You are on page 1of 10

JURNAL

TRANSPARASI APBD SEBAGAI SARANA AKUNTABILITAS PUBLIK UNTUK


MEWUJUDKAN GOOD GOVERNANCE DI KOTA MALANG

Oleh :

Aditya Nugrahaning Putri (201310050311072)

Eka Novianty (201410050311073)

Fiqri Rizki Khairullah (201410050311095)

Lukman Wahyudi (201410050311118)

Melisa Sari Nastiti (201410050311084)

Sudirman (201410050311067)

ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016
PENDAHULUAN

Seluruh pembuat kebijakan pada semua tingkatan harus memahami


bahwa mereka harus mempertanggung jawabkan hasil kerja kepada
masyarakat. Untuk mengukur kinerja mereka secara objektif perlu adanya
indikator yang jelas. Sistem pengawasan pelu diperkuat dan hasil audit harus
dipublikasikan dan apabila terdapat kesalahan harus diberi sanksi.

Seperti halnya APBD yang harus memiliki dan menjalankan Prinsip-


prinsip Akuntabilitas untuk dapat mewujudkan good governance. Dalam
proses membangun good governance ,ada prinsip utama yang harus
diketengahkan. Pertama, adanya fairness,yang sering kali disebut sebagai
kewajaran prosedural. Adanya transparasi keterbukaan daripada sistem.
Discloser ,yaitu pelengkap kinerja. Juga ada responbility,yaitu kepekaan
terhadap menangkap aspirasi masyarakat luas (Mardjono
Reksodiputro,2000).

Untuk mewujudkan good governance maka perlu adanya akuntabilitas


dan transparasi kepada masyarakat luas seperti halnya APBD yang
merupakan rencana anggaran yang ditunjukan untuk pembangunan demi
masyarakat harus secara transparan digunakan untuk masyarakat agar tidak
terjadi penyelewengan dana dan juga agar mendapat kepercayaaan dari
masyarakat sehingga good governance akan terwujud dengan baik.
Akuntabilitas, dan transparasi tersebut diharapkan masyarakat terwujud
dalam pengelolaan keuangan daerah atau APBD.

Wujud dari akuntabilitas dan transparasi pengelolaan APBD dalam


pelayanan masyarakat adalah dengan dibuatnya laporan pertanggung
jawaban. Pentingnya akuntabilitas dan transparasi terlihat pada Kepres No. 7
Tahun 1999 dimana pemerintah mewajibkan setiap instansi pemerintahan
pusat maupun daerah esselon II untuk menerapkan Sistem Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP) dan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintahan (LAKIP). Sehubungan dengan pentingnya
keterbukaan informasi tentang kegiatan ataupun aktivitas pemerintah
Daerah juga diterbitkannya Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik
(UU-KIP) tentang transparasi kegiatan dan aktivitas Pemerintah Daerah.
Karena transparasi dan akuntabilitas dari pemerintahan dalam APBD yang
baik adalah salah satu elemen penting dalam rangka untuk mewujudkan
Good Governance.

Pengelolaan APBD yang baik sangatlah penting untuk perkembangan


organisasi pemerintahan yang baik dan tentu mendapat kepercayaan dari
masyarakat. karena tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat tidak akan
mungkin good governance dapat terwujud, apalagi soal APBD (good financial
governance, masalah finansial tentu lebih sensitif. Transparasi adalah
kewajiban pihak yang memiliki amanah yaitu pemerintah kepada
masyarakat.

Permasalahan yang sering terjadi di masyarakat tentang APBD adalah


kurangnya keterbukaan informasi kepada masyarakat, publik tidak
mendapatkan pelayanan yang memuaskan, masyarakat tidak dilibatkan
dalam proses pembangunan dan pemerintahan. Pemerintah memang
dilibatkan dalam tahapan penyusunan APBD yaitu dengan cara Musyawarah
Rencana Pembangunan (MUSRENBANG), namun nampaknya hal itu hanya
sebagai formalitas saja, nyatanya ketika pelaksanaan APBD itu sendiri
keterlibatan mayarakat terputus.

Informasi soal anggaran dan rencana-rencana yang telah diajukan


ketika MUSRENBANG menjadi tidak jelas dan tidak transparan kepada
masyarakat. Tidak seharusnya ini terjadi. Tidak adanya transparasi tersebut
juga menimbulkan teradinya penyimpangan-penyimpangan seperti korupsi,
kolusi dan penyimpangan lainnya, dan tentu kepercayaan publik yang akan
hilang. Berdasarkan Latar Belakang tersebut kami memilih judul
“Transparasi APBD sebagai sarana Akuntabilitas Publik dan Good
Governance di Kota Malang”

TUJUAN DAN MANFAAT

1. Memperoleh gambaran mengenai persoalan-persoalan yang timbul


yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi
akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah.
2. Untuk menganalisis permasalahan-permasalahan transparansi APBD
dalam mewujudkan Good Governance.
3. Untuk mengetahui dan menganaliss seberapa efektif dan efesiennya
pelaksanaan APBD di Kota Malang dan solusi yang diberikan.
PEMBAHASAN

A. Pelaksanaan Akuntabilitas dan Good Governance

Dalam good governance, akuntabilitas publik merupakan elemen


terpenting dan merupakan tantangan utama yang dihadapi pemerintah dan
pegawai negeri. Akuntabilitas berada dalam ilmu sosial yang menyangkut
berbagai cabang ilmu sosial yang menyangkut berbagai cabang ilmu sosial
lainnya, seperti ekonomi, administrasi, politik, perilaku dan budaya. Selain
itu, akuntabilitas juga sangat terkait dengan sikap dan semangat
pertanggungjawaban seseorang.

Akuntabilitas secara filosofis timbul karena adanya kekuasaan yang


berupa mandat atau amanah yang diberikan kepada seseorang atau pihak
tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai suatu tujuan
tertentu dengan menggunakan sarana pendukung yang ada. Beberapa ahli
menjelaskan bahwa dalam kaitannya dengan birokrasi, responbility
merupakan otoritas yang diberikan atasan untuk melaksanakan suatu
kebijakan. Sedangkan accountability merupakan kewajiban untuk
menjelaskan realisasi otoritas yang diperolehnya tersebut.

Transparansi merupakan salah satu prinsip good governance. Dalam


Mardiasmo (2003) menyebutkan kerangka konseptual dalam membangun
transparasi dan akuntabilitas organisasi sektor publik dibutuhkan empat
komponen yang terdiri dari : 1) adanya pelaporan keuangan 2) adanya
sistem pengukuran kinerja 3) dilakukannya auditing sektor publik dan 4)
berfungsinya saluran akuntabilitas publik (channel of accountability). Audit
pada organisasi sektor publik telah menjadi isu yang penting dalam rangka
mewujudkan good gobernance.

Anggaran pemerintah daerah yang dituangkan dalam APBD adalah


alat akuntabilitas, manajemen dan kebijakan ekonomi daerah. Sebagai upaya
mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance),
transparansi APBD merupakan salah satu aspek penting dalam menjalankan
program pemerintah daerah, dan secara umum dalam usaha meningkatkan
kesejahteraan masyarakat daerah tersebut. Pemerintah daerah diharapkan
untuk dapat meningkatkan efisiensi pemanfaatan anggaran dalam
menjalankan program-programnya, agar dapat memenuhi kebutuhan
masyarakat secara efektif, dalam hal ini akuntabilitas menjadi isu yang
sangat penting dalam menjaga efisiensi dan efektivitas anggaran pemerintah.
B. Pelaksanaan APBD di Kota Malang

Sejak tahun 2015 – 2016 pemerintah Kota Malang sangat tidak serius
dalam melakukan percepatan pembangunan di Kota Malang. Munculnya
indikasi tersebut bisa dilihat dari pendapatan daerah yang seharusnya setiap
tahunnya naik secara signifikan akan tetapi di tahun ini menurun. Dan
alokasi anggaran yang digunakan untuk pelayanan publik yakni pendidikan,
kesehatan, dan infrastruktur pun setiap tahunnya sangat minim.

Muncul ketimpangan antara kemauan pemerintah dalam membangun


kualitas pendidikan yang lebih baik untuk bersaing di era globalisasi,
menigkatkan kualitas kesehatan masyarakat dari fisik dan mental, serta
membangun Kota Malang sebagai Kota tujuan wisata yang aman dan nyaman
dengan porsi anggaran yang tidak memadai serta proyek pembangunan yang
masih dalam masalah. Oleh karena itu, kami merasa pemerintah Kota Malang
dalam rencana penganggaran tidak pernah ada niat untuk memperjuangkan
keinginan masyarakat Kota Malang.

Permasalahan yang dijelaskan ditunjukan dengan hal sebagai berikut,


pendapatan APBD tahun 2015 hingga masuk ditahun 2016 menurun. Total
APBD tahun 2015 sebesar Rp. 1,876,858,611,232.00 sedangkan total
pendapatan APBD tahun 2016 menurun menjadi Rp. 1.810,269,759,704,00.
Pada dua tahun seharusnya terjadi kenaikkan, akan tetapi menjadi
penurunan pendapatan APBD senilai Rp. 66,588,851,528.00. kemudian
anggaran pendidikan Kota Malang tahun 2016 anggaran belanja senilai Rp.
702.440.569.452, jika dilihat sudah mencapai angka 20% yang tertera pada
undang-undang sisdiknas No.20 Tahun 2003. Tetapi untuk anggaran belanja
tidak langsung cukup besar dibandingkan dengan belanja langsung. Berikut
ini tabel dan grafik tersebut :

Tahun Belanja Langsung Belanja Tidak Langsung Alokasi


2014 Rp.150.734.958.800 Rp.451.318.283.547 38 %
2015 Rp.145.907.817.180 Rp.515.201.498.742 35 %
2016 Rp.533.418.760.922.00 Rp.169.012.808.530 38 %

Akuntabilitas menjadi suatu konsekuensi logis adanya hubungan


antara agen dan prinsipal. Dari sisi teori keagenan, dapat dinyatakan bahwa
pengawasan yang dilakukan oleh legislatif terhadap anggaran yang
dilaksanakan oleh eksekutif merupakan suatu mekanisme untuk mengurangi
adanya asimetri informasi atau mengurangi ketidakpastian. Pengawasan
diperlukan untuk mengukur dan memprediksi tujuan serta peluang untuk
melakukan intervensi terhadap aktivitas yang sesuai dengan apa yang telah
diharapkan.

Oleh karena itu penyelenggaran otonomi daerah yang secara luas,


nyata dan bertanggungjawab merupakan kebutuhan masyarakat daerah
untuk mengelola dan mengatur urusannya sendiri. Aspek atau peran
pemerintah daerah tidak lagi merupakan alat kepentingan pemerintah pusat
belaka, melainkan untuk alat memperjuangkan aspirasi dan kepentingan
daerah.

Untuk melaksanakan hal di atas, pemerintah kemudian mengeluarkan


Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002 tentang Pedoman
Pengurusan, Pertanggungjawaban dan Pengawasan Keuangan Daerah serta
Tata Cara Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah,
Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah dan Penyusunan Perhitungan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah, yang ditetapkan pada tanggal 10
Juni 2002, sebagai pelaksanaan pasal 14 ayat (4) Peraturan Pemerintah
Nomor 105 Tahun 2000 tentang Pengelolaan dan Pertanggung Jawaban
Keuangan Daerah.

C. Permasalahan yang dihadapi

Ada beberapa hal yang berubah dalam penyusunan APBD


berdasarkan pola baru dibandingkan dengan penyusunan APBD berdasarkan
pola lama. Penyusunan APBD berdasarkan kepmendagri Nomor 29 tahun
2002 dimulai dengan proses penyusunan Arah dan Kebijakan Umun (AKU)
oleh pemerintah daerah bersama DPRD, dengan berpedoman pada Rencana
Strategis (Renstra) daerah dan atau dokumen perencanaan daerah lainnya
yang ditetapkan daerah, serta pokok-pokok kebijakan nasional dibidang
keuangan daerah oleh Mendagri.

Yang menjadi permasalahan publik tentang transparasi yang


diharapkan masyarakat adalah bahwa APBD yang dipublikasikan pada
masyarakat belum memenuhi harapan transparanasi yaitu bahwa APBD
masih disajikan secara global termasuk sumber-sumber pendapatan dan
pengeluarannya, sehingga dalam pengawasan penerimaan dan pengeluaran
APBD masih sangat memungkinkan disalah gunakan, karena tidak
disebutkan jenis dan tarif, misalnya dalam konteks sumber pendapatan
dalam provinsi yang berasal dari pajak kendaraan bermotor atau dana
alokasi dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi yang diberikan atau
dikucurkan kepada pemerintahan yang berada dibawahnya harus
diberitahukan ketika APBD akan ditetapkan.
Good governance merujuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak
lagi semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi
menekankan pada pelaksanaan fungsi pemerintahan secara bersama-sama
oleh pemerintah, masyarakat yang madani, dan pihak swasta. Good
governance juga berarti implementasi kebijakan sosial dan politik untuk
kemasalahan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang per
orang atau kelompok tertentu.

Praktek good governance menuntut pemerintah untuk menjamin


keterbukaan akses informasi kepada stakeholders terhadap kebijakan publik
dari pemerintah baik dalam konteks proses kebijakan publik, alokasi
anggaran yang disalurkan untuk implementasi anggaran maupun evaluasi
dan kontrol terhadap praktek kebijakan yang dilakukan. Keterbukaan akses
informasi masyarakat disini menjadi penting agar masyarakat dapat
memastikan apakah alokasi anggaran yang telah dibelanjakan benar-benar
dilakukan untuk kesejahteraan masyarakat.

Selanjutnya, informasi terhadap penyelenggaraan tata pemerintah


memiliki manfaat untuk mengantisipasikan terjadinya praktek-praktek
korupsi terhadap pelaksanaan kegiatan pemerintah yang berupa kebocoran
alokasi anggaran yang menjadikan praktek pelaksannan kebijakan publik
menjadi tidak optimal dengan mengedepankan aspek transparansi dalam
pengelolaan pemerintah, maka publik dapat mengetahui informasi berbagai
hal berkaitan dengan kebijakan publik.

Dari beberapa penjelasan tersebut jika akuntabilitas dan transparansi


dilaksanakan pula dalam pelaksaan APBD demi mewujdukan good
governance maka pastinya pembangunan daerah akan terwujud. Dari
pelaksanaan di lapangan nyatannnya masih banyak permasalahan dan tidak
terwujudnya tujuan dari APBD itu sendiri, keefektifan dan kefisienan
pelaksanaan APBD sangat jauh untuk dapat dikatakn sukses. Seperti halnya
anggaran di Kota Malang tahun 2015 yang masih diskriminatif dan banyak
permasalahan.

Informasi mengenai kebijakan pemerintahan ini terkait dengan


berbagai hal seperti motif tindakan dari birokrasi pemerintahan, bentuk
tindakan serta waktu pelaksnaan dan cara tindakan tersebut dilaksanakan
oleh birokrasi pemerintahan. Tujuan dari transparansi adalah untuk
menciptakan informasi terbuka luas untuk masyarakat luas (sebagai data
pemerintahan dan pembangunan ekonomi) untuk membentuk aturan-
aturan, regulasi dan kebijakan pemerintahan bagi publik secara jelas dan
terbuka. Aturan dan prosedur yang transparan mencegah aparatur
pemerintahan dari tindakan penyalagunaan kekuasaan dengan ketersediaan
informasi yang akurat dan memiliki interpretasi yang jelas.
D. Solusi

Untuk solusi yang ditawarkan menurut kelompok kami dari semua


penjelasan diatas. Memang butuh sebuah perubahan di dalam tubuh
pemerintah yang melaksanakan anggaran tersebut agar sebuah
pemerintahan yang dijalankan dapat berjalan sesuai dengan tujuan dan cita-
cita yang dicapai bersama. Menurut kami ada 5 solusi yaitu:

1. Pertama, keterbukaan dalam hal rapat. Para birokrat mestilah terbuka


dala melaksanakan rapat-rapat yang penting bagi masyarakat.
Keterbukaan dalam hal rapat ini memungkinkan para birokrat serius
memikirkan hal-hal yang dibahas, dan masyarakat dapat memperi
aspirasi atau pendapatnya pula.
2. Kedua, keterbukaan informasi. Keterbukaan informasi ini
berhubungan dengan dokumen-dokumen yang perlu diketahui oleh
masyarakat di Kota Malang. Misalnya, informasi mengenai
penyusunan atau pelaksanaan APBD Kota Malang.
3. Ketiga, dalam hal sumber pendapatan APBD Kota Malang, aparat
perpajakan haru melakukan tranparansi dengan menyebutkan
sumber pendapatan, jenis, dan tarifnya secara terperinci. Misalnya,
dalam konteks sumber pendapatan yang berasal dari pajak kendaraan
bermotor, transparansi pajak kendaraan bermotor (PKB) tersebut
haruslah menyebutkan tentang jumlah kendaraan bermotor yang
dirinci pada jenisnya (sedan, truk, dan sebagainya tarif per kendaraan
bermotor yang ada di Kota Malang.
4. Keempat, dana alokasi dari tingkat pemerintah yang lebih tinggi yang
telah diberikan kepada pemerintah yang berada dibawahnya haruslah
diberitahukan kepada pemerintahan yang menerima APBD yang
diterapkan. Pemberitahuan ini dapat diperluas melaui media atau
situs pemerintah agar masyarakat dapat ikut terlibat dalam
mengawasi penggunaanya. Contoh dana bantuan keuangan (dana
kucuran) dari pemerintah provinsi atau pemerintah pusat ke Kota
Malang haruslah diberitahukan kepada Kota atau Kabupaten yang
bersangkutan sejak APBD ditetapkan baik melalui media massa, surat
kabar, situs resmi pemerintah dan dirinci penggunaanya termasuk
tentang harga satuannya.
5. Terakhir, keterbukaan menerima peran serta masyarakat.
Keterbukaan peran serta ini terjadi bila adanya suatu kesempatan
bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya terhadap pokok-
pokok kebijakan pemerintah. Adanya kesempatan masyarakat
melakukan diskusi dengan pemerintah dan perencana. Pengaruh
masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut.
Namun demikian, implementasi konsep akuntabilitas di Indonesia
bukan tanpa hambatan. Beberapa hambatan yang menjadi kendala dalam
penerapan konsep akuntabilitas di Indonesia antara lain adalah rendahnya
standar kesejahteraan pegawai atau para birokrat sehingga memicu pegawai
atau birokrat tersebut untuk melakukan penyimpangan guna mencukupi
kebutuhannya dengan melanggar azas akuntabilitas, faktor budaya seperti
mendahulukan kepentingan keluarga dan kerabat maupun kelompoknya
dibanding pelayanan kepada masyarakat dan lemahnta sistem hukum yang
mengakibatkan kurangnya dukungan terhadap faktor punishment jika
sewaktu-waktu terjadi penyimpangan khusunya di bidang keuangan dan
administrasi.
KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

Sedarmayanti, 2004. Good Governance (kepemimpinan yang baik) bagian 2


membangun sistem menejemen kinerja guna meningktakan produktifitas
menuju good governance (kepemerintahan yang baik). Mandar Maju:
Bandung.
Agus Dwiyanto, 2005, Transparansi Pelayanan Publik dalam Agus Dwiyanto.
Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Gadjah Mada
University Press: Yogyakarta.
Irvan Islamy, 1994, Kebijakan Negara, Bumi Aksara, Jakarta.

You might also like