You are on page 1of 4

4.

1 Permasalahan Reklamasi Jakarta dari Segi Desentralisasi


Salah satu pengertian desentralisasi yang dikemukakan oleh para ahli, menyatakan
bahwa desentralisasi merupakan penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah
untuk mengurus keperluan rumah tangga daerah tersebut berdasarkan aspirasi dari
rakyatnya dalam rangka kesatuan Republik Indonesia (Haris, 2007:52). Reklamasi pantai
utara Jakarta merupakan salah satu wujud pengimplementasian desentralisasi. Hal ini sesuai
dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 52 Pasal 4 Tahun 1995 yang
secara tidak langsung menyatakan bahwa terdapat pelimpahan kewenangan untuk
memberikan izin reklamasi kepada Gubernur DKI Jakarta. Pelimpahan wewenang ini
sejalan dengan pengertian desentralisasi yang dikemukakan oleh Haris, namun terdapat satu
aspek yang belum dipenuhi dalam pelaksanaan reklamasi pantai utara Jakarta yaitu
berkaitan dengan aspek pelaksanaan desentralisasi yang harus sesuai dengan aspirasi dari
rakyatnya.
Secara tertulis dalam Kepres No. 52 Pasal 11 Tahun 1995 menyatakan bahwa
penyelenggaraan reklamasi harus memperhatikan berbagai kepentingan salah satunya
adalah kepentingan nelayan sebagai masyarakat yang berada di sekitaran wilayah Pantai
Utara. Bentuk perhatian pemerintah tersebut tertuang dalam perencanaan reklamasi.
Menurut Saefullah (Sekretaris Daerah Pemprov DKI Jakarta), rancangan yang sudah dibuat
pemerintah atas pulau C dan D, kedua pulau tersebut diperuntukkan bagi kepentingan
nelayan. Seperti digunakan untuk membangun dermaga, pembangunan rumah susun untuk
para nelayan, dan sebagainya. Saefullah juga menyatakan bahwa “Jadi, kalau ada aspirasi
dari nelayan yang ditangkap oleh teman-teman DPRD, masukkan saja aspirasinya. Nanti
kita kawal bersama (metro.tempo.co, 2017).” Sebenarnya pemerintah sudah memperhatikan
aspirasi masyarakat, namun belum mampu memenuhinya.
Pemerintah berusaha memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang
melalui perencanaan-perencanaan reklamasi, namun pemerintah tidak memperhatikan
bahwa dibalik semua perencanaan reklamasi yang ada, pendapatan nelayan di sekitar
wilayah reklamasi terus mengalami penurunan. Sesuai dengan kajian yang dilakukan oleh
Kementerian Kelautan dan Perikanan, reklamasi membawa dampak negatif yaitu
penurunan pendapatan nelayan. Pada Mei 2014, rata-rata pendapatan nelayan mencapai Rp
9,6 juta per bulan. Sementara pada Mei 2016 seiring dengan berjalannya proyek reklamasi.
Pendapatan nelayan berkurang menjadi Rp 2,2 juta per bulan. Penurunan pedapatan
tersebut menjadi latar belakang dari tuntutan yang dilayangkan oleh kumpulan nelayan-
nelayan kepada keputusan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta atas pemberian izin
reklamasi. Sementara di sisi lain Pemprov DKI melalui Saefullah juga tetap menyatakan
bahwa reklamasi tidak dapat dihentikan. Secara tidak langsung hal ini menunjukkan bahwa
Pemprov DKI tidak dapat memenuhi aspirasi rakyat khususnya para nelayan.
Sesuai dengan tipe desentralisasi yang disampaikan oleh Muthalib dan BC Smith dalam
Domai (hal 15-16, 2011), maka desentralisasi dalam hal reklamasi di Jakarta dapat
digolongkan sebagai tipe dekonsentrasi. Kewenangan untuk memberikan izin atas
reklamasi sudah diberikan kepada Gubernur DKI Jakarta, namun dalam praktiknya sesuai
dengan definisi dekonsentrasi menurut Muthalib dan BC Smith, pemerintah pusat masih
berperan dalam mengendalikan proses reklamasi. Pengendalian pemerintah pusat dapat
dilihat melalui dikeluarkannya Keputusan Menteri (Kepmen)
301/Menlhk/Setjen/Kum.1/4/2016 yang memiliki isi langkah-langkah penyelesaian
reklamasi pantai utara Jakarta dari perspektif lingkungan. Selain itu, pemerintah pusat juga
berwenang untuk memberhentikan reklamasi. Hal tersebut dapat dilihat melalui keputusan
akhir dari Menteri Kelautan dan Perikanan beserta Komisi IV DPR yang memutuskan
untuk menghentikan proyek reklamasi. Kewenangan Menteri Kelautan dan Perikanan untuk
menghentikan reklamasi diatur dalam UU Nomor 27 tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun
2014.
Kewenangan menteri untuk memberhentikan proyek reklamasi merupakan salah satu
permasalahan lain dalam penerapan dekonsentrasi. Kewenangan tersebut menunjukkan
bahwa terdapat dua peraturan yang menimbulkan tumpang tindih kewenangan. Kepres
Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta mengatakan bahwa
wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara berada di bawah kewenangan dan
tanggung jawab Gubernur DKI Jakarta sementara Menteri Koordinator Bidang
Kemaritiman menyatakan bahwa kewenangan reklamasi Teluk Jakarta berada sepenuhnya
di tangan Pemerintah Pusat. Tidak ada pihak manapun yang berhak membatalkan
pelaksanaannya, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (megapolitan.kompas.com,
2017).
Selain tumpang tindih peraturan, menurut Afdol (2012), peraturan terkait dengan hak
nelayan pada setiap level pemerintahan yang ada masih terlihat terdapat inkonsistensi.
Peraturan di tingkat nasional mengakui bahwa nelayan memiliki hak atas sumber daya
pesisir beserta kearifan lokalnya, sementara peraturan ditingkat daerah pendekatan yang
digunakan adalah dengan memandang bahwa pengaturan sumber daya pesisir beserta
kearifan lokalnya merupakan hak dari pemerintah daerah (top down). Hal lain yang menjadi
penekanan bagi Afdol adalah ego sektoral yang terjadi diantara bidang-bidang yang ada.
Seperti tujuan reklamasi yang dijalankan oleh Pemrpov DKI adalah untuk kepentingan
pembangunan DKI Jakarta. Selain itu tujuan lain adalah untuk menghindari bencana yang
dapat menimpa warga DKI yaitu banjir Rob. Sementara terdapat kepentingan lain di bidang
ekonomi yaitu berkaitan dengan pendapatan para nelayan yang bekerja di sekitaran wilayah
reklamasi. Baik Pemprov DKI maupun para nelayan, tetap berpegang teguh pada tujuannya
masing-masing. Sehingga menjadi sulit untuk menemukan titik temu antara ke dua belah
pihak.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa masalah desentralisasi yang terjadi dalam
pelaksanaan reklamasi di Jakarta pada intinya ditimbulkan oleh perbedaan kepentingan
antara Pemprov DKI dengan para nelayan yang berada di sekitar wilayah reklamasi dan
permasalahan utama lainnya adalah berkaitan dengan terdapat peraturan yang tumpang
tindih sehingga menimbulkan kerancuan dalam pembagian kewenangan antara pemerintah
pusat dengan daerah.

Sumber :
Afdol, M. Sofyan Pulungan, Bono B. Priambodo. 2012. Kebijakan dan Strategi Pengaturan
Usaha Perikanan dan Pengelolaan Wilayah Pesisir di Teluk Jakarta yang Mengacu
pada Kearifan Lokal Masyarakat Nelayan Tradisional. Diakses dari
http://jhp.ui.ac.id/index.php/home/article/download/269/201, pada 13 Mei 2018.
Atriana, Rina. 14 April 2016. Menteri LHK Keluarkan Kepmen Terkait Reklamasi Pantura
Jakarta, Ini Isinya. Diakses dari https://news.detik.com/berita/3188374/menteri-lhk-
keluarkan-kepmen-terkait-reklamasi-pantura-jakarta-ini-isinya, pada 13 Mei 2018.
Cahya, Kahfi Dirga. 15 Desember 2016. Kaleidoskop 2016: Polemik Reklamasi di Teluk
Jakarta. Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2016/12/15/11462921
/kaleidoskop.2016.polemik.reklamasi.di.teluk.jakarta, pada 13 Mei 2018.
Carina, Jessi. 18 Maret 2017. Izin Reklamasi 3 Pulau Dibatalkan, Pemprov DKI Yakin
Menang Banding. Diakses dari https://megapolitan.kompas.com/read/2017/03/18
/06340681/izin.reklamasi.3.pulau.dibatalkan.pemprov.dki.yakin.menang.di.banding,
pada 13 Mei 2018.
Sukoyo, Yeremia. 17 Maret 2017. Reklamasi Pantai Utara Jakarta untuk Kepentingan
Warga. Diakses dari http://www.beritasatu.com/aktualitas/420005-reklamasi-pantai-
utara-jakarta-untuk-kepentingan-warga.html, pada 13 Mei 2018.
__________. 7 Agustus 2017. Reklamasi Teluk Jakarta, Pulau C dan D untuk Nelayan.
Diakses dari https://metro.tempo.co/read/897681/reklamasi-teluk-jakarta-pulau-c-
dan-d-untuk-nelayan, pada 13 Mei 2018.

UU RI No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No.27 Tahun 2007 tentang
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Diakses dari
http://www.brwa.or.id/assets/image/regulasi/1429617839.pdf, pada 13 Mei 2018.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai
Utara Jakarta. Diakses dari http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar
/file?file=digital/108924-%5B_Konten_%5DKeputusan%20Presiden%20no%20
%2052%20%20%20tahun%201995.pdf, pada 13 Mei 2018.

You might also like