Professional Documents
Culture Documents
Bonifacius Ricko
102012175 /D9
Email : ikoikomm@yahoo.co.id
Pendahuluan
Pernapasan adalah proses ganda yaitu terjadinya pertukaran gas di dalam jaringan
atau “pernapasan dalam” dan yang terjadi didalam paru-paru “pernapasan luar”. Pernapasan
Luar yang merupakan pertukaran antara O2 dan CO2 antara darah dan udara. Pernapasan
Dalam yang merupakan pertukaran O2 dan CO2 dari aliran darah ke sel-sel tubuh.
Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk
pertukaran gas. Pernapasan merupakan kebutuhan muthlak bagi kelangsungan hidup
manusia. Sebagai kebutuhan dasar, pernapasan memiliki sistem dinamis yang meyuplai O2
untuk memenuhi kebutuhan sel diseluruh tubuh dan dikeluarkan dalam bentuk hasil
pembakaran yaitu CO2(sistem transport). Sistem respirasi ini berjalan secara terus- menerus
selama sistem pernapasan secara keseluruhan berfungsi dengan baik (keadaan normal).
Sistem pernapasan terdiri dari pernapasan dalam (internal) sebagai penghasil energi dan
pernapasan luar (eksternal) mengabsorbsi O2 dan pembuangan CO2dari tubuh secara
keseluruhan kelingkungan luarnya. Pada pernapasan luar (eksternal) ada faktor yang
mempengaruhi sistem pertukaran O2 dan CO2 yaitu sistem vertilasi, bufer, dan transportasi.
Selain hal ini, ada beberapa macam yang sangat berpengaruh penting dalam sistem
pernapasan antara lain kesetimbangan asam basa, sistem kerja paru- paru berdasarkan
fisiologi, kelarutan gas, serta mekanismenya.
Pembahasan
Rongga hidung terdiri atas tiga regio, yakni vestibulum, penghidu, dan pernapasan.
Vestibulum hidung merupakan sebuah pelebaran yang letaknya tepat di sebelah dalam nares.
Vestibulum ini dilapisi kulit yang mengandung bulu hidung, berguna untuk menahan aliran
partikel yang terkandung di dalam udara yang dihisap. Ke arah atas dan dorsal vestibulum
dibatasi oleh limen nasi, yang sesuai dengan tepi atas cartilago ala nasi major. Dimulai
sepanjang limen nasi ini kulit yang melapisi vestibulum dilanjutkan dengan mukosa hidung.
Regio penghidu berada di sebelah cranial, dimulai dari atap rongga hidung daerah ini meluas
sampai setinggi concha nasalis superior dan bagian septum nasi yang ada dihadapan concha
tersebut. Regio pernapasan adalah bagian rongga hidung selebihnya.2
Sinus paranasalis terdiri atas frontalis, ethmoidalis, sphenoidalis dan maxillaries. Sinus
berfungsi untuk meringankan tulang kranial, memberi area permukaan tambahan pada
saluran nasal untuk menghangatkan dan melembabkan udara yang masuk, memproduksi
mukus, dan memberi efek resonansi dalam produksi wicara.2
a. Sinus frontalis. Letak kedua sinus frontalis di sebuah posterior terhadap arcus
superficialis, antara tabula externa dan tabula interna os.frontale. Pendarahan disuplai
oleh cabang-cabang A. opthalmica, yakni A. supraorbitalis, dan A. ethmoidalis
anterior. Darah balik bermuara ke dalam vena anastomotik pada incisura
supraorbitalis yang menghubungkan vena-vena supraorbitalis dan opthalmica
superior. Persarafannya disuplai oleh N. supraorbitalis.
b. Sinus ethmoidalis. Tersusun sebagai rongga-rongga kecil tak beraturan, sehingga
disebut juga cellulae ethmoidales. Rongga-rongga kecil ini berdinding tipis di dalam
labyrinth ossis ethmoidalis, disempurnakan oleh tulang-tulang frontale, maxilla,
lacrimale, sphenoidale, dan palatinum. Pendarahan disuplai oleh Aa. ethmoidales
anterior dan posterior serta A. sphenopalatina. Pembuluh baliknya lewat vena-vena
yang senama dengan arteri. Persarafannya oleh, Nn. Ethmoidales anterior dan
posterior serta cabang orbital ganglion pterygopalatinum.
c. Sinus sphenoidalis. Kedua sinus ini terletak di sebelah posterior terhadap bagian atas
rongga hidung, di dalam corpus ossis sphenoidalis, bermuara ke dalam recessus
spheno-ethmoidalis. Pendarahan disuplai oleh A. ethmoidalis posterior dan cabang
pharyngeal A. maxillaries interna. Persarafannya oleh N. ethmoidalis posterior dan
cabang orbital ganglion pterygopalatinum.
d. Sinus maxillaries. Sebagian besar sinus ini menempati tulang maxilla. Berbentuk
pyramid, berbatasan dengan dinding lateral rongga hidung. Puncaknya meluas ke
dalam processus zygomaticus ossis maxillae. Atap berbatasan dengan dasar orbita,
sedangkan lantai berbatasan dengan processus alveolaris ossis maxillae. Pendarahan
disuplai oleh A. facialis, A. palatine major, A. infraorbitalis yang merupakan lanjutan
A. maxillaries interna dan Aa. alveolaris superior anterior dan posterior cabang A.
maxillaris interna. Persarafannya oleh N. infraorbitalis dan Nn. Alveolaris superior
anterior, medius dan posterior.1,2
Faring adalah tabung muskular berukuran 12,5 cm yang merentang dari bagian dasar
tulang tengkorak sampai esophagus. Faring terbagi menjadi nasofaring, orofaring, dan
laringofaring.1,2
1. Nasofaring adalah bagian posterior rongga nasal yang membuka ke arah rongga nasal
melalui melalui dua naris internal (koana). Dua tuba eustachius menghubungkan
nasofaring dengan telinga tengah. Tuba ini berfungsi untuk menyetarakan tekanan
udara pada kedua sisi gendang telinga. Amandel faring adalah penumpukan jaringan
limfatik yang terletak di dekat naris internal. Pembesaran adenoid dapat menghabat
aliran udara.
2. Orofaring dipisahkan dari nasofaring oleh palatum lunak muskular, suatu
perpanjangan palatum keras tulang. Uvula adalah prosessus kerucut kecil yang
menjulur ke bawah dari bagian tengah tepi bawah palatum lunak. Amandel palatinum
terletak pada kedua sisi orofaring posterior.
3. Laringofaring mengelilingi mulut esophagus dan laring, yang merupakan gerbang
untuk sistem respiratorik selanjutnya.
Laring merupakan saluran udara yang bersifat sphincter dan juga organ pembentuk suara,
membentang antara lidah sampai trachea. Laring berada di antara pembuluh-pembuluh besar
leher dan di sebelah ventral tertutup oleh kulit, fascia-fascia dan otot-otot depressor lidah
lidah. Laring juga menghubungkan faring dengan trachea. Laring ditopang oleh kartilago,
tiga kartilago berpasangan dan tiga kartilago tidak berpasangan.2
Trachea adalah tuba dengan panjang 10 cm-12 cm dan diameter 2,5 cm serta terletak di
atas permukaan anterior esophagus. Tuba ini merentang dari laring pada area vertebra serviks
keenam sampai area vertebra toraks kelima tempatnya membelah menjadi dua bronkus
utama. Trachea dapat tetap terbuka karena adanya 16-20 cincin kartilago berbentuk C. Ujung
posterior mulut cincin dihubungkan oleh jaringan ikat dan otot sehingga memungkinkan
ekspansi esophagus. Trachea juga dilapisi oleh epithelium respiratorik yang mengandung
banyak sel goblet.1
Bronkus primer kanan berukuran lebih pendek, lebih tebal, dan lebih lurus dibandingkan
bronkus primer kiri karena arcus aorta membelokkan trachea bawah ke kanan. Objek asing
yang masuk ke dalam trachea kemungkinan ditempatkan dalam bronkus kanan. Setiap
bronkus primer bercabang 9-12 kali untuk membentuk bronki sekunder dan tertier dengan
diameter yang semakin kecil. Saat tuba semakin menyempit, batang atau lempeng kartilago
mengganti cincin kartilago. Bronki disebut juga ekstrapulmonar sampai memasuki paru-paru,
setelah itu disebut intrapulmonar. Struktur mendasar dari kedua paru-paru adalah
percabangan bronchial yang selanjutnya bronchi, bronchiolus, bronchiolus terminal,
bronchiolus respiratorik, duktus alveolar, dan alveoli.2
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua
bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri
(pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis,
disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura
dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan
dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis).2
Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga berisi cairan pleura yang berfungsi
sebagai pelumas paru-paru. Cairan pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara
eksudasi. Dinding rongga pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain.
Mekanisme Pernafasan
Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat
terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2 jenis, yaitu pernapasan
luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara
dalam alveolus dengan darah dalam kapiler, sedangkan pernapasan dalam adalah pernapasan
yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam
paru-paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan
udara di luar tubuh. Terdapat tiga tekanan penting dalam proses ventilasi yaitu sebagai
berikut:
a. Tekanan Atmosfer (barometric), adalah tekanan yang ditimbulkan oleh berat udara di
atmosfer pada benda di permukaan bumi. Pada ketinggian permukaan laut tekanan ini
sama dengan 760mmHg, tekanan atmosfer berkurang seiring dengan penambahan
ketinggian diatas permukaan laut karena lapisan-lapisan udara ddiatas permukaan
bumi juga semakin tipis.3
b. Tekanan intra-alveolus, yang dikenal juga sebagai tekanan intraparu adalah tekanan
didalam alveolus.3karena alveolus berhubungan dengan atmosfer melalui saluran
napas penghantar, udara cepat mengalir menuruni gradient tekanannya setiap tekanan
intra-alveolus berbeda dari tekanan atmosfer sampai kedua tekanan seimbang
(ekuilibrium).3
c. Tekanan intrapleura, adalah tekanan didalam kantung pleura, tekanan ini yang juga
dikenal sebagai tekanan intrathoraks adalah tekanan yang ditimbulkan diluar paru
didalam rongga thoraks.3Tekanan intrapleura biasanya lebih rendah daripada tekanan
atmosfer.3Tekanan intrapleura tidak menyeimbangkan diri dengan tekanan atmosfer
atau intra-alveolus karena tidak ada komunikasi langsung antara rongga pleura dan
atmosfer/paru, karena kantung pleura adalah suatu kantung tertutup tanpa lubang,
maka udara tidak dapat masuk atau keluar meskipun mungkin terdapat gradient
tekanan antara kantung pleura dan daerah sekitar.3
Bila tekanan subatmosferik rongga pleura hilang tekanan transmural pada dinding
dada dan jaringan paru hilang akibatnya dinding dada dan jaringan paru terpisah, hal
ini menyebabkan paru kolaps dan dinding dada lebih mengembang (Barrel Chest).3
Inspirasi
Otot-otot yang berperan daalam proses inspirasi adalah sebagai berikut; diafragma
berkontraksi, bergerak ke arah bawah, dan mengembangkan rongga dada dari atas ke bawah.4
Otot-otot interkostal eksternal menarik iga ke atas dan ke luar, yang mengembangkan
rongga dada ke arah samping kiri dan kanan serta ke depan dan ke belakang.4
a. Diafragma, yaitu otot berbentuk kubah yang jika sedang rileks akan memipih
saat berkontraksi dan memperbesar rongga toraks kearah inferior.
b. Otot intrerkostal eksternal mengangkat iga keatas dan kedepan saat
berkontraksi sehingga memperbesar rongga toraks kearah anterior dan
superior.
c. Dalam pernafasan aktif atau pernafasan dalam membutuhkan otot-otot
inspirasi tambahan yang termasuk otot-otot sternokleidomastoideus, pektoralis
mayor dan minor, serratus-anterior, dan otot
skalenus(anterior,medius,posterior) dan illocostalis bagian atas juga akan
memperbesar rongga toraks.4
Ekspirasi
Ekspirasi atau yang juga disebut ekshalasi dimulai ketika diafragma dan otot-otot
interkosta rileks. Karena rongga dada menjadi lebih sempit, paru-paru terdesak, dan jaringan
ikat elastiknya yang meregang selama inhalasi, mengerut dan juga mendesak alveoli. Dengan
meningkatnya tekanan intrapulmonal di atas tekanan atmosfir, udara didorong ke luar paru-
paru sampai kedua tekanan sama kembali.4
Inhalasi merupakan proses yang aktif yang memerlukan kontraksi otot, tetapi
ekshalasi yang normal adalah proses yang pasif, bergantung pada besarnya regangan pada
elastisitas normal paru-paru yang sehat. Namun begitu kita juga dapat mengalami ekshalasi
diluar batas normal, seperti ketika sedang berbicara, bernyanyi, atau meniup balon. Ekshalasi
yang demikian adalah proses aktif yang membutuhkan kontraksi otot-otot lain.4
Pengangkutan CO2 terdiri dari beberapa bentuk yaitu CO2 yang larut dalam plasma,
Dalam bentuk H2CO3,Ikatan Karbamino dan Ion bikarbonat dalam plasma. Secara
keseluruhan hanya pengangkutan Ion Bikarbonat yang terbesar dalam plasma dibandingkan
dengan bebrapa jenis pengangkutan CO2 lainnya. Dalam transport ini ada istilah efek
Haldane. Efek Haldane merupakan bentuk pengikatan O2 dngan hemoglobin yang akan
membuat CO2 dilepaskan.5
Mekanisme bentuk pengangkutan ion bikarbonat dalam plasma adalah sebagai berikut
: Darah akan masuk ke dalam kapiler paru-paru yang mengangkut sebagian besar karbon
dioksida. Karbondioksida yang berdifusi ke dalam sel darah merah dapat dengan cepat
mengalami hidrasi menjadi H2CO3 yang disebabkan adanya aktivitas ensim anhidrase
karbonat (C.A) Selanjutnya H2CO3 berdisosiasi menjadi H+ dan HCO3-. sebagai ion
bikarbonat (HCO3–) dan H2CO3 yang keluar dari eritrosit akan masuk ke plasma dan
digantikan dengan Cl(Cloride shift)dengan persamaan reaksi seperti berikut.5
H++HCO3H2CO3
Sisa karbon dioksida berdifusi keluar dari dalam darah dan melakukan reaksi sebagai berikut.
H2CO3O2+CO2
Enzim karbonat anhidrase yang terdapat dalam sel-sel darah merah dapat
mempercepat reaksi. Ketika reaksi berlangsung, hemoglobin melepaskan ion - ion hidrogen
yang telah diangkut; HHb menjadi Hb. Hb merupakan singkatan dari haemoglobin, yaitu
jenis protein dalam sel darah merah. Selanjutnya, hemoglobin mengikat oksigen dan menjadi
oksihemoglobin (HbO2).5
Tidak semua CO2 yang diangkut darah melalui paru-paru dibebaskan ke udara bebas.
Darah yang melewati paru-paru hanya membebaskan 10% CO2. Sisanya sebesar 90% tetap
bertahan di dalam darah dalam bentuk ion-ion bikarbonat. Ion-ion bikarbonat dalam darah ini
sebagai buffer atau penyangga karena mempunyai peran penting dalam menjaga stabilitas pH
darah. Apabila terjadi gangguan pengangkutan CO2 dalam darah, kadar asam karbonat
(H2CO3) akan meningkat sehingga akan menyebabkan turunnya kadar alkali darah yang
berperan sebagai larutan buffer. Hal ini akan menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis
yang disebut asidosis.5
Difusi Gas
Faktor yang terpenting yang menyebabkan difusi gas adalah perbedaan tekanan
parsial gas antara alveoli dan darah. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan proses
difusi adalah (1) perbedaan tekanan parsial gas alveoli dan tekanan gas dalam cairan darah,
(2) luas penampang lintang antar muka gas-cairan, (3) panjang jarak yang harus ditembus
molekul-molekul gas dan (4) daya larut gas.6 Alveoli paru-paru ideal untuk proses difusi
karena (1) gas-gas larut dalam lipid (membran sel), (2) daerah untuk pertukaran gas sangat
luas, (3) jarak yang dilalui gas sangat tipis (alveoli dindingnya sangat tipis). 6 Proses difusi
bersifat pasif, yaitu oksigen alveoli mendifusi ke darah kapiler CO2 darah kapiler mendifusi
ke alveoli, hal ini terjadi terus menerus sebab alveol selalu berisi udara ±25.000ml pada akhir
ekspirasi tenang dan aliran darah di kapiler paru juga terus menerus, waktu diastole ventrikel
dan waktu menahan napas difusi terus berlangsung.6 Ada 3 fase difusi gas antar udara alveoli
dan darah kapiler paru, yaitu (1) Fase gas, luas penampanh total saluran udara dari trakea
sampai alveoli makin besar, aliran udara hanya sampai duktus alveolaris, dalam alveoli
gerakan molekul gas dan pencampuran gas dengan cara difusi, gas dengan BM rendah
bergerak lebih cepat oksigen lebih cepat mendifusi daripada karbondioksida. (2) Fase
membrane, bila membrane respirasi tebal, difusi gas sukar, dan (3) Fase cairan, Oksigen
mendifusi ke cairan (plasma) kemudian ke eritrosit dan berikatan dengan Hb, kecepatan
difusi bergantung kepada daya larut dan BM gas, gas CO2 lebih mudah larut dalam air
dibandingkan Oksigen.6
Satuan ukuran keseimbangan asam basa adalah pH, yang menyatakan kepekaan
terhadap ion-ion H+ dan keasaman yang ditimbulkannya. Ion-ion H+ dan ion-ion OH-
menentukan keasaman atau kebasaan suatu larutan. Apabila terjadi penambahan atau
peningkatan konsentrasi ion H+, maka keadaan bersifat lebih asam dan pH akan turun.
Sebaliknya, bila cairan tubuh bersifat basa atau alkali, maka pH akan meningkat.
Selain system buffer, terdapat mekanisme lain yang dilakukan oleh tubuh sebagai
kompensasi dalam menjaga keseimbangan asam basa. Bagian tubuh tersebut ialah paru-paru
dan ginjal. Peran paru-paru dalam menjaga keseimbangan asam basa adalah mengendalikan
konsentrasi asam karbonat, sedangkan ginjal berperan dalam pengendalian konsentrasi
bikarbonat.7
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pernafasan
- Umur
Mengapa orangtua yang menaiki tangga atau berlari lebih mudah terengah-
engah di bandingkan dengan yang masih remaja? Ternyata, semakin tua usia
seseorang frekuensi pernafasannya semakin rendah sehingga mudah terengah-engah.
Hal ini terjadi karena adanya penurunan proporsi kebutuhan energinya.
- Jenis Kelamin
Mengapa laki-laki lebih kuat dan tahan bekerja berat atau berolahraga berat
dibanding perempuan? Umumnya, laki-laki banyak melakukan aktifitas sehingga
membutuhkan energy yang lebih banyak. Hal itu mengakibatkan frekuensi
pernafasannya lebih cepat dengan banyaknya udara pernafasan yang masuk kedalam
sel-selnya, maka banyak energi yang dihasilkannya sehingga laki-laki lebih tahan dan
kuat dalam bekerja. Namun, apabila seorang laki-laki dan perempuan dengan berat
yang sama, usia sama, dan aktifitas sama, energi yang dibutuhkan lebih banyak
perempuan sehingga frekuensi pernafasannya lebih cepat perempuan.
- Suhu Tubuh
Mengapa ketika kita ditempat yang panas, kita akan lebih cepat dalam
mengambil udara pernafasan ? Di lingkungan yang panas, tubuh mengalami
peningkatan metabolism untuk mempertahankan suhu tubuh agar tetap stabil. Untuk
itu, tubuh harus lebih banyak mengeluarkan keringat agar menurunkan suhu tubuh.
Aktivitas ini, membutuhkan energi yang dihasilkan dari peristiwa oksidasi dengan
menggunakan oksigen sehingga akan dibutuhkan oksigen yang lebih banyak untuk
meningkatkan frekuensi pernafasan.
- Posisi Tubuh
Mengapa ketika kita tidur tengkurap dan terlentang atau duduk dan berdiri
frekuensi pernafasan kita berbeda ? Posisi tubuh berpengaruh terhadap beban otot
pada sebagian organ tubuh kita. Otot pada organ tubuh dapat mempertahankan posisi
tubuh untuk menyesuaikan kebutuhan energinya. Energy dihasilkan dengan bantuan
oksigen dalam peristiwa respirasi. Dengan posisi tubuh tertentu, dibutuhkan energi
yang lebih banyak sehingga akan meningkatkan frekuensi pernafasan.
- Kegiatan Tubuh
Mengapa orang yang berlari cepat dan orang yang berjalan santai terjadi
perbedaan frekuensi pernafasan? Orang yang melakukan pekerjaan lebih berat
membutuhkan energi yang lebih banyak. Energi dihasilkan dengan bantuan oksigen
dalam peristiwa respirasi. Aktivitas atau kegiatan tubuh yang berlebihan akan
meningkatkan frekuensi pernafasan.8
Kesimpulan
Pernafasan ( respirasi) merupakan suatu proses yang terjadi secara otomatis walau
dalam keadaan tertidur sekalipun karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf
autonom. Adapun anatomi dari sistem pernapasan itu meliputi hidung(nasal), faring(tekak),
laring(pangkal tenggorokan), trakea(batang tenggorokan), bronkus(cabang tenggorokan),
alveoli, paru-paru dan pleura. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas, maka pernapasan
dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu pernapasan dalam dan pernapasan luar. Pernapasan
dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel-sel tubuh,
sedangkan pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus
dengan darah dalam kapiler. Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam inspirasi dan
ekspirasi maka mekanisme pernapasan terbagi menjadi dua, yaitu pernapasan dada dan
pernapasan perut. Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot tulang rusuk,
sedangkan pernapasan perut adalah pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas
otot- otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada.
Daftar Pustaka
1. Gunardi Santoso. Anatomi sistem pernapasan. Edisi pertama. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI; 2007.h.2-13.
2. Ethel Sloane. Anatomi dan fisiologi untuk pemula. Edisi pertama. Jakarta: EGC,
2004.h.266-274
3. Sherwood L. Yesdelita N [Editor]. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. [Bab 13:
Sistem Pernapasan] Jakarta: EGC, 2011.h.497-01.
7. Andrea, K.S. dan N.M. Elaine. 1996. Physiology Respiratory System. 4th ed. New
Jersey: Benjamin Cummings Currering Publishing