You are on page 1of 11

Komunikasi dan Perubahan Perilaku antara Dokter dan Pasien

Disusun oleh :
Krisna Fernanda Suryaputra - 102017103

Universitas Kristen KridaWacana


Fakultas Kedokteran
Pendidikan dokter
2017/2018

1
Komunikasi Efektif dan Perubahan Perilaku Sehat antara Dokter dan Pasien
Krisna Fernanda Suryaputra
102017103 / E3
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat 11510
Email : krisna.2017fk103@civitas .ukrida.ac.id

Abstrak

Dalam memberi pelayanan kesehatan, seorang dokter harus dapat berkomunikasi secara

efektif kepada pasien baik verbal maupun non-verbal. Komunikasi verbal ialah

komunikasi menggunakan kata, sedangkan non-verbal adalah komunikasi tanpa

menggunakan kata. Selain itu, dalam komunikasi tersebut, dokter dituntut untuk

melakukan analisis transaksional agar ego kedua belah pihak dapat berubah menjadi

dewasa. Komunikasi efektif juga menghasilkan perubahan perilaku agar pasien dapat

melakukan perilaku sehat dimana ia aktif dalam mewujudkan kesehatannya.

Kata kunci : komunikasi, efektif, verbal, non-verbal, analisis transaksional, perubahan

perilaku, perilaku sehat

Abstract

In providing a healthcare service, a doctor must communicate effectively with their

patient either verbally or non-verbally. Verbal communication means using words, while

non-verbal communication means not using words. Furthermore, in that communication,

a doctor was expected to do transactional analysis so that the ego of both sides can

change to adult state. Effective communication also produced a change in behavior so

that they can do a healthy behavior in which they are active in realizing their health.

Key words : communication, effective, verbal, non-verbal, transactional analysis, change

in behavior, healthy behavior

2
1. Pendahuluan

1.1.Latar Belakang

Dalam tugasnya memberi pelayanan kesehatan terhadap masyarakat, seorang

dokter sudah pasti akan berkomunikasi dengan seorang pasien. Dokter dan pasien

adalah dua individu yang unik dan berbeda bila ditinjau dari latar belakang mereka

masing-masing. Hubungan dokter dan pasien dapat menjadi suatu petunjuk penting

untuk menilai kualitas pelayanan kesehatan masyarakat. Selain itu, dari komunikasi

antara dokter dan pasien pun dapat menghasilkan suatu perubahan perilaku hidup

sehat pasien. Oleh karena itu, agar dapat memuaskan pasien dan membuat pasien

dapat hidup sehat, diperlukan suatu komunikasi efektif antara dokter dan pasien.

1.2. Skenario

Seorang laki-laki berumur 50 tahun, datang berobat ke puskesmas dengan keluhan

batuk berdarah. Batuk seperti ini pernah dialaminya 2 tahun yang lalu. Pasien tersebut

berobat untuk sakitnya tersebut tetapi stop obat karena bosan minum obat seperti

yang direncanakan dokter yaitu selama minimal 6 bulan. Saat ini pasien tersebut

masih merokok 20 batang per hari. Pasien itu tidak mengindahkan nasihat dokter,

karena pasien tersebut menganggap dokternya masih muda dan dalam memberikan

penjelasan masih secara teoritis.

1.3.Rumusan Masalah

Seorang pasien laki-laki datang ke dokter dengan keluhan batuk berdarah. Pasien

tersebut datang untuk berobat sakitnya tersebut tetapi stop obat karena bosan minum

obat seperti yang direncanakan dokter yaitu selama minimal 6 bulan.

3
1.4.Identifikasi istilah asing

 Teoritis : berdasar pada teori.13

1.5.Hipotesis

Komunikasi dokter dan pasien tidak efektif dan menyebabkan perubahan perilaku

hidup sehat sang pasien menjadi tidak sehat.

2. Pembahasan

2.1 Komunikasi yang efektif

Komunikasi ialah segala bentuk tingkah laku atau perbuatan yang dapat

mempengaruhi orang lain.1 Ciri-ciri komunikasi efektif antara dokter dan pasien adalah

adanya rasa saling menghromati, ada empati, penyampaian pesan jelas, pesan dengan

mudah dapat dimengerti, dan kerendahan hati dari seorang dokter. Ada beberapa faktor

yang menentukan komunikasi efektif yaitu keterbukaan, empati, sikap mendukung, sikap

positif, dan kesetaraan.9 Yang dimaksud dengan keterbukaan adalah memberi informasi

yang jujur dan tidak menyembunyikan segala sesuatu. Lalu, empati berarti turut

merasakan perasaan pasien tanpa ikut larut dan tidak mencampuradukan perasaan sendiri.

Selain itu, untuk sikap mendukung disini berarti menunjukan sikap deskriptif, spontan,

dan provisional.9 Untuk sikap positif disini berarti adalah menciptakan situasi yang tidak

tegang namun mendukung. Terakhir adalah kesetaraan yang berarti memberi sikap yang

sama pada kasus yang sama.

4
2.2 Komunikasi Verbal

Komunikasi yang menggunakan kata-kata baik tertulis ataupun lisan. Sering

disebut juga komunikasi ekspilisit dimana menggunakan bahasa sebagai alat untuk

menyampaikan pesan.2 Beberapa elemen dalam komunikasi verbal dapat dibagi menjadi

perilaku instrumental, contohnya menanyakan pertanyaan dan memberi informasi, lalu

perilaku mempengaruhi, seperti contoh konseling dan pembicaraan positif dan negatif.4

Ciri-ciri komunikasi verbal yang efektif adalah komunikasi dua arah, adanya refleksi,

asertif, dan persuasif.

2.3 Komunikasi Non-verbal

Komunikasi non-verbal diartikan sebagai wujud diam komunikasi dengan

seseorang tanpa menggunakan kata untuk menarik perhatian dan mengirim pesan ke

orang lain.3 Selain itu, komunikasi non-verbal dapat mengatur suatu hubungan dan

mengganti komunikasi verbal dalam suatu keadaan.3 Ada 4 jenis komunikasi non-verbal

yaitu3 :

1. Komunikasi estetis

 Komunikasi yang berlangsung dengan ekspresi kreatif. Ini mengandung

objek-objek yang berhubungan dengan seni seperti music dan lukisan

2. Komunikasi tanda

 Komunikasi ini adalah komunikasi yang mekanis dalam komunikasi non-

verbal. Seperti rambu lalu-lintas dan klakson mobil.

5
3. Komunikasi Simbolik

 Komunikasi yang biasanya digunakan untuk menghargai diri atau

menunjukan statusnya. Contohnya adalah perhiasan, mobil, dan cara

berpakaian.

4. Komunikasi Fisik

 Jenis komunikasi yang paling sering digunakan dalam komunikasi non-

verbal. Komunikasi yang berhubungan dengan fisik tubuh seperti gerak

tubuh, postur, posisi, dan paralinguistik.

Dalam praktik kedokteran, kedua jenis komunikasi pasti selalu terjadi.2

Komunikasi verbal dan non-verbal juga saling berhubungan satu dengan yang

lain. Hubungan tersebut antara lain adalah pengulangan, kontradiksi, pengganti,

pelengkap/penekanan.3 Contoh dalam pengulangan adalah saat dokter

menjelaskan suatu obat, ia menjelaskan sambil menunjukan obat tersebut. Contoh

dalam kontradiksi adalah saat dokter berkata semua baik-baik saja, ia

mengerutkan keningnya. Contoh dalam pengganti adalah eksperesi wajah pasien

sedih saat datang ke dokter. Yang terakhir adalah contoh dalam

penambahan/penekanan yaitu ketika dokter melakukan pemeriksaan sang pasien

merintih sakit dengan ekspresi kesakitan.

2.4 Hambatan komunikasi

Suatu komunikasi antar individu tidak dapat dikatakan efektif bila ada hambatan-

hambatan. Elemen-elemen dalam komunikasi adalah sang pengirim, penyandian pesan,

6
pesan itu sendiri, medium yang digunakan, penguraian pesan, sang penerima, dan

balasan.5 Bila salah satu elemen tersebut terganggu, maka suatu komunikasi terhambat.5

Ada 4 jenis hambatan dalam komunikasi yaitu hambatan proses, fisik, semantik, dan

psikososial.6

Hambatan proses berarti ada gangguan dari elemen-elemen yang disebutkan

sebelumnya sehingga pesan tidak dapat dikirim sepenuhnya.6 Contohnya pasien tidak

mendengarkan nasihat dokter dengan baik. Hambatan fisik berarti ada gangguan secara

fisik saat berkomunikasi, misalnya saat dokter menjelaskan manfaat obat ke pasien, tiba-

tiba ada suara telepon berbunyi. Hambatan semantik berarti gangguan dari segi

penggunaan kata-kata, misalnya dokter menjelaskan penyakit kepada pasien

menggunakan istilah-istilah asing untuk orang awam. Yang terakhir adalah hambatan

psikososial yang berarti latar belakang dari individu, seperti contoh sang pasien berasal

dari keluarga miskin dan tidak berpendidikan sehingga ia tidak mengerti akibat dari stop

obat dan mengabaikan sang dokter.

2.5 Analisis transaksional

Analisis transaksional adalah suatu proses analisa komunikasi dalam hubungan

sosial antara 2 atau lebih individu berbeda. Yang dianalisa adalah proses dan isi pikir,

perasaan, dan perilaku verbal dan non-verbal. Dalam analisis transaksional, ada 3

ego/states yaitu orang tua, dewasa, dan anak-anak. Ego/states ini bergantung dari

pengaruh orangtua dan budaya dan merupakan faktor penting dalam menentukan

kepribadian suatu individu.7 Sangat direkomendasikan dalam komunikasi pasien-dokter,

7
keduanya mempunyai ego dewasa.8 Sehingga, kedua belah pihak dapat menganalisis data

bersama, memahami, memikirkan alternatif, serta melakukan koreksi bila perlu.

Setiap ego mempunyai ciri khas. Ego orang tua bersifat protektif dan kritis. Lalu, ego

dewasa bersifat suka mengola persoalan dengan data, analisa, dan logika, serta

berorientasi dengan realitas. Yang terakhir adalah ego anak-anak dimana ia bersifat suka

bercanda/berhumor serta mempunyai sifat manja dan ingin ditimang.

Ada 2 jenis transaksi yaitu transaksi komplementer dan transaksi silang. Dalam

transaksi komplementer ada kesamaan ego antar individu sehingga ada kesamaan makna

saat berkomunikasi. Transaksi silang terjadi jika pesan yang disampaikan oleh suatu ego

dikirim, diterima, dan direspon secara berbeda oleh ego yang lain.12 Transaksi silang

dapat membuat suatu komunikasi tidak efektif. Dalam kasus ini, ego sang pasien adalah

orangtua dimana ia sangat kritis terhadap dokter. Sang dokter mempunyai ego dewasa,

sehingga terjadilah transaksi silang yang membuat komunikasi tidak efektif dimana sang

pasien mengabaikan saran dokter.

2.6 Perilaku sehat

Perilaku adalah cara seorang individu menampilkan dirinya untuk mencapai suatu

tujuan. Perilaku sehat adalah suatu perilaku yang timbul karena kesadaran dari hasil

pembelajaran yang menjadikan individu dapat menolong dirinya sendiri dalam kesehatan

dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan.10 Perilaku sehat ditentukan oleh

beberapa faktor yaitu pembelajaran, faktor sosial, kepribadian, dan emosi, persepsi dan

kognitif, dan perubahan perilaku. Dalam skenario diatas, faktor yang ditunjukan adalah

perubahan perilaku.

8
2.7 Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku atau dikenal sebagai Transtheoretical model of change

dikembangkan oleh Prochaska untuk menggambarkan bagaimana seorang individu

berubah perilakunya sedikit demi sedikit melalui beberapa tahap yang dapat

diidentifikasi.11 Dalam perubahan perilaku terdapat 5 tahapan yaitu :

1. Prakontemplasi

 Belum siap dan tidak punya rencana untuk berubah.

 Dalam skenario, pasien belum berpikir untuk minum obat kembali.

2. Kontemplasi

 Sadar akan keaadan dimana harus merubah perilaku namun belum

dilakukan.

 Dalam skenario, pasien tahu bahwa merokok berbahaya namun masih

merokok.

3. Preparasi

 Mulai melakukan perubahan namun masih sedikit-sedikit karena dilemma

antara kemungkinan dapat terbebas dari ancaman kesehatan dan

kemungkinan perubahannya akan gagal membawa hasil.

 Dalam skenario, bisa saja pasien sebelumnya merokok lebih dari 20 batang

per hari

4. Aksi

 Sudah merubah perilakunya selama minimal 6 bulan dari awal melakukan

tindakan.

9
 Dalam skenario, pasien sempat meminum obat secara rutin.

5. Pemeliharaan

 Telah melakukan perilaku sehat selama lebih dari 6 bulan.

 Dalam skenario, tidak ada pemeliharaan karena pasien stop obat setelah 6

bulan pertama

3. Kesimpulan

Dalam skenario ini, sang dokter gagal berkomunikasi secara efektif kepada sang

pasien. Terbukti dari perubahan perilaku pasien yang tadinya meminum obat selama 6

bulan lalu stop minum obat lagi dimana dokter tidak berhasil mempengaruhi pasien untuk

hidup sehat. Selain itu, sang dokter juga tidak dapat membawa ego pasien menjadi

dewasa dari ego awalnya yaitu orang tua dimana ia sangat kritis dalam berbicara dan

meremehkan dan mengabaikan sang dokter tersebut.

Daftar Pustaka

1. Sultra dan Hakki. Pengantar Ilmu Komunikasi). Yogyakarta. Deepublish; April 2017.

2. Westland, Gill. Verbal and Non-Verbal Communication in Psychotherapy.2015

3. Phutela D. The Importance of Non-Verbal Communication. IUP Journal of Soft Skills

2015 12;9(4):43-49.

4. Verlinde E, De Laender N, De Maesschalck S, Deveugele M, Willems S. The social

gradient in doctor-patient communication. International Journal for Equity in Health

2012;11:12.

5. Lunenburg FC. Communication: The process, barriers, and improving effectiveness.

Schooling. 2010;1(1):1-1.

10
6. E.M. Eisenberg, H.L. Goodall, and A. Trethwey, Organizational communication:

Balancing creativity and constraint, Bedford/St. Martin’s, 2010.

7. Kulashekara B, Kumar GV. Impact of Transactional Analysis on Parent-Adolescent

Conflict and Depression among Adolescent Students. Journal of Psychosocial Research

2014 Jul;9(2):247-257.

8. Ertem MY, Kececi A. Ego States of nurses working in psychiatric clinics according to

transactional analysis theory. Pakistan Journal of Medical Sciences. 2016;32(2):485-490.

doi:10.12669/pjms.322.9426.

9. Devito, A. Joseph. 2011. Komunikasi Antar manusia. Cetakan Pertama.

Tangerang:Karisma

10. Safitri, Eka Saraditha, Devi Rahmayanti, and Herawati Herawati. "PERILAKU HIDUP

BERSIH DAN SEHAT RUMAH TANGGA DENGAN KEJADIAN DIARE PADA

BALITA PINGGIRAN SUNGAI." Dunia Keperawatan 5.1 (2017): 78-83.

11. . J.O. Prochaska and J.M. Prochaska, Changing to thrive: Using the stages of change to

overcome the top threats to your health and happiness, Hazelden Publishing, 2016

12. Lawrence, Lesa,PhD., M.B.A. Applying Transactional Analysis and Personality

Assessment to Improve Patient Counseling and Communication Skills. Am J Pharm Educ

2007;71(4):1-81.

13. https://kbbi.web.id/teoretis Diakses pada 14 Oktober 2017

11

You might also like