You are on page 1of 4

Fraud dalam bingkai KUHP Perdata

Tugas Mata Kuliah


Akuntansi Forensik

Oleh:
Fahmi Firdaus (150810301032)
Dewi Ayu Hartinah (150810301035)

Progam Studi Akuntansi


Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Jember
2018
PENDAHULUAN:
Tindak kecurangan di pemerintahan di Indonesia sudah mencapai tingkat yang memprihatinkan.
Bila kita sering membaca surat kabar atau melihat televisi, maka kita akan disuguhi banyak
berita tentang kasus-kasus fraud yang telah melibatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung
jawab, baik dijajaran lembaga legislatif, eksekutif bahkan yudikatif. Berbagai usaha telah
dilakukan Pemerintah Indonesia baik dengan memberdayakan secara maksimal lembaga-
lembaga penegak hukum, seperti Kejaksaan, Pengadilan, dan Kepolisian. Bahkan dalam
dasawarsa terakhir Pemerintah juga telah membentuk dan memberdayakan Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melakukan pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun
sayangnya hasil yang di dapat masih belum sesuai dengan harapan, di mana Indonesia masih
menduduki 10 negara terkorup di dunia.
Terjadinya kecurangan tersebut yang tidak dapat terdeteksi oleh suatu pengauditan
dapat memberikan efek yang merugikan dan cacat bagi proses pelaporan keuangan. Adanya
kecurangan berakibat serius dan membawa dampak kerugian. Apabila dilihat dari peran akuntan
publik, fenomena kecurangan ini menjadi masalah yang serius karena menyangkut citra akuntan
publik terutama auditornya.
Kecurangan yang dilakukan oleh oknum-oknum pemerintah sulit terdeteksi karena
pelaku biasanya merupakan orang-orang yang dipercaya untuk menjalankan suatu proyek. Oleh
karena itu, auditor laporan keuangan harus mempunyai keahlian untuk mendeteksi kecurangan
ini. Untuk tindak lebih lanjut, auditor laporan keuangan ini hanya dapat mendeteksi saja
sedangkan untuk pengungkapannya diserahkan pada akuntan forensik yang lebih berwenang.
Akuntansi forensik inilah yang nantinya akan menggunakan suatu aplikasi audit lain selain audit
biasa yang digunakan para auditor laporan keuangan untuk mengungkapkan kecurangan.
Di Indonesia, punggunaan akuntan forensik di sektor publik lebih menonjol dari pada sektor privat
karena jumlah perkara yang lebih banyak di sektor publik. Akan tetapi, ada juga alasan lain, yakni
kecenderungan untuk menyelesaikan sengketa sektor privat di luar pengadilan. Disektor publik, para
penuntut umum (dari kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi) menggunakan ahli dari BPK
dan BPKP, dan Inspektorat Jendral dari Departemen yang bersangkutan. Di lain pihak, terdakwa dan
tim pembelanya menggunakan ahli dari kantor-kantor akuntan publik; kebanyakan ahli ini
sebelumnya berpraktik di BPKP. Adanya penyelewengan dan kecurangan dapat dituntut baik secara
perdata maupun pidan dan akan diselesaikan di pengadilan.

PEMBAHASAN:
Profesi akuntan dituding oleh sebagian pengamat ekonomi untuk bertanggungjawab atas
terjadinya krisis moneter. Oleh karena itu Akuntan sebagai suatu profesi diminta untuk
terlibat secara aktif dan harus mempunyai komitmen untuk mendukung dan mengawal
pelaksanaan reformasi ekonomi di berbagai sektor dan transparansi seluruh aktivitas
perekonomian nasional. Karena secara umum keahlian penyusunan sistem keuangan dan
penyajiannya pelaporan keuangan merupakan kompetensi profesi akuntan.
Kesadaran dunia usaha dan institusi pemerintah akan pentingnya tata kelola yang baik
(good governance) semakin meningkat. Pemerintah dan dunia usaha sangat
memperhatikan program untuk mengeliminasi fraud, baik yang dilakukan oleh aparat
pemerintahan maupun manajemen dan pimpinan perusahaan publik. Hal ini dapat dilihat
dari makin ditingkatkannya peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaaan,
Kepolisian, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan Pusat Pelaporan dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK).
A. Akuntansi Forensik
Akuntansi forensik adalah penerapan disiplin akuntansi dalam arti luas, termasuk auditing,
pada masalah hukum untuk penyelesaian hukum di dalam atau luar pengadilan. Akuntansi forensik
dipraktikkan dalam bidang yang luas, seperti:
1. Dalam penyelesaian sengketa antarinividu;

2. Di perusahaan swasta dengan berbagai bentuk hukum, perusahaan tertutup maupun yang
memperdagangkan saham atau obligasi di bursa, joint venture, special purpose companies;

3. Di perusahaan yang sebagian atau seluruh sahamnya dimiliki negara, baik di pusat maupun
di daerah (BUMN/BUMD);

4. Di departemen/kementrian, pemerintah pusat dan daerah, MPR,DPR/DPRD, dan lembaga-


lembaga negara lainnya, mahkamah (seperti Mahkamah Konstitusi dann Mahkamah
Yudisial), komisi-komisi (seperti KPU dan KPPU), yayasan, koperasi, Badan Hukum Milik
Negara, Badan Layanan Umum, dan seterusnya.

Definisi Crumbley menekankan bahwa akuntansi forensik tidak identik, bahkan


tidak berurusan dengan akuntansi yang sesuai dengan generally accepted accounting
principles (GAAP). Ukurannya bukan GAAP, melainkan apa yang menurut hukum atau
ketentuan perundang-undangan adalah akurat. Crumbley dengan tepat melihat potensi untuk
perseteruan di antara pihak-pihak yang berseberangan kepentingan. Demi keadilan, harus
ada akuntansi yang akurat untuk proses hukum yang bersifat adversarial, atau proses hukum
yang mengandung perseteruan. (Tambahin)
B. Fraud
Berbagai literatur mendefinisikan tentang fraud. Definisi “fraud “ menurut
The Institute of Internal Auditors (IIA) adalah “an array or irregulities and illegal act
characterized by intentional deception“ (sekumpulan tindakan yang tidak diizinkan
dan melanggar hukum yang ditandai dengan adanya kecurangan yang disengaja).
Menurut Mark R. Simmons, CIA, CFE, suatu tindakan dianggap sebagai fraud jika
memenuhi empat kriteria. Pertama, tindakan tersebut dilakukan pelaku secara
sengaja; kedua, terdapat korban yang menganggap, karena tidak tahu keadaan
sebenarnya, bahkan tindakan pelaku benar dan wajar; ketiga, korban dapat berupa
individu, kelompok, organisasi; keempat, korban dirugikan oleh tindakan pelaku.
Thornhill (1995) mendefinisikan fraud sebagai suatu tindakan/perbuatan melawan
hukum yang dilakukan oleh orang-orang dari dalam/luar organisasi, dengan
maksud mendapatkan keuntungan pribadi/kelompoknya yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan pihak lain. Sedangkan Arens (2003) mendefinisikan
fraud (kecurangan akuntansi) adalah salah saji yang timbul dari kecurangan dalam
pelaporan keuangan (fraudulent financial statement) dan salah saji yang timbul dari
perlakuan tidak semestinya terhadap assets (misappropriation of assets). Fraud
adalah tindakan melawan hukum, penipuan berencana, dan bermakna
ketidakjujuran. Fraud terdiri dari berbagai bentuk kejahatan atau tindak pidana
kerah putih (white collar crime), antara lain penyuapan (bribery), penggelapan,
pencurian dan perbuatan curang (Embezzlement,theft and fraud), penggelapan
informasi, penggelapan kewajiban/hutang, penghilangan atau penyembunyian
fakta, rekayasa fakta, termasuk korupsi (Razaee,2002).
C. KUHP Perdata

KESIMPULAN:
Dalam pelaksaan prosedur audit, auditor perlu melakukan identifikasi risiko yang
nantinya memberikan andil dalam penyebab salah saji material pada tingkat laporan
keuangan dan asersi. Setelah auditor mengidentifikasi risiko yang ada, maka auditor dapat
menilai risiko tersebut dan menanggapi risiko tersebut. Auditor perlu untuk melakukan
tahap menyelesaikan tahap penilaian risiko agar nantinya dia dapat meneruskan prosedur
audit ke pada tahap 2 atau tahap selanjutnya.
REFERENSI:
Tuanakotta, T. M. 2016. Audit Kontemporer. Salemba Empat, Jakarta.

You might also like