You are on page 1of 44

Bab I

Pendahuluan

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan prasyarat utama agar upaya pendidikan mencapai hasil yang
optimal, sebaliknya pendidikan yang baik sangat mendukung tercapainya peningkatan
status kesehatan seseorang. Dalam UU No. 23 Tahun 1992 disebutkan bahwa kesehatan
sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan pemahaman, kemampuan peserta didik
akan arti hidup sehat. Apabila lingkungan hidup anak sehat dan kondusif, maka anak
dapat belajar dengan baik, bertumbuh dan berkembang secara harmonis kondisi ini
diharapkan dapat menghasilkan sumber daya manusia yang lebih berkualitas.1
Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang perlu dijaga kesehatannya,
sehingga anak sekolah berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), baik di lingkungan sekolah, keluarga dan
masyarakat. Jumlah usia sekolah yang cukup besar, yaitu 30% dari jumlah penduduk
Indonesia merupakan masa keemasan untuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS). 2
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mencanangkan konsep sekolah sehat atau
Health Promoting School (sekolah yang mempromosikan kesehatan). Health Promoting
School adalah sekolah yang telah melaksanakan Unit Kesehatan Sekolah (UKS) dengan
ciri-ciri melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah,
menciptakan lingkungan sekolah yang sehat dan aman, memberikan pendidikan
kesehatan di sekolah, memberikan akses terhadap pelayanan kesehatan, ada kebijakan dan
upaya sekolah untuk mempromosikan kesehatan dan berperan aktif dalam meningkatkan
kesehatan masyarakat. Semua kegiatan tersebut akan terlaksana apabila ada peran serta
masyarakat, karena diakui bahwa tanpa adanya kesadaran dari semua masyarakat,
kebersihan tersebut tidak akan pernah terwujud.2
Berdasarkan hasil survey yang dilakukan Susenas 2004 sebagian besar anak SD
memiliki masalah kebersihan diri (personal hygiene) yang cukup banyak, murid yang
tidak tidak mencuci tangan sebelum makan dengan persentase 8%, murid yang tidak
mencuci kaki sebelum tidur dengan persentase 37 %, murid tidak biasa memakai alas kaki
dengan persentase 25 %, murid tidak biasa potong kuku dengan persentase 53% , murid
yang mempunyai kebiasaan mandi 1 kali sehari dengan persentase 8 %.3
Berdasarkan data Susenas (Survey Sosial Ekonomi Nasional) tahun 2007
menyebutkan bahwa sekitar 3% anak-anak mulai merokok sejak kurang dari usia 10

1
tahun. Persentase orang merokok tertinggi (64%) berada pada kelompok usia remaja (10-
19 tahun). Dan sebagian besar (82%) penduduk yang berusia 10 tahun ke atas kurang
melakukan aktivitas fisik, dengan kategori (73%) kurang bergerak dan (9%) tidak terbiasa
melakukan aktivitas fisik. Prevalensi tingkat aktivitas ( olahraga ) pada anak sekolah
dasar (SD) di Jakarta berkisar antara secara keseluruhan 69,5 % 3
Belum lagi persoalan keamanan makanan yang dijual di sekitar sekolah yang belum
menerapkan prinsip-prinsip hygiene. Bila Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) ini
tidak dilakukan dengan baik, maka akan menimbulkan dampak yang tidak diinginkan
yaitu munculnya berbagai penyakit. Hal ini dapat dilihat melalui hasil survey Subdit diare
tahun 2002 dan tahun 2003 pada 40 SD di 10 provinsi menunjukkan prevalensi
kecacingan berkisar antara 2,2% - 6,3%. Berdasarkan hasil pengamatan tahun 2008,
ditemukan kasus diare sebanyak 38,11%. Oleh karena itu pemahaman nilai-nilai PHBS di
sekolah merupakan kebutuhan mutlak dan dapat dilakukan melalui pendekatan UKS.3
Berdasarkan hal tersebut di atas peneliti tertarik melakukan penelitian tentang
gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada tingkat sekolah dasar dan faktor-faktor
yang berhubungan di SDN 11 Kelurahan Slipi, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah tersebut di atas, dapat dirumuskan
sebagai berikut :
1. Jumlah usia sekolah yang cukup besar, yaitu 30% dari jumlah penduduk Indonesia
merupakan masa keemasan untuk menanamkan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS).
2. Hasil survey yang dilakukan Susenas 2004 murid yang tidak tidak mencuci tangan
sebelum makan dengan persentase 8%, murid yang tidak mencuci kaki sebelum tidur
dengan persentase 37 %, murid tidak biasa memakai alas kaki dengan persentase 25
%, murid tidak biasa potong kuku dengan persentase 53% , murid yang mempunyai
kebiasaan mandi 1 kali sehari dengan persentase 8 %.
3. Merokok pada anak sekolah dasar yang merokok pada usia kurang dari 10 tahun dari
3%. (Susenas 2007)
4. Prevalensi tingkat aktivitas ( olahraga ) pada anak sekolah dasar (SD) di Jakarta
berkisar antara secara keseluruhan 69,5 % (Susenas 2004).
5. Belum ada penelitian mengenai gambaran PHBS pada tingkat sekolah dasar dan
faktor-faktor yang berhubungan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Slipi 1
1.3. Hipotesis

2
Ada hubungan antara usia, jenis kelamin, peran guru, peran orang tua, dan peran
lingkungan sekolah serta pengetahuan dengan perilaku hidup bersih dan sehat di SD
Negeri 11, Jakarta Barat Oktober 2016.

1.4. Tujuan Penelitian

1.4.1. Tujuan Umum


Untuk mengetahui gambaran perilaku hidup bersih sehat pada tingkat sekolah dasar
dan faktor-faktor yang berhubungan di SD Negeri 11 di wilayah, Jakarta Barat
1.4.2. Tujuan Khusus
1.4.2.1. Diketahuinya sebaran perilaku hidup bersih dan sehat pada anak SD Negeri
11, Jakarta Barat
1.4.2.2. Diketahuinya sebaran usia, jenis kelamin, peran guru, peran orang tua, peran
lingkungan dan pengetahuan di SDN 11, Jakarta Barat.
1.4.2.3. Diketahuinya hubungan antara usia, jenis kelamin, peran guru, peran orang
tua, dan peran lingkungan sekolah serta pengetahuan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat di SD Negeri 11, Jakarta Barat.
1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Manfaat bagi peneliti:


a. Memperoleh pengalaman belajar dan pengetahuan dalam melakukan
penelitian.
b. Meningkatkan kemampuan komunikasi dengan para guru dan murid.
c. Menerapkan dan mengembangkan ilmu yang telah dipelajari pada saat kuliah.
d. Mengembangkan daya nalar, minat dan kemampuan dalam bidang penelitian.
e. Mengetahui gambaran perilaku hidup bersih dan sehat dan faktor-faktor yang
berhubungan di SD Negeri 11, Jakarta Barat.
f. Melatih bekerja sama dalam tim.

1.5.2. Manfaat bagi perguruan tinggi :


a. Realisasi Tri Darma perguruan tinggi dalam menjalankan fungsi atau tugas
perguruan tinggi sebagai lembaga yang menyelenggarakan pendidikan, penelitian
dan pengabdian masyarakat.
b. Memperkenalkan Fakultas Kedokteran UKRIDA kepada masyarakat.

3
c. Mewujudkan kampus UKRIDA sebagai masyarakat ilmiah dalam peran sertanya
di bidang kesehatan.
1.5.3. Manfaat bagi sekolah:
Memberi masukan pada sekolah dalam pengembangan pemeliharaan kesehatan siswa
dan meningkatkan kesadaran siswa dalam berperilaku hidup bersih dan sehat.
1.5.4. Manfaat bagi profesi dokter
Hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran tentang perilaku hidup bersih sehat
pada anak Sekolah Dasar sehingga bagi tenaga kesehatan khususnya dokter dalam
mengembangkan kemampuan dan ketrampilan dalam perilaku hidup bersih sehat.

1.5.5. Manfaat bagi pelayanan kesehatan Puskesmas


Dengan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pemberi pelayanan kesehatan
dalam program kesehatan lingkungan sehingga diharapkan dapat memberi gambaran
pada masyarakat tentang perilaku hidup bersih sehat kaitannya pada pencegahan
penyakit menular dan dapat diambil langkah-langkah atau strategi yang positif bagi
pengembangan perilaku hidup bersih sehat pada anak kearah yang lebih baik antara
lain:
a. Memberi penyuluhan tentang perilaku hidup bersih sehat pada anak Sekolah
Dasar.
b. Mencari anak usia Sekolah Dasar yang tidak berperilaku hidup bersih sehat.
c. Meningkatkan mutu pelayanan.
d. Kebiasaan cara hidup sehat pada anak diawasi oleh keluarga, pencatatan dan
pelaporan dilakukan dengan teratur, lengkap dan benar.

Bab II

Tinjauan Pustaka

2.1 Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


2.1.1 Pengertian PHBS
4
Perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas mahluk hidup yang dapat diamati secara
langsung maupun tidak langsung yang dapat diamati oleh pihak luar. Perilaku
kesehatan adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus yang berhubungan dengan
sakit, penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, minuman, serta lingkungan. Perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikkan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan
masyarakatnya. Kondisi sehat dapat dicapai dengan mengubah perilaku dari yang tidak
sehat menjadi perilaku sehat dan menciptakan lingkungan sehat di rumah tangga oleh
karena itu kesehatan perlu dijaga, dipelihara,dan ditingkatkan oleh setiap anggota rumah
tangga serta diperjuangkan oleh semua pihak. 4
Perilaku hidup bersih dan sehat adalah tindakan yang dilakukan oleh perorangan
kelompok, masyarakat yang sesuai dengan norma-norma kesehatan untuk memperoleh
derajat kesehatan yang optimal, menolong dirinya sendiri dan berperan serta aktif dalam
pembangunan kesehatan.4

2.1.2. Indikator PHBS di tiap tatanan


Indikator tatanan sehat terdiri dari indikator perilaku dan indikator lingkungan di lima
tatanan, yaitu tatanan rumah tangga, tatanan sekolah, tatanan sarana kesehatan, tatanan
tempat kerja, dan tatanan tempat umum.5

2.2. Definisi PHBS di Sekolah


Sekolah adalah lembaga dengan organisasi yang tersusun rapih dengan segala
aktivitasnya direncanakan dengan sengaja disusun yang disebut kurikulum.
Sekolah adalah tempat diselenggarakannya proses belajar mengajar secara formal,
dimana terjadi transformasi ilmu pengetahuan dari para guru atau pengajar kepada
anak didiknya. Sekolah memegang peranan penting dalam pendidikan karena
pengaruhnya besar sekali pada jiwa anak, maka di samping keluarga sebagai pusat
pendidikan, sekolah juga mempunyai fungsi sebagai pusat pendidikan untuk
pembentukan pribadi anak. 5
PHBS di sekolah merupakan sekumpulan perilaku yang dipraktekkan oleh
peserta didik, guru dan masyarakat sekolah atas dasar kesadaran sebagai hasil dari
pembelajaran, sehingga secara berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan sehat
di sekolah.6

5
Menururut penelitan Ophel tahun 2011 tentang “Gambaran Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat pada anak Sekolah Dasar dan Faktor-faktor yang Berhubungan di
Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat” pada sebaran perilaku hidup bersih dan sehat
anak sekolah dasar, didapatkan 19.8% siswa memiliki perilaku bersih dan sehat,
22.6 % memiliki perilaku yang tidak Bersih dan sehat, 17.9% yang memiliki
perilaku hidup bersih dan tidak sehat, dan perilaku yang tidak bersih dan tidak sehat
sebesar 39,6%.3

2.2.1. Sasaran PHBS


Sasaran PHBS menurut Depkes RI (2008) dikembangkan dalam lima tatanan
yaitu di rumah atau tempat tinggal, di tempat kerja, di tempat-tempat umum,
institusi pendidikan, dan di sarana kesehatan. Sedangkan sasaran PHBS di institusi
pendidikan adalah seluruh warga institusi pendidikan yang terbagi dalam:7

2.2.1.1. Sasaran primer

Sasaran utama dalam institusi pendidikan yang akan dirubah perilakunya atau
murid dan guru yang bermasalah (individu/ kelompok dalam institusi pendidikan
yang bermasalah).8

2.2.1.2. Sasaran sekunder

Sasaran yang mempengaruhi individu dalam institusi pendidikan yang


bermasalah misalnya, kepala sekolah, guru, orang tua murid, kader kesehatan
sekolah, tokoh masyarakat, petugas kesehatan dan lintas sektor terkait.8

2.2.1.3. Sasaran tersier

Merupakan sasaran yang diharapkan menjadi pembantu dalam mendukung


pendanaan, kebijakan, dan kegiatan untuk tercapainya pelaksanaan PHBS di
institusi pendidikan seperti, kepala desa, lurah, camat, kepala Puskesmas,
Diknas, guru, tokoh masyarakat, dan orang tua murid.9

2.2.2. Tujuan PHBS

6
Tujuan PHBS yaitu membudayakan perilaku hidup bersih sehat bagi perorangan, keluarga
atau kelompok dan masyarakat umum sehingga dapat memberikan dampak yang
bermakna terhadap derajat kesehatan.9

1.2.3. Manfaat PHBS

Kebijakan pembangunan kesehatan ditekankan pada upaya promotif dan preventif agar
orang yang sehat menjadi lebih sehat dan produktif. Pola hidup sehat merupakan
perwujudan paradigma sehat yang berkaitan dengan perilaku perorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat yang berorientasi sehat dapat meningkatkan, memelihara,
dan melindungi kualitas kesehatan baik fisik, mental, spiritual maupun sosial.

Manfaat PHBS di lingkungan sekolah yaitu agar terwujudnya sekolah yang bersih dan
sehat sehingga siswa, guru dan masyarakat lingkungan sekolah terlindungi dari
berbagai ancaman penyakit, meningkatkan semangat proses belajar mengajar yang
berdampak pada prestasi belajar siswa, citra sekolah sebagai institusi pendidikan
semakin meningkat sehingga dapat mengangkat citra dan kinerja pemerintah di
bidang pendidikan, serta menjadi percontohan sekolah sehat bagi daerah lain.10

1.2.4. Indikator PHBS di sekolah dasar

Depkes RI (2011) menjelaskan bahwa indikator PHBS adalah suatu alat ukur untuk
menilai keadaan atau permasalahan kesehatan di institusi pendidikan. Indikator institusi
pendidikan adalah sekolah dasar negeri maupun swasta (SD/MI). Sasaran PHBS tatanan
institusi pendidikan adalah sekolah dan siswa dengan indikator:11

1. Kebersihan Pribadi
 Memelihara Rambut Agar Bersih dan Rapih
Mencuci rambut secara teratur dan menyisirnya sehingga terlihat rapih.
Rambut yang bersih adalah rambut yang tidak kusam, tidak berbau, dan tidak
berkutu. Memeriksa kebersihan dan kerapihan rambut dapat dilakukan oleh
dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu sekali.12
 Memakai Pakaian Bersih dan Rapih
Memakai baju yang tidak ada kotorannya, tidak berbau, dan rapih. Pakaian
yang bersih dan rapih diperoleh dengan mencuci baju setelah dipakai dan
dirapikan dengan disetrika. Memeriksa baju yang dipakai dapat

7
dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal seminggu
sekali.12
 Memelihara Kuku Agar Selalu Pendek dan Bersih
Memotong kuku sebatas ujung jari tangan secara teratur dan
membersihkannya sehingga tidak hitam/kotor. Memeriksa kuku secara rutin
dapat dilakukan oleh dokter kecil/kader kesehatan/guru UKS minimal
seminggu sekali.12
2. Jajan di kantin sekolah, tidak jajan di sembarang tempat.
Di sekolah siswa dan guru membeli atau konsumsi makanan atau jajanan yang bersih
dan tertutup di warung sekolah sehat. Makanan yang sehat mengandung karbohidrat,
protein, lemak, mineral dan vitamin. Makanan yang seimbang akan menjamin tubuh
menjadi sehat. Makanan yang ada di kantin sekolah harus makanan yang bersih, tidak
mengandung bahan berbahaya, serta penggunaan air matang untuk kebutuhan minum.

Menurut Depkes RI alasan tidak boleh jajan di sembarang tempat, harus di kantin
sekolah karena:12
 Makanan dan minuman yang dijual cukup bergizi, terjamin kebersihannya,
terbebas dari zat-zat berbahaya dan terlindung dari serangga dan tikus.
 Makanan yang bergizi akan meningkatkan kesehatan dan kecerdasan siswa,
sehingga siswa menjadi lebih berprestasi di sekolah.
 Tersedianya air bersih yang mengalir dan sabun untuk mencuci tangan dan
peralatan makan.

 Tersedianya tempat sampah1 yang tertutup dan saluran pembuangan air kotor.
 Adanya pengawasan secara teratur oleh guru, siswa dan komite sekolah.
3. Mencuci tangan dengan air besih yang mengalir dan sabun, setiap kali tangan kita
kotor, setelah buang air besar atau buang air kecil, sebelum makan, sebelum
memegang makanan sehingga tubuh terhindar dari kuman dan bibit penyakit.
Perilaku cuci tangan dengan air mengalir dan menggunakan sabun mencegah
penularan penyakit seperti diare, kolera, disentri, typus, cacingan, penyakit kulit,
hepatitis A, ISPA, flu burung, dan lain sebagainya.13

Menurut DepKes cara mencuci tangan yang benar, yaitu:


1. Cuci tangan dengan air bersih yang mengalir dan memakai sabun
2. Gosok tangan setidaknya selama 15-20 detik
3. Bersihkan bagian punggung tangan, sela-sela jari dan kuku
4. Basuh tangan sampai bersih dengan air yang mengalir

8
WHO menyarankan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun karena dapat
meluruhkan semua kotoran dan lemak yang mengandung kuman. Cuci tangan ini
dapat dilakukan pada saat sebelum makan, setelah beraktivitas di luar sekolah,
bersalaman dengan orang lain, setelah bersin atau batuk, setelah menyentuh hewan,
dan sehabis dari toilet. Usaha pencegahan dan penanggulangan ini disosialisasikan di
lingkungan sekolah untuk melatih hidup sehat sejak usia dini. Anak sekolah menjadi
sasaran yang sangat penting karena diharapkan dapat menyampaikan informasi
kesehatan pada keluarga dan masyarakat.14
4. Buang air kecil dan buang air besar di jamban sekolah serta menyiram jamban dengan
air setelah di gunakan.
Jamban yang digunakan oleh siswa dan guru adalah jamban yang memenuhi syarat
kesehatan dan terjaga kebersihannya. Jamban yang sehat adalah yang tidak
mencemari tanah di sekitarnya, mudah dibersihkan dan aman digunakan.15
5. Mengikuti kegiatan olahraga dan aktivitas fisik di sekolah.
Aktivitas fisik adalah salah satu wujud dari perilaku hidup sehat terkait dengan
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Kegiatan olahraga di sekolah bertujuan
untuk memelihara kesehatan fisik dan mental anak agar tidak mudah sakit. Dalam
rangka meningkatkan kesegaran jasmani, perlu dilakukan latihan fisik yang benar dan
teratur agar tubuh tetap sehat dan segar. Dengan melakukan olahraga secara teratur
akan dapat memberikan manfaat antara lain : meningkatkan kemampuan jantung dan
paru, memperkuat sendi dan otot, mengurangi lemak atau mengurangi kelebihan berat
badan, memperbaiki bentuk tubuh, mengurangi risiko terkena penyakit jantung
koroner, serta memperlancar peredaran darah.15
6. Memberantas jentik nyamuk di sekolah secara rutin.
Kegiatan ini dilakukan untuk memberantas penyakit yang disebabkan oleh penularan
nyamuk seperti penyakit demam berdarah. Kegiatan memberantas jentik nyamuk di
sekolah diantaranya :16

 Lakukan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan cara 3 M plus


(menguras, menutup, mengubur, plus menghindari gigitan nyamuk)

 PSN merupakan kegiatan memberantas telur, jentik, dan kepompong nyamuk


penular berbagai penyakit, seperti demam berdarah, demam dengue,
chikungunya, malaria, filariasis (kaki gajah) di tempat-tempat
perkembangbiakannya.

Manfaat sekolah bebas jentik adalah:

9
 Populasi nyamuk menjadi terkendali sehingga penularan penyakit dengan
perantara nyamuk dapat dicegah atau dikurangi

 Kemungkinan terhindar dari berbagai penyakit semakin besar seperti demam


berdarah dengue (DBD), malaria, chikungunya, atau kaki gajah.

 Lingkungan sekolah menjadi bersih dan sehat


Memberantas jentik nyamuk di lingkungan sekolah dilakukan dengan gerakan 3 M
( menguras, menutup, dan mengubur) tempat-tempat penampungan air ( bak mandi,
drum, tempayan, ban bekas, tempat air minum, dan lain-lain) minimal seminggu
sekali. Hasil yang didapat dari pemberantasan jentik nyamuk ini kemudian
disosialisasikan kepada seluruh warga sekolah.17
7. Tidak merokok di sekolah.
Rokok mengandung kurang lebih 4.000 elemen-elemen, dan setidaknya 200
diantaranya dinyatakan berbahaya bagi kesehatan. Racun utama pada rokok adalah
tar, nikotin, dan karbon monoksida. Oleh karena itu kebiasaan merokok harus
dihindarkan sejak dini mulai dari tingkat sekolah dasar. 18
Siswa dan guru tidak ada yang merokok di lingkungan sekolah. Timbulnya kebiasaan
merokok diawali dari melihat orang sekitarnya merokok. Di sekolah siswa dapat
melakukan hal ini mencontoh dari teman, guru, maupun masyarakat sekitar sekolah.
Banyak anak-anak menganggap bahwa dengan merokok akan menjadi lebih dewasa.
Merokok di lingkungan sekolah sangat tidak dianjurkan karena rokok mengandung
banyak zat berbahaya yang dapat membahayakan kesehatan anak sekolah.18
8. Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan.
Tumbuh berarti bertambahnya ukuran tubuh dan jumlah sel serta jaringan diantara sel-
sel tubuh, sehingga dapat diukur dengan satuan panjang dan berat. Mengukur berat
dan tinggi badan merupakan salah satu upaya untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak. Dengan diketahuinya tingkat pertumbuhan dan perkembangan
anak maka dapat memberikan masukan untuk peningkatan konsumsi makanan yang
bergizi bagi pertumbuhan anak. Sedangkan untuk mengetahui pertumbuhan seorang
anak normal atau tidak, bisa diketahui melalui cara membandingkan ukuran tubuh
anak yang bersangkutan dengan ukuran tubuh anak seusia pada umumnya. Siswa
menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan setiap bulan. Kegiatan
penimbangan berat badan di sekolah untuk mengetahui pertumbuhan dan
perkembangan anak serta status gizi anak sekolah. Hal ini dilakukan untuk deteksi
dini gizi buruk maupun gizi lebih pada anak usia sekolah.15
9. Membuang sampah pada tempatnya.
10
Tindakan yang dapat dilakukan untuk menjaga agar lingkungan selalu terjaga dari
sampah sebagai berikut :

guru memberi contoh pada siswa-siswi membuang sampah pada tempatnya

guru wajib menegur dan menasehati siswa yang membuang sampah di
sembarang tempat

mencatat siswa-siswi yang membuang sampah sembarang tempat pada buku
atau membuat kartu pelanggaran

membuat tata tertib baru yang isinya tentang pemberian denda terhadap siswa-
siswi yang membuang sampah di sembarang tempat.19

1.2.5. Cara-cara penerapan PHBS di sekolah


1. Menanamkan nilai-nilai untuk berperilaku hidup dan sehat di sekolah melalui
pendidikan kesehatan agar peserta didik dapat bertanggung jawab terhadap
kesehatan diri dan lingkungan serta ikut berpartisipasi dalam upaya meningkatkan
kesehatan di sekolah.17
2. Melakukan kegiatan ekstrakulikuler sebagai upaya menanamkan nilai-nilai
berperilaku hidup bersih dan sehat kepada peserta didik yaitu antara lain dengan:
a. Mengadakan kerja bakti dan lomba kebersihan kelas 17
b. Pemeriksaan jentik nyamuk di sekolah
c. Aktivitas dokter kecil di sekolah
d. Demo gerakan cuci tangan dan gosok gigi yang baik dan benar
e. Pembudayaan olahraga yang teratur dan terukur
f. Pemeriksaan kebersihan secara rutin baik itu kuku, rambut, telinga, gigi
dan sebagainya
g. Penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan
h. Pemeriksaan kualitas pemeliharaan jamban sekolah dan kualitas air secara
sederhana
3. Bimbingan hidup bersih dan sehat melalui komunikasi interpersonal atau
konseling. Kegiatan ini dilakukan oleh guru bimbingan konseling kepada siswa.
Di dalam ruang konseling dapat pula dipasang berbagai media yang memuat
pesan-pesan kesehatan terkait PHBS.
4. Mengadakan kegiatan penyuluhan dan latihan ketrampilan dengan melibatkan
peran aktif siswa, guru dan orangtua antara lain melalui:
a. Penyuluhan kelompok sesuai tingkat kelas.
b. Memperdengarkan pesan-pesan singkat melalui pengeras suara.
c. Pemutaran film video.
d. Pemasangan media cetak seperti poster, majalah dinding, spanduk, dan
lain-lain

11
1.3. Faktor-Faktor yang berhubungan dengan gambaran PHBS pada anak sekolah
2.3.1. Faktor Internal
2.3.1.1. Usia
Usia merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah umur maka
semakin bertambah pengetahuan yang dimiliki, serta perilaku yang sesuai untuk
mendidik anak. Menurut penelitian Pudjiati (2014) tentang “Usia dan sikap siswa
sekolah dasar tentang sanitasi dasar mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat”
dari hasil analisis usia terhadap hubungan perilaku dalam PHBS mempunyai nilai p
value = 0,007 dengan demikian bila kita menggunakan p value = 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa variabel usia siswa signifikan berhubungan dengan perilaku dalam
PHBS dengan nilai Odd Ratio 1,614. Berdasarkan penelitian persentase usia 7-8 tahun
adalah 33,9%, sedangkan usia 9-10 tahun 32%, dan usia 11-12 tahun adalah 33,9%.20
2.3.1.2. Jenis Kelamin
Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan PHBS responden diperoleh
bahwa dari 76 responden yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan PHBS rendah
sebanyak 31 responden (40,8%) dan menunjukkan PHBS tinggi sebanyak 45
responden ( 59,2%). Sedangkan dari 60 responden yang berjenis kelamin perempuan
menunjukkan PHBS rendah sebanyak 19 responden ( 31,7%) dan menunjukkan
PHBS tinggi sebanyak 41 responden (68,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa
laki-laki dan perempuan mempunyai andil yang sama dalam upaya meningkatkan
kesehatannya yang mana dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari melalui
berperilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Riesma Oktapriana (2008) di SDN 13 Sunter Agung Jakarta Utara, dari hasil uji
statistik diperoleh P value sebesar 0,359 yang berarti P value lebih dari 0,05. Hal itu
menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan
PHBS.21
2.3.1.3. Pengetahuan
Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi setelah responden
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indra manusia yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga dimana pengetahuan
dapat diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Pengetahuan atau
kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan
seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa
percaya diri maupun dengan dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat

12
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang.
Rendahnya tingkat pengetahuan anak/siswa mengenai PHBS disebabkan karena
kurangnya peran guru dan tenaga kesehatan dalam memberikan informasi mengenai
PHBS, kurangnya penyuluhan mengenai PHBS, kurangnya pelatihan terhadap guru
sehingga guru tidak mengajarkan PHBS pada siswanya. Pengetahuan adalah hal apa
saja yang diketahui anak sekolah mengenai langkah-langkah dan aspek apa saja yang
menunjang terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat. Seandainya sudah
mengetahui dan mengerti tentang bagaimana Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
(PHBS) di sekolah, serta cara melakukan dan alasan melakukan Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) maka akan timbul pemikiran yang positif. Pemikiran ini
akan menghasilkan sikap positif juga yaitu setuju daIam hal tersebut dan selanjutnya
mau melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). 21
Berdasarkan hasil penelitian Fivi Melva Diana tentang “Pelaksanaan program
perilaku hidup bersih dan sehat di SDN 001 Tanjung Balai Karimun” dapat diketahui
bahwa persentase pelaksanaan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
masih rendah pada anak yang memiliki pengetahuan yang rendah yaitu (76,3%)
dibandingkan dengan anak yang memiliki pengetahuan yang tinggi yaitu (23,1%).
Berdasarkan uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan pelaksanaan program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan p
0,000 <0,05. 22
2.3.2. Faktor Eksternal
2.3.2.1.Peran Guru
Guru merupakan individu yang sering dijumpai anak dalam lingkungan sekolah.
Tugas guru sebagai pengajar dan pendidik yang salah satu diantaranya adalah
mengajarkan perilaku hidup bersih dan sehat anak sekolah. Berdasarkan kondisi ini,
implementasi program penyadaran perilaku hidup bersih dan sehat cukup tepat
dilakukan pada murid sekolah dasar. Peran guru dalam proses belajar mengajar di
sekolah dasar masihlah dominan. Oleh sebab itu, kepala sekolah, guru, dan komite
sekolah akan dilibatkan secara aktif dalam program penyadaran perilaku hidup bersih
dan sehat. Sekolah sebagai salah satu wadah peningkatan pengetahuan dan
kemampuan anak memiliki peran penting dalam menyumbang perubahan yang terjadi
di dalam keluarga sebagai komponen terkecil dalam masyarakat. Menurut penelitian
Helty Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup
bersih dan sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso” berdasarkan hasil uji statistik
diperoleh nilai p 1,000 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
13
hubungan bermakna antara peran guru dan PHBS. Dari 81 siswa yang menjadi
responden terdapat 69,1 persen (56 siswa) dengan peran guru baik dan 30,9 persen
peran guru kurang baik. Dari 56 siswa dengan peran guru baik terdapat 27 siswa
(33,3%) yang tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dan 29 siswa (35,8%)
yang menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, terdapat 12 siswa (14,8%) yang
tidak menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan peran guru yang kurang
baik dan terdapat 13 siswa (16,0%) yang menerapkan perilaku hidup bersih sehat
secara baik walaupun tanpa peran guru yang baik.23
2.3.2.2.Peran Orang Tua
Siswa berada dalam lingkungan sekolah paling lama 8 jam sehari, selebihnya anak
akan kembali ke keluarga dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa sebagian besar waktu
yang dihabiskan oleh anak setiap hari bukan di sekolah tetapi di rumah dan di
masyarakat, oleh sebab itu orang tua siswa mempunyai peran penting dalam
pertumbuhan dan perkembangan anak, termasuk mendorong anak untuk melakukan
kebiasaan hidup sehat di rumah. Dwigita (2012) menyatakan bahwa orang tua adalah
sosok pendamping saat anak melakukan aktivitas kehidupannya setiap hari. Peranan
mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak di kemudian hari.
Orangtua adalah bagian terpenting dan berarti dalam kehidupan seorang anak.
Orangtua dan anggota keluarga lain berpengaruh pada sumber pengetahuan,
kepercayaan, sikap, dan nilai-nilai kehidupan bagi anak-anak. Orang tua memiliki
kekuatan untuk memandu perkembangan anak terhadap perilaku hidup bersih dan
sehat (Sumarjanti, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Lubis (2010)
menunjukkan bahwa komunikasi orangtua dan anaknya sangat berperan dalam hal
membentuk perilaku positif sejak dini bagi anak. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Lubis (2010) menunjukkan bahwa komunikasi orangtua dan anaknya sangat berperan
dalam hal membentuk perilaku positif sejak dini bagi anak. Menurut penelitian Helty
Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso” berdasarkan hasil uji statistik diperoleh
nilai p 0,032 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna
antara peran orang tua dan PHBS. Penelitian diatas menunjukan bahwa peran orang
tua yang baik sebesar 69,1 persen dan peran orang tua yang kurang baik terhadap
perilaku hidup bersih sehat siswa sebesar 30,9 persen. Pada peran orang tua yang baik
terdapat 22 siswa (27,2%) yang perilaku hidup bersih sehatnya kurang baik,
sementara itu terdapat 34 siswa (42,0%) yang perilaku hidup bersih sehatnya baik.
14
Peran orang tua yang kurang baik mengakibatkan 17 siswa (21%) perilaku hidup
bersih sehatnya kurang baik dan hanya 8 siswa (9,9%) yang baik.23

2.3.2.3. Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah merupakan dua tempat utama
yang dilakukan oleh seorang anak untuk melakukan aktivitas. Sekolah adalah tempat
belajar, berekreasi, bersosialisasi dan bermain, sehingga sebagian besar waktu mereka
dihabiskan di sekolah. Di Indonesia sendiri sebenarnya sudah terdapat ketetapan
pedoman penyelenggaran lingkungan sekolah yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan, yaitu terdapat pada Keputusan Kementrian Kesehatan (Kepmenkes)
No.1429/Menkes/SK/XII/20069. Pedoman ini menggambarkan bagaimana kondisi
lingkungan sekolah yang sehat yang digambarkan dari lokasi sekolah, fasilitas, hingga
usaha kesehatan sekolah. Kegiatan pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat
ini mencakup kegiatan bina lingkungan fisik meliputi: penyediaan air bersih, tempat
penampungan air bersih, tiap ruangan sebaiknya disediakan tempat pembuangan
sampah, kamar mandi, tempat wudhu, WC, dan paturasan setiap hari
dibersihkan,ruangan-ruangan (kelas, perpustakaan, laboratorium), halaman dan kebun
sekolah perlu dijaga kebersihannya, kantin/warung sekolah perlu dilakukan
pengawasan oleh guru sekolah ataupun penjaga sekolah antara lain makanan yang
dijual hendaknya bergizi, penyajian makanan hendaknya tertutup, alat-alat dan
perabot yang bersih (memenuhi syarat kesehatan). Kegiatan lain yaitu kegiatan bina
lingkungan mental sosial meliputi: kepramukaan, PMR, dokter kecil, bakti sosial
masyarakat sekolah terhadap lingkungannya, perkemahan dan penjelajahan, shalat
berjamaah disekolah, dan sebagainya. Menurut penelitian Ahmat Sigit Raharjo
tentang “Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan ketersediaan fasilitas di sekolah
dalam penerapan PHBS di sekolah dasar (2014)” Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan penerapan
PHBS. Hal ini didasarkan pada uji chi square antara ketersediaan fasilitas dengan
penerapan PHBS diperoleh (p value= 0,002 <0,05). Berdasarkan hasil penelitian di
SD Negeri Banjarsari 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati diperoleh hasil bahwa
ketersediaan fasilitas di SDN Banjarsari 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
memenuhi syarat. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 49 responden, 29
(59,2%) responden ketersediaan fasilitas di SD Negeri Banjarsari 02 Kecamatan
Gabus Kabupaten Pati memenuhi syarat, sedangkan 20 (40,8%) responden

15
ketersediaan fasilitas di SD Negeri Banjarsari 02 Kecamatan Gabus Kabupaten Pati
memenuhi tidak memenuhi syarat. Hasil tersebut dibuktikan dalam analisis bivariat,
berdasarkan uji statistik menggunakan chi square didapatkan hasil nilai p value 0,002
< 0,05, yang artinya ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan penerapan
PHBS.24
2.3.2.4. Peran Sosial Ekonomi
Tingkat sosial ekonomi sangat mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat yang
dilakukan oleh suatu masyarakat. Rata-rata keluarga dengan sosial ekonomi yang
cukup baik akan mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat yang baik. Namun
berdasarkan penelitian Robby Furwanto (2013), tentang “Hubungan status sosial
ekonomi dengan penerapan perilaku hidup bersih dan sehat tatanan rumah tangga”
hasil penelitian dengan uji statistik chi square diperoleh nilai p > α (0,05) yaitu p =
0,219 maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status sosial
ekonomi dengan penerapan PHBS di sekolah dasar negeri di Kelurahan Suka Mulya,
Kecamatan Sail, Pekanbaru tahun 2013. Dari hasil analisa diperoleh pula nilai rata-
rata Odds Ratio (OR) = 2,188 artinya keluarga yang status sosial ekonominya tinggi
mempunyai peluang 2,188 kali menerapkan PHBS dibandingkan dengan status sosial
ekonomi yang rendah.25

2.4. Kerangka Teori

Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat

Manfaat PHBS Tatanan PHBS


 Mencegah penyakit
 Rumah tangga
menular
 Meningkatkan  Sekolah
semangat belajar
 Sarana kesehatan
 Mengangkat kinerja
bidang pendidikan  Tempat kerja

 Tempat umum

Perilaku Hidup
16
Bersih dan Sehat
Sekolah
Faktor yang
berhubungan
Indikator

Jajan di Kantin
Faktor Internal Kebersihan Pribadi
Sekolah
- Jenis Kelamin
Mencuci tangan
BAB dan BAK di
- Usia
Jamban
- Pengetahuan Berolahraga
Memberantas
Tidak Merokok Jentik Nyamuk
Faktor Eksternal
Mengukur BB dan Membuang
- Peran Guru
TB sampah pada
- Peran Orang Tua
tempatnya
- Lingkungan
- Sosial ekonomi

2.5. Kerangka Konsep

Jenis Kelamin
Usia Peran Lingkungan

Perilaku
Hidup Bersih
Peran Guru dan Sehat Peran Orang Tua
pada anak
Sekolah Dasar

Pengetahuan

17
Bab III

Metodologi Penelitian

3.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional mengenai gambaran perilaku hidup bersih dan sehat tingkat sekolah
dasar di SD Negeri 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di sekolah dasar SD Negeri 11, Jakarta Barat, Oktober
2016

3.3. Sumber Data

Data primer yang diambil dari responden dengan menggunakan kuesioner yang
diberikan kepada siswa sekolah dasar kelas di SD Negeri 11, Jakarta Barat, Oktober
2016

18
3.4. Populasi
1.4.1. Populasi Target
Seluruh murid di sekolah dasar negeri 11 Jakarta Barat.
1.4.2. Populasi Terjangkau
Seluruh murid kelas 5 dan 6 di SD Negeri 11 Kelurahan Slipi,Jakarta Barat
yang hadir di sekolah pada tanggal 12 Oktober 2016 Sejumlah 121 siswa.
3.5. Kriteria Inklusi dan Ekslusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah semua siswa kelas 5 dan 6 sekolah dasar yang
bersekolah di SD Negeri 11 Kelurahan Slipi, Jakarta Barat yang hadir di
kelas pada tanggal 12 Oktober 2016
Seluruh siswa kelas 5 dan 6 sekolah dasar yang bersekolah di SD Negeri
11 Kelurahan Slipi, Jakarta Barat yang bersedia mengisi kuesioner.

3.5.2. Kriteria Eksklusi


Murid yang tidak bersedia mengisi kuesioner dan tidak masuk sekolah
pada tanggal 12 Oktober 2016

3.6. Sampel
3.6.1. Besar Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang kita teliti. Penelitian dilakukan terhadap
siswa SDN 11 Kelurahan Slipi, Jakarta Barat yang hadir di kelas pada tanggal 12
Oktober 2016
Penentuan besar sampel menggunakan data proporsi dari penelitian-penelitaan
sebelumnya. Besar sampel ditentukan melalui rumus seperti di bawah, maka
didapatkan besar sampel penelitian adalah sebagai berikut:

Keterangan :

n1 = Jumlah sampel minimal

n2 = Jumlah sampel ditambah substitusi 10% (substitusi adalah persen responden


yang mungkin drop out)

Z = Tingkat batas kepercayaan, dengan  = 5%

Didapat Z pada kurva normal = 1,96

19
p = Proporsi variabel

q =1-p

L = Derajat kesalahan yang masih dapat diterima adalah 10%

Tabel 3.1. Besar Sampel

Variabel Sumber Proporsi Jumlah Sampel Minimal Jumlah Sampel


Penelitan (%) (N1) yang ditambah
substistusi 10%
(substitusi adalah
persen subjek
penelitian yang
mungkin keluar
atau drop out) (N2)
2
Usia Pudjiati 33,9% N1 =(1,96) x 0,339x(1- N2 = 86+(10%x83)
= 94
(2014) 0,339)
0,12
= 86
Jenis kelamin Riemsmas 59,2% N1 =(1,96)2x 0,592x(1- N2 =
Oktapriana 0,592) 92,78+(10%x92,78)
0,12 = 102,05 102
(2008)
= 92,78
Peran Orang Helty 69,1% N1 =(1,96)2x 0,691x(1- N2 =
Tua Rorimpand 0,691) 82,29+(10%x82,29)
0,12 = 90,49 91
ey
= 82,29
Peran Guru Helty 69,1% N1 =(1,96)2x 0,691x(1- N2 =
Rorimpand 0,691) 82,29+(10%x82,29)
0,12 = 90,49 91
ey
= 82,29
Lingkungan Ahmat 59,2% N1 =(1,96)2x 0,592x(1- N2 =
Sigit 0,592) 92,78+(10%x92,78)
0,12 = 102,05 102
Raharjo
20
(2014) = 92,78
Pengetahuan Fivi Melva 76,3% N1 =(1,96)2x 0,763x(1- N2 =
Diana 0,763) 69,46+(10%x69,46)
0,12 = 76,36 77
(2013)
= 69,46
PHBS Ophel 19,8% N1 =(1,96)2x 0,198x(1- N2 = 61+(10%x61)
= 67,1 68
(2011) 0,198)
0,12
= 61

Berdasarkan hasil penghitungan tujuh proporsi tersebut maka didapatkan sampel


sebesar 102 orang.
3.6.2. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan cara probability
sampling, dengan stratified random sampling di Sekolah Dasar Negeri 11,
Jakarta Barat untuk menstratakan kelas berdasarkan usia. Total murid kelas
V dan VI sejumlah 121 murid dengan murid kelas V berjumlah 75 murid
dan kelas VI berjumlah 46 murid.
Proporsi:
 Kelas V 75/121 x 102 = 63 murid
 kelas VI 46/121 x 102 = 39
Cara Kerja
1. Menghubungi Kepala Sekolah SD Negeri 11 Jakarta Barat yang menjadi
daerah penelitian untuk melaporkan tujuan penelitian di daerah tersebut.
2. Melakukan pengumpulan data dengan menggunakan instrumen penelitian
berupa kuesioner di SD Negeri 11, Jakarta Barat
3. Melakukan pengolahan, analisis, dan interpretasi data.
4. Penulisan laporan penelitian
5. Pelaporan penelitian.

3.7. Identifikasi Variabel


Dalam penelitian ini digunakan Variabel dependent (terikat) dan Variabel independent
(bebas). Variabel terikat berupa perilaku hidup bersih dan sehat siswa sekolah dasar.
Variabel bebas berupa usia, jenis kelamin, pengetahuan, peran orang tua, peran guru,
dan lingkungan sekolah.
3.8. Pengumpulan Data
Data primer diambil dari sampel dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan
kepada siswa kelas V dan VI di SD Negeri 11, Kelurahan Slipi, Jakarta Barat periode
Oktober 2016.

3.9. Manajemen Data dan Analisis Data


3.9.1. Pengolahan Data

21
Terhadap data-data yang telah dikumpulkan dilakukan pengolahan berupa proses
editing, verifikasi, dan koding. Selanjutnya dimasukkan dan diolah dengan
menggunakan Kode SPSS (Stastistical Package for Social Science).
3.9.2. Penyajian data
Data yang didapat disajikan secara tekstular dan tabular.
3.9.3. Analisis Data
Terhadap data yang telah diolah akan dilakukan analisis sesuai dengan cara uji
statistik non parametrik, chi-square.
3.9.4. Interpretasi Data
Data diinterpretasi secara deskriptif korelatif antar variabel-variabel yang telah
ditentukan.
3.9.5. Pelaporan Data
Data disusun dalam bentuk pelaporan penelitian yang selanjutnya akan
dipresentasikan dalam forum Pendidikan Ilmu Kedokteran Komunitas di hadapan staf
pengajar Program Pendidikan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.

3.11. Definisi Operasional


3.11.1. Usia
Definisi : lama waktu hidup responden sejak dilahirkan sampai dilakukan penelitian
ini (sesuai ulang tahun terakhir).26
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian usia

Hasil ukur:
 11 Tahun
 12 tahun
Kategori
 11 tahun : Koding 1
 12 tahun : Koding 2
Skala ukur : Nominal
3.11.2. Jenis Kelamin
Definisi : Suatu dismorfisme seksual, yang pada manusia dikenal menjadi laki-laki
dan perempuan. Laki-laki adalah seseorang yang memiliki kemaluan pria dan

22
identitasnya laki-laki, sedangkan perempuan adalah seseorang yang memiliki
kemaluan wanita dan identitasnya perempuan.
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian jenis kelamin27
Alat ukur: Kuesioner
Hasil Ukur:
 Laki-laki
 Perempuan
Kategori:
 Laki-laki : Koding 1
 Perempuan : Koding 2
Skala ukur: Nominal
3.11.3. Peran Guru
Definisi operasional: guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur formal,
pendidikan dasar dan menengah. Dimana peran guru berarti contoh baik
tindakan maupun secara verbal yang diberikan dari orang yang lebih dituakan
kepada responden.28
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian peran guru
Alat ukur: Kuesioner

Kesimpulan penilaian
 Peran Guru Baik bila: menjawab “Ya” minimal dua pertanyaan
 Peran Guru Kurang Baik bila menjawab “Ya” kurang dari dua
Kategori:
 Peran Guru Baik : Koding 1
 Peran Guru Kurang Baik : Koding 2
Skala ukur: Nominal
3.11.4. Peran Orang tua
Definisi: orang tua merupakan orang yang lebih tua atau orang yang dituakan,
yang telah melahirkan. Dimana peran orang tua berarti contoh baik tindakan
23
maupun secara verbal yang diberikan dari orang yang lebih dituakan kepada
responden.17
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian peran orang tua
Alat ukur: Kuesioner
Kesimpulan Penilaian
 Peran Orang Tua Baik bila: menjawab “Ya” minimal dua pertanyaan
 Peran Orang Tuan Kurang Baik bila menjawab “Ya” kurang dari dua
pertanyaan
Kategori:
 Peran Orang Tua Baik : Koding 1
 Peran Orang Tua Kurang Baik : Koding 2
Skala ukur: Nominal
3.11.5. Lingkungan
Definisi: sarana dan prasarana yang mendukung siswa-siswi dalam PHBS.15
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian Lingkungan
Alat ukur: Kuisoner
Kesimpulan Penilaian
 Peran Lingkungan Baik bila: menjawab “Ya” minimal dua pertanyaan
 Peran Lingkungan Kurang Baik bila menjawab “Ya” kurang dari dua
pertanyaan.

Kategori:
 Peran Lingkungan Baik : Koding 1
 Peran Lingkungan Kurang Baik : Koding 2
Skala ukur : Nominal
3.11.6. Pengetahuan
Definisi operasional: Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini
terjadi setelah responden melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu. Pengetahuan mengenai perilaku hidup bersih dan sehat adalah
pemahaman siswa sekolah dasar mengenai hal-hal apa saja yang harus
dilakukan agar mendapat hidup bersih dan sehat.9
Cara ukur: Responden mengisi kuesioner pada bagian pengetahuan

24
Alat ukur:kuesioner
Kesimpulan Penilaian Pengetahuan
 Nilai Tertinggi : 25
 Nilai Terendah :5
 Interval : 20
 Pengetahuan Baik : ( 80% x 20) + 5 = ≥ 21
 Pengetahuan Cukup : ( 60% x 20 ) + 5 = 17-20
 Pengetahuan Kurang : ≤ 16
Kategori :
 Baik : Koding 1
 Cukup : Koding 2
 Kurang : Koding 3
Skala ukur: ordinal
3.11.7 Perilaku hidup bersih dan sehat
Perilaku adalah tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk
kepentingan atau pemenuhan kebutuhan tertentu berdasarkan pengetahuan,
kepercayaan, nilai dan norma kelompok yang bersangkutan serta merupakan
konsekuensi yang logis (ideal dan normatif) dari eksistensi pengetahuan budaya atau
pola pikir yang dimaksud. Hal yang diteliti adalah perilaku responden mengenai
kebiasaan hidup bersih dan sehat. Untuk mengetahui perilaku hidup bersih dan sehat,
responden diberi soal mengenai perilaku hidup bersih dan sehat yang penilaiannya
telah ditentukan, yang dijabarkan seperti di bawah ini.6
3.11.7.1. Kebiasaan memelihara rambut
Definisi operasional: Perilaku pelajar dalam memelihara rambut agar bersih dan
rapih adalah mencuci rambut secara teratur dan menyisirnya hingga terlihat rapih12
Cara Ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat Ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5: mencuci rambut dilakukan setiap mandi
 Skoring 3: mencuci rambut dilakukan dua hari sekali
 Skoring 1: mencuci rambut dilakukan lebih dari dua hari sekali
Kategori:
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
 Skoring 1 : Koding 3
25
Skala ukur : Ordinal
3.11.7.2. Memelihara kuku
Definisi operasional: Perilaku pelajar memelihara kuku agar selalu pendek dan
bersih dengan memotong kuku sebatas ujung jari tangan secara teratur dan
membersihkannya sehingga tidak hitam/kotor.12
Cara Ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat Ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5 : menggunting kuku saat kotor dan panjang
 Skoring 3 : menggunting kuku saat kuku panjang
 Skoring 1 : menggunting kuku saat kotor
Kategori
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
 Skoring 1 : Koding 3
Skala ukur : Ordinal

3.11.7.3. Kebiasaan mencuci tangan


Definisi operasional: Perilaku pelajar dalam mencuci tangan dengan air
mengalir dan sabun serta selalu mencuci tangan sebelum makan, sesudah
buang air besar/ sesudah buang air kecil, sesudah beraktivitas dan setiap kali
tangan kotor13
Cara Ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat Ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5 : bila mencuci tangan sebelum makan, setelah bermain dan
setelah buang air besar dan kecil
 Skoring 3 : apabila menjawab dua dari tiga pilihan
 Skoring 1 : apabila menjawab 1 dari tiga pilihan
Kategori
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
26
 Skoring 1 : Koding 3
Skala ukur : Ordinal
3.11.7.4. Kebiasaan berolahraga
Definisi operasional: Perilaku pelajar berolahraga/ aktivitas fisik teratur dan
terukur minimal tiga kali seminggu selang sehari15
Cara Ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat Ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5 : apabila berolahraga tiga kali seminggu
 Skoring 3 : apabila berolahraga seminggu sekali
 Skoring 1 : apabila berolahraga lebih dari seminggu sekali
Kategori :
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
 Skoring 1 : Koding 3
Skala ukur: ordinal

3.11.7.5. Pemantauan jentik


Definisi operasional: Perilaku pelajar dalam upaya untuk memberantas jentik
di lingkungan sekolah17
Cara ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5 : apabila mengubur, menguras dan menutup tempat
genangan air yang terdapat jentik.
 Skoring 3: apabila menjawab dua dari tiga pilihan yang ada
 Skoring 1 : apabila menjawab satu dari tiga pilihan yang ada
Kategori :
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
 Skoring 1 : Koding 3
Skala ukur:ordinal
3.11.7.6 Tidak merokok di lingkungan sekolah
27
Definisi operasional: Perilaku pelajar yang tidak merokok di lingkungan
sekolah17
Cara ukur: Responden diminta untuk mengisi jawaban pada kuesioner
Alat ukur: Kuesioner
Hasil ukur:
 Skoring 5 : apabila menjauhi orang yang sedang merokok
 Skoring 3 : apabila diam saja ketika ada orang yang sedang merokok
 Skoring 1 : apabila mendekati orang yang sedang merokok dan ingin
mencobanya
Kategori :
 Skoring 5 : Koding 1
 Skoring 3 : Koding 2
 Skoring 1 : Koding 3
Skala ukur : Ordinal

Kesimpulan Penilaian Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


 Nilai Tertinggi : 30
 Nilai Terendah :6
 Interval : 24
 Perilaku hidup Bersih dan Sehat Baik : ( 80% x 24 ) + 6 = ≥ 25
 Perilaku hidup Bersih dan Sehat Cukup : ( 60% x 24 ) + 6 = 20-24
 Perilaku hidup Bersih dan Sehat Kurang : ≤ 19
Koding:
Perilaku hidup bersih dan sehat baik : Koding 1
Perilaku hidup bersih dan sehat cukup : Koding 2
Perilaku hidup bersih dan sehat kurang : Koding 3

3.12. Etika Penelitian


Subjek penelitian yang diwawancara untuk pengisian kuesioner pada penelitian ini
diberikan jaminan kerahasiaan terhadap data-data yang diberikan dan berhak
menolak untuk menjadi responden

3.13. Sarana Penelitian

3.13.1. Tenaga
Penelitian dilakukan oleh 4 orang mahasiswa Kepaniteraan Ilmu Kedokteran
Masyarakat dengan dibantu oleh satu orang pembimbing yaitu dosen IKM.
28
3.13.2. Fasilitas Penelitian
Fasilitas yang tersedia berupa ruang perpustakaan, ruang diskusi, lembar kuesioner,
komputer, printer, Program SPSS 16.0 dan alat tulis.

Bab IV

Hasil Penelitian

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puseksmas Kecamatan


Palmerah, Jakarta Barat pada tanggal 12 Oktober 2016, didaptkan sampel sebanyak 102 siswa
kelas V dan VI SDN 11 Kelurahan Slipi. Hasil penelitian ini kami sajikan dalam tabel sebagai
berikut :

Tabel 4.1 Analisis Univariat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat di SDN 11 kelurahan Slipi, Jakarta Barat, Oktober 2016.

Variabel Frekuensi Presentase (%)


(n=102)

Jenis kelamin
Laki-laki 50 49,0
perempuan 52 51,0

Usia
11 tahun 68 66,7
12 tahun 34 33,3

Peran guru

29
Baik 82 80,4
Kurang baik 20 19,6

Peran orang tua


Baik 85 83,3
Kurang baik 17 16,7

Peran Lingkungan
Baik 89 87,3
Kurang baik 13 12,7

Pengetahuan
Baik 61 59,8
Cukup 34 33,3
Kurang 7 6,9

PHBS
Baik 36 35,3
Cukup 55 53,9
Kurang 11 10,8

Tabel 4.2 Analisis bivariat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat di SDN 11 kelurahan Slipi, Jakarta Barat, Oktober 2016.

Variab baik cukup kurang total Uji Nilai Ho


el P

30
Jenis kelamin Uji Chi
Laki-laki 14 (28%) 27 (54%) 9(18%) 50 0,037 Ditolak
Square
22(42,3%) 28(53,8%) 2 (3,8%) 52
perempuan

Usia
11 tahun 26 (38,2%) 35 (51,4%) 7(10,2%) 68 Uji Chi 0,675 Gagal
12 tahun 10 (29,4%) 20 (58,8%) 4(11,7%) 34
Square ditolak

Peran Guru
Baik 29 (35,3%) 45 (54,8%) 8 (9,7%) 82 Uji Chi 0,799 Gagal
Kurang Baik 7 (35%) 10 (50%) 3 (15%) 20
Square ditolak

Peran
32 (37,6%) 43 (50,5%) 10(11,7%) 85 Uji Chi 0,303 Gagal
Orangtua
4 (23,5%) 12 (70,5%) 1 (5,8%) 17
Baik Square ditolak
Kurang baik

Peran
lingkungan
31 (34,8%) 48 (53,9%) 10(11,2%) 89 Uji Chi 0,911 Gagal
Baik
5 (38,4%) 7 (53,8%) 1 (7,6%) 13
Kurang baik Square diolak

Pengetahuan
Baik 29 (47,5%) 27 (44,2%) 5 (8,1%) 61Uji Chi 0,010 Ditolak
Cukup 6 (17,6%) 22 (64,7%) 6 (17,6%) 34
Square
Kurang 1 (14,2%) 6 (85,7%) 0 (0%) 7

31
Bab V

Pembahasan

5.1 Analisis Univariat dari faktor-faktor yang berhubungan dengan gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat di SDN 11 kelurahan Slipi, Jakarta Barat, Oktober 2016.

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan jenis kelamin laki-laki adalah
50 orang dari 102 orang (49,0%) dan dengan jenis kelamin perempuan adalah 52 orang dari
102 orang (51,0%). Dimana disini didapatkan jenis kelamin laki-laki lebih sedikit dibanding
perempuan perbandingan ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Riesma Oktapriana
(2008) di SDN 13 Sunter Agung Jakarta Utara.21

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan usia 11 tahun adalah 68 orang
dari 102 orang (66,7%) dan dengan usia 12 tahun adalah 34 orang dari 102 orang ( 33,3%).
Dimana disini didapatkan siswa dengan usia 11 tahun lebih banyak dari yang berusia 12
tahun. Perbandingan ini sama dengan penelitian Pudjiati (2014) tentang “Usia dan sikap
siswa sekolah dasar tentang sanitasi dasar mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat”.20

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan peran guru baik adalah 82
orang dari 102 orang (80,4%) dan dengan peran guru kurang baik adalah 20 orang dari 102
orang (19,6%). Dimana disini didapatkan guru berperan dengan baik lebih tinggi.

32
Perbandingan ini sama dengan penelitian Helty Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso.23

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan peran orang tua baik adalah 85
orang dari 102 orang (83,3%) dan dengan peran orang tua kurang baik adalah 17 orang dari
102 orang (16,7%). Dimana disini didapatkan orangtua berperan dengan baik lebih tinggi.
Perbandingan ini sama dengan penelitian Helty Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang
berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso”23

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan peran lingkungan baik adalah
89 orang dari 102 orang (87,3%) dan dengan peran orang lingkungan kurang baik adalah 13
orang dari 102 orang (13,7%). Dimana disini didapatkan orangtua berperan dengan baik lebih
tinggi. Perbandingan ini sama dengan penelitian Ahmat Sigit Raharjo tentang “Hubungan
antara pengetahuan, sikap, dan ketersediaan fasilitas di sekolah dalam penerapan PHBS di
sekolah dasar (2014)”

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan pengetahuan baik adalah 61
orang dari 102 orang (59,8%), pengetahuan cukup 34 orang dari 102 orang ( 33,3%) dan
dengan pengetahuan kurang adalah 7 orang dari 102 orang (6,9%). Dimana disini didapatkan
orangtua berperan dengan baik lebih tinggi. Perbandingan ini sama dengan penelitian Fivi
Melva Diana tentang, “Pelaksanaan program perilaku hidup bersih dan sehat di SDN 001
Tanjung Balai Karimun”22

Berdasarkan tabel 4.1 didapatkan bahwa siswa dengan perilaku hidup bersih dan sehat
baik adalah 36 orang dari 102 orang (35,3%), perilaku hidup bersih dan sehat cukup 55 orang
dari 102 orang ( 53,9%) dan dengan perilaku hidup bersih dan sehat kurang adalah 11 orang
dari 102 orang (10,8%). Dimana disini didapatkan orangtua berperan dengan baik lebih
tinggi. Perbandingan ini sama dengan penelitian Ophel tahun 2011 tentang “Gambaran
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada anak Sekolah Dasar dan Faktor-faktor yang
Berhubungan di Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat”3

5.2 Analisis bivariat antara jenis kelamin dengan gambaran perilaku hidup bersih dan
sehat di SDN 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

Dalam menjaga hal kesehatan biasanya anak laki-laki kurang peduli dibandingkan
anak perempuan. Anak laki-laki sesuai jiwa maskulinitasnya biasa bermain kotor-kotoran
seperti bermain bola sedangkan anak perempuan karena lebih feminine, memilih permainan
33
yang kalem. Inilah yang membedakan pehaman mereka tentang kesehatan. Anak perempuan
lebih peka dalam memelihara kesehatan.

Hasil analisis hubungan antara jenis kelamin dengan PHBS responden diperoleh
bahwa dari 50 responden yang berjenis kelamin laki-laki menunjukkan PHBS kurang
sebanyak 9 responden (18%), PHBS cukup sebanyak 27 responden (54%) dan PHBS baik
sebanyak 14 responden (28%). Sedangkan dari 52 responden yang berjenis kelamin
perempuan menunjukkan PHBS kurang sebanyak 2 responden ( 3,8%), PHBS cukup
sebanyak 28 responden (53,8%) dan menunjukkan PHBS baik sebanyak 22 responden
(42,3%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki kebiasaan perilaku hidup
bersih dan sehat lebih baik daripada laki-laki.

Hubungan antara jenis kelamin dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di
SDN 11 Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square
dengan likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,037 , dengan nilai p 0,05, H0 ditolak,
yang berarti ada hubungan bermakna secara statistik antara jenis kelamin dengan gambaran
perilaku hidup bersih dan sehat. Namun hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan
oleh Riesma Oktapriana (2008) di SDN 13 Sunter Agung Jakarta Utara, dari hasil uji statistik
diperoleh P value sebesar 0,359 yang berarti P value lebih dari 0,05. Hal itu menunjukkan
tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan PHBS

5.3 Analisis bivariat antara usia dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di
SDN 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

Usia merupakan indikator kedewasaan seseorang. Semakin bertambah umur maka


semakin bertambah pengetahuan yang dimiliki, serta perilaku yang sesuai untuk mendidik
anak.

Hasil analisis hubungan antara usia dengan PHBS responden diperoleh bahwa dari 68
responden yang berusia sebelas tahun menunjukkan PHBS kurang sebanyak 7 responden
(10,2%), PHBS cukup sebanyak 35 responden (51,4%) dan PHBS baik sebanyak 26
responden (38,2%). Sedangkan dari 34 responden yang berusia dua belas tahun menunjukkan
PHBS kurang sebanyak 4 responden ( 11,7%), PHBS cukup sebanyak 20 responden (58,8%)
dan menunjukkan PHBS baik sebanyak 10 responden (29,4%). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa usia tidak mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat.

34
Hubungan antara usia dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di SDN 11
Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square dengan
likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,675 , dengan nilai p 0,05, H0 gagal ditolak, yang
berarti tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara usia dengan gambaran perilaku
hidup bersih dan sehat. Namun hal ini berbeda dengan penelitian Pudjiati (2014) tentang
“Usia dan sikap siswa sekolah dasar tentang sanitasi dasar mempengaruhi perilaku hidup
bersih dan sehat” dari hasil analisis usia terhadap hubungan perilaku dalam PHBS mempunya
nilai p value = 0,007 dengan demikian bila kita menggunakan p value = 0,05 maka dapat
dikatakan bahwa variabel usia siswa signifikan berhubungan dengan perilaku dalam PHBS
dengan nilai Odd Ratio 1,614.

5.4 Analisis bivariat antara peran guru dengan gambaran perilaku hidup bersih dan
sehat di SDN 11 kelurahan Slipi, Jakarta Barat, Oktober 2016.

Guru merupakan individu yang sering dijumpai anak dalam lingkungan sekolah.
Tugas guru sebagai pengajar dan pendidik yang salah satu diantaranya adalah mengajarkan
perilaku hidup bersih dan sehat anak sekolah. Berdasarkan kondisi ini, implementasi program
penyadaran perilaku hidup bersih dan sehat cukup tepat dilakukan pada murid sekolah dasar.
Peran guru dalam proses belajar mengajar di sekolah dasar masihlah dominan. Oleh sebab
itu, kepala sekolah, guru, dan komite sekolah akan dilibatkan secara aktif dalam program
penyadaran perilaku hidup berish dan sehat.

Hasil analisis hubungan antara peran guru dengan PHBS responden diperoleh bahwa
dari 82 responden dengan peran guru baik menunjukkan PHBS kurang sebanyak 8 responden
(9,7%), PHBS cukup sebanyak 45 responden (54,8%) dan PHBS baik sebanyak 29
responden (35,3%). Sedangkan dari 20 responden dengan peran guru kurang baik
menunjukkan PHBS kurang sebanyak 3 responden (15%), PHBS cukup sebanyak 10
responden (50%) dan menunjukkan PHBS baik sebanyak 7 responden (35%). Hasil tersebut
menunjukkan bahwa peran guru tidak mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat.

Hubungan antara peran guru dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di
SDN 11 Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square
dengan likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,799 , dengan nilai p 0,05, H0 gagal
ditolak, yang berarti tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara peran guru dengan
gambaran perilaku hidup bersih dan sehat.Hal ini sesuai dengan penelitian Helty
Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan
35
sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso” berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p
1,000 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara peran
guru dan PHBS.

5.5 Analisis bivariat antara peran orangtua dengan gambaran perilaku hidup bersih
dan sehat di SDN 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

Siswa berada dalam lingkungan sekolah paling lama 8 jam sehari, selebihnya anak
akan kembali ke keluarga dan masyarakat. Hal ini berarti bahwa sebagian besar waktu yang
dihabiskan oleh anak setiap hari bukan di sekolah tetapi di rumah dan di masyarakat, oleh
sebab itu orang tua siswa mempunyai peran penting dalam pertumbuhan dan perkembangan
anak, termasuk mendorong anak untuk melakukan kebiasaan hidup sehat di rumah. Peranan
mereka sangat dominan dan sangat menentukan kualitas hidup anak dikemudian
hari,Orangtua adalah bagian terpenting dan berarti dalam kehidupan seorang anak. Orangtua
dan anggota keluarga lain berpengaruh pada sumber pengetahuan, kepercayaan, sikap, dan
nilai-nilai kehidupan bagi anak-anak. Orang tua memiliki kekuatan untuk memandu
perkembangan anak terhadap perilaku hidup bersih dan sehat.

Hasil analisis hubungan antara peran orang tua dengan PHBS responden diperoleh
bahwa dari 85 responden dengan peran orang tua baik menunjukkan PHBS kurang sebanyak
10 responden (11,7%), PHBS cukup sebanyak 43 responden (50,5%) dan PHBS baik
sebanyak 32 responden (37,6%). Sedangkan dari 17 responden dengan peran orang tua
kurang baik menunjukkan PHBS kurang sebanyak 1 responden (5,8%), PHBS cukup
sebanyak 12 responden (70,5%) dan menunjukkan PHBS baik sebanyak 4 responden
(23,5%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa peran orang tua tidak mempengaruhi perilaku
hidup bersih dan sehat.

Hubungan antara peran orangtua dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di
SDN 11 Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square
dengan likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,303 , dengan nilai p 0,05, H0 gagal
ditolak, yang berarti tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara peran orangtua
dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat. Namun hal ini berbeda dengan penelitian
Helty Rorimpandey tentang “faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat pada siswa di SD negeri 2 Tompaso” berdasarkan hasil uji statistik diperoleh nilai p
0,032 < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara peran orang
tua dan PHBS.
36
5.6 Analisis bivariat antara peran lingkungan dengan gambaran perilaku hidup bersih
dan sehat di SDN 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

Lingkungan tempat tinggal dan lingkungan sekolah merupakan dua tempat utama
yang dilakukan oleh seorang anak untuk melakukan aktivitas. Sekolah adalah tempat belajar,
berekreasi, bersosialisasi dan bermain, sehingga sebagian besar waktu mereka dihabiskan di
sekolah. Kegiatan pemeliharaan lingkungan kehidupan sekolah sehat ini mencakup kegiatan
bina lingkungan fisik meliputi: penyediaan air bersih, tempat penampungan air bersih, tiap
ruangan sebaiknya disediakan tempat pembuangan sampah, kamar mandi, tempat wudhu,
WC, dan paturasan setiap hari dibersihkan,ruangan-ruangan (kelas, perpustakaan,
laboratorium), halaman dan kebun sekolah perlu dijaga kebersihannya, kantin/warung
sekolah perlu dilakukan pengawasan oleh guru sekolah ataupun penjaga sekolah antara lain
makanan yang dijual hendaknya bergizi, penyajian makanan hendaknya tertutup, alat-alat dan
perabot yang bersih (memenuhi syarat kesehatan).

Hasil analisis hubungan antara peran lingkungan dengan PHBS responden diperoleh
bahwa dari 89 responden dengan peran lingkungan baik menunjukkan PHBS kurang
sebanyak 10 responden (11,2%), PHBS cukup sebanyak 48 responden (53,9%) dan PHBS
baik sebanyak 31 responden (34,8%). Sedangkan dari 13 responden dengan peran lingkungan
kurang baik menunjukkan PHBS kurang sebanyak 1 responden (7,6%), PHBS cukup
sebanyak 7 responden (53,8%) dan menunjukkan PHBS baik sebanyak 5 responden (38,4%).
Hasil tersebut menunjukkan bahwa peran lingkungan tidak mempengaruhi perilaku hidup
bersih dan sehat.

Hubungan antara peran lingkungan dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat
di SDN 11 Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square
dengan likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,911 , dengan nilai p 0,05, H0 gagal
ditolak, yang berarti tidak ada hubungan bermakna secara statistik antara peran lingkungan
dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat. Hal ini berbeda dengan penelitian Ahmat
Sigit Raharjo tentang “Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan ketersediaan fasilitas di
sekolah dalam penerapan PHBS di sekolah dasar (2014)” Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan yang signifikan antara ketersediaan fasilitas dengan penerapan PHBS.
Hal ini didasarkan pada uji chi square antara ketersediaan fasilitas dengan penerapan PHBS
diperoleh (p value= 0,002 <0,05).

37
5.7 Analisis bivariat antara pengetahuan dengan gambaran perilaku hidup bersih dan
sehat di SDN 11 Jakarta Barat, Oktober 2016.

Pengetahuan adalah merupakan hasil "tahu" dan ini terjadi setelah responden
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terrjadi melalui panca
indra manusia yakni indra penglihatan, penciuman ,rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga dimana pengetahuan dapat
diperoleh melalui pengalaman sendiri maupun dari orang lain. Pengetahuan atau kognitif
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan
diperlukan sebagai dorongan fisik dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun dengan
dorongan sikap perilaku setiap orang sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan
merupakan stimulasi terhadap tindakan seseorang. Rendahnya tingkat pengetahuan anak
/siswa mengenai PHBS disebabkan karena kurangnya perangurudan tenaga kesehatan dalam
memberikan informasi mengenai PHBS, kurangnya penyuluhan mengenai PHBS, kurangnya
pelatihan terhadap guru sehingga guru tidak mengajarkan PHBS pada siswanya. Pengetahuan
adalah hal apa saja yang diketahui anak sekolah mengenai langkah-langkah dan aspek apa
saja yang menunjang terbentuknya perilaku hidup bersih dan sehat. Seandainya sudah
mengetahui dan mengerti tentang bagaimana PerilakuHidupBersihdan Sehat (PHBS) di
sekolah, serta cara melakukandan alasan melakukan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
maka akan timbul pemikiran yang positif. Pemikiran ini akan menghasilkan sikap positif juga
yaitu setuju daIam hal tersebut dan selanjutnya mau melakukan Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
Hasil analisis hubungan antara pengetahuan dengan PHBS responden diperoleh
bahwa dari 61 responden dengan peran pengetahuan baik menunjukkan PHBS kurang
sebanyak 5 responden (8,2%), PHBS cukup sebanyak 27 responden (44,2%) dan PHBS baik
sebanyak 29 responden (47,5%). Sedangkan dari 34 responden dengan pengetahuan cukup
menunjukkan PHBS kurang sebanyak 6 responden (17,6%), PHBS cukup sebanyak 22
responden (64,7%) dan PHBS baik sebanyak 6 responden (17,6%). Sedangkan dari 7
responden dengan pengetahuan kurang baik menunjukkan PHBS kurang sebanyak 0
responden (0%), PHBS cukup sebanyak 6 responden (85,7%) dan menunjukkan PHBS baik
sebanyak 1 responden (14,2%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan memiliki
andil dalam mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat.

38
Hubungan antara pengetahuan dengan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat di
SDN 11 Jakarta Barat,Oktober 2016 berdasarkan tabel , digabung, melalui uji Chi Square
dengan likelihood ratio didapatkan nilai p adalah 0,010 , dengan nilai p 0,05, H0 ditolak,
yang berarti ada hubungan bermakna secara statistik antara pengetahuan dengan gambaran
perilaku hidup bersih dan sehat. Hal tersebut sesuai dengan penelitian Fivi Melva Diana
tentang, “Pelaksanaan program perilaku hidup bersih dan sehat di SDN 001 Tanjung Balai
Karimun” dapat diketahui bahwa persentase pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) masih rendah pada anak yang memiliki pengetahuan yang rendah yaitu
(76,3%) dibandingkan dengan anak yang memiliki pengetahuan yang tinggi yaitu (23,1%).
Berdasarkan uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan
pelaksanaan Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dengan p 0,000 <0,05.

39
Bab VI

Penutup

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penelitian mengenai Gambaran Perilaku Hidup Bersih dan Sehat pada
tingkat sekolah dasar dan faktor-faktor yang berhubungan di SDN 11 Jakarta Barat pada
bulan Oktober 2016, didapatkan hasil sebaran responden berdasarkan jenis kelamin
adalah responden perempuan sebesar 51%, berdasarkan usia yang terbanyak adalah
responden yang berusia 11 tahun sebesar 66,7%, berdasarkan peran guru yang terbanyak
adalah responden dengan peran guru baik sebesar 80,4%, berdasarkan peran orang tua yang
terbanyak adalah responden dengan peran orang tua baik sebesar 83,3%, berdasarkan peran
lingkungan yang terbanyak adalah responden dengan peran lingkungan baik sebesar 87,3%,
berdasarkan pengetahuan yang terbanyak adalah responden dengan pengetahuan baik sebesar
59,8% dan perilaku hidup bersih dan sehat yang terbanyak adalah responden dengan
perilaku hidup bersih dan sehat cukup sebesar 53,9%.

Ada hubungan antara jenis kelamin dan pengetahuan dengan perilaku hidup bersih
dan sehat. Tidak ada hubungan antara usia, peran guru, peran orang tua, peran lingkungan
dengan perilaku hidup bersih dan sehat.

40
6.2 Saran

Dari hasil penelitian dan kesimpulan di atas, peneliti menyarankan beberapa hal :

6.2.1 Kepada Puskesmas Kelurahan Slipi I, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat

 Perlu dilakukan penyuluhan tentang pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat
terhadap murid.

6.2.2 Kepada SDN 11 Kelurahan Slipi I, Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat

 Meningkatkan peran guru dalam menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat di
lingkungan sekolah.
6.2.3 Kepada peneliti selanjutnya
 Sebaiknya dilakukan penelitian terhadap seluruh murid sekolah dasar agar lebih dapat
mendapatkan gambaran perilaku hidup bersih dan sehat yang lebih akurat.
 Penelitian dapat dilakukan dengan desain eksperimen apabila memungkinkan.

41
Daftar Pustaka

1. Undang-undang no. 23 tahun 1992 pasal 45 tentang Kesehatan Sekolah


2. Mulyadi. Tingkat pengetahuan siswa terhadap penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) di SDN 197 Palembang. Jurnal Kesehatan Bina Husada, 2014;2
3. Ophel. Gambaran perilaku hidup bersih dan sehat pada anak sekolah dasar dan
Faktor-faktor yang Berhubungan di Kelurahan Duri Kepa, Jakarta Barat. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 2011; 2
4. Notoatmodjo, S. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Rineka Cipta: Jakarta; 2010,
h.146
5. Kementrian kesehatan. Pedoman pembinaan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS).
Kementrian kesehatan: Jakarta; 2011, h. 10-30
6. Winda Y. Pengetahuan dan perilaku hidup bersih dan sehat (phbs) di tatanan sekolah
pada anak sekolah dasar di sdn jabon 1 mojoanyar mojokerto. FKUI: Jakarta;
2014.h.24-9
7. Idris, Zahara dan Jamal, Lisma. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Gramedia Widia
sarana Indonesia. 2002.
8. Suyono & Budiman. Ilmu kesehatan masyarakat dalam kontek kesehatan lingkungan.
Jakarta: EGC. 2010
9. Yusuf Syamsu Dr, H LN. Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja
Rosdakarya. 2004.
10. Moenir. 1992. Sarana dan Prasarana. Diakses dari http://id.shvoong.com/writing-and-
speaking/presenting/2106962-pengertian-sarana-dan-prasarana/#ixzz1K5l8G4nU,
pada tanggal 30 September 2016.
11. Anik Maryunani. 2013. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Jakarta : Trans Info Media.
12. Pratiwi Y. Faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene pada anak usia sekolah
di SD negeri pleret lor. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta:
Yogyakarta;2011.h.15-21
13. Hermien N.Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap praktek cuci tangan pakai sabun
pada siswa sd di kota semarang. Universitas Diponogero:Semarang:2012.h.26-34
14. Pramesthi, Indriya Laras. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Kebiasaan Cuci
tangan dan Kaitannya Dengan Prestasi Belajar di SD Islam PB Soedirman, Jakarta
Timur Tahun 2011. Skripsi. Depok:FKM UI. 2011.
15. Anshori. Faktor yang berhuubungan dengan pelaksanaan phbs di smpn 258 kel
cibubur.FK Marantha: Bandung.2011

42
16. Zainuddin. Pengaruh faktor promosi kesehatan hygiene dan sanitasi terhadap perilaku
hidup bersih masyarakat di kecamatan babussalam kabupaten aceh tenggara propinsi
nanggroe aceh darussalam.Universitas Sumatera Utara:Medan:2010.h.12-9
17. Handayani, Hesti. Faktor-faktor yang Berhubungan Dengan Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat pada Siswa-Siswi Madrasah Tsanawiyah (MTs) Negeri 1 Kota Bekasi
Tahun 2011. Skripsi.Depok:FKM UI. 2011.
18. Risna. Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap perilaku merokok pada anak usia
sekolah di SD negeri sinoman pati. Universitas Muhammadiyah
Semarang:Semarang;2011.h.15-9
19. Putri SA, Putro HPH. Kajian hubungan faktor-faktor yang membentuk perilaku anak
usia sekolah dasar terhadap pola pembuangan sampah di Luwuk. Jurnal Perencanaan
Wilayah dan Kota B SAPPK. 2015; 4(2).h.419-27.
20. Pudjiati, Riyanti N, Nurhasanah A, Usia dan sikap siswa sekolah dasar tentang
sanitasi dasar mempengaruhi perilaku hidup bersih dan sehat, Jurnal keperawatan
poltekkes Kemenkes: Jakarta; 2014, h. 85-96
21. Riesman O, Pengetahuan,sikap, dan praktik siswa dan faktor-faktor yang
berhubungan di SDN 013 sunter agung, Jakarta Utara. Jakarta; FKUI; 2008. h.74-80
22. Fivi MD, Fatriana S, Asep I. Pelaksanaan program perilaku hidup bersih dan sehat di
SD negeri 001 Tanjung balai karimun. Jurnal kesehatan masyarakat: 2013; h. 49-50
23. Helty R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku hidup bersih dan sehat
pada siswa di SD negeri 2 Tompaso. Fakultas kesehatan masyarakat Universitas Sam
Ratulangi: Manado; 2012. h. 31-32
24. Ahmat SR, Sofwan I. Hubungan antara pengetahuan, sikap, dan ketersediaan fasilitas
di sekolah dalam penerapan phbs membuang sampah pada tempatnya. Fakultas Ilmu
Keolahragaan Universitas Negeri Semarang;2014.h. 5-8
25. Robby F. Hubungan status sosial ekonomi dan penerapan perilaku hidup bersih dan
sehat tatanan sekolah.. Jurnal kesehatan masyarakat; 2008. h. 7-10
26. Siahaan M. S. Jokie. Perilaku Menyimpang Pendekatan Sosiolog. Jakarta: PT.
INDEKS. 2009.
27. Yusuf Syamsu Dr, H LN. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung:
Remaja Rosdakarya. 2004.

43
Lampiran

28. Siahaan M. S.
Jokie. Perilaku
Menyimpang
Pendekatan Sosiolog.
Jakarta: PT.
29. INDEKS. 200

44

You might also like