You are on page 1of 16

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.U

DENGAN DIAGNOSA MEDIS SIROSIS HEPATIS

DI RUANG 25 RSSA MALANG

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIO HARDIATMA

NIM : 201720461011053

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan kepeerawatan di Ruang 25 Rumah Sakit Syaiful Anwar
Malang.

disusun oleh :

Nama : Rio Hardiatma

NIM : 201720461011053

Kasus : SIROSIS HEPATIS

Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah(KMB).

Malang, 29 April 2018

Mahasiswa (Ners Muda)

Rio Hardiatma

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA NY.U

DENGAN DIAGNOSA MEDIS HEPATOMA

DI RUANG 25 RSSA MALANG

DISUSUN OLEH :

NAMA : RIO HARDIATMA

NIM : 201720461011053

PROGRAM PROFESI NERS KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan kepeerawatan di Ruang 25 Rumah Sakit Syaiful Anwar
Malang.

disusun oleh :

Nama : Rio Hardiatma

NIM : 201720461011053

Kasus : HEPATOMA

Telah diperiksa dan disahkan sebagai salah satu tugas profesi Ners departemen
Keperawatan Medikal Bedah(KMB).

Malang, 29 April 2018

Mahasiswa (Ners Muda)

Rio Hardiatma

Mengetahui

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

( ) ( )
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN SIROSIS HEPATIS

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan
menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan regenerasi sel-sel hati,
sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkhim hati. (Arief Mansjoer, 1999)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan fibrosis
(jaringan parut), jaringan hepatik. (Sandra M. Nettina, 2001)
Sirosis hepatis adalah stadium akhir dari penyakit hati, yang menahun dimana
secara anatomis didapatkan proses fibrosis dengan pembentukan nodul regenerasi
dan nekrosis. (Smeltzer & Bare, 2001)
Sirosis hepatis adalah penyakit kronis yang menyebabkan destruksi sel dan
fibrosis (jaringan parut) dari jaringan hepatik.

2. Anatomi dan Fisiologi


Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar 1500 gr atau
2% berat badan orang dewasa normal. Hati merupakan organ lunak yang lentur dan
terbentuk oleh struktur sekitarnya. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan
merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, penkreas, dan usus. Hati memiliki dua
lobus utama yaitu kanan dan kiri. Setiap lobus terbagi menjadi struktur-struktur yang
disebut sebagai lobules, yang merupakan mikroskopis dan fungsional organ. Hati
manusia memiliki maksimal 100.000 lobulus.
Diantara lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai
sinusoid yang merupakan cabang vena porta dan arteria hepatica. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid dibatasi oleh sel fagositik atau sel kupffer. Sel Kupffer
merupakan system monosy makrofag, dan fungsi utamnya adalah menelan bakteri
dan benda asing lain dalam darah. Sejumlah 50% makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer; sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan
melawan infasi bakteri dan agen toksik.
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna dan limpa melalui
vena porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah
yang masuk adalah darah arteria dan dua pertiganya adalah darah vena dari vena
porta. Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah 1500 ml dan
dialirkan melalui vena hepatica kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara pada vena
cava inferior. Selain merupakan organ prenkim yang paling besar. Hati sangat
penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap fungsi
metabolic tubuh, dan terutama bertangung jawab atas lebih dari 500 aktivitas
berbeda.
Hati adalah organ penting untuk sekresi empedu, namun juga memiliki fungi
lain antara lain :
1) Metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein setelah penyerapan dari saluran
pencernaan.
2) Detoksifikasi atau degradasi zat sisa dan hormon serta obat dan senyawa asing
lainya.
3) Sintesis berbagai macam protein plasma mencakup untuk pembekuan darah dan
untuk mengangkut hormon tiroid, steroid, dan kolesterol.
4) Penyimpanan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin.
5) Pengaktifan vitamin D yang dilaksanakan oleh hati dan ginjal
6) Pengeluaran bakteri dan sel darah merah yang sudah rusak
7) Ekskresi kolesterol dan bilirubin.

Gambar 1 Anatomi Hepar


3. Etiologi
Beberapa penyebab dari sirosis hepatis yang sering adalah :
1) Malnutrisi
2) Alkoholisme
3) Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
4) Virus hepatitis
5) penyakit Wilson
Merupakan kelainan autosomal resesif yang diturunkan dimana tembaga
tertimbun di hepar dan ganglia basal otak.
6) Zat toksik

4. Tanda dan Gejala


Gejala terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya
kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Gejala disebakan oleh satu/lebih
macam kegagalan, yaitu :
a. Kegagalan parenchim hati
b. Hipertensi portal
c. Enchelopalophaty
d. Ascites
Keluhan subyektif :
a. Tidak ada nafsu makan, mual, perut terasa tidak enak, cepat lelah.
b. Keluhan awal : Kembung
c. Tahap lanjut : Icterus dan urine gelap.
Keluhan Obyektif :
a. Hati – Kadang terasa keras/ tumpul
b. Limpa – Pembesaran pada limpa
c. Perut – Sirkulasi kolateral pada dinding perut dan ascites.
d. Manifestasi ekstra abdominal :
- Spider nervi pada bagian atas
- Eritema palmaris
- Ginekomasti dan atropi testis
- Haemoroid
- Mimisan
5. Fatofisiologi
Konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi paling tinggi pada peminum minuman keras. Meskipun defisiensi gizi
dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan kerusakan hati pada sirosis,
namun asupan alkohol yang berlebihan merupakan faktor penyebab utama pada
perlemakan hati dan konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis
juga pernah terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada
individu yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia tertentu (karbon
tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua
kali lebih banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40 – 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh nekrosis yang
melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang berulang selama perjalanan penyakit sel-
sel hati yang dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh jaringan parut
yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih berfungsi. Pulau-pulau jaringan
normal yang masih tersisa dan jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari
bagian-bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik memperlihatkan
gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar (hobnail appearance) yang khas.
Sirosis hepatis biasanya memiliki awitan yang insidus dan perjalanan penyakit
yang sangat panjang sehingga kadang-kadang melewati rentang waktu 30
tahun/lebih.
Secara skematis, patofisiologi sirosis hepatis dapat digambarkan sebagai
berikut :
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium pada sirosis hati meliputi hal-hal berikut :
a. Kadar Hb yang rendah (anemia), jumlah sel darah putih menurun (leukopenia),
dan trombositopenia.
b. Kenaikan SGOT, SGPT dan gamma GT akibat kebocoran dari sel-sel yang
rusak. Namun, tidak meningkat pada sirosis inaktif.
c. Kadar albumin rendah. Terjadi bila kemampuan sel hati menurun.
d. Kadar kolinesterase (CHE) yang menurun kalau terjadi kerusakan sel hati.
e. Masa protrombin yang memanjang menandakan penurunan fungsi hati.
f. Pada sirosis fase lanjut, glukosa darah yang tinggi menandakan ketidakmampuan
sel hati membentuk glikogen.
g. Pemeriksaan marker serologi petanda virus untuk menentukan penyebab sirosis
hati seperti HBsAg, HBeAg, HBV-DNA, HCV-RNA, dan sebagainya.
h. Pemeriksaan alfa feto protein (AFP). Bila ininya terus meninggi atau >500-1.000
berarti telah terjadi transformasi ke arah keganasan yaitu terjadinya kanker hati
primer (hepatoma).
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan antara lain
ultrasonografi (USG), pemeriksaan radiologi dengan menelan bubur barium untuk
melihat varises esofagus, pemeriksaan esofagoskopi untuk melihat besar dan panjang
varises serta sumber pendarahan, pemeriksaan sidikan hati dengan penyuntikan zat
kontras, CT scan, angografi, dan endoscopic retrograde chlangiopancreatography
(ERCP).

7. Komplikasi
a. Edema dan Acites
Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk
pada kaki( edema) dan abdomen ( acites)
b. Luka dan perdarahan
Ketika liver lambat atau berhenti memproduksi protein yang dibutuhkan tubuh
untuk penggumpalan darah, penderita akan mudah luka dan berdarah.
c. Penguningan ( Joundice)
Penguningan pada kulit dan mata yang terjadi ketika liver sakit, tidak bisa
menyerap bilirubin.
d. Batu Empedu
Jika sirosis mencegah air empedu mencapai empedu, maka akan timbul batu
empedu. (Misnadiarly, 2007)

8. Penatalaksanaan
a. Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaikan ikterus, asites, dan demam.
b. Diet rendah protein (diet hati III protein 1gr/kg BB, 55 gr protein, 2.000 kalori).
Bila ada asites diberikan diet rendah garam II (600-800 mg) atau III (1.000-2000
mg). Bila proses tidak aktif diperlukan diet tinggi kalori (2.000-3000 kalori) dan
tinggi protein (80-125 gr/hari). Bila ada tanda-tanda prekoma atau koma
hepatikum, jumlah protein dalam makanan dihentikan (diet hati II) untuk
kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan
tubuh. Pemberian protein yang melebihi kemampuan pasien atau meningginya
hasil metabolisme protein, dalam darah viseral dapat mengakibatkan timbulnya
koma hepatikum. Diet yang baik dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
c. Mengatasi infeksi dengan antibiotik diusahakan memakai obat-obatan yang jelas
tidak hepatotoksik.
d. Mempebaiki keadaan gizi bila perlu dengan pemberian asam amino esensial
berantai cabang dengan glukosa.
e. Roboransia. Vitamin B compleks. Dilarang makan dan minum bahan yang
mengandung alkohol.
Penatalaksanaan asites dan edema adalah :
a. Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500
mg perhari), kadang-kadang asitesis dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya
harus dibantu dengan membatasi jumlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya
sampai 1 liter atau kurang.
b. Bila dengan istirahat dan diet tidak dapat diatasi, diberikan pengobatan diuretik
berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300
mg/hari bila setelah 3 – 4 hari tidak terdapat perubahan.
c. Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi
medikamentosa yang intensif), dilakukan terapi parasentesis. Walupun
merupakan cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan
karena berbagai komplikasinya, parasentesis banyak kembali dicoba untuk
digunakan. Pada umunya parasentesis aman apabila disertai dengan infus albumin
sebanyak 6 – 8 gr untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula
digunakan dekstran 70 % Walaupun demikian untuk mencegah pembentukan
asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretik biasanya
tetap diperlukan.
d. Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/hari.
Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam suatu saat, dapat
mencetuskan ensefalopati hepatik.
9. Pencegahan
Pencegahan pada sirosis hepatis adalah:
a. Kurangi efek estrogen.
b. Berhenti merokok.
c. Ketahui status kesehatan tentang mitra seksual .
d. Gunakan suatu jarum bersih jika kamu menyuntik obat.
e. Berhati-hati sekitar produk darah di negara-negara tertentu.
f. Hindari atau membatasi alkohol.
g. Hindari pengobatan yang boleh menyebabkan kerusakan hati.
h. Hindari ekspose ke toksin lingkungan

B. DAMPAK PENYAKIT TERHADAP KEBUTUHAN DASAR MANUSIA


1. Kebutuhan Oxygenasi
Penimbunan cairan dalam rongga abdomen (asites) mengakibatkan terjadinya
distensi abdomen, distensi abdomen menekan diafragma, pengembangan diafragma
pada saat inspirasi tidak optimal mengakibatkan respirasi menjadi dangkal.
2. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Fibrosis jaringan hepar menyebabkan tekanan vena porta, mengakibatkan
terjadinya perpindahan cairan dari intravaskuler kejaringan interstitial, mengakibatkan
terjadinya penimbunan cairan : asites dan edema.
3. Kebutuhan nutrisi
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem
pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan
flatulensi, mual dan tidak napsu makan.

4. Kebutuhan sirkulasi
Kerusakan sel hepar dan peningkatan tekanan vena porta mengakibatkan
terjadinya gangguan pada fungsi limpa, mengakibatkan terjadinya leukopenia,
trombositopenia dan anemia.
5. Kebutuhan Eliminasi
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan terjadinya gangguan pada sistem
pencernaan dan metabolisme, terjadi gangguan pada gastrointestinal, menyebabkan
flatulen dan atau konstipasi.
6. Kebutuhan aktifitas
Kerusakan fungsi hepar mengakibatkan gangguan metabolisme, produksi ATP
menurun, terjadi kelemahan fisik (patique).

C. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan berfokuskan pada awitan gejala dan riwayat faktor-
faktor pencetus, khususnya penyalahgunaan alkohol dalam jangka waktu yang lama
disamping asupan makanan dan perubahan dalam status jasmani serta rohani
penderita. Pola penggunaan alkohol yang sekarang dan pada masa lampau(durasi dan
jumlahnya) dikaji serta dicatat. Riwayat kontak dengan zat-zat toksik di tempat kerja
atau selama melakukan aktivitas. Pajanan dengan obat-obat yang potensial bersifat
hepatotoksin atau dengan obat-obat anastesi umum. Status mental dikaji melalui
anamnesis dan interaksi lain dengan pasien; orientasi terhadap orang, tempat dan
waktu harus diperhatikan. Kemampuan pasien untuk melaksanakan pekerjaan atau
kegiatan rumah tangga memberikan informasi tentang status jasmani dan rohani.
Data pengkajian menurut Doenges ME. dkk (2000) pada pasien yang mengalami
Sirosis Hepatis adalah sebagai berikut :
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala : Kelemahan, kelelahan, terlalu lelah
Tanda : Penurunan massa otot
b. Eliminasi
Gejala : Flatus
Tanda : Distensi abdomen, penurunan atau tidak adanya bising usus, fase warna
tanah liat, melena, dan urine gelap.
c. Makanan/cairan
Gejala : Anoreksia; mual /muntah
Tanda : Penurunan berat badan atau peningkatan , penggunaan jaringan, edema
umum pada jaringan,kulit kering, Ikterik.
d. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan abdomen dengan nyeri kram pada kuadram kanan atas;
Pruritus; Neuritis perifer.
Tanda : Perilaku berhati-hati; focus pada diri sendiri.
e. Keamanan
Gejala : Pruritus
Tanda : Demam; Ikterik; Ekimosis; Angioma Spider.
f. Pernapasan
Gejala : Dispnea
Tanda : Pernapasan dangkal; Ekspansi paru terbatas; Hipoksia.

2. Diagnosa keperawatan yang sering muncul


Menurut Lynda Juall (2006), diagnosa keperawatan yang sering muncul pada
sirosis hepatis, yaitu :
1) Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2) Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi.
3) Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen.
4) Perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia dan gangguan gastrointestinal.
5) Resiko cedera berhubungan dengan hipertensi portal, gangguan faktor
pembekuan darah, dan gangguan mekanisme sirkulasi.
6) Pola napas yang tidak efektif berhubungan dengan pengumpulan cairan
intraabdomen.
7) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
8) Gangguan harga diri berhubungan dengan perubahan penampilan fisik.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth .Buku Ajar Keperawatan Medikal - Bedah. Vol. 2. EGC. Jakarta.

Dongoes, Marilynn. E. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran Ketiga Jilid 1. 2001. Media Aesculapius
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Smeltzer, Suzanne C, dkk. (2001). Keperawatan Medikal Bedah 2. Edisi 8. Jakarta.

Soeparman. 1987. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI.

You might also like