You are on page 1of 6

Dilaporkan kasus laki-laki usia 53 tahun datang ke klinik THT RSUD Abdul

Moeloek dengan keluhan penurunan pendengaran pada telinga kanan sejak satu bulan
yang lalu. Pasien juga mengeluh rasa tidak enak, penuh, disertai dengan rasa tertekan
pada telinga kanan. Pada awalnya pasien merasa gatal di telinga kanan namun saat
pemeriksaan sudah tidak lagi. Keluhan dirasakan setelah mandi keramas seperti
kemasukan air, kemudian pasien merasa budek. Pasien lalu membersihkan telinganya
dengan cotton bud dan dirasa kurang bersih. Pasien memang memiliki kebiasaan untuk
membersihkan telinga sendiri dua hari sekali dengan menggunakan cotton bud.
Keluhan pendengaran masih tetap dirasakan. Riwayat trauma, telinga tertampar dan
pemakaian obat ototoksik sebelumnya disangkal. Telinga berdenging, rasa pusing
berputar, rasa nyeri di dalam telinga dan keluar cairan tidak dirasakan. Riwayat
gondok, influenza berat dan sering batuk-pilek disangkal. Penyakit alergi, asma,
hipertensi dan diabetes mellitus disangkal.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk klinik
THT adalah kompos mentis serta keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi pada
telinga kanan ditemukan serumen di kanalis, membrana timpani sulit dinilai.
Sedangkan pada telinga kiri tidak didapatkan kelainan.

Hasil tes garpu tala Rinne telinga kanan positif, lateralisasi ke kanan dan
Swabach kanan memanjang, pada telinga kiri Rinne positif dan Swabach sama dengan
pemeriksa. Pemeriksaan hidung dan tenggorok dalam batas normal. Pasien lalu
didiagnosis tuli konduktif karena serumen, dilakukan evakuasi serumen.

Proses pendengaran diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun


telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea.
Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendenaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit
tulang pendengaran dan perkalian perrbandingan luas membran timpani dan tingkap
lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrane Reissner yang mendorong endolimfa sehingga
akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel
rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius lalu dilanjutkan ke nukleus
auditorius sampai korteks pendengaran (area 39-40) di lobus temporalis.

Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebebkan tuli konduktif
sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural yang terbagi atas
tuli koklea dan tuli retrokoklea. Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural
(sensory neural deafness) serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif
terdapat gangguan hantaran suara disebebkan oleh kelainan atau penyakit di telinga
luar atau telinga tengah. Pada tuli sensorineural (perseptif) kelainan terdapat pada
koklea (telinga dalam), nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur
disebabkan oleh kombinasi tuli konduksi dan tuli sensorineural. Tuli campur dapat
merupakan satu penyakit misalnya radang telinga tengah dengan komplikasi ke telinga
dalam atau merupakan dua penyakit yang berlainan misalnya tumor nervus VIII (tuli
saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif).

Keluhan dirasakan setelah mandi keramas seperti kemasukan air, kemudian


pasien merasa budek. Hal ini bisa disebabkan oleh adanya gumpalan serumen pada
liang telinga. Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran berupa tuli konduktif. Terutama bila telinga masuk air sewaktu
mandi atau berenang, serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan dan
gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu.

Pasien lalu membersihkan telinganya dengan cotton bud dan dirasa kurang
bersih. Keluhan pendengaran masih tetap dirasakan. Hal ini adalah karena cotton bud
justru dapat mendorong serumen lebih ke dalam sehingga dapat menutup membrana
timpani, sehingga keluhan penurunan pendengaran tetap atau bahkan mungkin semakin
memberat.

Riwayat trauma, telinga tertampar dan pemakaian obat ototoksik perlu


ditanyakan. Riwayat trauma bisa menyebabkan terjepitnya saraf pendengaran. Antara
inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialis yang disebut korda timpani. Bila terdapat
radang di telinga tengah atau trauma, korda timpani bisa terjepit sehingga timbul
gangguan pengecap.

Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran.


Pemakaian obat-obatan ototoksik dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf
pendengaran rusak dan terjadi tuli sensorineural. Setelah pemakaian obat ototoksik
seperti streptomisin dapat terjadi gejala gangguan pendengaran berupa tuli
sensorineural dan gangguan keseimbangan.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan kondisi umum pasien saat masuk klinik
THT adalah kompos mentis serta keadaan gizi baik. Pada pemeriksaan otoskopi pada
telinga kanan ditemukan serumen di kanalis, membrana timpani sulit dinilai.

Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang
bergerak dari arah membran timpani menuju ke luar serta dibantu oleh gerakan rahang
sewaktu mengunyah. Walaupun tidak mempunyai efek anti bakteri ataupun anti jamur
serumen mempunyai efek proteksi. Serumen mengikat kotoran, menyebarkan aroma
yang tidak disenangi serangga sehingga serangga enggan masuk ke liang telinga.
Serumen harus dibedakan dengan penglepasan kulit yang biasanya terdapat pada orang
tua maupun dengan kolesteatosis atau keratosis obturans.

Membran timpani harus dicek setelah serumen dibersihkan. Hal ini untuk
membedakan apakah tuli disebabkan oleh serumen saja atau ada otitis media. yang
ditandai dengan adanya kelainan pada membran timpani, misalnya membran timpani
tampak hiperemis, edema, bulging atau adanya perforasi membran timpani yang
menyebabkan gangguan di telinga tengah.
Pada otitis media akut stadium oklusi, terdapat gambaran retraksi membran
timpani akibat terjadinya tekanan negatif di dalam telinga tengah akibat absorpsi udara.
Kadang membran timpani tampak normal atau keruh pucat. Sumbatan di tuba
eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif.

Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran melalui udara


dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer nada murni. Kelainan
hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif, berarti ada kelainan di telinga luar
atau telinga tengah, seperti atresia liang telinga, eksostosis liang telinga, serumen,
sumbatan tuba eustachius serta radang telinga tengah. Kelainan di telinga dalam
menyebabkan tuli sensorineural koklea atau retrokoklea.

Secara fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz.
Untuk pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena
itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garpu tala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Penggunaan ketiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif. Bila
salah satu frekuensi ini tergangggu penderita akan sadar adanya gangguan
pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu maka diambil 512
Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi suara bising di
sekitarnya.

Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara kualitatif dengan mempergunakan


garpu tala dan kuantitatif dengan mempergunakan audiometer.

Pada pasien ini dilakukan tes penala. Tes penala merupakan tes kualitatif.
Terdapat berbagai macam tes penala seperti tes Rinne, tes Weber, tes Schwabach, tes
Bing dan tes Stenger. Tes Rinne ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui
udara dan hantaran melalui tulang pada telinga yang diperiksa. Tes Weber adalah tes
pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan.
Tes Schwabach adalah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang
yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.
Cara pemeriksaan tes Rinne adalah dengan menggetarkan penala, tangkainya
diletakkan di prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan
telinga kira-kira 2,5 c. bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), sedangkan bila
tidak terdengar disebut Rinne negatif (-).

Tes Weber dilakukan dengan meletakkan tangkai penala yang telah digetarkan
pada garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri
atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada salah satu telinga
disebut Weber lateralisasi kea rah telinga tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah
telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada lateralisasi.

Tes Schwabach dilakukan dengan menggetarkan penala, kemudian tangkai


penala diletakkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya
normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila
pemeriksa tidak dapat mendengar, pemeriksaan dilakukan dengan cara sebaliknya
yaitu penala diletakkan pada prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien
masih dapat mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan
pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach sama
dengan pemeriksa.

Untuk mempermudah interpretasi secara klinik dipakai tes Rinne, tes Weber
dan tes Schwabach secara bersamaan.

Rinne Weber Schwabach Diagnosis

(+) (-) =pemeriksa Normal

(-) telinga Memanjang Tuli


yang konduktif
sakit
(+) telinga Memendek Tuli
yang sensori-
sehat neural

Catatan: pada tuli konduktif < 30 dB Rinne bisa masih positif.

Hasil tes penala pada pasien ini menunjukkan Rinne telinga kanan positif,
lateralisasi ke kanan dan Schwabach kanan memanjang, pada telinga kiri Rinne positif
dan Schwabach sama dengan pemeriksa. Hal ini menandakan adanya tuli konduktif
pada telinga kanan.

Pasien lalu didiagnosis tuli konduktif karena serumen, dilakukan evakuasi


serumen. Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang
lembik dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang
keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret. Apabila dengan cara ini serumen tidak
dapat dikeluarkan maka serumen harus dilunakkan lebih dahulu dengan tetes
karbogliserin 10% selama 3 hari.

Serumen yang sudah terlalu jauh terdorong ke dalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya
dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya sesuai dengan suhu
tubuh. Sebelum melakukan irigasi telinga harus dipastikan tidak ada perforasi pada
membran timpani.

You might also like