi 57°C secara teoritis didapatkan nilai konversi
CH3COOH + ∆H°f 298 CH3OH)
sebesar 92%.
∆H°f 298 = (-445890 - 285830) – (-484500
Reaksi esterifikasi adalah suatu reaksi antara
- 277690)
asam karboksilat dan alkohol membentuk ester. Turunan
∆H°f 298 = -8560 J/mol
asam karboksilat membentuk ester asam karboksilat.
Berdasarkan tinjauan termodinamika juga dapat
Ester asam karboksilat ialah suatu senyawa yang
diketahui bahwa reaksi tersebut endotermis atau
mengandung gugus -CO2R dengan R dapat berbentuk
eksotermis dengan meninjau perubahan entalpi. Dari
alkil ataupun aril (Pratiwi, 2011).
perhitungan perubahan entalpi ΔH bernilai negatif yang
Katalis yang digunakan dalam esterifikasi dapat
menandakan bahwa reaksi esterifikasi asam asetat
berupa katalis asam atau katalis basa dan berlangsung
dengan metanol bersifat eksotermis.
3

secara reversible (Supardjan, 2004). Pada percobaan ini, 5. Tahap kelima melibatkan pemutusan ikatan C-O
digunakan asam karboksilat berupa asam asetat yang dan lepasnya air. Agar peristiwa ini dapat terjadi,
direaksikan dengan sebuah alkohol berupa metanol gugus hidroksil harus diprotonasi agar
menggunakan katalis asam. Untuk pembuatan metil kemampuannya sebagai gugus bebas/lepas lebih
asetat, reaksi esterifikasi yang terjadi dalam percobaan baik.
ini dan mekanisme katalis asam pada hidrolisa ester 6. Tahap terakhir, ester yang berproton melepaskan
adalah sebagai berikut: protonnya
Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa
variabel. Variabel-variabel yang dimaksud antara lain
(Hakim dan Irawan, 2010):
1. Waktu reaksi
Gambar 1 Reaksi esterifikasi Semakin lama waktu reaksi maka
Mekanisme reaksi esterifikasi merupakan reaksi kemungkinan kontak antar zat semakin besar
substitusi antara asil nukleofil dengan katalisator asam sehingga akan menghasilkan konversi yang besar.
(biasanya HCl atau H2SO4). Gugus karbonil dari asam Jika kesetimbangan reaksi sudah tercapai maka
karboksilat tidak cukup kuat sebagai elektrofil untuk dengan bertambahnya waktu reaksi tidak akan
diserang oleh alkohol. Katalisator asam akan menguntungkan karena tidak memperbesar hasil.
memprotonasi gugus karbonil dan mengaktivasinya ke 2. Perbandingan zat pereaksi
arah penyerangan nukleofil. Pelepasan proton akan Dikarenakan sifatnya yang reversibel, maka
menghasilkan hidrat dari ester, kemudian terjadi transfer salah satu reaktan harus dibuat berlebih agar
proton. optimal dalam pembentukan produk ester yang
ingin dihasilkan. Pada penelitian ini, salah satu
reaktan yang harus dibuat berlebih adalah
methanol.
3. Pengadukan
Pengadukan akan menambah frekuensi
tumbukan antara molekul zat pereaksi dengan zat
yang bereaksi semakin baik sehingga
mempercepat reaksi dan reaksi terjadi sempurna.
Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius:
EA
k = Ae−RT
dengan:
k = konstanta laju reaksi
A = faktor frekuensi tumbukan
T = suhu
EA = energi aktivasi
Gambar 2 Reaksi transfer proton R = konstanta gas ideal
Mekanisme esterifikasi dengan katalis asam, meliputi: 4. Suhu
1. Pada tahap pertama, gugus karbonil akan Semakin tinggi suhu yang dioperasikan
terprotonasi oleh asam. Transfer proton dari katalis maka semakin banyak konversi yang dihasilkan.
asam menuju ke atom oksigen karbonil, sehingga Hal ini sesuai dengan persamaan Arrhenius, bila
terjadi peningkatan elektrofisilitas pada atom suhu naik maka harga k semakin besar, sehingga
karbon karbonil. reaksi berjalan cepat dan hasil konversi makin
2. Tahap kedua, melibatkan adisi nukleofil yakni besar.
gugus OH pada alkohol menyerang karbon 5. Katalisator
karbonil yang telah terprotonasi. Sehingga ikatan Sifat reaksi esterifikasi yang lambat
C-O yang baru (ikatan ester) terbentuk. membutuhkan katalisator agar berjalan lebih cepat.
3. Tahap ketiga adalah tahap kesetimbangan. Terjadi Katalisator berfungsi untuk mengurangi energi
penghilangan gugus H+ pada ikatan ester yang aktivasi pada suatu reaksi, sehingga pada suhu
baru. Deprotonasi dilakukan untuk membentuk tertentu harga konstanta kecepatan reaksi semakin
ikatan C-O yang stabil. besar
4. Pada tahap keempat, salah satu gugus hidroksil
harus terprotonasi, karena kedua gugus BAHAN DAN METODE
hidroksilnya identik. Bahan dan Alat yang Digunakan
4

Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Pada Gambar 3, ditunjukkan bahwa seiring
asam asetat, metanol, katalis HCl, NaOH, dan Indikator dengan berjalannya waktu, konversi reaksi esterifikasi
PP Sedangkan alat yang digunakan pada praktikum ini atau pembentukan ester akan semakin meningkat.
adalah labu leher tiga, pendingin balik, kompor listrik, Fenomena tersebut terjadi pada kedua variabel, yaitu
magnetic stirrer, termometer, pengaduk, buret, pipet variabel 1 (perbandingan mol asam asetat : mol metanol
volume, pipet ukur, statif dan klem, erlenmeyer, beaker = 1 : 5) dan variabel 2 (perbandingan mol asam asetat :
glass, dan labu takar. mol metanol = 1 : 15). Titran NaOH pada percobaan
Variabel Operasi semakin lama semakin menurun. Hal ini menandakan
Variabel kontrol pada praktikum ini adalah jenis bahwa jumlah asam asetat semakin berkurang karena
alkohol, volume total, jenis katalis, titran, suhu, volume bereaksi dengan metanol untuk membentuk ester.
sampel, dan waktu pengambilan sampel. Sedangkan, Kenaikan konversi esterifikasi seiring dengan
variabel bebasnya adalah perbandingan mol asam asetat berjalannya waktu terjadi karena semakin banyaknya
dan mol metanol. jumlah reaktan yang bereaksi dengan semakin lama
Respon Uji Hasil reaksi berlangsung. Hal ini sesuai dengan rumus
Respon yang diambil berupa konsentrasi asam CA
konversi, yaitu XA = 1 − . Rumus ini dapat diartikan
C A0
asetat dengan titrasi menggunakan NaOH.
total mol zat pereaktan
sebagai konversi = . Mol zat yang
mol zat mula−mula
PELAKSANAAN PERCOBAAN bereaksi berbanding lurus dengan konversi. Dengan
Rangkai alat yang dibutuhkan. lalu campurkan bertambahnya waktu, maka mol zat yang bereaksi
asam asetat 12,35 mL, katalis 1 mL, dan metanol 25,74 semakin banyak pula. Sehingga, konversi reaksi
mL pada beaker glass kemudian ambil 5 mL sebagai t0. esterifikasi juga semakin banyak (Levenspiel, 1999).
Campurkan asam asetat 75,85 mL dan katalis 6,14 mL Dapat disimpulkan bahwa hasil yang didapatkan
pada labu leher tiga, panaskan sampai suhu sesuai pada percobaan sesuai dengan teori yang ada, yaitu
variabel. Pada beaker glass lain panaskan 158 mL konversi reaksi esterifikasi akan meningkat seiring
metanol sampai suhu sesuai variabel. Setelah suhu kedua dengan berjalannya waktu.
reaktan sama, campurkan kedua reaktan dalam labu Hubungan Perbandingan Mol Pereaktan terhadap
leher tiga. Amati suhu campuran, setelah tercapai suhu Konversi Reaksi Esterifikasi
sesuai variabel, sampel diambil 5 mL mulai dari t1 Selama berjalannya percobaan, dapat dilihat
dengan waktu pengambilan setiap 10 menit sehingga bahwa pada variabel 2 memiliki konversi yang lebih
waktu mencapai 40 menit. Tambahkan 3 tetes indikator tinggi dari variabel 1. Hal ini ditunjukkan pada gambar
PP kemudian titrasi dengan NaOH 0,37 N. Amati 3. Pada variabel 1 (perbandingan mol asam asetat : mol
perubahan warna yang terjadi. Hentikan ketika warna metanol = 1 : 5), konversi reaksi esterifikasi lebih tinggi
menjadi merah muda hampir hilang. Catat kebutuhan dibandingkan dengan variabel 2 (perbandingan mol
titran dan hentikan pengambilan sampel setelah asam asetat : mol metanol = 1 : 15).
mencapai waktu 40 menit. Ulangi langkah diatas untuk Pada variabel 2, jumlah metanol dibandingkan
variabel kedua dengan volume asam asetat 32,26 mL, dengan jumlah asam asetat lebih banyak dibandingkan
volume metanol 201,6 mL, dan volume HCl 6,14 mL, pada variabel 1. Jumlah metanol yang lebih banyak
serta asam asetat 5,25 mL, katalis 1 mL, dan metanol membuat jumlah pereaktan semakin banyak. Hal ini
32,83 mL pada beaker glass sebagai t0. menyebabkan peningkatan tumbukan yang terjadi.
Sehingga, dalam yaktu yang sama, reaksi dengan
HASIL DAN PEMBAHASAN pereaktan yang lebih banyak akan menghasilkan produk
Hubungan Waktu terhadap Konversi Reaksi yang lebih banyak, dan konversinya lebih besar
Esterifikasi (Levenspiel, 1999).
Sehingga, dapat disimpulkan bahwa hasil yang
1
didapatkan pada percobaan sesuai dengan teori yang
0.8
konversi

ada, yakni konversi reaksi esterifikasi akan meningkat


0.6 Variabel 1 dengan mol pereaktan yang lebih banyak.
0.4 - 1:5
Hubungan Perbandingan Mol Pereaktan terhadap
0.2 Variabel 2 Konstanta Laju Reaksi
0 - 1:15
0 20 40
waktu (menit)

Gambar 3 Grafik hubungan waktu dengan


konversi
5

3.00E-03 Selain berdasarkan pada nilai K, arah reaksi


dapat ditentukan berdasarkan perbandingan dengan Qc.
2.50E-03 Qc, atau reaction quotient, merupakan nilai yang
2.00E-03 diperoleh dengan cara mensubstitusikan konsentrasi
1.50E-03 k1 awal ke dalam persamaan konstanta kesetimbangan (K).
k2 Jika K lebih besar dibandingkan dengan Qc, maka
1.00E-03
perbandingan konsentrasi awal produk terhadap reaktan
5.00E-04 terlalu kecil. Untuk mencapai kesetimbangan, reaktan
0.00E+00 harus diubah menjadi produk. Sehingga, sistem akan
1 2 cenderung bergeser ke arah produk sampai nilai Qc
Gambar 4 Grafik hubungan mol pereaktan mencapai nilai K (Harun, 2004).
terhadap konstanta laju reaksi Maka, dengan hasil percobaan yang didapatkan,
Pada gambar 4, dapat dilihat bahwa konstanta yaitu nilai Qc lebih kecil daripada nilai K, hal ini
laju reaksi pada variabel 2 lebih besar daripada variabel menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan belum
1. Pada variabel 1, nilai k1 adalah sebesar 1,79×10-3 cukup untuk mencapai kesetimbangan dan proses
mol/menit, sedangkan pada variabel 2, nilai k1 adalah esterifikasi yang dilakukan selama 40 menit pada
sebesar 2,64×10-3 mol/menit. Pada variabel 1, nilai k2 percobaan belum mencapai kesetimbangan secara
adalah sebesar 3,12×10-4 mol/menit, sedangkan pada teoritis. Sehingga, masih dibutuhkan waktu yang lebih
variabel 2, nilai k2 adalah sebesar 4,53×10-4 mol/menit. banyak lagi untuk mengonversi asam asetat sisa menjadi
Nilai dari k1 dan k2 pada variabel 2 lebih besar dari metil asetat.
variabel 1.
Semakin banyak pereaktan, maka semakin UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada: Dr. Ir.
banyak tumbukan efektif. Hal ini mempengaruhi nilai A
E
Ratnawati, M.T. selaku dosen pembimbing, Muhammad
pada persamaan Arrhenius, yaitu r = Ao CA CB e−RT . Iqbal selaku asisten pembimbing materi esterifikasi,
Semakin besar nilai A, maka semakin cepat laju reaksi. keluarga yang senantiasa mencurahkan cinta dan kasih
Sehingga, dengan meningkatnya pereaktan, maka reaksi sayangnya serta teman-teman yang memberikan
dorongan, doa dan semangat.
ke arah produk akan lebih cepat terjadi. Menambahkan
pereaktan dengan cara menggunakan metanol yang
DAFTAR PUSTAKA
berlebih merupakan salah satu dari tiga cara agar
Hakim, Arif Rahman dan Irawan S.. 2010. Kajian Awal
kesetimbangan bergeser ke arah produk (Hikmah,
Sintesis Biodiesel dari Minyak Dedak Padi
2012).
Proses Esterifikasi. Skripsi. Semarang :
Dengan meningkatnya nilai k1 dan k2 pada kedua
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Undip.
variabel dalam percobaan, maka hasil yang didapatkan
Haritsah, Iftironi., 2013. Regenerasi Katalis Pt/Zeolit
telah sesuai dengan teori.
dan H-Zeolit Serta Uji Aktivitasnya dalam
Hubungan Perbandingan Mol Pereaktan terhadap
Reaksi Esterifikasi Asam Asetat dan Etanol.
Konstanta Arah Kesetimbangan
Yogyakarta : Jurusan Kimia Fakultas
Tabel 1 Data K dan Qc
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Variabel K Qc
Universitas Gadjah Mada.
Hikmah, Maharani Nurul dan Zuliyana. 2012.
1 5,7389 0,493
Pembuatan Metil Ester (Biodiesel) dari
2 5,7389 0,638 Minyak Dedak dan Metanol dengan Proses
Esterifikasi dan Transesterifikasi. Semarang :
Pada percobaan, didapatkan nilai Qc pada Universitas Diponegoro.
variabel 1 (perbandingan mol asam asetat : mol metanol Kusmiyati. 2008. Reaksi Katalitis Esterifikasi Asam
= 1 : 5) adalah 0,493, sedangkan pada variabel 2 Oleat dan Metanol Menjadi Biodiesel dengan
(perbandingan mol asam asetat : mol metanol = 1 : 15) Metode Distilasi Reaktif. Surakarta :
adalah 0,638. Maka, dapat dilihat bahwa nilai Qc Universitas Muhammadiyah
meningkat dengan perbandingan mol asam asetat dan Levenspiel. O., 1999. Chemical reaction Engineering
metanol yang lebih besar. Berdasarkan teori, nilai K 3rd ed, Mc. Graw Hill Book Kogakusha Ltd,
pada suhu 57°C adalah sebesar 5,7389, sehingga dapat Tokyo.
disimpulkan bahwa nilai Qc pada kedua variabel lebih Nuryoto, dkk. 2011. Kinetika Reaksi Esterifikasi
rendah daripada nilai K. Gliserol dengan Asam Asetat Menggunakan
6

Katalisator Indion 225 Na. Yogyakarta : secara Kontinyu. Semarang: Universitas


Universitas Gadjah Mada. Diponegoro. Fakultas Teknik
Pratiwi, Dini Novalia. 2011. Optimalisasi reaksi Rehm. T. R.. Moll. A. J.. & Babb. A. L. (1963).
Esterifikasi Asam Asetat dengan 1- Heksena, Unsteady State Absorption of Carbon Dioxide
Sebagai Salah Satu Tahapan Pada Proses by Dilute Sodium Hydroxide Solutions.
Pembuatan Etanol. Skripsi. Jakarta : Program American Institute of Chemical Engineers
Studi Kimia Fakultas Sains dan Teknologi Journal. 9(5). 760–765.
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Setiadi. (2008). Studi Absorbsi CO2 Menggunakan
Smith, JM, dkk. 2001. Introduction to Chemical Kolom Gelembung Berpancaran Jet. Depok:
Engineering Thermodynamics, Sixth Edition. Universitas Indonesia. Fakultas Teknik
Mc Graw Hill Zheng. Y. and Xu. X. (1992). Study on catalytic
Supardjan. 2004. Sintesis Diasetil Heksagamavunon-1 distillation processes. Part I. Mass transfer
dengan Katalis Basa. J. Pharmacon. Vol. 5, characteristics in catalyst bed within the
No. 2, h.48-55 column. Transaction of the Institution of
Coulson. J. M.. & Richardson. J. F. (1996). Chemical Chemical Engineers. (Part A) 70. 459–464.
Engineering: Volume 1: Fluid flow. heat
transfer and mass transfer (5th ed.). London:
Butterworth Heinemann.
Danckwerts. P. V. (1970). Gas Liquid Reactions (5th
ed.). New York: McGraw-Hill Book
Company. Inc.
Danckwerts. P. V.. & Kennedy. B. E. (1954). Kinetics
of liquid-film process in gas absorption. Part
I: Models of the absorption process.
Transaction of the Institution of Chemical
Engineers. 32. S49–S52.
Franks. R. G. E. (1967). Mathematical modeling in
chemical engineering. New York:
John Wiley and Sons. Inc.
Hadiyanto. Dkk. (2017). Parameter KGa-Enhancement
Factor dalam Sistem Absorbsi Gas CO2
dengan Larutan NaOH. Semarang:
Universitas Diponegoro Fakultas Teknik
Juvekar. V. A.. & Sharma. M. (1972). Absorption of
CO. in suspension of lime.
Chemical Engineering Science. 28. 825–837.
Kumoro. & Hadiyanto. (2000). Absorpsi Gas
Karbondioksid dengan Larutan Soda Api
dalam Ungun Tetap. 24(2). 186–195.
Semarang: Universitas Diponegoro. Fakultas
Teknik
Kusnarjo. Dkk. (2009). Pengaruh Model Aliran
terhadap Recovery CO2 pada absorbsi Gas
CO2 oleh Larutan K2CO3 didalam Packed
Column dengan Kondisi Non-Isothermal.
Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh
November. Fakultas Teknik Industri
Levenspiel. O. (1972). Chemical Reaction
Engineering. Chemical Engineering Science
(2nd ed.. Vol. 19). New York: John Wiley and
Sons. Inc. http://doi.org/10.1016/0009-
2509(64)85017-X
Maarif. Dkk. (2009). Absorbsi Gas Karbondioksida
(CO2) dalam Biogas dengan Larutan NaOH

You might also like