You are on page 1of 20

MAKALAH

BAHASA INDONESIA
BENTUK DAN PERUBAHAN MAKNA BAHASA

Disusun : Kelompok 2
 Adpri Abdulrahman (1316020029)
 Attila Taraz Bulba (1316020072)
 Raymond Anthony Gerung (1316020056)
Dosen : Mega Nofria S.Hum M.A

POLITEKNIK NEGERI JAKARTA


2017
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang mana berkat rahmat dan karunia-Nya
lah kami dapat menyesaikan penulisan Makalah “Fungsi dan Ragam Bahasa
Indonesia” yang penulis susun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Bahasa
Indonesia oleh Dosen Ibu Mega Nofria S.Hum M.A. Tak lupa shalawat dan salam
semoga tetap tercurah pada Nabi jungjungan kita Muhammad SAW, kepada keluarga,
para sahabat dan seluruh umatnya.
Penulis mengakui dalam makalah ini mungkin masih banyak terjadi kekurangan
sehingga hasilnya jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat berharap kepada semua
pihak kiranya memberikan kritik dan saran yang sifatnya membangun.
Besar harapan penulis dengan terselesaikannya makalah ini dapat
menjadi bahan tambahan bagi penilaian dosen bidang studi Bahasa Indonesia dan
mudah-mudahan isi dari makalah penulis ini dapat diambil manfaatnya oleh semua
pihak yang membaca makalah ini. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada
semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah ini sehingga
makalah ini terselesaikan.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya Bahasa Indonesia

Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb

Bekasi, 09 September 2017

Penyusun

BAHASA INDONESIA I
DAFTAR ISI
I. KATA PENGANTAR ………….……….……………………………………………………………………… I
II. DAFTAR ISI ............................................................................................................ II
III. BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. Latar Belakang ……….............................................................................. 1
B. Rumusan masalah .................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah ………............................................................................... 1
IV. BAB II PEMBAHASAAN ……………............................................................................. 2
A. Bentuk Bahasa ……………………………………………………………………………………… 2
1. Fonem …………………………………………………………………………...……….. 2
2. Morfem …………………………………………………………………………………….. 2
3. Kata ………………………………………………………………………………………….. 3
4. Frase ………………………………………………………………………………………… 3
5. Kalimat …………………………………………………………………………………..… 6
6. Paragraf …………………………………………………………………………………… 13
B. Makna Kata ………………………………………………………………………………………… 15
1. Makna Leksikal atau Makna Denotasi ………………………………………….… 15
2. Makna Gramatikal atau Makna Konotasi ……………………………………… 15
C. Perubahan Makna Bahasa ………………………………………………………………..… 15
1. Meluas ……………………………………………………………………………………….… 15
2. Menyempit …………………………………………………………………………………… 15
3. Ameliorasi ………………………………………………………………………………..…… 15
4. Peyorasi ………………………………………………………………………………………… 16
5. Sinestesia ……………………………………………………………………………………… 16
6. Asosiasi ……………………………………………………………………………………….… 16
7. Metafora …………………………………………………………………………………….… 16
8. Metominia ……………………………………………………………………………….…… 16
D. Hubungan Antara Makna Kata …………………………………………………………… 16
1. Kata Umum dan Kata Khusus ………………………………………………………… 16
2. Sinonim dan Antonim …………………………………………………………………… 16
3. Homonim ……………………………………………………………………………………… 16
4. Homograf ……………………………………………………………………………………… 16
5. Homofon …………………………………………………………………………………….… 16
6. Polisemi ………………………………………………………………………………………… 16
V. DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………………………….. 17

BAHASA INDONESIA II
BAB I
Pendahuluan

1. Latar Belakang Masalah


Pada zaman sekarang, sedikit sekali masyarakat atau remaja yang mengenal bahasa
Indonesia secara benar. Kebanyakan dari mereka menggunakan bahasa gaul sebagai bahasa
komunikasi. Sebenarnya itu adalah kesalahan besar masyarakat kita. Masyarakat tidak
bangga dengan bahasa resminya. Mereka lebih bangga dengan bahasa yang telah mereka
rusak sendiri. Seharusnya, kita sebagai warga negara Indonesia yang baik, lebih bangga
dengan bangsa resmi kita, tidak dengan bahasa gaul yang telah kita ciptakan tanpa
menggunakan kaidah EYD yang berlaku. Masalah ini telah menjadi masalah yang serius bagi
kita. Dan sudah seharusnya kita sebagai warga negara yang baik mau mempelajari dan
menggunakan bahasa Indonesia dengan baik.

2. Rumusan Masalah
1. Apakah bentuk dan makna dalam Bahasa Indonesia?
2. Apakah macam-macam bentuk dan makna itu?
3. Apakah kegunaan dari macam bentuk dan makna itu?

3. Tujuan
Makalah ini berisi penjelasan tentang bentuk dan makna yang ada dalam bahasa Indonesia,
yang diharapkan bisa membantu para pembaca dalam memahami bahasa Indonesia lebih
dalam.

BAHASA INDONESIA 1
BAB II
Pembahasan

 Bentuk Bahasa
Satuan bentuk terkecil dalam bahasa adalah fonem dan yang terbesar adalah
karangan. Di antara satuan bentuk terkecil dan terbesar itu terdapat deretan bentuk
morfem, kata, frasa, kalimat dan alinea.
Ketujuh satuan bentuk bahasa itu diakui eksistensinya jika mempunyai makna atau
dapat mempengaruhi makna. Dapat mempengaruhi makna maksudnya kehadirannya dapat
mengubah makna atau menciptakan makna baru. Hubungan antara bentuk dan makna
dapat diibaratkan sebagai dua sisi mata uang, yang saling melengkapi. Karena bentuk yang
tidak bermakna atau tidak dapat mempengaruhi makna tidak terdapat dalam tata satuan
bentuk bahasa
a. Fonem
Fonem adalah bunyi terkecil yang dapat membedakan arti (bunyi dan huruf),
sedangkan huruf adalah lambang bunyi atau lambang fonem. Jadi, fonem sama dengan
bunyi (untuk didengar), huruf adalah lambang (untuk dilihat). Jumlah huruf hanya 26, tetapi
fonem bahasa Indonesia lebih dari 26 karena beberapa huruf ternyata mempunyai lebih dari
satu lafal bunyi, yaitu e, o dan k.
Contoh :
1. Pelafalan huruf “e”
Jahe, karate, sate,
Emas, lepas, pedas,
Enak, engsel, elok
2. Pelafalan huruf “o”
Sekolah, organisasi, sosial,
Beo, solo, trio,
3. Pelafalan huruf “k”
Bak (tempat air), botak, otak,
Anak, enak, ternak

b. Morfem
Morfem adalah satuan bentuk kecil yang dapat membedakan makna dan atau
mempunyai makna. Morfem dapat berupa imbuhan (misalnya –an, me-kan), klitika/partikel
(mislanya –lah, -kah), dan kata dasar (misalnya bawa, makan).
Untuk membuktikan morfem sebagai pembeda makna dapat dilakukan dengan
menggabungkan morfem dengan kata yang mempunyai arti leksikal [1]. Jika penggabungan
menghasilkan makna baru, unsur yang digabungkan dengan kata dasar itu adalah morfem.
Contoh :
Makan+an = makanan
me- + makan= memakan
Yang disebut partikel adalah unsur-unsur kecil dalam bahasa. Dalam buku Tata
Bahasa Indonesia (1998:342), partikel –kah, -lah, -tah diakui sebagai klitika. Klitika tidak
sama dengan imbuhan.

BAHASA INDONESIA 2
Menurut bentuk dan maknanya, morfem ada dua macam :
1. Morfem bebas, yaitu morfem yang dapat berdiri sendiri dari segi makna tanpa harus
dihubungkan dengan morfem lain. Semua kata dasar tergolong sebagai morfem bebas.
2. Morfem terikat, yaitu morfem yang tidak dapat berdiri sendiri dari satu makna.
Maknanya baru jelas setelah dihubungkan dengan morfem lain. Semua imbuhan
(awalan, sisipan, akhiran kombinasi awalan dan akhiran), partikel –ku, -lah, -tah dan
bentuk lain yang tidak dapat berdiri sendiri termasuk morfem terikat.

c. Kata
Kata adalah satuan bentuk terkecil (dari kalimat) yang dapat berdiri sendiri dan
mempunyai makna. Kata yang terbentuk dari gabungan huruf atau gabungan morfem; atau
gabungan huruf dengan morfem, baru diakui sebagai kata bila bentuknya mempunyai
makna.
Dari segi bentuk, kata dibagi atas dua macam :
1. Kata yang bermorfem tunggal (kata dasar), yaitu kata yang belum mendapat imbuhan.
2. Kata yang bermorfem banyak, yaitu kata yang sudah mendapat banyak imbuhan
Pembagian kelas atau jenis kata :
1. Kata benda (nomina), 6. Kata bilangan (numeralia),
2. Kata kerja (verba), 7. Kata sambung (konjungsi),
3. Kata sifat (adjektiva), 8. Kata sandang (artikel),
4. Kata ganti (pronomina), 9. Kata seru (interjeksi),
5. Kata keterangan (adverbia), 10. Kata depan (preposisi).

d. Frasa
Kalimat terdiri atas beberapa satuan. Satuan-satuan tersebut terdiri atas satu kata
atau lebih. Satuan pembentuk kalimat tersebut menempati fungsi tertentu. Fungsi yang
dimaksud, yaitu Subjek (S), Predikat (P), Objek (O), Pelengkap (Pel.), dan Keterangan (Ket.).
Fungsi-fungsi tersebut boleh ada atau tidak dalam suatu kalimat. Fungsi yang wajib ada,
yaitu subjek dan predikat. Fungsi dalam kalimat dapat terdiri atas kata, frasa, maupun
klausa.

Definisi Frasa

Jadi apa arti frasa? Frasa adalah satuan yang terdiri atas dua kata atau lebih yang
menduduki satu fungsi kalimat.
Contoh frasa: Dua orang mahasiswa baru itu sedang membaca buku di perpustakaan.
Perhatikan penjabaran fungsi kalimat di atas:
Dua orang mahasiswa (S)
sedang membaca (P)
di perpustakaan (Ket. tempat)
Kalimat di atas terdiri atas tiga frasa, yaitu "dua orang mahasiswa," "sedang membaca," dan
"di perpustakaan".

Jadi, frasa memiliki sifat sebagai berikut:


1. Frasa terdiri atas dua kata atau lebih.

BAHASA INDONESIA 3
2. Frasa selalu menduduki satu fungsi kalimat.

A. Kategori Frasa

1. Frasa Setara dan Frasa Bertingkat


Sebuah frasa dikatakan setara jika unsur-unsur pembentuknya berkedudukan sederajat atau
setara.
Contoh: Saya dan adik makan-makan dan minum-minum di taman depan.
Frasa "saya dan adik" adalah frasa setara, sebab antara unsur "saya" dan unsur "adik"
memunyai kedudukan yang setara atau tidak saling menjelaskan. Demikian juga frasa
"makan-makan" dan "minum-minum" termasuk frasa setara. Frasa setara ditandai oleh
adanya kata "dan" atau "atau" di antara kedua unsurnya. Selain frasa setara, ada pula frasa
bertingkat. Frasa bertingkat adalah frasa yang terdiri atas inti dan atribut.
Contoh: Ayah akan pergi nanti malam.
Frasa "nanti malam" terdiri atas unsur atribut dan inti.

2. Frasa Idiomatik
Perhatikan kalimat-kalimat berikut ini:
(1) Dalam peristiwa kebakaran kemarin, seorang penjaga toko menjadi kambing hitam.
(2) Untuk menyelamati saudaranya, keluarga Pinto menyembelih seekor kambing hitam.
Kalimat (1) dan (2) menggunakan frasa yang sama, yaitu frasa "kambing hitam". Kambing
hitam pada kalimat (1) bermakna orang yang dipersalahkan dalam suatu peristiwa,
sedangkan dalam kalimat (2) bermakna seekor kambing yang warna bulunya hitam.
Makna "kambing hitam" pada kalimat (1) tidak ada kaitannya dengan makna kata "kambing"
dan kata "hitam". Frasa yang maknanya tidak dapat dirunut atau dijelaskan berdasarkan
makna kata-kata yang membentuknya dinamakan frasa idiomatik.

B. Konstruksi Frasa
Frasa memiliki dua konstruksi, yakni konstruksi endosentrik dan eksosentrik.

Perhatikan kalimat berikut: Kedua saudagar itu telah mengadakan jual beli.

Kalimat di atas terdiri atas frasa "kedua saudagar itu", "telah mengadakan", dan "jual
beli". Menurut distribusinya, frasa "kedua saudagar itu" dan "telah mengadakan"
merupakan frasa endosentrik. Sebaliknya, frasa "jual beli" merupakan frasa eksosentrik.
Frasa "kedua saudagar itu" dapat diwakili kata "saudagar". Kata "saudagar" adalah
inti frasa bertingkat "kedua saudagar itu". Demikian juga frasa "telah mengadakan" dapat
diwakili kata "mengadakan". Akan tetapi, frasa "jual beli" tidak dapat diwakili baik oleh kata
"jual" maupun kata "beli". Hal ini disebabkan frasa "jual beli" tidak memiliki distribusi yang
sama dengan kata "jual" dan kata "beli". Kedua kata tersebut merupakan inti, sehingga
memunyai kedudukan yang sama.
Dari contoh tersebut dapat diketahui bahwa frasa "kedua saudagar itu" berdistribusi
sama dengan frasa "saudagar itu" dan kata "saudagar". Frasa "telah mengadakan"
berdistribusi sama dengan "mengadakan". Frasa yang distribusinya sama dengan salah satu
atau semua unsurnya dinamakan frasa endosentrik. Frasa yang distribusinya tidak sama
dengan salah satu atau semua unsurnya disebut frasa eksosentrik. Frasa "jual beli" termasuk

BAHASA INDONESIA 4
frasa eksosentrik karena baik kata "jual" maupun kata "beli" tidak dapat menggantikan "jual
beli".

Frasa endosentrik meliputi beberapa macam frasa:

1. Frasa endosentrik yang koordinatif: frasa ini dihubungkan dengan kata "dan" dan "atau".
Contoh: Pintu dan jendelanya sedang dicat.

2. Frasa Endosentrik yang Atributif: frasa ini terdiri atas unsur-unsur yang tidak setara.
Contoh: Pekarangan luas yang akan didirikan bangunan itu milik Haji Abdulah.

3. Frasa endosentrik yang apositif: secara semantik, unsur yang satu pada frasa endosentrik
apositif memunyai makna sama dengan unsur yang lain. Unsur yang dipentingkan
merupakan unsur pusat, sedangkan unsur keterangan merupakan aposisi.
Contoh: Alfia, putri Pak Bambang, berhasil menjadi pelajar teladan.

C. Kelas Frasa
Frasa dibagi menjadi enam kelas kata. Pembagian frasa meliputi frasa benda, kerja, sifat,
keterangan, bilangan, dan depan.

1. Frasa Benda atau Frasa Nomina: frasa yang distribusinya sama dengan kata benda. Unsur
pusat frasa benda, yaitu kata benda.
Contoh:
a. Dita menerima hadiah ulang tahun.
b. Dita menerima hadiah.

Frasa "hadiah ulang tahun" dalam kalimat distribusinya sama dengan kata benda "hadiah".
Oleh karena itu, frasa "hadiah ulang tahun" termasuk frasa benda atau frasa nomina.

2. Frasa Kerja atau Frasa Verba: frasa yang distribusinya sama dengan kata kerja atau verba.
Contoh: Adik sejak tadi akan menulis dengan pensil baru.
Frasa "akan menulis" adalah frasa kerja, karena distribusinya sama dengan kata kerja
"menulis" dan unsur pusatnya kata kerja, yaitu "menulis".

3. Frasa Sifat atau Frasa Adjektiva: frasa yang distribusinya sama dengan kata sifat. Frasa
sifat memunyai inti berupa kata sifat. Kesamaan distribusi itu dapat dilihat pada jajaran
berikut.
Contoh:
a. Lukisan yang dipamerkan itu memang bagus-bagus.
b. Lukisan yang dipamerkan itu-bagus-bagus.

4. Frasa Keterangan atau Frasa Adverbia: frasa yang distribusinya sama dengan kata
keterangan. Biasanya inti frasa keterangan juga berupa kata keterangan dan dalam kalimat
sering menduduki fungsi sebagai keterangan.
a. Frasa keterangan sebagai keterangan:

BAHASA INDONESIA 5
Frasa keterangan biasanya memunyai keleluasaan berpindah karena berfungsi sebagai
keterangan. Oleh karena itu, frasa keterangan dapat terletak di depan atau di belakang
subjek atau di awal dan di akhir kalimat.
Contoh:
1. Tidak biasanya dia pulang larut malam.
2. Dia tidak biasanya pulang larut malam.
3. Dia pulang larut malam tidak biasanya.

b. Frasa keterangan sebagai keterangan pada kata kerja.


Contoh: Saya tidak hanya bertanya, tetapi juga mengusulkan sesuatu.

5. Frasa Bilangan atau Frasa Numeralia: frasa yang distribusinya sama dengan kata bilangan.
Pada umumnya frasa bilangan atau frasa numeralia dibentuk dengan menambahkan kata
penggolong atau kata bantu bilangan.
Contoh: Dua orang serdadu menghampirinya ke tempat itu.

6. Frasa Depan atau Frasa Preposisional: frasa yang terdiri atas kata depan dengan kata lain
sebagai unsur penjelas.
Contoh: Laki-laki di depan itu mengajukan pertanyaan kepada pembicara.

e. Kalimat
A. Unsur-unsur Kalimat
Unsur kalimat adalah fungsi sintaksis yang biasa disebut juga jabatan kata atau
peran kata,yaitu subjek(S), predikat(P), objek(O), pelengkap(P), dan keterangan
(Ket).Kalimat bahasa Indonesia baku sekurang-kurangnya terdiri atas dua unsur ,yakni S
dan P.Unsur yang lain (O,Pel,dan Ket) dapat wajib hadir,atau tidak wajib hadir dalam
suatu kalimat.
Unsur-unsur kalimat dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Subjek (S)
Subjek (S) adalah bagian kalimat yang menunjuk pada pelaku,tokoh,sosok,sesuatu
hal,atau suatu masalah yang menjadi pokok pembicaraan.Sebagian besar S diisi oleh
kata benda/frasa nominal,kata kerja /frasa verbal,dan klausa.Subjek kalimat dapat dicari
dengan rumus pertanyaan apa ataupun siapa. Contoh :
a. Kakek itu sedang melukis (S yang diisi kata benda/frasa nominal).
b. Berjalan kaki menyehatkan badan (S yang diisi kata kerja/frasa verbal).
c. Gunung Kidul itu tinggi (S yang diisi kata benda/frasa nominal).

2. Predikat (P
Predikat (P) adalah bagian kalimat yang memberi tahu melakukan perbuatan
(action) apa S,yaitu pelaku/tokoh atau sosok di dalam suatu kalimat.Satuan bentuk
pengisian P dapat berupa kata atau frasa namun sebagian besar berkelas verbal atau
adjektiva,tetapi dapat juga numeral,nominalatau frasa nominal.Pemakaian kata adalah
pada predikat biasa terdapat pada kalimat nominal. Predikat (P) dapat dicari dengan
rumus pertanyaan bagaimana,mengapa, ataupun diapakan. Contoh :
a. Ibu sedang tidur siang (P yang diisi dengan kata kerja/frasa verbal).
b. Soal ujian ini sulit sekali (P yang diisi dengan kata sifat/frasa adjektif).
c. Karangan itu sangat bagus (P yang diisi dengan kata sifat/frasa adjektif).

BAHASA INDONESIA 6
d. Santi adalah seorang kolektor (P dengan pemakaian kata adalah pada frasa nominal).

3. Objek (O)
Objek merupakan bagian kalimat yang melengkapi Predikat (P).Objek biasanya diisi
oleh nomina,frasa nominal atau klausa.Letak Objek (O) selalu di belakang P yang berupa
verba transitif,yaitu veba yang menuntut wajib hadirnya O. Objek dapat dicari dengan
rumus pertanyaan apa atau siapa terhadap tindakan Subjek. Contoh :
a. Mereka memancing ikan Pari (O yang diisi dengan kata benda/frasa nominal).
b. Orang itu menipu adik saya (O yang diisi dengan kata benda/frasa nominal).

4. Pelengkap
Pelengkap (Pel) atau komplemen adalah bagian kalimat yang melengkapi P.Letak
Pel umumnya di belakang P yang berupa verbal.Posisi ini juga bisa ditempati oleh O,dan
jenis kata yang mengisi Pel dan O juga bisa sama,yaitu nominal atau frasa nominal.akan
tetapi,antara Pel dan O terdapat perbedaan. Contoh :
Ketua MPR //membacakan //Pancasila.
S P O

Banyak orsospol // berlandaskan // Pancasila


S P Pel
Kedua kalimat aktif di atas yang Pel dan O-nya sama-sama nominal
Pancasila,jika hendak dipasifkan ternyata yang bisa hanya kalimat pertama dengan
ubahan sbb :
Pancasila //dibacakan // oleh Ketua MPR
S P Ket
*Pancasila dilandasi oleh banyak orsospol (tidak gramatikal karemna posisi Pancasila
sabagai Pel pada kalimat kedua ini tidak dapat dipindahkan ke depan menjadi S dalam
bentuk kalimat pasif).
Hal lain yang membedakan Pel dengan O adalah jenis pengisiannya.Pel bisa diisi oleh
adjektiva,frasa adjektif,frasa verbal,dan frasa preposisional. Contoh :
a. Kita benci pada kemunafikan (Pel-nya frase preposisional).
b. Mayang bertubuh mungil (Pel-nya frase adjektiva).
c. Sekretaris itu mengambilkan bosnya air minum (Pel-nya frase nominal).
d. Pak Lam suka bermain tenis (Pel-nya frase verbal).

5. Keterangan.
Keterangan adalah bagian kalimat yang menerangkan Pel dan klausa dalam sebuah
kalimat.Pengisi Ket adalah adverbial,frasa nominal,frasa proposisional,atau klausa. Posisi
Ket boleh manasuka,di awal,di tengah, atau di akhir kalimat. Contoh :
a. Antoni menjilid makalah kemarin pagi.
b. Antoni kemarin pagi menjilid makalah.
c. Kemarin pagi Antono menjilid makalah.
Keterangan terbagi menjadi beberapa jenis, diantaranya keterangan
waktu,tempat,cara, alat, alasan/sebab,tujuan,similatif,dan penyerta. Contoh :
a. Aulia memotong tali dengan gunting. (Ket.alat)
b. Mahasiswa fakultas Hukum berdebat bagaikan pengacara. (Ket.similatif)

BAHASA INDONESIA 7
c. Karena malas belajar, mahasiswa itu tidsk lulus ujian. (Ket.sebab)
d. Polisi menyelidiki masalah narkoba dengan cara hati-hati.(Ket.cara)
e. Amir pergi dengan teman-teman sekelasnya. (Ket.penyetara)
f. Karena malas belajar, Petrus tidak lulus ujian. (Ket.penyebab)

B. Pola kalimat dasar


Kalimat dasar bukanlah nama jenis kalimat, melainkan acuan untuk membuat
berbagai tipe kalimat. Kalimat dasar terdiri atas beberapa struktur kalimat yang dibentuk
dengan lima unsur kalimat, yaitu S,P,O,Pel,Ket.
Berdasarkan fungsi dan peran gramatikalnya ada enam tipe kalimat yang dapat
dijadikan model pola kalimat dasar bahasa Indonesia[2].Keenam tipe kalimat itu
tercantum dalam tabel berikut:

Tipe dan
fungsi Subjek Predikat Objek Pelengkap Keterangan
Orang itu sedang tidur - - -
1.S-P Saya mahasiswa baru - - -
mobil
Ayahnya mengendarai baru - -
2.S-P-O Rani mendapat piagam - -
ketua koperasi
Beliau menjadi - dasar negara -
3.S-P-Pel Pancasila merupakan - kita -
Kami
Kecelakaan tinggal - - di Jakarta
4.S-P-Ket itu terjadi - - tahun 1999
5.S-P-O- Hasan mengirimi ibunya uang -
Pel Diana mengambilkan adiknya buku tulis -
6.S-P-O- Pak Bejo menyimpan uang - di bank
Ket Beliau memperlakukan kami - dengan baik

C. Jenis Kalimat Dasar


Kalimat dapat dibeda-bedakan menjadi beberapa jenis menurut (a) jumlah klausa
pembentuknya,(b) fungsi isinya,(c) kelengkapan unsurnya, (d) susunan subjek dan
predikatnya,dan (e) sifat hubungan aktor-aksi.

1. Jenis Kalimat menurut Jumlah Klausanya


Menurut jumlah klausa pembentuknya,kalimat dapat dibentuk atas dua
macam,yaitu (1) kalimat tunggal dan (2) kalimat majemuk.
(a) Kalimat Tunggal
Kalimat tunggal adalah kalimat yang mempunyai satu klausa bebas[4].Hal itu
berarti hanya ada satu P di dalam kalimat tunggal.Unsur Padalah sebagai penanda
klausa.Unsur S dan P menang selalu wajib hadir di dalam setiap kalimat.Adapun
O,Pel,dan Ket sifatnya tidak wajib hadir di dalam kalimat,termasuk dalam kalimat
tunggal.Jika P masih perlu dilengkapi,barulah unsur yang melengkapi itu dihadirkan.

BAHASA INDONESIA 8
Berdasarkan jenis kata/frasa pengisi P-nya,kalimat tunggal dapat dipilah menjadi
empat macam yang diberi nama atau label tambahan sesuai jenis kata atau
frasanya,yaitu nominal,adjektiva,verbal,dan numeral. Contoh :
1. Kami mahasiswa UIN Suska Riau (kalimat nominal)
2. Jawaban anak pintar itu sangat tepat (kalimat adjektiva)
3. Sapi-sapi sedang merumput (kalimat verbal)
4. Mobil orang kaya itu ada delapan (kalimat numeral)

(b) Kalimat Majemuk


Kalimat majemuk adalah kalimat yang merupakan gabungan dari dua atau lebih
kalimat tunggal. Dengan kata lain kalimat majemuk adalah kalimat yang sekurang-
kurangnya terdiri atas subjek dan dua predikat. Kalimat majemuk dibagi menjadi dua
bagian yaitu:
(1) Kalimat majemuk setara/koordinatif
Kalimat majemuk setara/koordinatif yaitu gabungan dua pokok pikiran atau lebih
yang kedudukannya setara.Struktur kalimat yang di dalamnya terdapat,sekurang-
kurangnya,dua kalimat dasar dan masing-masing dapat berdiri sendiri sebagai kalimat
tunggal.Konjungtor yang menghubungkan klausa dalam kalimat majemuk setara
jumlahnya cukup banyak.Konjungtor itu menunjuk beberapa jenis hubungan dan
menjalankan beberapa fungsi. Berikut tabel penghubung klausa dalam kalimat majemuk
setara:
Jenis
Hubungan Fungsi Kata Penghubung
menyatakan penjumlahan
atau gabungan
kejadian,kegiatan,peristiwa,
1.Penghubung dan proses dan,serta,baik,maupun
mbahwa hal yang
dinyatakan dalam klausa
pertama bertentangan
2.Pertentangan dengan klausa kedua tetapi,sedangkan,bukannya,melainkan
menyatakan pilihan di
3.Pemilihan antara dua kemungkinan atau
menyatakan kejadian yang
4.Perurutan berurutan lalu,kemudian

Contoh kalimat majemuk setara/koordinatif :


1. Anto gemar menulis sedangkan Anita gemar menari.
2. Engkau tinggal di sini, atau ikut dengan saya.
3. Sinta cantik,tetapi sombong.
4. Ia memarkirkan mobil di lantai 3, lalu naik lift ke lantai 7.

(2) Kalimat Majemuk Bertingkat/Kompleks/Subordinatif


Kalimat majemuk bertingkat/kompleks/subordinatif yaitu kalimat tunggal yang
salah satu jabatannya diperluas membentuk kalimat baru.Dalam kalimat majemuk
bertingkat kita mengenal

BAHASA INDONESIA 9
a. Induk kalimat (jabatan kalimat yang bersifat tetap atau tidak mengalami perubahan)
b. Anak kalimat (jabatan kalimat yang diperluas membentuk kalimat baru.Anak kalimat
ditandai pemakaian kata penghubung dan bila mendahului induk kalimat dipisah dengan
tanda baca koma).
Berikut tabel jenis hubungan antarklausa,konjungtor,dan fungsinya dalam kalimat
majemuk bertingkat.

Jenis
Hubungan Kata Penghubung
sejak,sedari,sewaktu,
sementara,seraya,setelah,sambil,sehabis,sebelum,ketika,tatkala,
a.waktu hingga,sampai
jika(lau),seandainya,
b.syarat an-daikata,andaikan,asalkan,kalau,apabila,bilaman,manakala
c.tujuan agar,supaya,untuk,biar
walau(pun),meski(pun),sekalipun,biar(pun),kendati(pun),sunggu
d.konsesif h(pun)
e.pembandin
gan seperti,bagaikan,laksa-na,sebagaimana,dari-pada,alih-alih,ibarat
f.penyebaban sebab,karena,oleh karena
g.pengakibat
an sehingga,sampai-sampai,maka
h.cara/alat dengan,tanpa
i.kemiripan seolah-olah,akan
j.kenyataan Padahal
k.penjelasan Bahwa
l.hasil Makanya

Contoh kalimat majemuk bertingkat/kompleks/subordinatif :


1. Agar koperasi unit desa (KUD) berkembang,perlu dipikirkan penciptaan kader-kader
yang tangguh.
2. Ketika memberikan keterangan,saksi itu meneteskan air mata.
3. Pembangunan rumah susun itu memerlukan penelitian sebab beberapa unit rumah
susun belum berpenghuni.
4. hujan turun berhari-hari sehingga banjir besar melanda kota itu.
5. Dengan menurunkan harga beberapa jenis BBM,kita berharap kegiatan ekonomi tidak
lesu lagi.
6. Pengurus lama berjanji bahwa koperasi kita akan memilih pengurus baru.
7. Tempat itu kotor,makanya dia malas kalau disuruh ke situ.
8. Dia diam saja seakan-akan tidak tahu kesalahannya.
9. Semangat belajarnya tetap tinggi meskipun usianya sudah lanjut.
10. Aku memahaminya sebagaimana ia memahamiku.

2. Jenis kalimat Menurut Fungsinya


Sesuai Tata Bahasa Buku Bahasa Indonesia (2003:337) disebutkan berdasarkan

BAHASA INDONESIA 10
bentuk atau kategori sintaksisnya kalimat dibedakan atas empat macam,yaitu :
(1)kalimat berita (deklaratif), (2) kalimat tanya(introgatif), (3) kalimat perintah
(imperatif),dan (4) kalimat seru (ekslamatif).

(a) Kalimat Berita (Deklaratif)


Kalimat berita adalah kalimat yang dipakai untuk menyatakan suatu berita. Ciri-
ciri kalimat berita, yaitu : bersifat bebas,boleh langsung atau tak langsung,aktif atau
pasif,tunggal atau majemuk , berintonasi menurun dan kalimatnya diakhiri tanda titik (.).
Contoh :
1. Pembagian beras gratis di kampungku dilakukan kemarin pagi.
2. Perayaan HUT RI 63 berlangsung meriah.

(b) Kalimat Tanya (Introratif)


Kalimat tanya adlah kalimat yang dipakai untuk memperoleh informasi.Ciri –ciri
kalimat tanya, yaitu : diakhiri tanda tanya(?),berintonasi naik dan sering pula hadir
kataapa(kah),bagaimana,dimana, siapa,yang mana,dll. Contoh :
1. Apakah barang ini milikmu?
2. Kapan adikmu kembali ke Indonesia?

(c) Kalimat Perintah (Imperatif)


Kalimat perintah (imperatif) dipakai untuk menyuruh dan melarang orang berbuat
sesuatu. Kalimat perintah berintonasi menurun dan diakhiri tanda titik (.) atau seru (!).
Kalimat perintah dapat dipilah lagi menjadi kalimat perintah suruhan,kalimat perintah
halus,kalimat perintah permohonan,kalimat perintah ajakan dan harapan,kalimat
perintah larangan,dan kalimat perintah pembiaran. Contoh :
1. Tolonglah bawa motor ini ke bengkel.(k.perintah halus)
2. Buka pintu itu! (k.perintah suruhan)
3. Jangan buang sampah di sungai itu! (k.perintah larangan)
4. Mohon hadiah ini kamu terima. (k.perintah permohonan/permintaan)
5. Ayolah, kita belajar. (k.perintah ajakan dan harapan)
6. Biarlah dia pergi bersama temannya. (k.perintah pembiaraan)

(d) Kalimat Seru (Ekslamatif)


Kalimat seru (ekslamatif) adalah kalimat yang dipakai untuk mengungkapkan
perasaan emosi yang kuat,termasuk kejadian yang tiba-tiba dan memerlukan reaksi
spontan. Kalimat ini berintonasi naik dan diakhiri tanda seru (!). Contoh :
1. Hai,ini dia orang yang kita cari!
2. Wah,pintar benar anak ini !

Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mengungkapkan maksud penutur/
penulis secara tepat sehingga maksud itu dapat dipahami oleh pendengar / pembaca
secara tepat pula. Dengan kata lain kalimat efektif adalah kalimat yang dapat mencapai
sasarannya dengan baik sebagai alat komunikasi. Kalimat efektif memiliki diksi (pilihan
kata)yang tepat, tidak mengalami kontaminasi frasa , sesuai ketentuan EYD, baik
penulisan tanda baca dan penulisan kata.Selain itu kalimat efektif juga memiliki enam

BAHASA INDONESIA 11
syarat keefektifan ,yaitu adanya (1) kesatuan , (2) kepaduan (3) kepararelan, (4)
ketepatan, (5) kehematan, dan (6) kelogisan

(1) Kesatuan
Kesatuan dalam kalimat efektif adalah dengan adanya ide pokok (S dan P) sebagai
kalimat yang jelas . Contoh :
· Bagi yang tidak berkepentingan dilarang masuk .(salah)
K P
· Yang tidak berkepentingan dilarang masuk. (benar)
S P
(2) Kepaduan
Kepaduan terjadinya hubungan yang padu antara unsur-unsur pembentuk
kalimat. Yang termasuk unsur pembentuk kalimat adalah kata , frasa, tanda baca, dan
fungsi sintaksis S-O-O-Pel-Ket. Kepaduan juga menyangkut pemakaian kata tugas yang
tepat. Contoh :
· Kepada setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi .(tidak
mempunyai subjek/ subjeknya tidak jelas). (salah)
· Setiap pengemudi mobil harus memiliki surat izin mengemudi (subjeknya sudah
jelas).(benar)
· Kami telah membicarakan tentang hal itu.(salah)
· Kami telah membicarakan hai itu. (benar)

(3) Keparalelan
Keparalelan adalah pemakaian bentuk gramatikal yang sama untuk bagian-bagian
kalimat tertentu.Umpamanya alam sebuah perincian,jika unsur pertama menggunakan
verba (kata kerja) dan seterusnya juga harus verba .Jika unsur pertamanya nomina (kata
benda), bentuk berikutnya juga harus nomina. Contoh :
· Kami telah merencanakan membangun pabrik, membuka hutan, pelebaran jalan desa,
dan membuat tali air. (salah)
· Kami telah merencanakan membangun pabrik,membuka hutan,melebarkan jalan desa,
dan membuat tali air. (benar)
· Kakakmu menjadi dosen atau sebagai pengusaha ? (salah)
· Kakakmu menjadi dosen atau menjadi pengusaha ? (benar)

(4) Ketepatan
Ketepatan adalah kesesuain/ kecocokan pemakaian unsur- unsur yang
membangun suatu kalimat sehingga terbentuk pengertian yang bulat dan pasti. Contoh :
· Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sehingga petang. (salah)
· Karyawan teladan itu memang tekun belajar dari pagi sampai petang. (benar)

(5) Kehematan
Kehematan yaitu hemat pemakaian kata atau kelompok kata.Dengan kata lain
tidak mengalami gejala bahasa pleonasme.Dengan hemat kata, diharapkan kalimat
menjadi padat berisi. Contoh :
· Hanya ini saja yang dapat saya berikan. (salah)
· Hanya ini yang dapat saya berikan.(benar)

BAHASA INDONESIA 12
· Ini saja yang dapat saya berikan. (benar)

(6) Kelogisan
Kelogisan di sini adalah terdapatnya arti kalimat yang logis/ masuk akal. Supaya
efektif, kata-kata dalam sebuah kalimat tidak boleh menimbulkan makna ambigu (ganda)
atau tidak boleh mengandung dua pengertian.Contoh :
· Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-57.(salah)
Alasan : Seolah-olah ada 57 negara Republik Indonesia.
· Heri kemerdekaan ke-57 Republik Indonesia. (benar)
· Kepada Bapak Gubernur waktu dan tempat kami persilahkan.(salah)
Alasan : Waktu dan tempat tidak mungkin kami persilahkan.
· Bapak Gubernur kami persilahkan. (benar)

Paragraf
Sebuah paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, "menulis di samping" atau
"tertulis di samping") adalah suatu jenis tulisan yang memiliki tujuan atau ide. Awal paragraf
ditandai dengan masuknya ke baris baru. Terkadang baris pertama dimasukkan; kadang-
kadang dimasukkan tanpa memulai baris baru. Dalam beberapa hal awal paragraf telah
ditandai oleh pilcrow (¶).
Sebuah paragraf biasanya terdiri dari pikiran, gagasan, atau ide pokok yang dibantu
dengan kalimat pendukung. Paragraf non-fiksi biasanya dimulai dengan umum dan bergerak
lebih spesifik sehingga dapat memunculkan argumen atau sudut pandang. Setiap paragraf
berawal dari apa yang datang sebelumnya dan berhenti untuk dilanjutkan. Paragraf
umumnya terdiri dari tiga hingga tujuh kalimat semuanya tergabung dalam pernyataan
berparagraf tunggal. Dalam fiksi prosa, contohnya; tetapi hal ini umum bila paragraf prosa
terjadi di tengah atau di akhir. Sebuah paragraf dapat sependek satu kata atau berhalaman-
halaman, dan dapat terdiri dari satu atau banyak kalimat. Ketika dialog dikutip dalam fiksi,
paragraf baru digunakan setiap kali orang yang dikutip berganti.

Kerangka paragraf
 Dimulai dengan kalimat topik yang menyatakan gagasan utama paragraf.
 Memberikan detail pendukung untuk mendukung gagasan utama.
 Ditutup dengan kalimat penutup yang menyatakan kembali gagasan utama.

Macam-macam paragraf
Paragraf dibagi menurut jenis dan letak kalimat utamanya
Berdasarkan jenisnya
 Narasi adalah paragraf yang menceritakan suatu kejadian atau peristiwa. Ciri-cirinya:
ada kejadian, ada pelaku, dan ada waktu kejadian. Contoh:
Anak itu berjalan cepat menuju pintu rumahnya karena merasa khawatir seseorang akan
memergoki kedatangannya. Sedikit susah payah dia membuka pintu itu. Ia begitu terkejut
ketika daun pintu terbuka seorang lelaki berwajah buruk tiba-tiba berdiri di hadapannya.
Tanpa berpikir panjang ia langsung mengayunkan tinjunya ke arah perut lelaki misterius itu.
Ia semakin terkejut karena ternyata lelaki itu tetap bergeming. Raut muka lelaki itu semakin

BAHASA INDONESIA 13
menyeramkan, bagaikan seekor singa yang siap menerkam. Anak itu pun memukulinya
berulang kali hingga ia terjatuh tak sadarkan diri.

 Deskripsi adalah paragraf yang menggambarkan suatu objek sehingga pembaca seakan
bisa melihat, mendengar, atau merasa objek yang digambarkan itu. Objek yang
dideskripsikan dapat berupa orang, benda, atau tempat.Ciri-cirinya: ada objek yang
digambarkan. Contoh:
Perempuan itu tinggi semampai. Jilbab warna ungu yang menutupi kepalanya membuat
kulit wajanya yang kuning nampak semakin cantik. Matanya bulat bersinar disertai bulu
mata yang tebal. Hidungnya mancung sekali mirip dengan para wanita Palestina.

 Eksposisi adalah paragraf yang menginformasikan suatu teori, teknik, kiat, atau
petunjuk sehingga orang yang membacanya akan bertambah wawasannya. Ciri-cirinya:
ada informasi. Contoh:
Bahtsul masail sendiri merupakan forum diskusi keagamaan yang sudah mendarah daging di
pesantren. Di dalamnya, dibahas persoalan-persoalan masyarakat yang membutuhkan
tinjauan keagamaan secara ilmiah, rinci, dan terukur. Perlu diketahui pula bahwa sebagian
besar topik yang muncul didasarkan atas laporan, aduan, atau keluhan masyarakat tentang
persoalan agama, sosial, budaya, hingga ekonomi. Bisa dikatakan bahwa bahtsul masail
sesungguhnya merupakan cara khas pesantren untuk menyuarakan aspirasi masyarakat
melalui perspektif agama.

 Argumentasi adalah paragraf yang mengemukakan suatu pendapat beserta alasannya.


Ciri-cirinya: ada pendapat dan ada alasannya. Contoh:
Keberhasilan domain itu memang tidak mudah diukur. Sebab, domain tersebut menyangkut
hal yang sangat rumit, bahkan terkait dengan "meta penampilan" siswa yang kadang-kadang
tidak kelihatan. Membentuk karakter manusia memang membutuhkan pengorbanan,
sebagaimana yang dilakukan negara-negara maju seperti Jepang, Singapura, dan Malaysia.
Mereka bisa maju karena memiliki banyak orang pintar dan berkarakter.

 Persuasi adalah paragraf yang mengajak, membujuk, atau mempengaruhi pembaca agar
melakukan sesuatu. Ciri-cirinya: ada bujukan atau ajakan untuk berbuat sesuatu.
Contoh:
Sebaiknya pemerintah melakukan penghematan. Selama ini, pemerintah boros dengan cara
tiap tahun membeli ribuan mobil dinas baru serta membangun kantor-kantor baru
dan guest house. Pemerintah juga selalu menambah jumlah PNS tanpa melakukan
perampingan, membeli alat tulis kantor (ATK) secara berlebihan, dan sebagainya. Padahal,
dana yang dimiliki tidak cukup untuk itu.
Berdasarkan letak kalimat utamanya
 Paragraf deduktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan persoalan
pokok atau kalimat topik kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas. Contoh:
Kemauannya sulit untuk diikuti. Dalam rapat sebelumnya sudah diputuskan bahwa dana itu
harus disimpan dulu. Para peserta sudah menyepakati hal itu. Akan tetapi, hari ini ia
memaksa menggunakannya membuka usaha baru.

BAHASA INDONESIA 14
 Paragraf Induktif adalah paragraf yang dimulai dengan mengemukakan penjelasan-
penjelasan kemudian diakhiri dengan kalimat topik. Paragraf induktif dapat dibagi ke
dalam tiga jenis, yaitu generalisasi, analogi, dan kausalitas.
♦ Generalisasi adalah pola pengembangan paragraf yang menggunakan beberapa fakta
khusus untuk mendapatkan kesimpulan yang bersifat umum. Contoh:
Setelah karangan anak-anak kelas tiga diperiksa, ternyata Ali, Toto, Alex, dan Burhan,
mendapat nilai delapan. Anak-anak yang lain mendapat nilai tujuh. Hanya Maman yang
enam dan tidak seorang pun mendapat nilai kurang. Oleh karena itu, boleh dikatakan anak-
anak kelas tiga cukup pandai mengarang.
Yang menjadi penjelasannya di atas adalah:
1. Pemerolehan nilai Ali, Toto, Alex, Burhan, Maman, dan anak-anak kelas tiga yang lain
merupakan peristiwa khusus.
2. Peristiwa khusus itu kita hubung-hubungkan dengan penalaran yang logis.
3. Kesimpulan atau pendapat yang kita peroleh adalah bahwa anak kelas tiga cukup
pandai mengarang.
4. Kesimpulan bahwa anak kelas tiga cukup pandai mengarang, mencakup Ali, Toto,
Alex, Burhan, Maman, dan anak-anak lainnya. Dalam kesimpulan terdapat kata
cukup karena Maman hanya mendapat nilai enam. Jika Maman juga mendapat nilai
tujuh atau delapan, kesimpulannya adalah semua anak kelas tiga pandai
mengarang.
Berdasarkan bentuk dan pola pengembangannya paragraf generalisasi juga dapat dibagi
dalam 2 jenis bentuk paragraf generalisasi

 Makna Kata
Ada dua macam makna yang terpenting, yaitu :
1. Makna leksikal /makna denotasi/ makna lugas adalah makna kata secara lepas tanpa
kaitan dengan kata lain dalam suatu struktur, misalnya kata belah dapat bermakna
celah, pecah menjadi dua sisi, dll. Makna ini biasanya digunakan dalam surat-surat
resmi, surat-surat dagang, laporan dan tulisan ilmiah agar makna menjadi pasti,
sehingga tidak terjadi salah tafsir.
2. Makna gramatikal atau makna konotasi, yaitu makna yang timbul akibat proses
gramatikal. Disebut juga makna struktural karena makna yang timbul bergantung pada
struktur tertentu sesuai dengan konteks dan situasi dimana kata itu berada.
Contoh :
1. Lembah hitam (daerah /tempat mesum)
Kuhitamkan negeri ini (kutinggalkan untuk selamanya)

 Perubahan Makna Bahasa


Dan di antara perubahan makna yang penting, yaitu :
1. Meluas, jika cakupan makna sekarang lebih luas dari makna yang lama. Contoh : Putra-
Putri = anak-anak Raja (dahulu) = laki-laki dan perempuank sekarang.
2. Menyempit, jika cakupan makna dahulu lebih luas dari dari makna yang sekarang.
Contoh : sarjana = semua cendikiawan (dahulu) = gelar akademis (sekarang).
3. Ameliorasi, yaitu perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
tinggi dari makna lama. Contoh : wanita lebih tinggi nilainya daripada perempuan.

BAHASA INDONESIA 15
4. Peyoratif, yaitu perubahan makna yang mengakibatkan makna baru dirasakan lebih
rendah nilainya dari makna lama. Contoh : bunting diganti dengan mengandung
5. Sinestesia, yaitu perubahan makna yang terjadi karena pertukaran tanggapan dua indera
yang berlainan. Contoh : Mukanya masam
6. Asosiasi, yaitu perubahan makna yang terjadi karena persamaan sifat. Contoh : Beri dia
amplop agar urusan cepat beres.
7. Metafora, yaitu perubahan makna karena persamaan sifat antara dua objek. Contoh :
Putri malam (untuk bulan)
8. Metominia, terjadi karena hubungan yang erat antara kata-kata yang terlibat dalam
suatu lingkungan makna yang sama dan dapat diklasifikasi menurut tempat atau waktu,
hubungan isi dan kulit, hubungan antara sebab dan akibat.
Contoh : Penemuan-penemuan yang sering disebut menurut penemunya, seperti : Ohm,
Ampere.

 Hubungan antara Makna Kata


Dalam kaitan dengan makna, ada istilah-istilah yang perlu kita pahami, yaitu :
1. Kata umum adalah kata – kata yang memiliki makna dan cakupan pemakaian yang lebih
luas. Kata – kata yang termasuk dalam kata umum disebut dengan hipernim. Sedangkan,
kata khusus adalah kata – kata yang ruang lingkup dan cakupan maknanya lebih sempit,
atau disebut juga dengan hiponim.
Contoh : Kata umum : Hewan peliharaan
Kata khusus : Kucing, anjing, kelinci, marmut, hamster, ikan
2. Sinonim atau padan makna, yaitu ungkapan yang maknanya hampir sama dengan
ungkapan lain. Contoh : nasib = takdir
3. Antonim atau lawan makna, yaitu ungkapan yang maknanya kebalikan dari ungkapan
lain. Contoh : baik >< buruk.
4. Homonim, terjadi jika dua kata mempunyai ucapan yang sama, tetapi maknanya
berbeda. Contoh : mengukur (dari kukur) dan mengukur (dari ukur)
5. Homofon, terjadi jika dua kata mempunyai ucapan yang sama, tapi makna dan
bentuknya berbeda. Contoh : sangsi (ragu-ragu) dan sanksi (hukuman).
6. Homograf, terjadi jika dua kata mempunyai bentuk yang sama, tapi beda makna dan
pengucapannya. Contoh : beruang (hewan) dan beruang (mempunyai uang)
7. Polisemi adalah kata atau frasa yang memiliki makna atau arti yang lebih dari satu.
Polisemi merupakan salah satu kekayaan dari suatu bahasa karena satu kata bisa jadi
memiliki berbagai macam makna. Makna dari polisemi sendiri dapat ditentukan dengan
melihat kalimatnya secara keseluruhan.
Contoh : Langit
 Langit malam ini terlihat sangat indah karena banyak bintang yang bertebaran. (Langit
berarti langit)
 Pak Budi sedang sibuk memperbaiki langit-langit rumahnya. (langit-langit berarti atap
rumah)

BAHASA INDONESIA 16
DAFTAR PUSTAKA
 Keraf, Gorys, 1996, Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta : PT Gramedia
 Finoza, Lamuddin, 2006, Komposisi Bahasa Indonesia, Jakarta : Insan Media
 Rahardi, R. Kunjana,2009, Bahasa Indonesia untuk Perguruan Tinggi, Jakarta :
Erlangga
 Arifin E. Zaenal dan Tasai S. Amran, 2015, Bahasa Indonesia, Tangerang : PT Pustaka
Mandiri

BAHASA INDONESIA 17

You might also like