You are on page 1of 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sindrom Cushing disebabkan hormone kortisol dihasilkan secara berlebihan. Hormon


kortisol dihasilkan oleh kelenjar adrenal. Secara biologinya, kelenjar berbentuk seakan-
akan topi ini terdiri dari pada dua lapisan yang dikenali sebagai korteks (lapisan luar)
dan medula (lapisan dalam). Kelenjar adrenal menghasilkan antara 30 hingga 50
sebagian steroid atau hormon. Tiga hormone utama yang dihasilkan oleh kelenjar
adrenal ini ialah hormone kortisol, adolsteron dan hormon androgen. Sindrom Cushing
pula selalunya terjadi pada kaum wanita. Pesakit biasanya juga mempunyai masalah
darah tinggi, peningkatan berat badan dengan rupa bentuk ‘cushingoid’. Puncak utama
penyakit sindrom Cushing adalah adenoma korteks adrenal, hyperplasia menyeluruh,
hyperplasia makronodul dan kanser kelenjar adrenal. Rawatan penyakit sindrom Cushing
ialah dengan merawat puncanya. Feokromositoma adalah ketumbuhan yang jarang
ditemui dan ia merembeskan hormone katekolamin. Tanda penyakit adalah peningkatan
tekanan darah, massa abdomen dan serangan panik. Ketumbuhan boleh berpunca dari
satu kelenjar adrenal (74.2%), adrenal ekstra (16.1%) atau kedua-dua kelenjar
(9.6%). Karsinoma korteks adrenal jarang ditemui, bersifat agresif dan mempunyai
ketumbuhan yang telah merebak. Penyakit ini boleh sembuh jika dicegah lebih awal dan
menjalani pembedahan dengan segera. Sindrom Cushing juga biasa terdapat pada anjing
peliharaan atau kuda, yang menunjukkan simptom yang sama seperti manusia, di mana
ia kelihatan bulu kerinting rapat yang tidak gugur dan kehilangan berat badan dan
laminitis.

B. RumusanMasalah

1. Apa itu sindrom cushing?

2. Bagaimana patofisiologi Cushing Sindrom?

3. manisfestasi klinis Cushing Sindrome?

4. Bagaimana penatalaksanaan Cushing Syndrom?

5. Asuhan keperawatan cushing syndrom?

1
C. Tujuan

Untuk mengetahui dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada penderita


syndrome cushing.

D. Manfaat

Dengan makalah ini diharapkan mahasiswa mengetahui tentang sindrome cushing


dan aplikasinya dalam proses keperawatan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi sindroma cushing

Sindroma Cushing adalah suatu gangguan klinik dan metabolik yang disebabkan oleh
kelebihan glukokortikoid. Dampak kelebihan ini menimbulkan gambaran klinis
tersendiri dan menempatkan pasien pada risiko untuk mengalami banyak proses
patologis, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. Karena sindroma Cushing secara
potensial dapat disembuhkan, pentilah dipertimbangkan kelainan ini kalau ada
hipertensi, diabetes militus, atau gambaran-gambaran lain dari kondisi ini. Istilah
sindrom Cushing digunakan untuk kelainan yang disebabkan oleh macam-macam sebab
seperti yang disajikan dalam tabel 16-1. Selain itu, sindroma ini dapat terjadi iatrogenik,
akibat pemberian glukokortikoid.

Istilah penyakit Cushing digunakan untuk penyakit dengan bakar glukokortikoid yang
sangat tinggi akibat produksi berlebihan hormon adrenokortikoid (ACTH) oleh hipofisis.
Sebab yang paling sering dari sindrom Cushing adalah hiperplasia adrenal bilateral
terinduksi oleh kortikotropin yang dipengaruhi hipofisis, yaitu penyakit Cushing (Lancet
editoral, 1981). Kalau adanya sindroma Cushing sudah dipastikan, submasalah lain yaitu
rtiologi-hendaknya dicari.

B. Patofisiologi

Kortisol adalah produk akhir sintesis glukokortikoid oleh korteks kelenjar adrenal.
Gmabar 16-1 menyajikan sintesis, metabolisme, dan eksresi glukokortikoid. Dampak
peningkatan kadar glukokortikoid adalah berat dan luas. Glukokortikoid meningkat
karena berbagai faktor baik dari luar maupun dalam tubuh, seperti yang sudah dijelaskan
pada poin etiologi chusing syndrome. Fungsi metabolik glukokortikoid atau kortisol
yang stabil dipengaruhi oleh jumlah sekresi glukokortikoid atau kortisol. Kelebihan
glukokortikoid dapat menyebabkan perubahan berbagai kondisi di dalam tubuh
khususnya fungsi metabolik seperti dibawah ini:

1.) Metabolisme protein


Efek katabolik dan antianabolik pada protein yang dimiliki glukokortikoid
menyebabkan menurunnya kemampuan sel-sel pembentuk protein untuk mensistesis
protein. Kortisol menekan pengangkutan asam amino ke sel otot dan mungkin juga ke

3
sel ekstrahepatika seperti jaringan limfoid menyebabkan konsentrasi asam amino
intrasel menurun sehingga sintesis protein juga menurun. Sintesis protein yang
menurun memicu peningkatan terjadinya proses katabolisme protein yang sudah ada
di dalam sel. Proses katabolisme protein ini dan proses kortisol memobilisasi asam
amino dari jaringan ekstrahepatik akan menyebabkan tubuh kehilangan simpanan
protein pada jaringan perifer seperti kulit, otot, pembuluh darah, dan tulang atau
seluruh sel tubuh kecuali yang ada di hati. Oleh karena itu secara klinis dapat
ditemukan kondisi kulit yang mengalami atropi dan mudah rusak, luka-luka sembuh
dengan lambat. Ruptura serabut-serabut elastis pada kulit menyebabkan tanda regang
pada kulit berwarna ungu (striae). Otot-otot mengalami atropi dan menjadi lemah.
Penipisan dinding pembuluh darah dan melemahnya jaringan penyokong pembuluh
darah menyebabkan mudah timbul luka memar. Matriks protein tulang menjadi rapuh
dan menyebabkan osteoporosis, sehingga dapat dengan mudah terjadi fraktur
patologis. Kehilangan asam amino terutama di otot mengakibatkan semakin banyak
asam amino tersedia dalam plasma untuk masuk dalam proses glukoneogenesis di hati
sehingga pembentukan glukosa meningkat.
2.) Metabolisme karbohidrat
Efek kortisol terhadap metabolisme karbohidrat untuk merangsang
glukoneogenesis yaitu pembentukan karbohidrat dari protein dan beberapa zat lain
oleh hati. Seringkali kecepatan glukoneogenesis sebesar 6 sampai 10 kali lipat. Salah
satu efek glukoneogenesis yang meningkat adalah jumlah penyimpanan glikogen
dalam sel-sel hati yang juga meningkat.
Kortisol juga menyebabkan penurunan kecepatan pemakaian glukosa oleh
kebanyakan sel tubuh. Glukokortikoid menekan proses oksidasi nikotinamid-adenin-
dinukleotida (NADH) untuk membentuk NAD+. Karena NADH harus dioksidasi agar
menimbulkan glikolisis, efek ini dapat berperan dalam mengurangi pemakaian
glukosa sel.
Peningkatan kecepatan glukoneogenesis dan kecepatan pemakaian glukosa
oleh sel berkurang dapat meningkatkan konsentrasi glukosa darah. Glukosa darah
yang meningkat merangsang sekresi insulin. Peningkatan kadar plasma insulin ini
menjadi tidak efektif dalam menjaga glukosa plasma seperti ketika kondisi normal.
Tingginya kadar glukokortikoid menurunkan sensitivitas banyak jaringan, terutama
otot rangka dan jaringan lemak, terhadap efek perangsangan insulin pada ambilan dan
pemakaian glukosa.
4
Efek metabolik meningkatnya kortisol dapat menganggu kerja insulin pada
sel-sel perifer, sebagai akibatnya penderita dapat mengalami hiperglikemia. Pada
seseorang yang mempunyai kapasitas produksi insulin yang normal, maka efek dari
glukokortikoid akan dilawan dengan meningkatkan sekresi insulin untuk
meningkatkan toleransi glukosa. Sebaliknya penderita dengan kemampuan sekresi
insulin yang menurun tidak mampu untuk mengkompensasi keadaan tersebut, dan
menimbulkan manifestasi klinik DM.
3.) Metabolisme lemak
α gliserofosfat yang berasal dari glukosa dibutuhkan untuk penyimpanan dan
mempertahankan jumlah trigliserida dalam sel lemak. Jika α gliserofosfat tidak ada
maka sel lemak akan melepaskan asam lemak. Asam lemak akan dimobilisasi oleh
kortisol sehingga konsentrasi asam lemak bebas di plasma meningkat. Hal ini
menyebabkan peningkatan pemakaian untuk energi dan penumpukan lemak berlebih
sehingga obesitas. Distribusi jaringan adiposa terakumulasi didaerah sentral tubuh
menimbulkan obesitas wajah bulan (moon face). Memadatnya fossa supraklavikulare
dan tonjolan servikodorsal (punguk bison), Obesitas trunkus dengan ekstremitas atas
dan bawah yang kurus akibat atropi otot memberikan penampilan klasik perupa
penampilan Chusingoid.
4.) Sistem kekebalan
Ada dua respon utama sistem kekebalan yaitu pembentukan antibodi humoral
oleh sel-sel plasma dan limfosit B akibat ransangan antigen yang lainnya tergantung
pada reaksi-reaksi yang diperantarai oleh limfosit T yang tersensitasi.
Pemberian dosis besar kortisol akan menyebabakan atrofi yang bermakna pada
jaringan limfoid di seluruh tubuh. Hal ini akan mengurangi sekresi sel-sel T dan
antibodi dari jaringan limfoid. Akibatnya tingkat kekebalan terhadap sebagian besar
benda asing yang memasuki tubuh akan berkurang.
Glukokortikoid mengganggu pembentukan antibodi humoral dan menghambat
pusat-pusat germinal limpa dan jaringan limpoid pada respon primer terhadap anti
gen. Gangguan respon imunologik dapat terjadi pada setiap tingkatan berikut ini yaitu
proses pengenalan antigen awal oleh sel-sel sistem monosit makrofag, Induksi dan
proleferasi limfosit imunokompeten, produksi anti bodi, reaksi peradangan,dan
menekan reaksi hipersensitifitas lambat.

5
5.) Elektrolit
Glukokortikoid memiliki efek minimal pada kadar elektrolit serum. Glukokortikoid
yang diberikan atau disekresikan secara berlebih akan menyebabkan retensi natrium
dan pembuangan kalium sehingga menyebabkan edema, hipokalemia dan alkalosis
metabolik.
6.) Sekresi lambung
Sekeresi asam lambung dapat ditingkatkan sekresi asam hidroklorida dan pepsin dapat
meningkat. Faktor-faktor protekitif mukosa dirubah oleh steroid dan faktor-faktor ini
dapat mempermudah terjadinya tukak.
7.) Fungsi otak
Perubahan psikologik terjadi karena kelebihan kortikosteroid, hal ini ditandai dengan
oleh ketidak stabilan emosional, euforia, insomnia, dan episode depresi singkat.
8.) Eritropoesis
Kortisol mengurangi jumlah eosinofil dan limfosit di dalam darah. Involusi jaringan
limfosit, menyebabkan rangsangan untuk pelepasan neutrofil dan peningkatan
eritropoiesis.

C. Manifestasi Klinis

6
Tanda dan gejala sindrom cushing bervariasi, akan tetapi kebanyakan orang
dengan gangguan tersebut memiliki obesitas tubuh bagian atas, wajah bulat, peningkatan
lemak di sekitar leher, dan lengan yang relatif ramping dan kaki. Anak-anak cenderung
untuk menjadi gemuk dengan tingkat pertumbuhan menjadi lambat.
Manifestasi klinis yang sering muncul pada penderita cushing syndrome antara
lain :
a. Rambut tipis
b. Moon face
c. Penyembuhan luka buruk
d. Mudah memar karena adanya penipisan kulit
e. Petekie
f. Kuku rusak
g. Kegemukan dibagian perut
h. Kurus pada ekstremitas
i. Striae
j. Osteoporosis
k. Diabetes Melitus
l. Hipertensi
m. Neuropati perifer

Tanda-tanda umum dan gejala lainnya termasuk


(a) Kelelahan yang sangat parah
(b) Otot-otot yang lemah
(c) Tekanan darah tinggi
(d) Glukosa darah tinggi
(e) Rasa haus dan buang air kecil yang berlebihan
(f) Mudah marah, cemas, bahkan depresi
(g) Punuk lemak (fatty hump) antara dua bahu

1. Konteks-Konteks Klinis

Diagnosis. Sindroma Cushing hendaknya dipertimbangkan kalau seorang pasien


memperlihatkan habitus cushingoid (wajah bulat dan badan tak berpinggul), diabetes

7
mellitus, dan/atau hipertensi. Ciri-ciri tambahan yang membuat diagnosis lebih mungkin
adalah antara lain rkimosis, kelemahan otot, hipokalemia, dan osteoporosis (Tabel 16-3).

Membedakan obesitas biasa dari sindroma Cushing ringan sering sulit. Banyak pasien dengan
obesitas mengalami hipertensi, mempunyai kulit yang halus, menderita amenore, dan mudah
terkena gangguan psikiatrik. Diabetes melitus dapat juga timbul pada pasien-pasien itu.
Obesitas pada lengan atau tungkai tidak cocok dengan diagnosis sindroma Cushing (Liddle,
1982).

Manajemen setelah terapi, misalnya, pengangkatan tumor korteks adrenal, perlu dilakukan
pengukuran berkala kadar glakokortikoid unutk menilai apakah kadarnya kembali normal dan
untuk menentukan adanya defisiensi hormonal akibat terapi tersebut.

2. Interpretasi

Diagnosis. Kombinasi uji penekanan deksametaso positif yang diikuti dengan peningkatan
kortisol bebas dalam urin 24 jam adalah diagnostik untuk sindroma Cushing. Stres, ketidak
tepatan minum obat, atau terapi difenihidantoin dapat menyebabkan uji penekanan
deksametason positif palsu (Watts dan Keffer, 1982).

Tabel 16-4 menyajikan matang nilai rujukan dan tingkat keputusan untuk sindroma Cushing.
Disamakan untuk tidak bertumpu pada satu perangkat nilai laboratorium saja. Misalnya,
kadar estrogen yang tinggi, seperti yang ditemukan pada kehamilan atau pada waktu terapi
dengan obat konstraseptif, dapat menyebabkan menikatnya kadar kortisol plasma karena
naiknya konsentrasi kortisol yang terikat globulin; tetapi, tidak ada penigkatan kecepatan
sekresi kortisol atau 17-OHCS dalam urin. Sebaliknya, hipertiroid dapat meningkatkan kadar
17-OHCS dalam urin, tetapi tidak menunjukkan peningkatan kortisol plasma. Untuk
menghindari salah interprestasi, nilai-nilai laboratorium tersebut hendaknya selalu ditafsirkan
dalam konteks gambaran klinis (Liddle, 1982).

D. Penatalaksanaan Chusing Syndrome


Penatalaksanaan Cushing Syndrome bergantung pada apa penyebab hormon
kortisol yang diproduksi secara berlebihan. Penatalaksanaan dapat dilakukan secara
pembedahan, radiasi, kemoterapi atau penggunaan obat untuk menghambat kortisol. Jika
penyebabnya adalah penggunaan jangka panjang hormon glukokortikoid yang
digunakan untuk mengobati gangguan lain, dokter secara bertahap akan mengurangi

8
dosis hingga mencapai dosis terendah namun tetap cukup untuk mengendalikan
gangguan itu. Setelah kontrol berhasil dilakukan, dosis harian hormon glukokortikoid
dapat ditingkatkan dua kali lipat dan diberikan pada hari lain untuk mengurangi efek
samping .
a. Hipofisis Adenoma
Pengobatan yang tersedia untuk penyakit Adenoma Hipofisis . Cara yang paling
banyak digunakan adalah operasi pengangkatan tumor , yang dikenal sebagai
transsphenoidal adenomectomy. Cara ini menggunakan mikroskop khusus dan
instrumen yang sangat halus, ahli bedah akan mendekati kelenjar pituitari melalui
lubang hidung atau pembukaan yang dibuat di bawah bibir atas. Tingkat keberhasilan
atau penyembuhan dari prosedur ini lebih dari 80 persen bila dilakukan oleh seorang
ahli bedah yang berpengalaman. Setelah operasi hipofisis, tingkat produksi ACTH
dua tetes di bawah normal. Hal ini merupakan penurunan yang alami, namun untuk
sementara klienakan diberi bentuk sintetis dari kortisol ( seperti hydrocortisone atau
prednisone).
Pada klien yang mengalami gagal operasi transsphenoidal , dapat dilakukan
metode radioterapi. Radiasi ke kelenjar pituitari diberikan selama 6. Hal ini
memerlukan waktu beberapa bulan atau tahun sebelum klien merasa lebih baik.
Namun demikian, kombinasi dari radiasi dan obat Mitotane (Lysodren) dapat
membantu mempercepat pemulihan . Mitotane dapat menekan produksi kortisol dan
menurunkan kadar hormon plasma dan urin. Tingkat keberhasilan dengan
menggunakan pengobatan Mitotane mencapai 30 sampai 40 persen. Obat lain yang
digunakan tanpa atau dengan kombinasi untuk mengontrol produksi kelebihan
kortisol diantaranya aminoglutethimide , metyrapone , trilostane dan ketoconazole.

b. Ektopik ACTH Syndrome


Kelebihan produksi kortisol yang disebabkan oleh sindrom ACTH ektopik
dapat disembuhkan dengan menghilangkan semua jaringan kanker yang mensekresi
ACTH. Pilihan pengobatan kanker - operasi, radioterapi, kemoterapi, imunoterapi,
atau kombinasi dari perawatan ini tergantung pada jenis kanker dan seberapa jauh
tumor tersebut telah menyebar. Karena ACTH, tumor mensekresi ( misalnya, kanker
paru-paru sel kecil) mungkin sangat kecil dan bahkan telah menyebar luas pada saat
diagnosis, obat penghambat, seperti Mitotane, merupakan bagian penting dari
pengobatan. Pada beberapa kasus, jika operasi hipofisis tidak berhasil, operasi
9
pengangkatan kelenjar adrenal ( adrenalektomi bilateral ) dapat menggantikan cara
pengobatan.
c. Tumor Adrenal
Pembedahan adalah pengobatan utama untuk tumor kanker dari kelenjar
adrenal. Pada penyakit Primary Pigmented Micronodular Adrenal operasi
pengangkatan kelenjar adrenal mungkin diperlukan.

E. Pemeriksaan diagnostik dan Penunjang


Pada pemeriksaan diagnostik dapat dilakukan dengan uji laboratorium dengan
memeriksa hormon metabolik, sel darah dan glukosa.
Pemeriksaan
Variabel Hasil
Laboratorium
a. Hormon Metabolik a) 17-Hidroksikortikoid Naik
(17–OHCS)
b) 17-ketosteroid Naik
(17–KS)

b. Sel Darah a) Eosinofil Turun


b) Neutrofil Naik
c) Darah Naik
d) Urin Turun

c. Glukosa Positif

Pemeriksaan Diagnostik lain yang dilakukan adalah


1. Sampel darah, untuk menentukan adanya variasi di urnal yang normal pada kadar
kartisol plasma. Variasi ini biasanya tidak terdapat pada gangguan fungsi adrenal.
2. Test supresi deksametason, untuk menegakkan diagnosis penyebab sindrom cushing
apakah dari hipofisis atau adrenal. Deksametason diberikan pada pukul 11 malam dan
kadar kortisol plasma diukur pada pukul 8 pagi di hari berikutnya.
3. Pengukuran kadar kortisol. Bebas dalam urine 24 jam, untuk memeriksabkadar 17-
hidroksikortikosteroid serta 17-ketosteroid yang merupakan metabolit kortisol &

10
androgen dalam urine. Pada sindrom cushing kadar metabolit dan kadar kortisol
plasma akan meningkat.
4. Stimulasi CRF ( Corticotropin – Releasing Faktor), untuk membedakan tumor
hipofisis dengan tempat-tempat ektopik produksi ACTH.
5. Pemeriksaan Radioimunoassay ACTH plasma, untuk mengenali penyebab sindrom
cushing
6. Pemindai CT, USG atau MRI Untuk menentukan lokasi jaringan adrenal &
mendeteksi tumor pada kelenjar adrenal
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang Hasil
a. Foto Rontgen tulang a. Osteoporosis terutama pelvis,
Kranium, kosta, vertebra
b. Pielografi b. Pembesaran adrenal (Karsinoma)
Laminografi Lokalisasi tumor adrenal
c. Arteriografi c. Hiperplasi
d. Scanning d. Tumor
e. Ultrasonografi e. Hiperplasi
f. Foto Rontgen Kranium f. Tumor Hipofisis

1. Prognosis
Sindrom Chusing yang tidak diobati akan fatal dalam beberapa tahun oleh karena
gangguan kardiovaskuler dan sepsis. Setelah pengobatan radikal kelihatan membaik,
bergantung kepada apakah gangguan kerusakan kardiovaskuler irreversibel.
Pengobatan sustitusi permanen memberikan risiko pada waktu klienmengalami
stres dan dipelrukan perawatan khusus. Karsinoma adrenal atau yang lainnya cepat
menjadi fatal oleh karena kakeksia dan atau metastasis.

F. Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Identitas klien meliputi nama, jenis kelamin, tempat/tgl lahir , umur, pendidikan,
agama, alamat, tanggal masuk RS. Lebih lazim sering terjadi pada wanita dari
pada laki-laki dan mempunyai insiden puncak antara usia 20 dan 30 tahun.

11
2) Keluhan Utama
Adanya memar pada kulit, klienmengeluh lemah, terjadi kenaikan berat badan.
3) Riwayat penyakit dahulu
Kaji apakah klienpernah mengkonsumsi obat-obatan kartekosteroid dalam jangka
waktu yang lama.
4) Riwayat Kesehatan keluarga
Kaji apakah keluarga pernah menderita penyakit cushing sindrom atau kelainan
kelenjar adrenal lainnya.
Pengumpulan riwayat dan pemeriksaan kesehatan difokuskan pada efek
pada tubuh dari hormon korteks adrenal yang konsentrasinya tinggi dan pada
kemampuan korteks adrenal untuk berespons terhadap perubahan kadar kortisol
dan aldosteron. Riawayat kesehatan mencakup informasi tentang tingkat aktivitas
klien dan kemampuan untuik melakukan aktivitas rutin dan perawatan diri.
Detailnya pengkajian keperawatan untuk klien ini mencakup:
1. Kaji kulit klien terhadap trauma, infeksi, lecet-lecet, memar, dan edema.
2. Amati adanya perubahan fisik dan dapatkan respons klien tentang perubahan
ini.
3. Lakukan pengkajian fungsi mental klien, termasuk suasana hati, respons
terhadap pertanyaan, kewaspadaan terhadap lingkungan, dan tingkat depresi.
Keluarga klien merupakan sumber terbaik untuk mendapatkan informasi
tentang perubahan ini.
5) Pemeriksaan Fisik
B1 (Breath)
Inspeksi : Pernapasan cuping hidung kadang terlihat, pergerakan dada simetris
Palpasi : Vocal premitus teraba, tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : Suara sonor
Auskultasi : Terdengar bunyi nafas normal, tidak terdengar bunyi nafas
tambahan.
B2 (Blood)
Perkusi pekak , S1 S2 Terdengar tunggal , hipertensi, TD meningkat.
B3 (Brain)
Composmentis dengan GCS 456, kelabilan alam perasaan depresi sampai
insomnia
B4 (Bladder)
12
Poliuri, kadang terbentuk batu ginjal, retensi natrium.
B5 (Bowel)
Terdapat peningkatan berat badan, nyeri pada daerah lambung, terdapat striae di
daerah abdomen, mukosa bibir kering, suara redup.
B6 (muskuloskeletal dan integumen)
Kulit tipis, peningkatan pigmentasi, mudah memar, atropi otot, ekimosis,
penyembuhan luka lambat, kelemahan otot, osteoporosis, moon face, punguk
bison, obesitas tunkus.

6) Analisa Data
Data Pendukung Etiologi Masalah
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
DS :
Merasa seluruh badannya
Sintesis protein menurun
lemah
DO :
Produk protein di otot dan
Kemampuan berdiri dari Intoleransi Aktivitas
tulang menurun
posisi duduk terbatas
aktivitas dibantu keluarga
Pembentukan energy
dan perawat
meningkat
tirah baring /imobilisasi

Intoleransi aktivitas
DS : Sekresi kortisol meningkat
Klien mengatakan ada
memar dan lukanya sulit Kadar kortisol dalam darah
sembuh meningkat
Kerusakan integritas
kulit
DO : Sintesis protein menurun
Ada memar dan luka yang
belum sembuh Protein di kulit hilang
Kelembapan kulit menurun
Perubahan pigmentasi Mudah memar dan tipis

13
Perubahan turgor
Kerusakan integritas kulit
Kadar kortisol dalam darah
DS :
meningkat
Penolakan terhadap
berbagai perubahan aktual
Mobilisasi asam lemak
Perasaan negatif mengenai
bagian tubuh (perasaan
Asam lemak dalam plasma
tidak berdaya)
meningkat Gangguan citra tubuh
Keputusasaan atau tidak ada
kekuatan
Distribusi jaringan adipose
DO :
menumpuk di sentral
Ada moon face, buffalo
hump, obesitas
Moon face, buffalo hump
perubahan struktur dan atau
fungsi secara actual
Gangguan citra tubuh
Kadar kortisol dalam darah
meningkat
DS :
Perubahan haluaran urine
Retensi natrium Kelebihan volume
cairan
DO :
Penumpukan cairan
Haluaran urine dan adanya
glukosuria
Gangguan keseimbangan
cairan
DS : Pemakaian obat glukokortikoid
Melaporkan nyeri baik dalam jangka panjang
secara verbal maupun
nonverbal Kadar kortisol dalam darah
Nyeri
DO :
Posisi untuk mengurangi Sekresi asam lambung
nyeri meningkat
tingkah laku ekspresif

14
(gelisah, meringis, dan Ulkus mukosa lambung
mengeluh)
Perubahan dalam nafsu Nyeri
makan
Kadar kortisol dalam darah
DS :
Keterbatasan kemampuan Produksi protein
untuk melakukan
ketramppilan motorik halus Protein di tulang hilang Resiko tinggi Cedera

DO: Atropi otot


Keterbatasan ROM
Resiko tinggi cedera

B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan utama yang dapat dijumpai pada klien dengan
sindrom cushing adalah sebagai berikut:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol
dalam darah meningkat
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot
menurun
3. Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot sehingga terlihat kelemahan
dan perubahan metabolisme protein
4. Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses
penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
5. Perubahan proses pikir yang berhubungan dengan perubahan suasana hati,
insomnia mudah terangsang, dan depresi.
6. Gangguan citra tubuh yang berhubungan dengan perubahan penampilan fisik,
kerusakan fungsi seksual, dan penurunan tingkat aktivitas
7. Risiko infeksi berhubungan dengan respons inflamatori

15
C. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan retensi natrium akibat kortisol dalam
darah meningkat

Tujuan: Perawatan diberikan dalam 3x24 jam volume cairan dalam batas normal
Kriteria hasil : volume cairan stabil, pemasukan dan pengeluaran seimbang, berat badan
stabil, TTV rentang normal
Intervensi Rasional
Menunjukan status volume sirkulasi,
Observasi masukan dan haluaran, catat
terjadinya perbaikan atau perpindahan cairan,
keseimbangannya.
peningkatan BB sering menunjukkan retensi
Timbang berat badan tiap hari
cairan lanjut
Peningkatan tekanan darah biasanya
berhubungan dengan kelebihan volume cairan
Pantau tekanan darah
tetapi mungkin tidak terjadi karena
perpindahan cairan keluar area vaskuler
Perpindahan cairan pada jaringan sebagai
akibat retensi natrium dan air, penurunan
Observasi derajat perifer atau sentral yang
albumin dan penurunan ADH.
mengalami edema dependen
Menentukan derajat edema yang sedang
dialami agar intervensi dapat dilakukan
dengan tepat
Penurunan albumin serum memperngaruhi
Pantau albumin serum dan elektrolit
tekanan osmotic koloid plasma,
(khususnya kalium dan natrium)
mengakibatkan pembentukan edema
Batasi natrium dan cairan sesuai indikasi Natrium mungkin dibatasi untuk
meminimalkan retensi cairan dalam area
ekstravaskuler
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir

1. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan atrofi otot akibat sintesis protein di otot

16
menurun
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam klien mampu beraktivitas sedikit (mobilisasi)
Kriteria hasil : klien mampu untuk bergerak dari tidur hingga duduk sampai berjalan secara
bertahap
Intervensi Rasional
Menurunkan permintaan untuk metabolisme
Batasi aktivitas klien pembentukan energi oleh tubuh saat
beraktivitas
Menilai kadar kortisol yang ada di dalam
Observasi kadar kortisol klien dengan
darah, sehingga mempunyai acuan untuk
pemeriksaan laboratorium darah
menurunkan kadar kortisol
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir
Latih klien untuk bergerak secara bertahap
Perlu dilatih untuk meningkatkan kekuatan
dari posisi berbaring, miring ke kanan dan
otot klien dan menilai sejauh mana gerakan
ke kiri dilanjutkan posisi duduk, berdiri dan
yang dapat dilakukan
berjalan

Risiko tinggi cedera berhubungan dengan atrofi otot ditandai dengan kelemahan dan
perubahan metabolisme protein
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam sintesis protein, distribusi protein ke tulang
dan kelemahan dapat diatasi
Kriteria hasil : Cedera tidak terjadi sehingga klien bebas dari cedera jaringan lunak atau
fraktur, klien tidak mengalami suhu tubuh yang naik, kemerahan, nyeri atau
tanda infeksi dan inflamasi.
Intervensi Rasional
Efek antiinflamasi kortikosteroid dapat
Observasi tanda-tanda ringan infeksi mengaburkan tanda-tanda umum inflamasi dan
infeksi
Menciptakan lingkungan yang protektif, Mencegah jatuh, fraktur dan cedera lainnya
dengan cara media yang membahayakan pada tulang dan jaringan lunak

17
dapat diminimalisir
Membantu klien saat ambulasi (yaitu
Mencegah terjatuh atau terbentur pada sudut
bergerak dari satu tempat ke tempat lain
furniture yang tajam.
tanpa tongkat atau kruk
Berikan diet tinggi protein, kalsium, dan Meminimalkan penipisan massa otot dan
vitamin D osteoporosis
Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
Tindakan kolaboratif pemberian obat
protein dapat ditingkatkan

Kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan edema, kerusakan proses


penyembuhan, dan penipisan dan kerapuhan kulit
Tujuan: Perawatan diberikan dalam 2x24 jam kondisi kulit klien dapat membaik
Kriteria hasil : Memar hilang, luka dapat sembuh, turgor kulit lebih baik, pigmentasi kulit
normal
Intervensi Rasional
Observasi dengan inspeksi kulit terhadap Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan
perubahan warna, turgor, vascular yang dapat menimbulkan pembentukan infeksi
Mendeteksi adanya dehidrasi/hidrasi
Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit dan
berlebihan yang mempengaruhi sirkulasi dan
membran mukosa
integritas jaringan pada tingkat seluler
Jaringan edema lebih cenderung rusak/robek
Observasi area yang juga mengalami edema akibat elastisitas jaringan menurun karena
tekanan oleh cairan
Berikan perawatan kulit. Berikan salep atau Lotion dan salep mungkin diinginkan untuk
krim menghilangkan kering, robekan kulit
Kolaborasi dalam pemberian matras busa. Mencegah iritasi dermal langsung dan
meningkatkan evaporasi lembab pada kulit.
Menurunkan tekanan lama pada jaringan.
Tindakan kolaboratif pemberian obat Menekan produksi kortisol sehingga sintesis
protein dapat ditingkatkan, mengurangi retensi
natrium, edema dapat diminimalisir

18
D. Evaluasi
Setelah melaksanakan tindakan keperawatan, kita sebagai perawat perlu
untuk menilai kembali hasil dari tindakan yang telah dilaksanakan, seperti menilai:
(a) Kemampuan klien dalam mobilisasi diri
(b) Ukur derajat edema, apakah sudah ada volume cairan sudah dalam batas normal
(c) Kondisi kulit yang menjadi lebih baik, tidak mengalami iritasi, infeksi, dan
turgor kembali baik
(d) Kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri
(e) Skala nyeri
Kita juga dapat melaporkan hasil evaluasi keperawatan dalam susunan
sebagai berikut:
a) S (data subjektif)
Informasi berupa ungkapan yang didapat dari klien setelah tindakan diberikan
b) O (data objektif)
Informasi yang didapatkan berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan
c) A (Analisis)
Kesimpulan yang dibuat perawat dari hasil membandingkan antara informasi
subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil. Kesimpulan berupa
masalah teratasi, teratasi sebagian, dan tidak teratasi.
d) P (Planning)
Rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan berdasarkan hasil analisa.

19
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sindroma Cushing adalah suatu gangguan klinik dan metabolik yang disebabkan
oleh kelebihan glukokortikoid. Dampak kelebihan ini menimbulkan gambaran klinis
tersendiri dan menempatkan pasien pada risiko untuk mengalami banyak proses
patologis, termasuk hipertensi dan diabetes melitus. . Selain itu, sindroma ini dapat
terjadi iatrogenik, akibat pemberian glukokortikoid, yang paling sering dari sindrom
Cushing adalah hiperplasia adrenal bilateral terinduksi oleh kortikotropin yang
dipengaruhi hipofisis, yaitu penyakit Cushing. Tanda dangejala sindrom
cushingbervariasi, akan tetapi kebanyakan orangdengan gangguan tersebutmemiliki
obesitastubuh bagian atas, wajahbulat, peningkatanlemak di sekitarleher, dan lenganyang
relatiframpingdan kaki. Anak-anak cenderunguntukmenjadi gemukdengan
tingkatpertumbuhan menjadi lambat.

B. Saran
Bagi perawat yang akan memberikan asuhan keperawatan dengan Cushing Sindrom
harus lebih memperhatikan dan tahu pada bagian-bagian mana saja dari asuhan
keperawatan pada klien dengn Cushing sindrom ini yang perlu ditekankan.
Untuk pasien semestinya harus lebih tanggap terhadap pengkajian-pengkajian yang
dilakukan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya dalam asuhan
keperawatan pada klien dengan Cushing sindrom, karena peningkatan penyembuhan
pasien, melakukan prosedur diagnistik, pemeriksaan-pemeriksaan dan melakukan
perawatan tindak lanjut sangat penting bagi pasien maupun perawat.

20

You might also like