You are on page 1of 23

REFERAT

ASCITES

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Program Kepaniteraan Klinik Bagian


Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun oleh :
Fajar Rifki Prasetya
20174011027

Diajukan kepada :
dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2018
LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT
ASCITES

Telah dipresentasikan pada tanggal :

Oleh :
Fajar Rifki Prasetya
20174011027

Disetujui oleh :
Dosen Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD KRT Setjonegoro, Wonosobo

dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas segala limpahan nikmat,
petunjuk dan kemudahan yang telah diberikan, sehingga penulis dapat
menyelesaikan referat yang berjudul:
“ASCITES”
Penulis meyakini bahwa mini referat ini tidak akan dapat tersusun tanpa
bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. dr. Hj. Arlyn Yuanita, Sp.PD, M.Kes. selaku pembimbing Kepaniteraan
Klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD KRT Setjonegoro,
Wonosobo yang telah berkenan memberikan bantuan, pengarahan, dan
bimbingan dari awal sampai selesainya penulisan mini referat ini.
2. dr. H. Suprapto, Sp.PD., dan dr. Widhi P.S., Sp.PD., selaku pembimbing
Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Penyakit Dalam di RSUD KRT
Setjonegoro.
3. Seluruh tenaga medis dan karyawan di bangsal Cempaka dan Flamboyan
RSUD KRT Setjonegoro Wonosobo yang telah berkenan membantu
dalam proses berjalannya Kepaniteraan Klinik bagian Ilmu Penyakir
Dalam.
4. Keluarga dan teman-teman yang selalu memberikan dukungan.

Semoga pengalaman dalam membuat mini referat ini dapat memberikan


hikmah bagi semua pihak. Mengingat penyusunan referat ini masih jauh dari kata
sempurna, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat menjadi masukan
berharga sehingga menjadi acuan untuk penulisan selanjutnya.
Wonosobo, Maret 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN 2
KATA PENGANTAR 3
DAFTAR ISI 4
BAB I 5
PENDAHULUAN 5
A. Latar Belakang 5
BAB II 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Definisi 6
B. Etiologi 6
C. Kalsifikasi 7
D. Patofisiologi 8
E. Diagnosis 9
1. ANAMNESIS 9
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG 10
F. Penatalaksanaan 16
1. Penanganan Umum Ascites 16
2. Penanganan Khusus Ascites 16
BAB III 22
RINGKASAN 22
DAFTAR PUSTAKA 23

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asites berasal dari bahasa yunani yang artinya kantong atau tas. Asites
adalah menumpuknya cairan patologis dalam rongga abdominal. Laki-laki
dewasa yang sehat tidak mempunyai atau terdapat sedikit cairan intraperitoneal,
tetapi pada wanita terdapat sebanyak 20 ml tergantung pada siklus menstruasi.
Ascites merupakan suatu keadaan akumulasi cairan serous dalam cavum
peritoneal.1 Ada banyak penyakit atau keadaan yang diketahui dapat
menyebabkan terbentuknya cairan bebas dalam cavum peritoneal. Pada
dasarnya penyebab ascites bisa dari proses patologi di peritoneum dan tidak
langsung mengenai peritoneum.2
Penyebab terbanyak ascites di USA adalah sirosis. Dalam hal ini sirosis
alcoholic merupakan penyebab ke 12 kematian di Amerika dimana lebih dari
25.000 kematian terjadi pada tahun 2000. Ascites merupakan komplikasi
tersering dari sirosis dan berhubungan dengan kualitas hidup yang rendah,
tingginya resiko infeksi, gagal ginjal dan prognosis jangka panjang yang
buruk.3
Sekitar 5% pasien dengan ascites mempunyai lebih dari satu penyebab.
Dapat ditemukan pada 1 pasien sirosis dengan peritonitis TB, peritoneal
carcinomatosis, gagal jantung, atau neuropathy diabetik.4
Penatalaksanaan, prognosis dan terapi ascites tergantung pada
penyebabnya. Pasien dengan banyak type ascites memiliki resiko tinggi
mengalami peritonitis bakteri spontan.1

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Ascites merupakan suatu keadaan akumulasi cairan serous dalam
cavum peritoneal.1 Ada banyak penyakit atau keadaan yang diketahui dapat
menyebabkan terbentuknya cairan bebas dalam cavum peritoneal. Pada
dasarnya penyebab ascites bisa dari proses patologi di peritoneum dan tidak
langsung mengenai peritoneum.2

B. Etiologi

Ada 9 kelompok penyakit yang bisa menyebabkan Ascites.Yaitu


penyebab ascites karena infeksi, gangguan ginjal, gangguan hati, gangguan
jantung, gangguan gastrointestinal, neoplasma, masalah gynecologi, masalah
pancreas dan lain lain.1
Penyebab tersering ascites adalah sirosis (81%), kanker (10%), gagal
jantung (3%), tuberculosis (2%), dialysis (1%), penyakit pancreas (1%) dan
lain-lain (1%).4
Klasifikasi lain, membagi ascites dalam 2 group. Group I meliputi
penyakit yang berhubungan dengan hypertensi portal sinusoidal,
hipoalbuminemia, dan beberapa penyakit lain yang menyebabkan ascites
dengan mekanisme yang berbeda seperti myxoedema, penyakit ovarium,
chronic pancreatitis, biliary tract leakage, penyakit yang mengenai sistim
limfe dari area splankhnik dan penyakit ginjal kronik. Group II, ascites terjadi
sebagai akibat dari penyakit primer di peritoneal atau karena proses sistemik
yang mengenai peritoneal seperti tuberculosa, fungal, parasit dan
granulomatous peritonitis, primary metastatic peritoneal tumours, vasculitis,
eosinophilic gastroenteritis dan Whipple’s disease. Di Eropa dan Amerika,
sirosis merupakan penyebab ascites tertinggi di ikuti neoplasma dan yang
paling jarang gagal jantung dan peritonitis TB. Empat penyakit terakhir
merupakan 90% penyebab ascites di sana.2
6
Tabel 1. Penyebab Ascites
HEPATIC MISCELLANOUS
   
Sirosis SLE
  Ventrikuloperitoneal
 
Fibrosis hepar congenital shunt
   
Obstruksi vena porta Ascites eosinofilik
   
Gagal hati fulminant Ascites Chilous
   
Syndrome Budd-Chiarri Hipotyroid
RENAL NEOPLASMA
   
Syndroma Nefrotik Lymphoma
   
Obstruksi Uropathy Neuroblastoma
CARDIAC GASTROINTESTINAL
   
Gagal Jantung Infeksi usus
   
Perikarditis konstriktif Perforasi
INFEKSI GYNECOLOGY
   
Abses Tumor Ovarium
   
Tuberculosis Rupture torsi ovarium
PANCREATIC 
 
Pankreatitis 
 
Ruptur duktus pankreas 

C. Kalsifikasi

International ascites club memiliki system grading ascites yaitu:


Grade 1: ascites ringan hanya bisa diketahui dengan USG
Grade 2: ascites moderate, ditandai dengan distensi simetris abdomen
Grade 3: ascites luas dengan distensi abdomen yang jelas4
Validitas sistim grading tersebut belum pasti sehingga sistim grading
lama masih juga di gunakan yaitu :
+1: ascites minimal dan hampir tidak terdeteksi

7
+2: moderate ascites
+3: ascites masif tapi tidak tegang
+4: ascites masif dan tegang dinding abdomen4

Tabel 2. Classification of ascites by the serum albumin-ascites gradient (4)


High albumin gradient (SAAG 1.1 g/dL)
Cirrhosis

Alcoholic hepatitis

Congestive heart failure

Massive hepatic metastases

Congestive heart failure/constrictive pericarditis

Budd-Chiari syndrome
Low albumin gradient (SAAG <1.1 g/dL)
Peritoneal carcinomatosis

Peritoneal tuberculosis

Pancreatitis

Serositis

Nephrotic syndrome

D. Patofisiologi
Faktor utama yang berperan pada terjadinya ascites adalah
vasodilatasi splachnik. Peningkatan resistensi hepar ke aliran portal karena
sirosis menyebabkan hipertensi portal gradual, collateral vein formation, dan
shunting aliran darah ke system sirkulasi. Terbentukknya asites merupakan
suatu proses patofiologis yang kompleks dengan melibatkan berbagai faktor
dan mekanisme pembentukkannya diterangkan dalam 3 hipotesis
berdasarkan temuan eksperimental dan klinis sebagai berikut:
1. Teori underfilling7

8
Pada teori ini mengemukakan bahwa kelainan primer
terbentuknya asites adalah terjadinya sekuestrasi cairan yang
berlebihan dalam splanknik vascular bed disebabkan oleh hipertensi
portal yang meningkatkan tekanan hidrostatik dalam kapiler – kapiler
splanknik dengan akibat menurunnya volume darah efektif dalam
sirkulasi. Menurut teori ini penurunan volume efektif intravaskular
(underfilling) direspon oleh ginjal untuk melakukan kompensasi
dengan menahan air dan garam lebih banyak melalui peningkatan
aktifasi renin – aldosteron – simpatis dan melepaskan anti diuretik
hormon yang lebih banyak.

2. Teori overflow 7
Teori ini mengemukakan bahwa pada pembentukkan asites,
kelainan primer yang terjadi adalah retensi garam air yang berlebihan
tanpa disertai penurunan darah yang efektif. Oleh karena itu, pada
pasien sirosis hepatis terjadi hipervolemia bukan hipovolemia.

3. Teori vasodilatasi arteri perifer7


Teori ini dapat menyatukan kedua teori diatas. Dikatakan
bahwa hipertensi portal pada sirosis hepatis menyebabkan
terjadinya vasodilatasi pada pembuluh darah spanknik dan perifer
akibat peningkatan kadar nitric oxide (NO) yang merupakan salah
satu vasodilator yang kuat sehingga terjadi pooling darah dengan
akibat penurunan volume darah yang efektif.

E. Diagnosis
1. ANAMNESIS
Pada anamnesis identitas pasien, keluhan yang dirasakan dan data
epidemiologis penderita yang berhubungan dengan lingkungan pasien.
Identitas pasien ditanyakan : nama, usia, jenis kelamin, tempat tinggal, jenis
pekerjaan, dan menanyakan kenaikan berat badan.
9
Suatu tanda asites adalah meningkatnya lingkar abdomen. Penimbunan
cairan yang sangat nyata dapat menyebabkan nafas pendek karena diafragma
meningkat. Dengan semakin banyaknya penimbunan cairan peritoneum, dapat
dijumpai cairan lebih dari 500 ml pada saat pemeriksaan fisik dengan pekak
alih, gelombang cairan, dan perut yang membengkak.2
PEMERIKSAAN FISIK
Dikarenakan ciri khas dari cairan asites adalah turun sesuai dengan
gravitasi, sedangkan usus yang terisi gas akan berada di atas, sehingga perkusi
beda akan didapatkan di wilayah tertentu dari perut. Mencari pola perkusi itu
dari yang dimulai dari daerah pusat timpani mengarah keluar dan menandai
perbatasan antara timpani dan beda.
Ada dua teknik pemeriksaan fisik yang dapat membantu untuk
mengkonfirmasi adanya ascites:

a. Pemeriksaan shifting dullness (perkusi beda bergeser).


Setelah perkusi dilakukan untuk mengetahui perbatasan antara
perkusi timpani dan beda dengan pasien dalam posisi supine,
selanjutnya instruksikan pasien untuk miring ke satu sisi. Perkusi
kembali dilakukan dan tandai perbatasan timpani-beda lagi. Pada
pasien tanpa ascites, perbatasan antara timpani dan beda biasanya
tetap.
b. Pemeriksaan fluid wave (gelombang cairan).
Instruksikan pada pasien atau perawat untuk menekan tepi tangan
dengan tegas garis tengah perut. Tekanan ini membantu untuk
menghentikan transmisi gelombang melalui lemak. Dokter dengan
ujung-ujung jarinya mendorong cepat pada satu sisi, dan
merasakan dorongan di sisi yang berlawanan melalui cairan.
2. PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

10
 Cairan peritoneal harus diperiksa untuk dihitung jumlah sel, pada
albumin, kultur, total protein, pewarnaan gram, dan sitologi untuk
jenis asites yang tidak diketahui penyebabnya.
 Indikasi : kebanyakan cairan asites transparan dan kuning minimal
10000 sel darah merah / microliter memeberikan warna cairan
asites warna pink dan jaringan terdapat 20000 sel darah merah /
microliter diperkirakan berwarna emrah seperti darah. Hal ini
mungkin berhubungan dengan traumatik pungsi atau keganasan.

 Caira kemerahan yang berasal dari traumatik pungsi berupa darah dan
cairan akan membentuk bekuan. Cairan yang non traumatik berwarna
kemerahan dan tidak membentuk bekuan karena cairan tersebut lisis.
Jumlah neutrofil > 50000 sel/microliter memberikan gambar purulent
dan menunjukan infeksi.
 Jumlah hitung sel : Cairan asites yang normal mengandung < 500
leukosit/microliter dan < 250 leukosit PMN / microliter. Inflamasi
yang alaindapat menyebabkan peningkatan sel darah putih. Jumlah
netrofil > 250 sel / microliter menunjukan adanya hepatitis
bakterial. Pada peritonitis TB dan peritoneal Carsinomatosis
terhadap predominan limfosit.

 SAAG (Serum Ascites Albumin Gradient) SAAG adalah


pemeriksaan terbaik untuk mengklasifikasikan asites dengan
hipertensi portal (SAAG>1,1 g/dl) dan non portal HT (SAAG<1,1
gr/dl). Pengukuran nilai albumin berhubungan langsung dengan
tekanan portal. Spesimen harus diperoleh secara berkelanjutan.
 Ketepatan hasil SAAG + 97% dalam mengklasifikasikan asites.
Kadar albumin yang meningkat dan rendah menjelaskan sifat asites
transudat/eksudat.
 Protein total

11
Dulu cairan asites dikategorikan eksudat jika jumlah protein > 0.5
g/dl, akan tetapi ketepatan hanya 56% untuk mendeteksi penyebab
eksudat. Kadar protein total merupakan informasi tambahan pada
pemeriksaan SAAG. Peningkatan SAAG dan jumlah protein yang
meningkat pada kebanyakan kasusasites dikarenakan kongesti hati.
Pada pasien-pasien dengan asites maligna mempunyai nilai SAAG
yang rendah dan kadar protein tinggi.
 Kultur atau pewarnaan gram
Sensitifitas kultur darah kira-kira 92 % dalam mendeteksi
pertumbuhan bakteri pada cairan asites. Pewarnaan gram
sensitifitasnya hanya 10% dalam memberikan gambaran bakteri
pada peritonitis bakterial spontan. Kira-kira diperlukan 10000
bakteri/ml agar dapat terlihat pada pewarnaan gram. Pada
peritonitis bakteri spontan nilai konsentrasi rata-rata bakteri 1
organisme/ml.
 Sitologi
Pemeriksaan sitologi sensitivitasnya hanya 58-75 % dalam
mendeteksi asites maligna.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
 Foto thorax dan abdomen

Gambar. Ascites abdominal X-Ray

12
 Kenaikan diafragma dengan atau tanpa efusi pleura
simphatetik (hepatic hydrothorax) terlihat pada asites masif.
Jika terdapat lebih dari 500 ml cairan asites harus dilakukan
pemeriksaan BNO.
 Tanda-tanda beberapa tanda asites nonspesifik seperti gambar
abdomen buram, penonjolan panggul, batas PSOAS kabur,
ketajaman gambar intraabdomen berkurang. Peningkatan
kepadatan pada foto tegak, terpisahnya gambar lengkung usus
halus, dan terkumpulnya gas di usus halus.
 Tanda-tanda berikut lebih spesifik dan dapat dipercaya. Pada
80% pasien asites, tepi lateral hati diganti oleh dinding thorax
abdomen (Hellmer sign).

Gambar. dog’s ear” atau ”mickey mouse” appearance

Obliterasi sudut hepatik terlihat pada 80% orang sehat. Pada


pelvic penumpukan cairan pada kantung rektovesika dan dapat
meluap ke fossa paravesika. Adanya cairan memberikan
gambaran kepadatan yang simetris pada kedua sisi kantung
vesika urinaria yang di sebut ”dog’s ear” atau ”mickey mouse”
appearance.
Pergeseran sekum dan kolon ascenden kearah tengah dan
pergeseran, dan pergeseran garis lemak properitoneal kelateral
terlihat pada 90% dengan asites yang signifikan.
13
 USG

Gambar. Ascites appears echo free (black)

 Real-time sonografi adalah pemeriksaan cairan asites yang


paling mudah dan spesifik. Volume sebesar 5-10 ml dapat
dapat terlihat. Asites yang sederhana terlihat sepertigambar
yang homogen, mudah berpindah, anechoic di dalam rongga
peritoneal yang akan menyebabkan terjadinya peningkatan
akustik. Cairan asites tidak akan menggeser organ, tetapi
cairan akan berada diantara organ-organ tersebut. Akan terlihat
jelas batas organ, dan terbentuk sudut pada perbatasan antara
cairan dan organ-organ tersebut. Jumlah cairan minimal akan
terkumpul pada kantung morison dan mengelilingi hsti
membentuk gsmbar karakteristik polisiklik, ”lollipop” atau
arcuate appearance di karenakan cairan tersebut tersusn secara
vertikal pada sisi mesenterium.
 Gambar sonographic tertentu menunjukan adanya asites yang
terinfeksi, inflamasi, atau adanya keganasan. Gambar tersebut

14
meliputi echoes internal kasar (darah), echoes internal halus
(chyle), septal multiple (peritonitis tuberkulosa,
pseudomyxoma, peritonei), distribusi cairan terlokalisir atau
atipik, gumpalan lengkung usus, dan penebalan batas antara
cairan dan organ yang berdekatan.
 Pada asites maligna lengkung usus tidak dapat mengapung
secara bebas, tetapi tertambat pada dinding posterior abdomen,
melekat pada hati atau oargan lainnya atau lengkung usus
tersebut dikelilingi oleh cairan yang terlokalisir.
 Kebanyakan pasien (95%) dengan keganasan peritonotis
mempunyai ketebalan dinding empedu kurang dari 3mm.
Penebalan kantung empedu berhubungan dengan asites jinak
pada 82 % kasus. Penebalan kantung empedu secara umum
akibat sirosis dan HT portal.

 CT-Scan

Gambar. Ascites

Asites terlihat jelas dengan pemeriksaan CT-Scan. Sedikit


cairan asites terdapat pada ruang periheoatik kanan, ruang
15
subhepatik posterior (kantung morison), dan kantung douglas.
Bebarapa gambar pada CT-Scan menunjukkan adanya
neoplasia, hepatik, adrenal, splenik, atau lesi kelenjar limfe
berhubungan dengan adanya massa yang berasal dari usus,
ovarium, atau pankreas, yang menunjukkan adanya asites
maligna.6
Pada pasien dengan asites maligna kumpulan cairan terdapat
pada ruang yang lebih besar dan lebih kecil, sementara pada
pasien dengan asites benign cairan terutama terdapat pada
ruang yang lebih besar dan tidak pada bursa omental yang
lebih kecil.6

F. Penatalaksanaan
1. Penanganan Umum Ascites

Menurunkan intake natrium sangat bermanfaat bagi pasien ascites


terutama bagi pasien dengan retensi natrium berat tidak berespon dengan
diuretic atau berespon minimal.
Restriksi cairan hanya pada pasien dengan hiponatremia dilusional
yaitu kondisi konsentrasi natrium serum kurang dari 130 mmol/l dengan
ascites,edema atau ada ascites dengan edema bersamaan.
Hiponatremia delusional terjadi akibat gangguan ekskresi air oleh
renal karena tingginya kadar hormon antidiuretik yang tidak sesuai dengan
kebutuhan.3
 Diet Rendah Natrium: 60-90 mEq/hari~1500-2000 mg garam/hari

 Restriksi Cairan: 1000 ml/hari

2. Penanganan Khusus Ascites

a) Moderate Volume Ascites

16
Pasien ascites moderate tidak perlu rawat inap di rumah sakit
atau bisa dengan terapi poliklinis kecuali terdapat komplikasi misal ada
komplikasi karena sirosis. Pilihan Diuretik:
 Spironolakton 50-200 mg/hari, atau

 Amiloride 5-10 mg/hari

 Furosemid dosis rendah 20-40 mg/hari, dapat ditambahkan pada
beberapa hari
pertama untuk meningkatkan natriuresis terutama pada pasien dengan
edema perifer.
Penurunan berat badan yang di rekomendasikan untuk mencegah
gagal ginjal prerenal adalah 300-500 gram/hari pada pasien tanpa
edema dan 800-1000 gram/hari pada pasien dengan edema perifer.
Respon terhadap diuretik dapat dilihat dari perubahan berat
badan dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan rutin kadar natrium urine
hanya dilakukan pada pasien tanpa penurunan berat badan sehingga bisa
ditentukan peningkatan dosis diuretik.3

b) Ascites Volume Besar/Large Volume Ascites

Keadaan ini dapat diterapi poliklinis bila tidak ada komplikasi.


Karena volume ascites yang besar maka abdominal discomfort tampak
nyata dan menghalangi aktifitas rutin sehari-hari.5
Didapatkan retensi sodium berat(kadar natrium urine <10
mmol/l) sehingga akumulasi ascites sangat cepat walaupun direstriksi
natrium.5
Terdapat kadar natrium serum normal, ekskresi air bebas renal
normal dan kreatinin serum juga normal atau sedikit meningkat yang
menunjukan kecepatan filtrasi glomerulus normal atau sedikit menurun.
Ada 2 strategi dalam penatalaksanaan large volume ascites,yaitu:
i. Large volume paracintesis
Lebih cepat, lebih efektif dan lebih sedikit efek samping dibanding
terapi diuretik
17

ii. Terapi diuretik
Spironolakton,maximal dosis 400 mg/hari

Furosemide, maximal dosis 160 mg/hari

Kedua cara tersebut tidak berbeda dalam hal mortalitas jangka panjang.3

Large Volume Paracintesis

Mengeluarkan cairan ascites dalam jumlah besar melalui


parasintesis tanpa memberikan plasma expander akan menyebabkan
gangguan fungsi sirkulasi yang ditandai dengan penurunan volume
efektif darah arteri dan aktifasi vasokonstriktor dan faktor
antinatriuretik. Keadaan tersebut akan meningkatkan berulangnya
ascites, timbul sindrom hepatorenal atau hiponatriemia dilusi sekitar
20% kasus dan memperpendek harapan hidup.3
Plasma expander bisa diberikan untuk mencegah komplikasi.
Karena albumin mahal, maka pemberiannya dapat di ganti dengan
alternatif lain yaitu Dextran 40,dextran 70 atau Haemacel.6
Dextran 40 dan 70 cukup efektif mencegah hipovolemia post
total parasintesis. Efikasi dextran 70 sama dengan albumin sesudah
large volume parasintesis.3
Albumin masih yang terbaik untuk mencegah hipovolemia dan
lambatnya kecepatan pembentukan ascites.Secara keseluruhan survival
dari albumin dan non albumin hampir sama dan pada pengeluaran
cairan ascites <5 L tidak ada perbedaan hipovolemia pada kedua group
cairan.6
Pada prinsipnya replacement cairan sesudah parasintesis
diperlukan untuk mencegah hipovolemia lebih lanjut ketika pengeluaran
cairan >5 L.(6)Albumin post paracintesis dapat diberikan 8 gram/L
cairan ascites yang diambil.3

18
Komplikasi lokal yang berat pada paracentesis yaitu infeksi atau
perforasi intestinal. Namun hal itu bisa sangat jarang jika tekhnik dan
jarum yang digunakan tepat.3

c) Ascites Refrakter

Terjadi pada 5-10% pasien ascites. Didefinisikan sebagai tidak


adanya respon terhadap dosis tinggi diuretic (spironolakton 400 mg/hari
+ 160 mg/hari Furosemide).3
Nama lainnya diuretic resistant ascites yaitu ascites yang tidak
dapat di mobilisasi dengan restriksi natrium(50mEq/hari) dan terapi
intensif diuretik selama 1 minggu dan Diuretic intractable ascites yaitu
ascites yang tidak dapat di mobilisasi dan di cegah recurentnya karena
munculnya diuretic induced komplikasi yang menghalagi penggunaan
dosis efektif diuretik. 6
Strategi penatalaksanaan meliputi paracentesis volume besar
berulang dengan pemberian plasma expander dan Trans jugular
intrahepatic portosystemic shunt (TIPS). Peritoneovenous shunts telah
ditinggalkan karena banyak komplikasinya. Transplantasi hati di
prioritaskan pada ascites refrakter.
Pengulangan paracentesis volume besar dengan pemberian
albumin diterima luas sebagai terapi ascites refraktory. Umumnya
pasien membutuhkan paracentesis setiap 2-4 minggu dan bisa dilakukan
lewat poliklinis. Namun cara ini tidak mempengaruhi mekanisme
akumulasi cairan ascites sehingga bisa segera terjadi ascites berulang
setelah paracentesis.
TIPS efktif mencegah ascites rekuren pada pasien ascites
refrakter. TIPS menurunkan aktifitas retensi natrium dan memperbaiki
respon renal terhadap diuretik. Kelemahan cara ini adalah tingginya
kejadian stenosis shunt (>75% sesudah 6-12 bulan) yang akan memicu

19
ascites rekuren, encefalopaty hepatic, biaya mahal dan tidak tersedia di
beberapa center.3,7

20
Perbandingan TIPS dan Paracentesis

50% pasien yang dilakukan TIPS bebas dari ascites dalam 1 tahun,
sedangkan pasien dengan paracintesis hanya 12% dalam setahun
yang bebas ascites.

21
BAB III
RINGKASAN

Ascites adalah suatu keadaan akumulasi cairan serous dalam cavum


peritoneal.Penyebab tersering ascites adalah sirosis (81%), kanker (10%), gagal
jantung (3%), tuberkulosis (2%), dialisis (1%), penyakit pancreas (1%) dan lain-
lain (1%).
Faktor utama yang berperan pada terjadinya ascites adalah vasodilatasi
splachnik. Klasifikasi Ascites menurut International ascites club yaitu: Grade 1
ascites ringan hanya bisa diketahui dengan USG, Grade 2 ascites moderate,
ditandai dengan distensi simetris abdomen, Grade 3 ascites luas dengan distensi
abdomen yang jelas.
Diagnosis ascites dapat ditegakkan dengan kombinasi pemeriksaan fisik
dan radiology.
Pada ascites harus dilakukan evaluasi laboratorium untuk mengetahui
fungsi organ dan tindakan yang perlu dilakukan untuk penatalaksanaan ascites.
Manajemen ascites meliputi langkah umum dan khusus. Manajemen
ascites tergantung volume dan sifatnya. Tekhnik penatalaksanaan ascites refrakter
ada beberapa macam dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Paracentesis merupakan tekhnik dengan biaya paling murah,mudah,cepat
menyembuh dan resiko relatif rendah.
TIPS dapat menghilangkan ascites hingga 50% pasien dalam 1 tahun
dibandingkan dengan paracintesis hanya 12% pasien. Transplantasi hati adalah
terapi definitif ascites

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Garcia-Tsao D and . Wongcharatrawee S. (VA Hepatitis C resource center


Program). Treatment of patients With Cirrhosis and Portal Hypertension
Literature Review and Summary of Recommended Interventions. Version
5 (Agustus 2017). Available from URL: www.va.gov/hepatitisc
2. Wolf DC. Cirrhosis.eMedicine Specialities. 5 Agustus 2017. Available
from URL: http://www.emedicine.com/med/topic3183.htm
3. Lee D. Cirrhosis of the Live. MedicineNet.com, 5 Agustus 2017.
Available from URL: http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm
4. Akil HAM. Asites. Dalam : Rasyad SB. Kumpulan Kuliah Hepatologi,
Palembang. 2008. 365-70
5. Pere Gines et al. Management of Cirrhosis and Ascites. The New England
Journal of Medicine. Massachusetts Medical Society. 2017;350:1646-54.
6. Bruce A Runyon,Marshall M Kaplan,Peter AL Bonis. Diagnosis and
Evaluation of Patient with ascites.www.update.com.2017.
7. Lorraine MW. Sirosis Hati. Dalam: Sylvia AP, Lorraine MW. Sirosis.
Edisi keenam, Volume I. EGC, Jakarta: 2005;1:493-501.

23

You might also like