You are on page 1of 4

Definisi

Asma dan rinitis alergi merupakan penyakit alergi yang saat ini masih menjadi problem
kesehatan karena pengaruhnya dalam menurunkan tingkat kualitas hidup dan dibutuhkan biaya
besar dalam penatalaksanaannya. Dengan angka prevalensi yang berbeda-beda antara satu kota
dengan kota lainnya dalam satu negara, di Indonesia prevalensi asma berkisar antara 5-7%.11

Definisi asma menurut Global Initiative for Asthma (GINA), asma adalah gangguan inflamasi
kronik pada saluran napas dengan berbagai sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil dan
limfosit T. Pada individu yang rentan inflamasi, mengakibatkan gejala episode mengi yang
berulang, sesak napas, dada terasa tertekan, dan batuk khususnya pada malam atau dini hari.
Gejala ini berhubungan dengan obstruksi saluran napas yang luas dan bervariasi dengan sifat
sebagian reversibel baik secara spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga
berhubungan dengan hipereaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan

Patofisiologi

Penyakit asma merupakan proses inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas yang akan
mempermudah terjadinya obstruksi jalan napas. Kerusakan epitel saluran napas, gangguan saraf
otonom, dan adanya perubahan pada otot polos bronkus juga diduga berperan pada proses
hipereaktivitas saluran napas. Peningkatan reaktivitas saluran nafas terjadi karena adanya
inflamasi kronik yang khas dan melibatkan dinding saluran nafas, sehingga aliran udara menjadi
sangat terbatas tetapi dapat kembali secara spontan atau setelah pengobatan. Hipereaktivitas
tersebut terjadi sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang.
Dikenal dua jalur untuk bisa mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologis yang terutama
didominasi oleh IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur yang didominasi oleh IgE, masuknya
alergen ke dalam tubuh akan diolah oleh APC (Antigen Presenting Cells), kemudian hasil olahan
alergen akan dikomunikasikan kepada sel Th ( T penolong ) terutama Th2 . Sel T penolong
inilah yang akan memberikan intruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel plasma
membentuk IgE, sel-sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinofil, neutrofil,
trombosit serta limfosit untuk mengeluarkan mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin
(PG), leukotrien (LT), platelet activating factor (PAF), bradikinin, tromboksin (TX), dan lain-
lain. Sel-sel ini bekerja dengan mempengaruhi organ sasaran yang dapat menginduksi kontraksi
otot polos saluran pernapasan sehingga menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding
vaskular, edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, hipersekresi mukus, keluarnya plasma
protein melalui mikrovaskuler bronkus dan fibrosis sub epitel sehingga menimbulkan
hipereaktivitas saluran napas. Faktor lainnya yang dapat menginduksi pelepasan mediator adalah
obat-obatan, latihan, udara dingin, dan stress.

Selain merangsang sel inflamasi, terdapat keterlibatan sistem saraf otonom pada jalur non-alergik
dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Inhalasi alergen akan
mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag alveolar, nervus vagus dan mungkin juga epitel
saluran napas. Reflek bronkus terjadi karena adanya peregangan nervus vagus, sedangkan
pelepasan mediator inflamasi oleh sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih
permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga meningkatkan reaksi
yang terjadi. Keterlibatan sel mast tidak ditemukan pada beberapa keadaan seperti pada
hiperventilasi, inhalasi udara dingin, asap, kabut dan SO2. Reflek saraf memegang peranan pada
reaksi asma yang tidak melibatkan sel mast. Ujung saraf eferen vagal mukosa yang terangsang
menyebabkan dilepasnya neuropeptid sensorik senyawa P, neurokinin A dan calcitonin Gene-
Related Peptide (CGRP). Neuropeptida itulah yang menyebabkan terjadinya bronkokontriksi,
edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir, dan aktivasi sel-sel inflamasi
Etiologi

Terdapat tiga proses yang menyebabkan pasien mengalami asma yaitu sensitisasi, inflamasi dan
serangan asma. Ketiga proses ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor genetik dan faktor
lingkungan.

a. Sensitisasi, yaitu individu dengan risiko genetik (alergik/atopi, hipereaktivitas bronkus, jenis
kelamin dan ras) dan lingkungan (alergen, sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara,
infeksi pernapasan (virus), diet, status sosioekonomi dan besarnya keluarga) apabila terpajan
dengan pemicu (inducer/sensitisizer) maka akan menimbulkan sensitisasi pada dirinya. Faktor
pemicu tersebut adalah alergen dalam ruangan: tungau, debu rumah, binatang berbulu (anjing,
kucing, tikus), jamur, ragi dan pajanan asap rokok.

b. Inflamasi, yaitu individu yang telah mengalami sensitisasi, belum tentu menjadi asma. Apabila
telah terpajan dengan pemacu (enhancer) akan terjadi proses inflamasi pada saluran napas.
Proses inflamasi yang berlangsung lama atau proses inflamasinya berat secara klinis
berhubungan dengan hipereaktivitas. Faktor pemacu tersebut adalah rinovirus, ozon dan
pemakaian β2 agonis.

c. Serangan asma, yaitu setelah mengalami inflamasi maka bila individu terpajan oleh pencetus
(trigger) maka akan terjadi serangan asma (Depkes RI, 2009).

Faktor pencetus asma adalah semua faktor pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik,
udara dingin, histamin dan metakolin . Secara umum faktor pencetus serangan asma adalah:

1) Alergen
Alergen merupakan zat-zat tertentu yang bila dihisap atau dimakan dapat menimbulkan
serangan asma seperti debu rumah, tungau, spora jamur, bulu binatang, tepung sari,
beberapa makanan laut (Muttaqin, 2008). Makanan lain yang dapat menjadi faktor
pencetus adalah telur, kacang, bahan penyedap, pengawet, pewarna makanan dan susu
sapi (Depkes RI, 2009).
2) Infeksi saluran pernapasan
Infeksi saluran napas terutama disebabkan oleh virus. Diperkirakan dua pertiga pasien
asma dewasa serangan asmanya ditimbulkan oleh infeksi saluran pernapasan (Muttaqin,
2008). Asma yang muncul pada saat dewasa dapat disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti adanya sinusitis, polip hidung, sensitivitas terhadap aspirin atau obat-obat Anti-
Inflamasi Non Steroid (AINS), atau dapat juga terjadi karena mendapatkan pemicu
seperti debu dan bulu binatang di tempat kerja yang mengakibatkan infeksi saluran
pernapasan atas yang berulang. Ini disebut dengan occupational asthma yaitu asma yang
disebabkan karena pekerjaan (Ikawati, 2010).
3) Tekanan jiwa
Faktor ini berperan mencetuskan serangan asma terutama pada orang yang agak labil
kepribadiannya, ini lebih menonjol pada wanita dan anak-anak (Muttaqin, 2008).
Ekspresi emosi yang dimunculkan secara berlebihan juga dapat menjadi faktor pencetus
asma (Depkes RI, 2009).
4) Olahraga/kegiatan jasmani yang berat
Serangan asma karena exercise (Exercise Induced Asthma/EIA) terjadi segera setelah
olahraga atau aktivitas fisik yang cukup berat. Lari cepat dan bersepeda merupakan dua
jenis kegiatan paling mudah menimbulkan serangan asma (Muttaqin, 2008).
5) Obat-obatan
Pasien asma biasanya sensitif atau alergi terhadap obat tertentu (Muttaqin, 2008). Obat
tersebut misalnya golongan aspirin, NSAID, beta bloker, dan lain-lain (Depkes RI, 2009)
6) Polusi udara
Pasien asma sangat peka terhadap udara berdebu, asap pabrik atau kendaraan, asap rokok,
asap yang mengandung hasil pembakaran dan oksida fotokemikal serta bau yang tajam
(Muttaqin, 2008).

http://eprints.undip.ac.id/43716/6/BAB_2_-burn.pdf diakses 4 mei 2018

http://erepo.unud.ac.id/9914/3/2c2f339d7f93e3f0a2ac74277d42a0ba.pdf diakses 4 mei 2018

You might also like