You are on page 1of 22

REFERAT

WILSON’S DISEASE

TUGAS BANGSAL STASE MADYA


(1 Juni – 31 Juli 2017)

GASTROENTEROHEPATOLOGI

Oleh:
Ririn Esterina

Pembimbing:

Dr. Ninung Rose D.K, SpA(K)

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. KARIADI
SEMARANG
2017
I. PENDAHULUAN

Tembaga merupakan mineral esensial yang penting sebagai kofaktor banyak


protein tubuh. Tembaga adalah mineral ketiga yang paling banyak terdapat dalam tubuh,
dan membantu melindungi sistem kardiovaskular, tulang, dan saraf. tembaga diperlukan
untuk membuat enzim agar arteri terhindar dari pengerasan atau mungkin pecah, dan
untuk produksi fosfolipid, yang membantu membentuk selubung myelin yang
mengelilingi saraf. Tubuh juga harus memiliki tembaga untuk menghasilkan antioksidan
yang kuat, Superoxide Dismutase (SOD). Diet normal sehari-hari memberikan pasokan
tembaga sekitar 2-5 mg per hari, lebih dari yang dibutuhkan oleh metabolisme tubuh.
Jumlah kebutuhan yang direkomendasikan adalah 0,9 mg per hari.1 Kelebihan tembaga
ini dikeola secara khusus melalui ekskresi tembaga oleh bilier. Adanya gangguan
ekskresi tembaga oleh bilier mengakibatkan penumpukan tembaga dijaringan tubuh
terutama hepar dan otak.2 Penyakit Wilson (wilson’s disease) adalah kelainan pada
metabolisme tembaga yang diturunkan secara genetik. Penyakit ini ditemukan pertama
kali oleh dr. Samuel Alexander Kinnier Wilson pada tahun 2012, semenjak itu dilakukan
penelitian berikutnya yang mengungkap hubungan gangguaan biokimiawi dan kelainan
genetik

II. DEFINISI

Penyakit Wilson merupakan kelainan bawaan yang diturunkan secara


autosomal resesif dimana terjadi gangguan metabolisme tembaga yang disebabkan oleh
mutasi dari gen transporter tembaga ATP 7B yang berlokasi pada kromosom 13. ATP7B
bertanggung jawab dalam memindahkan tembaga dari protein chaperone intraseluler
menuju jalur sekresi, yaitu jalur sekresi ke empedu dan kedalam apo-ceruloplasmin
untuk sintesis ceruloplasmin fungsional.2 Pada kelainan ini terjadi gangguan ekskresi
bilier dari tembaga yang menyebabkan penumpukan tembaga terutama di hepar dan
otak. Penumpukan tembaga di hepar, otak, serta jaringan tubuh lainnya menghasilkan
manifestasi klinis yang dapat berupa kelainan di hepar, neurologi, pskiatri, mata serta
kelainan lainnya.3,4
III. PATOGENESIS 2,5,6

Tembaga adalah elemen esensial dalam tubuh manusia serta merupakan


komponen yang diperlukan oleh banyak protein. Kelebihan tembaga menyebabkan
kerusakan oksidatif pada hepatosit dan dapat terjadi pelepasan ke dalam darah. Hal ini
akan menumpuk pada organ lain seperti otak, ginjal, dan kornea, memicu kerusakan
bersifat toksik. Bagaimanapun, kelebihan tembaga pada sel akan memyebabkan
kerusakan saraf dan gangguan fungsi metabolisme. Hal ini tampak pada luasnya gejala
yang muncul pada penyakit Wilson. Gen ATP7B yang cacat bertanggung jawab atas
terjadinya kelainan tersebut.

Homeostasis tembaga

Penyakit Wilson dapat dipahami dengan baik melalui pemahaman metabolisme


tembaga. Kebutuhan tubuh sehari-hari terhadap tembaga sekitar 1-2 mg per hari, yang
dipenuhi lewat makanan sehari-hari sejumlah 2-5 mg per hari. Tembaga diabsorbsi oleh
sel-sel intestinal dan disimpan bersama metllothionin dalam bentok non toksik. Tembaga
tersebut kemudian diangkut menuju sirkulasi oleh protein transporter tembaga, yaitu
transporter-tembaga ATPase 1 (ATP7A) yang berlokasi pada membran enterocyt.
Selanjutnya diikat oleh albumin dan diangkut menuju hepar lalu diterima oleh hepatosit.
Di Dalam hepatosit ATOX 1 chaperone protein mengarahkan tembaga kepada target
pasangan ikantannya. Sebagian tembaga berikatan dengan metallothionein untuk
disimpan, sedangkan sisanya diekskresi ke dalam canalikuli bilier yang diregulasi oleh
ATP7B. ATP7B juga memfasilitasi tranfer tembaga menuju apoceruloplasmin untuk
membentuk protein berikatan -6 molekul tembaga yang disebut ceruloplasmin yang
merupakan α2-globulin. Ceruloplasmin dilepaskan ke dalam darah, dengan membawa
90% tembaga yang terdapat dalam plasma darah dan berfungsi sebagai sumber
cadangan tembaga bagi organ –organ perifer seperti otak dan ginjal.

ATP7A dan ATP7B merupakan protein transporter tembaga yang homolog.


Mutasi dari gen ATP7A menyebabkan penumpukan di enterocyts, mencegah masuknya
tembaga ke dalam sirkulasi darah sehingga menyebabkan defisiensi tembaga komplit.
Kondisi ini dikenal sebagai penyakit Menkes, kelainan x-linked yang ditandai dengan
gangguan neurologis dan gangguan fungsi jaringan ikat yang berat. Penemuan ini
membantu dalam mengungkap aktivitas gen bermutasi di hepar pada penyakit Wilson.
Gen penyakit Wilson, ATP7B mengkode ATP-ase tipe P yang berfungsi sebagai
transporter tembaga, ATP7B. ATP7B memiliki peran ganda, berperan dalam ekskresi
tembaga oleh bilier dan menggabungkkan tembaga dengan ceruloplasmin yang baru
saja terbentuk. ATP7B memiliki sistem pengaturan trans-membran (terdiri dari 8
domain), sebuah domain ikatan ATP menuju karboksi terminal dan sebuah ujung
amino yang terdiri atas 6 unit ikatan tembaga. Normalnya, terdapat di jaringan trans-
Golgi. Lalu lintas ATP7B diatur oleh siklus translokasi tembaga. Penelitian terhadap
gen ATP7B mutasi menunjukkan perlunya tembaga dalam lalu lintas ATP7B, dimana
dibutuhkan adanya penambahan ikatan tembaga dalam protein. Kapasitas transportasi
tembaga pada ATP7B mutasi berkurang atau hampir hilang seluruhnya. Menurut
penelitian oleh Hauser dkk, jika mutasi menyebabkan penyimpangan ATP7B, maka
akan berakibat disfungsi yang berat yang berujung pada ketiadaan transport tembaga.
Sebagai tambahan, kelainan ATP7B secara invitro dapat diobati dengan chaperones4-
fenilbutirat dan curcumin. Meskipun demikian, penggunaan pada in vivo masih
memerlukan penjelasan lebih lanjut. Disamping itu, kerusakan pada domain ikatan ATP
juga menyebabkan hilang atau berkurang atau hilangnya kapasitas transport tembaga.

Toksisitas tembaga

Mutasi gen ATP7B mengakibatkan berkurangnya konversi apoceruloplasmin


menjadi ceruloplasmin, sehingga kadar ceruloplasmin umumnya rendah pada pasien
Wilson Disease. Disfungsi ATP7B menghasilkan penumpukan tembaga di hepar.
Kegagalan proses ekskresi tembaga ke dalam kanalikuli biliaris mengakibatkan
terjadinya proses menjadi toksik di dalam hepatosit. Toksisitas tembaga dan disfungsi
mitokondria berkaitan erat. Produksi energi mitokondria terganggu. Tembaga yang
berlebih dapat merusak mitokondria, yang akhirnya menghasilkan kerusakan oksidatif
sel-sel dan tembaga terlepas ke dalam darah. Selanjutnya terjadi penumpukan pada
organ-organ lainnya seperti otak, ginjal, kornea dan sel darah merah kemudian memicu
kerusakan toksik. Masih belum jelas apakah stres oksidatif yang diinduksi penumpukan
tembaga menyebabkan disfungsi mitokondria, ataukah penumpukan tembaga di
mitokondria yang menyebabkan produksi stres oksidatif. Dimungkinkan keduannya
merupakan mekanisme yang sama pentingnya.

Pada akhirnya stres oksidatif dan disfungdi mitokondria menyebabkan


terjadinya apoptosis. Pada penyakit Wilson, kejadian apoptotik sel (kematian sel) juga
dipicu oleh inhibisi IAPs (protein inhibitor apoptosis ) yang disebabkan oleh
penumpukan toksik dari tembaga di intraseluler. Pada kondisi normal, IAPs
menghambat caspase-3 dan caspase-7 yang bertanggung jawab atas kematian sel
apoptosis. Namun demikian, masih belum jelas jalur apoptosis manakah yang berperan
terhadap hilangnya sel pada lesi organ penderita penyakit Wilson.

Nukleus lenticular merupakan area utama di otak yang terganggu pada penyakit
Wilson, dimana secara makroskopis tampak berwarna coklat dikarenakan penumpukan
tembaga. Degnerasi berlangsung selama perjalanan penyakit, menuju terjadinya
nekrosis, gliosis, dan perubahan menjadi kistik. Lesi dapat dilihat pada batang otak,
talamus, serebelum, dan kortek serebral. Pada fase awal penyakit terjadi proliferasi
astrocyt protoplasma besar. Sejalan dengan progresifitas penyakit, penumpukan tembaga
menyebabkan terjadinya degenarasi vakuoler pada sel tubulus proksimal ginjal, sindrom
Fanconi, dan munculnya cincin Kayser-Fleischer yang berwarna coklat keemasan di
membran Descement kornea. Terlepasnya tembaga ke dalam sirkulasi darah secara tiba-
tiba dapat meyebabkan kerusakan sel darah merah, hal ini memacu kajadian hemolisis.

IV. MANIFESTASI KLINIS

Sebagian besar penderita Wilson disease menunjukkan gejala hepatik atau neuro
psikiatrik, dan keterlibatan hepar baik asimptomatik maupun simptomatik. Sedangkan
sisanya muncul dengan adanya keterlibatan pada organ lainnya.4

1. Manifestasi Hepatik3,4

Penderita dengan gejala hepatik biasnya muncul pada masa akhir childhood atau
remaja. Gejala yang didapatkan terdiri atas hepatitis akut, gagal hepar fulminan, atau
penyakit hepar kronik progresif baik berupa hepatitis kronik aktif maupun sirosis dengan
makronodular. Pada umumnya usia saat munculnya gejala hepatik rata-rata usia 11 tahun
4 bulan. Pada prinsipnya, semakin muda usia pada saat munculnya gejala hepatik, maka
semakin luas derajat keterlibatan hepar.

Bentuk kelainan hepar akut, kronik, dan fulminan7 :

a) akut hepatitis : mirip dengan hepatitis akut karena virus, dengan ikterik, choluria,
hepatomegali, dan peningkatan kadar aminotransferase
b) hepatitis kronik : tanda hipertensi portal dapat berupa hematemesis dan melena,
hepatomegali, splenomegali, peningkatan kadar enzim hepar, dengan atau tanpa disertai
ikterik.

c) kegagalan hepar fulminan : manifestasi klinis dari hepatitis akut dan ensefalopati lebih
dari 8 minggu setelah munculnya manifestasi klinis penyakit hepar

2. Manifestasi Keterlibatan SSP (sistim syaraf pusat)6,3


a. Manifestasi Neurologik

Gejala neurologik muncul rata-rata saat usia remaja 18 tahun 9 bulan, meskipun
dapat muncul mulai usia 6 tahun.3

Gejala yang sering muncul antara lain :

1. gangguan gerak : tremor, gerak involunter

2. Disartria, drooling (air liur menetes)

3. Distonia tipe rigid

4. Pseudobulbar palsy

5. Disautonomia

6. Migrain

7. Insomnia

8. kejang

Tremor merupakan gejala yang paling banyak muncul, dapat saat istirahat,
berbaring, maupun saat bergerak. Sedangkan kejang termasuk manifestasi yang jarang
didapatkan, dimana lebih sering didapat kejang tipe parsial.

b. Manifestasi psikiatrik

Manifestasi psikiatrik yang muncul antara lain :

1. Depresi

2. Neurosis

3. Perubahan kepribadian
4. Psikosis

Perubahan kepribadian, gangguan mood, depresi merupakan gejala yang paling serimg
didapatkan. Depresi dapat berupa depresi berat dan hampir 16% pasien memiliki
riwayat percobaan bunuh diri. Psikosis jarang didapatkan pada penderita Wilson
disease.3

3. Manifestasi oftalmologik4,7

Berupa cincin Kayser-Fleischer yang tampak berupa seperti cincin berwana


emas-coklat- hijau di kornea mata. Umumny bilateral pada kedua mata, namun pernah
dilaporkan didapatkan unilateral. Cincin terbentuk awalnya di sebelah superior, diikuti
inferior kemudian sebelah lateral dan medial, sehingga perlu dicari secara teliti dan
menyeluruh dengan mengangkat kelopak mata. Cincin tersebut terbentuk karena
adanya deposisi tembaga pada membran Descement. Cincin tersebut sulot dilihat pada
penderita dengan iris warna coklat. Tanda lain adalah katarak sunflower, namun relatif
jarang ditemukan.

Gambar 1. cincin Kayser-Fleischer pada berbagai warna iris3


4. Manifestasi lain yang jarang didapatkan antara lain 3:

1. Hematologi : anemia hemolitik akut non-imunologik dan epistaksis

2. Ortopedi : Chondrokalsinosis, ostoeartritis, penyakit metabolik tulang,

juvenile poliartritis, fraktur berulang, dislokasi berulang.

3. Kardiovaskular : aritmia, manifestasi klinis menyerupai demam rematik.

4. Ginjal : asidosis tubulus renal, hipercalsiuria, hematuria mikroskopik, dan

atau minimal proteinuria.

5. Kulit : hiperpigmentasi (mirip dengan penyakit Addison)

6. mata : katarak sunflower

7. Ginekologi : amenorhea primer atau sekunder, abortus berulang tanpa sebab

yang jelas.

8. Pancreatitis

9. hipoparatiroidisme

Sebuah penelitian pada 11 anak dengan Wilson disease di taiwan oleh Li-Ching
Wang dkk, didapatkan gejala awal utama berupa fungsi hepar terganggu (kenaikan
LFT) dan anemia hemolitik serta kelainan pada gen G934D, R778Q, C490X, 304insC,
IVS4-1 G > C, P992I,L1181P.8
Rodolfo dkk, menemukan bahwa pada 28 anak Brasil dengan wilson disease
sebagian tidak menunjukkan gejala (asimptomatos) dan seagian lainnya menunjukkan
gejala yaitu : ikterik, hepatosplenomegali, nyeri abdomen, muntah, fatigue, Choluria,
hipocholia / acholia, asites, edema ekstremitas bawah, dan perdarahan saluran cerna.9

IV. DIAGNOSIS1,6,7

Diagnosis penyakit wilson dapat ditegakkan berdasarkan aspek manifestasi


klinis, riwayat keluarga, pemeriksaan penunjang laboratoris, dan terakhir menggunakan
analisis genetik jika dari pemeriksaan yang telah dilakukan sebelumnya belum dapat
menegakkan diagnosis.

Manifestsi klinis
Diagnosis penyakit Wilson dapat ditetapkan segera jika didapatkan gejala klasik yang
terdiri atas penyakit atau kelainan hepar, keterlibatan neurologis, dan cincin Kayser-
Fleischer .

Berikut adalah pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis pada
Wilson disease :

1. pemeriksaan oftalmologik menggunakan slit lamp untuk mencari cincin kayser-

Fleischer

2. pemeriksaan darah Serum ceruloplasmin dan serum tembaga

3. pemeriksaan urin tembaga 24-jam

4. biopsi hepar untuk pemeriksaan histologi, histochemistry, kadar tembaga.

5. pemeriksaan genetik, analisis haplotype untuk saudara sekandung, dan analisis

Tes Biokimiawi hepar8

Pada umumnya penderita Wilson disease memiliki aktifitas serum aminotransferase yang
abnormal, kecuali pada usia yang masih sangat muda. Sebagian besar menunjukaan
peningkatan yang ringan dan tidak mencerminkan berat ringannya kerusakan hepar.

Ceruloplasmin

Protein ini disintesis terutama di hepar pada fase akut, berfungsi sebagai protein
pembawa tembaga dalam sirkulasi darah. Kadar serum ceruloplasmin < 200 mg/L (< 20
mg/dl) dianggap konsisten dengan Wilson disease, namun belum dapat untuk
menegakkan diagnosis jika tunggal, dapat untuk menegakkan dianosis jika disertai
adanya cincin Kayser-Fleischer.

Kadar serum ceruloplasmin yang sangat rendah yaitu < 50 mg/L atau 5 mg/dl
merupakan bukti kuat untuk diagnosis Wilson disease.Namun sebaliknya, kadar yang
normal belum dapat menyingkirkan diagnosis penyakit. (rekomendasi kelas I, level B).

Asam urat
Serum asam urat dapat menurun pada penderita dengan gejala simptomatik hepar dan
penyakit neurologik karena berkaitan dengan disfungsi tubulus renal ( sindrom Fanconi)

Serum Tembaga
Kadar serum tembaga total seringkali menurun seiring menurunnya jumlah
ceruloplasmin. Pada Wilson disease dengan acute liver failure dapat meningkat. Kadar
tembaga serum yang tidak terikat ceruloplasmin dapat ditujukan untuk memb antu
diagnosis, kadar tembaga serum yang tidak berikatan dengan cerulplasmin >25 μg/dL
atau > 250 μg/L pada kebanyakan pasien yang belum berobat (kadar normal < 15 μg/dL
atau < 150 μg/L). Pada pasien dengan pengobatan lama kadar serum tembaga tak terikat
ceruloplasmin 5μg/dL atau 50 μg/L.

Urin tembaga 24 jam


Digunakan sebagai salah satu komponen untuk diagnosis dan juga monitoring
pengobatan selama perjalanan penyakit. Tembaga pada pemeriksaan urin
menggambarkan tembaga yang tidak terikat ceruloplasmin dalam sirkulasi. Kadar urin
tembaga konvensional sebagai diagnosis adalah > 100 μg/24 jam (1.6 μmol/24 jam) pada
pasien dengan simptomatis. Studi terkini menunjukkan kadar < 100 μg/24 jam dapat
ditemukan pada 16%-23% pasien. Referensi nilai normal bervariasi, nilai yang banyak
digunakan adalah 40 μg/24 jam (0.6 μmol/24 jam) sebagai batas atas nilai normal.
Beberapa penyakit hepar kronik tertentu dapat memiliki nilai diatas normal. Pemeriksaan
ini menjadi salah satu pemeriksaan untuk screening namun tidak dapat digunakan secara
tunggal.

Kadar kandungan tembaga parenkim hepar


Kadar kandungan tembaga parenkim hepar > 250 μg/g berat kering dapat memberikan
informasi diagnostik penting dan merupakan langkah yang sebaiknya dilakukan bila
diagnosis belum dapat ditegakkan dengan pemeriksaan lainnya dan pada pasien dengan
usia muda. Pada pasien yang tidak berobat kandungan tembaga normal < 40-50 μg/g
hampir selalu mengeksklusi diagnosa Wilson disease. Pemeriksaan lebih lanjut
diperlukan jika didapatkan hasil intermediet (70-250 μg/g ), terlebih jika didapatkan
penyakit hepar aktif atau gejala Wilson disease lainnya.
Gambaran histopatologis biopsi hepar
Gambaran awal berupa steatosis ringan ( mikrovesikular dan makrovesikular), nekleus
glikogenasi dalam hepatosit, nekrosis hepatoseluler focal. Biopsi hepar dapat
menunjukkan histopatologis klasik dengan gambaran autoimun hepatitis, dengan
kerusakan parenkim progresif, fibrosis, dan secara bertahap berkembang ke arah sirosis.
Pada gagal hepar akut dapat didapatkan gambaran menonjol berupa apoptosis.

Pemeriksaan radiologis10
Pada penderita dengan stadium munculnya gejala neurologis, pemeriksaan MRI atau CT-
Scan dapat mendeteksi kelainan struktural otak pada basal ganglia. Kelainan yang paling
sering ditemukan adalah peningkatan densitas CT dan hiperintensitas T2 MRI pada
daerah basal ganglia. Kelainan tersebut juga dapat ditemukan pada lokasi lainnya.
Kelainan diotak yang dapat ditemukan pada pemeriksaan CT-Scan kepala, mulai
yang tersering hingga paling jarang antara lain : Dilatasi ventrikel, atrofi kortikal, atrofi
batang otak, hipodensitas ganglia basalis, atrofi fossa posterior, normal.0
Analisis genetik
Analisis mutasi gen telah memungkinkan dan dapat dilakukan pada individu secara
khusus dimana diagnosis sulit ditegakkan oleh uji klinis dan biokimiawi. Analisis
halotipe atau uji khusus untuk mengetahui adanya mutasi dapat digunakan untuk
screening keluarga derajat keturunan pertama dari seorang penderita Wilson disease.
Konsultan genetika mungkin dibutuhkan untuk menginterpretasi hasilnya.
Pertimbangan diagnostik pada kondisi khusus tampak pada organ tertentu
Gagal hepar akut
Kebanyakan pasien dengan gejala gagal hepar akut sebagai presentasi Wilson Disease
akan dijumpai pola karakteristik klinis seperti berikut :
- coomb tes negatif hemolitik anemia dengan memperhatikan hemolisis akut
intravaskular.
- koagulopati yang tidak respon terhadap pemberian vitamin K parenteral
- rapid progresif berkembang menjadi gagal ginjal.
- peingkatan serum aminotransferase (<< 2000 IU/L) dari awal perjalanan penyakit
- serum alkali fosfatase normal atau subnormal (< 40 IU/L)
- Rasio perempuan : laki-laki adalah 2:1

Screening keluarga
Screening dilakukan pada generasi kerabat / keluarga tingkat pertama dari
pasien. Skreening berupa : riwayat ikterik, penyakit heminpar, dan pemeriksaan
terhadap keterlibatan neurologik, pemeriksaan fisik, serum tembaga, ceruloplasmin, tes
fungsi hepar termasuk aminotransferase, albumin, bilirubin direk dan bilirubin indirek,
pemeriksaan slit lamp untuk mencari cincin kayser-Fleischer, dan pemeriksaan urin
tembaga 24 jam.
Pada bayi dapat dilakukan pemeriksaan urin dan cerulolasmin untuk mencari
adanya penyakit Wilson disease.
Berikut alur skreening pada keluarga :

Berikut beberapa cara untuk menetapkan diagnosis,yaitu :


Penyakit Wilason dapat ditegakkan jika didapatkan paling tidak dua dari kriteria
berikut :
1. riwayat keluarga akan penyakit Wilson
2. Cincin kayser-Fleischer
3. kadar ceruloplasmin rendah (< 20 mg.dl)
4. Tembaga bebas > 25 μg/dL
(dihitung dengan rumus : tembaga bebas = tembaga serum(dalam
mcg/dL) – (3 x ceruloplasmin dalam mg/dL.
5. urin tembaga 24-jam > 100 μg/24 jam
Adanya skoring Internationa Meeting on Wilson’s Disease yang ke 8 lebih
mempermudah menetapkan diagnosis 11
Berikut alur tatalaksana pada penderita degan penyakit hepar yang tidak dapat
dijelaskan :
Berikut adalah pendekatan alur diagnosis pasien dengan kelainan neuropsikiatri yang
disertai penyakit hepar

V. PENATALAKSANAAN1,5,6

A. Medikamentosa

1. Penisilamine : anak dan remaja 20 mg/kgBB.

Dimulai dari dosis kecil kemudian dinaikkan bertahap. Obat diminum peroral dalam empat
dosis terbagi, 30 – 45 menit sebelum makan dan sebelum tidur atau ≥ 2 jam setalah makan.
Obat baik diserap jika perut dalam keadaan kosong. Jika tidak terjadi respon optimal
terhadap terapi, dosis dapat dinaikkan 1,5 hingga 2 g/hari atau seimbang menurut berat
badan. penicillamine jarang digunakan, karena sekitar 20% dari pasien mengalami efek
samping atau komplikasi penicillamine perawatan, seperti obat induced lupus
(menyebabkan nyeri sendi dan ruam kulit) atau myasthenia (suatu kondisi saraf mengarah
ke kelemahan otot). Orang-orang yang disajikan dengan gejala-gejala neurologis, hampir
setengah mengalami memburuknya paradoks di gejala mereka. Sementara fenomena ini
juga diwaspadai selama terapi, biasanya merupakan indikasi untuk menghentikan
penicillamine. Obat ini mengikat tembaga (chelation) dan mengarah ke ekskresi tembaga
dalam urin. Oleh karena itu, pemantauan jumlah tembaga dalam urin dapat dilakukan untuk
memastikan dosis yang cukup tinggi diambil

2. Trientine : diberikan secara peroral dengan dosis 1 – 1,5 g/hari dalam dosis terbagi. Diminum
1 jam sebelum atau 2 jam sesudah makan. Pada anak usia kurang dari 10 tahun disarankan
dosis 0,5 g / hari ( sekitar 20 mg/kg). Aman digunakan pada ibu hamil. Berfungsi sebagai
agen pengikat tembaga.
3. Zinc : anak dan ibu hamil dapat diberikan dosis 3 x 25 mg setiap hari. Zinc berfungsi sebagai
absorber tembaga. Digunakan sebagai terapi maintenance karena efek kerjanya baru terlihat
setelah 1-2 minggu, sehingga tidak digunakan sebagai terapi inisial.
4. Tetrathiomolybdate : masih dalam uji experimental lebih lanjut di Amerika (USA) dan
belum tersedia secara komersial.
5. Antioksidan : yang sering digunakan adalah vitamin E , sebagai terapi tambahan untuk
mengurangi stress oksidatif.

Orang yang bersifat asimtomatik (misalnya mereka yang didiagnosa melalui pemeriksaan
keluarga atau hanya sebagai akibat dari hasil tes yang abnormal) umumnya diterapi, karena
akumulasi tembaga mungkin menyebabkan kerusakan jangka panjang di masa depan. Masih
belu jelas apakah orang-orang ini terbaik diperlakukan dengan penicillamine atau seng asetat.
B. Diet
Berbagai perawatan tersedia untuk Wilson's disease. Beberapa meningkatkan penghapusan
tembaga dari tubuh, sementara orang lain mencegah penyerapan tembaga dari makanan.
Secara umum, dianjurkan diet rendah mengandung tembaga makanan (jamur, kacang-
kacangan, cokelat, buah-buahan kering, hati, dan kerang).

C. Transplan hepar
Berikut adalah kondisi yang dipertimbangkan untuk dilakukan transplan hepar :
a. pasien dengan klinis menunjukkan gagal hepar fulminan, sering pada remaja atau usia
muda.
b. pasien dengan dekompensasi hepar berat yang tidak mengalamiperbaikan setelah
beberapa bulan pemberian agen pengikat tembaga yang adekuat.
c. pasien yang telah diterapi secara efektif namun mengalami perkembangan menjadi
insufisiensi hepar akut progresif berat setelah penghentian terapi penisilamine.
d. pasien dengan disfungsi neurologi progresif dan atau ireversibel.
Rekomendasi European Association for the Study of the Liver Guidline clinical practise2

1. Terapi inisial untuk penderita Wilson disease yang asimptomatik adalah D-


penisilamine atau Trientine. Dalam hal ini Trientine lebih ditoleransi.
2. Zink dapat merupakan terapi lini pertama bagi penderita dengan gejala neurologik
3. Pada penderita presimtomatik atau penderita dengan penyakit neurologik pada terapi
maintenance dapat dicapai dengan terapi chelating agent atau zink.
4. Pengobatan bersifat seumur hidup dan sebaiknya tidak dihentikan kecuali jika sudah
memungkinkan dilakukan transplan hepar.
5. Jika menggunakan terapi zink, diperlukan pemantauan enzim transaminase, dan
diperlukan penggantian ke chelating agent jika didapatkan peningkatan enzim tersebut.
6. Pasien disarankan menghindari makanan dan minuman yang banyak mengandung
tembaga, khususnya pada tahun pertama pengobatan.
7. Pasien dengan gagal hepar akut dikarenakan wilson disease disarankan dilakukan
transplan hepar jika King’s score mencapai 11 atau lebih.
8. Pasien dengan dekompensasi sirosis, tidak respon terhadap terapi chelating agent
dipertimbangka untuk transplan hepar.
9. Pengobatan wilson disease seyogyanya tetap dilanjutkan selama proses kehamilan,
namun pengarangan dosis dapat dilakukan bila menggunakan penicilamine atau
trientine.
10. Untuk pemantauan rutin, serum tembaga,ceruloplasmin, enzim hepar, dan rasio normal
internasional, parameter fungsional, darah lengkap, hitung jenis, analisis urin,
pemeriksaan fisik, neurologik dilakukan secara berkala, minimal dua kali setahun.
11. Ekskresi tembaga di urin selama pengobatan dan setelah dua hari penghentian obat
sebaiknya diperiksa minima sekali setahun. Kadar tembaga tak terikat ceruloplasmin
dapat turut berguna sebagai parameter kontrol selama pengobatan.

VI. PROGNOSIS7

Untuk menilai derajat penyakit dan memprediksi progresifitas penyakit dapat


digunakan kriteria Nazer dkk dan Dhawan dkk.
DAFTAR PUSTAKA

1. Roberts EA, Schilsky ML. Diagnosis and Treatment of Wilson Disease:


An Update. Hepatology.2008; 47:2089-111.
2. Ferenci P, Anna C, Stremmel W, Houwen R, Rosenberg W, Schilsky M, et al. EASL
Clinical Practice Guidelines: Wilson’s disease. Journal of Hepatology. 2012; 56:671–85.
3. Pfeiffer RF. Wilson Disease’s. Seminars in Neurology. 2007;27:123-32.
4. Das SK, Ray K. Wilson’s disease : an update. Nature Clinical Practice Neurology. 2006;2:
482-493.
5. Dong QY, Wu zy. Advance in the pathogenesis and treatment of Wilson disease.
Translational Neurodegeneration. 2012;23(1): 1-8.
6. Feldstein AE, Chitkara DK, Plescow R, Grand RJ. Wilson Disease. In: Walker WA, Goulet
O, Kleinman RE, Sherman PM, Shneider BL, Sanderson IR, editors. Pediatric
Gastrointestinal Disease. 2nd ed. United States: BC Decker; 2004; 23(2) 1440-54.

7. Andrade S, Ferreira AR, Fagundes EDT, Roquete MLV, Pimenta JR, Faria CL, et al.
Wilson’s disease in children and adolescents:diagnosis and treatment. Rev Paul Pediatric.
2010;28(2):134-40.
8. Wang LC, Wang JD, Tsai CR, Cheng SB, Lin CC. Clinical Features and Therapeutic
Response in Taiwanese Children With Wilson’s Disease:12 Years of Experience in a
Single Center. Pediatric Neonatology. 2010;51(2):124−129.
9. Kleine RT, Mendes R, Pugliese R, Miura I, Danesi V, Porta G. Wilson’s disease: an
analysis of 28 Brazilian children. CLINICS. 2012;67(3):231-235.
10. Singh P, Ahluwalia A, Saggar K, Grewal CS. Wilson’s disease : MRI features.J of
pediatric neuroscience.2011;6:27-28.
11. European Association for Study Liver. EASL Clinical Practice Guidelines: Wilson’s
Disease. EASL Journal Of Hepatology. 2012; 56: 671-685.

You might also like