Professional Documents
Culture Documents
Pengadaan
Pengadaan
(1)Pengadaan Sediaan Farmasi dilakukan pada fasilitas produksi, fasilitas distribusi atau
penyaluran dan fasilitas pelayanan sediaan farmasi.
(2) Pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan
oleh Tenaga kefarmasian.
(3) Pengadaan Sediaan Farmasi harus dapat menjamin keamanan, mutu, manfaat dan
khasiat Sediaan Farmasi.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengadaan Sediaan Farmasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dalam Peraturan Menteri.
1. Tersedianya obat dan perbekalan kesehatan dengan jenis dan jumlah yang cukup sesuai
kebutuhan pelayanan kesehatan.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai antara lain:
c. Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai harus mempunyai
Nomor Izin Edar.
d. Masa kadaluarsa (expired date) minimal 2 (dua) tahun kecuali untuk Sediaan Farmasi,
Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain),
atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggung jawabkan. Rumah Sakit harus
memiliki mekanisme yang mencegah kekosongan stok Obat yang secara normal tersedia
di Rumah Sakit dan mendapatkan Obat saat Instalasi Farmasi tutup.
METODE PELAKSANAAN PENGADAAN OBAT Terdapat banyak mekanisme
metode pengadaan obat, baik dari pemerintah, organisasi nonpemerintahan dan organisasi
pengadaan obat lainnya. Sesuai dengan keputusan Presiden No.18 Tahun 2000 tentang
Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah, metode pengadaan
perbekalan farmasi di setiap tingkatan pada sistem kesehatan dibagi menjadi 5 kategori
metode pengadaan barang dan jasa, yaitu:
1. Pembelian
PEMBELIAN Pembelian adalah rangkaian proses pengadaan untuk mendapatkan
perbekalan farmasi. Hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden RI No. 94 tahun
2007 tentang Pengendalian dan Pengawasan atas Pengadaan dan Penyaluran
Bahan Obat, Obat Spesifik dan Alat Kesehatan yang Berfungsi Sebagai Obat dan
Peraturan Presiden RI No. 95 tahun 2007 tentang Perubahan Ketujuh atas
Keputusan Presiden Nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proses pembelian mempunyai beberapa
langkah yang baku dan merupakan siklus yang berjalan terus-menerus sesuai
dengan kegiatan rumah sakit. Langkah proses pengadaan dimulai dengan
mereview daftar perbekalan farmasi yang akan diadakan, menentukan jumlah
masing-masing item yang akan dibeli, menyesuaikan dengan situasi keuangan,
memilih metode pengadaan, memilih rekanan, membuat syarat kontrak kerja,
memonitor pengiriman barang, menerima barang, melakukan pembayaran serta
menyimpan kemudian mendistribusikan
2. Swakelola
3. Produksi Kriterianya adalah obat lebih murah jika diproduksi sendiri, Obat tidak
terdapat di pasaran atau formula khusus Rumah Sakit.
b. Seidaan farmasi dengan mutu sesuai standar denan harga lebih murah
1. Pengadaan yang dipilih, bila tidak teliti dapat menjadikan “biaya tinggi”
2. Penyusunan dan persyaratan kontrak kerja (harga kontrak = visible cost + hidden cost),
sangat penting utuk menjaga agar pelaksanaan pengadaan terjamin mutu (misalnya
persyaratan masa kadaluwarsa, sertifikat analisa/standar mutu, harus mempunyai Material
Safety Data Sheet (MSDS), untuk bahan berbahaya, khusus untuk alat kesehatan harus
mempunyai certificate of origin, waktu dan kelancaran bagi semua pihak, dan lain-lain.
3. Order pemesanan agar barang dapat sesuai macam, waktu, dan tempat. Beberapa jenis
obat, bahan aktif yang mempunyai masa kadaluwarsa relatif pendek harus diperhatikan
waktu pengadaannya. Untuk itu harus dihindari pengadaan dalam jumlah besar. Guna
menjamin tata kelola perbekalan farmasi yang baik, dalam proses pengadaan harus
diperhatikan adanya:
5. Pernyataan dari anggota panitia pengadaan bahwa yang bersangkutan tidak mempunyai
konflik kepentingan.
9. Standar kompetensi bagi anggota tim pengadaan, panitia harus mempunyai Sertifikat
Pengadaan Barang dan Jasa.
10. Kriteria tertentu untuk menjadi anggota panitia pengadaan terutama: integritas,
kredibilitas, rekam jejak yang baik.
11. Sistem manajemen informasi yang digunakan untuk melaporkan produk perbekalan
farmasi yang bermasalah.
12. Sistem yang efsien untuk memonitor post tender dan pelaporan kinerja pemasok
kepada panitia pengadaan.
1. Kriteria Umum.
a. Obat termasuk dalam daftar obat Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD), obat program
kesehatan, obat generik yang tercantum dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN)
yang masih berlaku.
b. Obat dan perbekalan kesehatan telah memiliki izin edar atau Nomor Registrasi dari
Departemen Kesehatan RI/Badan POM.
c. Batas kadaluwarsa obat dan perbekalan kesehatan pada saat diterima oleh panitia
penerimaan minimal 24 (dua puluh empat) bulan.
d. Khusus untuk vaksin dan preparat biologis ketentuan kadaluwarsa diatur tersendiri.
e. Obat dan perbekalan kesehatan memiliki Sertifikat Analisa dan uji mutu yang sesuai
dengan Nomor Batch masing-masing produk.
f. Obat diproduksi oleh Industri Farmasi yang memiliki Sertifikat CPOB untuk masing-
masing jenis sediaan yang dibutuhkan.
2. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan. Mutu dari obat dan perbekalan kesehatan
harus dapat dipertanggungjawabkan. Kriteria mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah
sebagai berikut :
a. Persyaratan mutu obat dan perbekalan kesehatan harus sesuai dengan persyaratan mutu
yang tercantum dalam Farmakope Indonesia edisi terakhir dan persyaratan lain sesuai
peraturan yang berlaku.
1. Memiliki izin Pedagang Besar Farmasi ( PBF ) yang masih berlaku. Pedagang Besar
Farmasi terdiri pusat maupun cabang. Izin Pedagang Besar Farmasi pusat dikeluarkan
oleh Departemen Kesehatan sedangkan izin untuk Pedagang Besar Farmasi Cabang
dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Provinsi.
2. Pedagang Besar Farmasi (PBF) harus memiliki dukungan dari Industri Farmasi yang
memiliki sertifikat CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) bagi masing-masing jenis
sediaan obat yang dibutuhkan.
3. Pedagang Besar Farmasi harus memiliki reputasi yang baik dalam bidang pengadaan
obat, misalnya dalam pelaksanaan kerjanya tepat waktu.
C. Penilaian Dokumen Data Teknis. Penilaian dokumen data teknis antara lain :
1. Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi) tiap produk yang ditawarkan. Penilaian didasarkan
atas kebenaran dan keabsahan Surat Ijin Edar (Nomor Registrasi).
2. Sertifikat CPOB untuk tiap bentuk masing-masing jenis sediaan yang ditawarkan.
(Fotokopi yang dilegalisir oleh pejabat yang berwenang dari Industri Farmasi).
Surat Dukungan dari Industri Farmasi untuk obat yang diproduksi dalam negeri yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari Industri farmasi (asli).
4. Surat Dukungan dari sole agent untuk obat yang tidak diproduksi di dalam negeri yang
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dari sole agent tersebut (asli).
5. Surat pernyataan bersedia menyediakan obat dengan masa kadaluarsa minimal 24 (dua
puluh empat) bulan sejak diterima oleh panitia penerimaan.
B. Pengadaan Obat Dengan Prosedur E-Purchasing Pembelian obat secara elektronik (E-
Purchasing) berdasarkan sistem Katalog Elektronik (E-Catalogue) obat dilaksanakan oleh
PPK dan Pokja ULP atau Pejabat Pengadaan melalui aplikasi E-Purchasing pada website
Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), sesuai Peraturan Kepala Lembaga
Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012 tentang E-
Purchasing.
ULP atau Pejabat Pengadaan harus memiliki kode akses (user ID dan password) dengan
cara melakukan pendaftaran sebagai pengguna kepada LPSE setempat. Tahapan yang
dilakukan dalam pengadaan obat melalui EPurchasing adalah sebagai berikut:
5. PPK selanjutnya melakukan perjanjian/kontrak jual beli terhadap obat yang telah
disetujui dengan distributor/PBF yang ditunjuk oleh penyedia obat/Industri Farmasi.
. PPK melaporkan item dan jumlah obat yang ditolak atau tidak dipenuhi oleh penyedia
obat/Industri Farmasi kepada Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (LKPP) c.q Direktur Pengembangan Sistem Katalog, tembusan kepada
Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan c.q Direktur Bina Obat Publik
dan Perbekalan Kesehatan paling lambat 5 (lima) hari kerja menggunakan sebagaimana
contoh Formulir 4. C. Proses Pengadaan Obat Secara Manual (Offline) Dalam hal
aplikasi E-Purchasing mengalami kendala operasional/offline (gangguan daya listrik,
gangguan jaringan, atau gangguan aplikasi), maka pembelian dapat dilaksanakan secara
manual. Tahapan yang dilakukan dalam pengadaan obat secara manual adalah sebagai
berikut: 1. Pokja ULP/Pejabat Pengadaan membuat paket pembelian obat berdasarkan
Daftar Pengadaan Obat Berdasarkan Katalog Elektronik (E-Catalogue) (Formulir 2) yang
diberikan oleh PPK. Paket pembelian obat dikelompokkan berdasarkan penyedia yang
tercantum pada Katalog Elektronik (E-Catalogue).
3. Penyedia obat/Industri Farmasi yang telah menerima permintaan pembelian obat dari
Pokja ULP/Pejabat Pengadaan memberikan persetujuan atas permintaan pembelian obat
dan menunjuk distributor/PBF. Apabila menolak, penyedia obat/Industri Farmasi harus
menyampaikan alasan penolakan.
Pasal 9
(1) Penyaluran Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dapat
dilakukan berdasarkan:
(3)Surat pesanan Narkotika hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) jenis Narkotika.
(4) Surat pesanan Psikotropika atau Prekursor Farmasi hanya dapat digunakan untuk
1 (satu) atau beberapa jenis Psikotropika atau Prekursor Farmasi.
(5) Surat pesanan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) harus terpisah
dari pesanan barang lain.
Pasal 10
(1) Penyaluran Narkotika Golongan I hanya dapat dilakukan oleh perusahaan PBF
milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada Lembaga Ilmu
Pengetahuan untuk kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
termasuk untuk kebutuhan laboratorium.
(2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab dan/atau Kepala
Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum
dalam Formulir 1 terlampir.
Pasal 11
(1) Penyaluran Narkotika dalam bentuk bahan baku hanya dapat dilakukan oleh
perusahaan PBF milik Negara yang memiliki Izin Khusus Impor Narkotika kepada
Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Narkotika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan
berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi dan/atau
Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh sebagaimana
tercantum dalam Formulir 1 terlampir.
Pasal 12
(1) Penyaluran Psikotropika dalam bentuk bahan baku hanya dapat dilakukan oleh
PBF yang memiliki izin sebagai IT Psikotropika kepada Industri Farmasi dan/atau
Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Psikotropika sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi
dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 2 terlampir.
Pasal 13
(1) Penyaluran Prekursor Farmasi berupa zat/bahan pemula/bahan kimia atau produk
antara/produk ruahan hanya dapat dilakukan oleh PBF yang memiliki izin IT
Prekursor Farmasi kepada Industri Farmasi dan/atau Lembaga Ilmu Pengetahuan.
(2) Penyaluran Prekursor Farmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan berdasarkan surat pesanan dari Apoteker penanggung jawab produksi
dan/atau Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan dengan menggunakan contoh
sebagaimana tercantum dalam Formulir 3 terlampir.
dilakukan oleh Industri Farmasi, PBF, atau Instalasi Farmasi Pemerintah harus
dilengkapi dengan: a. surat pesanan;
b. faktur dan/atau surat pengantar barang, paling sedikit memuat:
BAB IV
PEMUSNAHAN
Pasal 37
Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi hanya dilakukan dalam
hal:
a. diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak
dapat diolah kembali;
b. telah kadaluarsa;
c. tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk
pengembangan ilmu pengetahuan, termasuk sisa penggunaan;
d. dibatalkan izin edarnya; atau
e. berhubungan dengan tindak pidana.
Berita Acara Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dalam rangkap
3 (tiga) dan tembusannya disampaikan kepada Direktur Jenderal dan Kepala
Badan/Kepala Balai menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 10
terlampir.