You are on page 1of 5

Arus0globalisasi0dan0perdagangan0bebas0pada0masa0sekarang0melaju0kencang0

mengakibatkan0Setiap0negara0melakukan0berbagai0kebijakan0proteksi0untuk0meningk
atkan perekonomian0untuk0menghindari0dampak0dari0krisis0Negara0lain.0Globalisasi
berdampak0pada0banyak0hal,0pertama0membuka0dan0meningkatkan0arus0perdaganga
n,0namun0disisi0lain0akan0berdampak0negatif0terhadap Negara-negara yang belum
siap menghadapi persaingan0di0era0globalisasi0tersebut,0dengan adanya kebijakan
politik ekonomi dunia untuk meningkatkan persaingan ekonomi global, mengakibatkan
setiap Negara baik yang mampu atau belum mampu diwajibkan membuka pasar
domestiknya yang disetujui oleh organisasi internasional seperti IMF, WTO dll.
Krisis0ekonomi0hingga0saat0ini0juga0tidak0lepas0dari0proses0keterbukaan0pasar
keuangan0dunia,0lalu0lintas0modal0financial0yang0bergerak0secara0bebas0hingga_sem
ua0Negara0terkena0imbasnya.0Krisis0ekonomi0dunia0yang0kerap0terjadi0mengakibatk
an0hadirnya0wacana-wacana0tentang0proteksi0ekonomi0terhadap0ekonomi0global,
dalam0arti0Negara0membatasi0laju0arus0interaksi0ekonomi0dengan0memberlakukan0r
egulasi-regulasi yang0muaranya0adalah0untuk0memberlakukan0stabilitas0ekonomi
dalam0negeri. Kebijakan proteksi bisa mengambil wujud diberlakukannya pembatasan
kuota, pemberian tariff tinggi bagi produk impor dan regulasi-regulasi yang sifatnya
mengurangi bebasnya pelaku pasar untuk melakukan huku pembelian dan permintaan.
Tetapi secara dilematis Negara kita Indonesia memang masih bergantung kepada
dunia luar hingga proteksi ekonomi itu kurang bisa diberlakukan, karena kita masih
menajdi pasar atas produk-produk didunia dan ditambah lagi produk-produk dalam negeri
kita yang biaya produksinya tinggi namun dengan kualitas yang seadanya. Hingga import
dijadikan opsi alternative pemerintah yang dilakukan. Disatu sisi ketika kita membiarkan
pasar kita terbuka lebar maka produk-produk asing yang notebene sudah disubsidi dari
negaranya masing-masing bisa merajai dan mematikan produk local kita, seperti contoh
Gula import dan bahkan Beras import lebih murah dari pada gula atau beras local kita
dan dengan kualitas yang lebih baik disbanding produk yang dihasilkan oleh petani-
petani kita, hingga akhirnya petani seperti menghadapi bom waktu yang dalam jangka
panjang dapat gulung tikar karena tidak bisa bersaing dengan produk import tersebut.
Berdasarkan pengertian ilmu ekonomi, ilmu ekonomi internasional yang
mempelajari alokasi sumber daya yang langka guna memenuhi kebutuhan manusia.
Masalah alokasi dianalisa dalam hubungan antara pelaku ekonomi satu Negara dengan
Negara lain. Hubungan ekonomi internasional ini dapat berupa perdagangan, investasi,
pinjaman, bantuan serta kerja sama internasional.
Ekonomi internasional mencakup baik aspek mikro maupun makro. Aspek mikro
misalnya menyangkut masalah jual beli secara internasional yang saling disebut dengan
ekspor-impor. Kegiatan perdagangan internasional ini tergantung pada keadaan pasar
hasil produksi maupun pasar faktor produksi yang merupakan salah satu topik dalam
analisis ekonomi mikro. Masing-masing pasar saling berhubungan satu dengan lain yang
dapat mempengaruhi pendapatan ataupun kesempatan kerja masalah ini merupakan topik
makro. Dapat ditarik kesimpulan dari uraian diatas adalah pada prinsifnya ada dua faktor
yang menyebabkan timbulnya perdagangan internasional, yakni faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan penawaran.

Langkah Proteksi
Kemandirian yang benar pada era seperti sekarang adalah tak terperosok dalam
isolasionisme ekonomi atau menolak interdependensi ekonomi internasional. Pada saat
yang sama negara mana pun harus mengambil langkah sistematis dan terencana
meningkatkan daya saing di dalam negeri. Terdapat beberapa langkah konkret yang mesti
dapat diambil untuk meningkatkan daya saing nasional.
1. optimalisasi pasar domestik. Berbagai negara mulai mengoptimalisasi pasar domestik
dan memperkuat daya beli dalam negeri. Melakukan inovasi pasar dalam negeri
sendiri. Dalam banyak kasus, dengan cerdiknya, menutup pasar dalam negeri bagi
orang luar. Indonesia sudah merasakan bagaimana asas resiprokal dunia perbankan
tak berlaku di beberapa negara kendati kita sudah membuka besar-besaran keran
investasi perbankan asing di negara ini. Bank-bank nasional kita tidak mudah
membuka cabang di Malaysia ataupun di China. Sementara, bank kedua negara itu
merajalela sampai ke perdesaan kita. Ini menunjukkan masing-masing negara
berupaya agar pasar domestiknya sedapat mungkin digarap oleh industri di dalam
negeri.
2. alokasi energi bagi kepentingan dalam negeri. Setelah kita menjadi net importir
minyak, batu bara dan gas masih tersedia. Sayangnya, sebagian besar energi kita yang
masih ada ini belum diarahkan untuk kepentingan memperkuat industri dalam negeri.
Industri-industri kita banyak yang tidak mampu bersaing lagi dengan produk luar
yang notabene dihidupkan oleh gas dan batu bara dari Indonesia. Fakta ini
menunjukkan negara-negara importir gas kita berhasil melakukan efisiensi kendati
hampir semua bahan bakunya diimpor. Dibutuhkan kebijakan energi memihak
industri dalam negeri.
3. meningkatkan produktivitas di tingkat industri (industry level). Bila energi nasional
kita cukup, langkah berikut adalah perhatian yang teramat sangat mengangkat
competitive advantage sesuai dengan kompetensi dan sumber daya masing-masing
yang dimiliki. Di sana tercakup bagaimana mengamankan kebutuhan bahan baku
industri serta meningkatkan inovasi. Persaingan yang teramat ketat di tingkat global
membuat industri dalam negeri harus melakukan inovasi agar bisa bersaing sambil
perlahan melakukan transformasi dari herited-competitiveness menjadi created-
competitiveness, di mana industri tak lagi bergantung pada ketersediaan dan
berlimpahnya sumber daya alam. Desentralisasi pemerintahan membawa angin segar
bagi iklim demokrasi. Distribusi anggaran juga kemudian mulai merata. Namun, yang
harus diantisipasi adalah desentralisasi membuat arah industri semakin tidak fokus.
Dampak desentralisasi ini membutuhkan kemampuan koordinasi yang kuat dan
efektif atas fokus industri pada tingkat kepemimpinan nasional.
4. mendesain sistem insentif dalam hal start-up bisnis, inovasi, investasi, kemudahan
perizinan, prosedur ekspor, dan insentif pajak dalam membangun basis industri
nasional. Kita masih ingat International Finance Corporation (IFC) bersama Bank
Dunia merilis hasil penelitian tentang daya saing kota-kota di Indonesia terkait
dengan kemudahan berusaha pada 2010. Bandung dan Yogyakarta terpilih sebagai
kota yang nyaman untuk berusaha berdasarkan kemudahan mendirikan usaha,
kemudahan mengurus izin pendirian usaha, dan pendaftaran properti. Herannya,
secara nasional Indonesia menempati posisi di belakang yakni ke-122 dari 183 negara
yang disurvei, lebih buruk dibandingkan dengan beberapa negara tetangga seperti
Singapura (1), Thailand (12), dan Malaysia (23). pemimpin-pemimpin daerah yang
memperoleh banyak pencerahan akan pentingnya membangun daya saing pada era
keterbukaan dan pasar bebas. Oleh sebab itu, meski semangat otonomi daerah dapat
membawa angin perubahan dan pemerataan, dibutuhkan sentralisasi kebijakan dan
kampanye daya saing pada level nasional. Riak-riak kebangkitan daerah
meningkatkan daya saing daerah mesti disambut oleh pusat dan dikelola dengan
berbagai tindakan dan pendekatan secara makro yang efektif seperti insentif fiskal,
moneter, peraturan perundang-undangan, bunga kredit, dan kepastian hukum.
5. dukungan dari sektor keuangan. Daya saing industri makin lemah dengan kurang
kondusifnya dukungan sektor keuangan. Industri masih mengeluhkan tingginya suku
bunga pinjaman serta masih rendahnya alokasi kredit investasi. Kalangan perbankan
sendiri merasa tak nyaman dengan undisbursed loan yang sudah melewati Rp470
triliun dan trennya terus naik. Perbankan juga masih dibayangi oleh persepsi risiko
yang tinggi. Pada saat yang sama, bank-bank masih membukukan pertumbuhan laba
yang fantastis di atas 28%, ditopang sektor konsumsi.
6. industri olahan masih rendah. Akibat berbagai persoalan, industri olahan kita sulit
berkembang. Padahal potensinya sangat besar. Nilai tambah dari hasil bumi kita pun
jadi hilang. Sebagai contoh, kelapa sawit mentah atau crude palm oil (CPO). Kita
harus meningkatkan pengolahan CPO dan meningkatkan diplomasi dagang ke
berbagai negara. Memiliki lahan sawit lebih kecil dari Indonesia, Malaysia mampu
mengembangkan industri olahan meski permintaan CPO lebih dominan daripada
produk turunannya. Caranya, Malaysia membangun industri olahan CPO di negara-
negara tujuan ekspor. Harus ada kebijakan secara sistematis dan terencana bagaimana
menjadikan CPO sebagai kontributor utama bagi kekuatan ekonomi nasional
sekaligus memperkuat posisi tawar di dunia internasional.
7. ketersediaan infrastruktur. Infrastruktur tak hanya kunci untuk memenangi persaingan
global, tetapi juga penting untuk meningkatkan produktivitas di semua sektor. Banyak
proyek infrastruktur mangkrak karena berbagai faktor, termasuk kurangnya sumber
daya keuangan akibat krisis keuangan global 2008 atau masalah pembebasan lahan.
8. mengangkat status pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Pada era
perdagangan bebas seperti sekarang, keberpihakan tidak bisa dinafikan bila UMKM
kita hendak diangkat ke tingkat yang lebih bermartabat dan bersaing. Daya saing
UMKM kita masih lemah dibandingkan dengan UMKM China yang rata-rata mampu
menembus pasar internasional. UMKM terus-terusan menjadi komoditas politik. Kita
juga belum menemukan formula atau katalisator yang pakem untuk menggerakkan
UMKM ke level industri menengah ke atas.
9. daya saing kita akan ditentukan oleh distribusi ekonomi yang berkeadilan untuk
setiap daerah. Desentralisasi politik dan demokrasi telah menjadi entry point
tersendiri bagi Indonesia di hadapan dunia internasional. Produk turunan
desentralisasi dan demokratisasi ini adalah stabilitas politik yang bagus secara
nasional. Belum ada dalam sejarah negara mana pun di mana suatu negara berhasil
melakukan pemilihan kepala daerah lebih dari 400 kali dalam satu periode.

You might also like