You are on page 1of 25

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Pengertian
Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) pancaindera tanpa ada
rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem pancaindera dan
terjadi pada saat kesadaran individu penuh/baik (DepKes dalam Darmawan &
Rusdi, 2013)
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh klien gangguan jiwa. Klien merasakan sensasi berupa suara,
penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulasi nyata
(Keliat, 2011). Halusinasi adalah persepsi atau pengamatan palsu (Sunaryo,
2004)
Jadi, dapat disimpulkan bahwa halusinasi adalah salah satu gangguan
persepsi sensori atau pengamatan palsu tanpa adanya rangsang pada
pancaindra seseorang, dapat berupa sensasi suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan.

B. Rentang Respon Neurobiologi

Respon adaptif Respon maladaptif

Pikiran logis Distorsi pikiran Gangguan pikir/delusi


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Menarik diri Sulit berespons
Perilaku sesuai Reaksi emosional >/< Perilaku disorganisasi
Hubungan sosial Perilaku tidak biasa Isolasi sosial

Sumber: Kusumawati & Hartono (2010)


Keterangan:
1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma
sosial dan budaya secara umum yang berlaku di dalam masyarakat,
dimana individu menyelesaikan masalah dalam batas normal yang
meliputi:
a. Pikiran logis adalah segala sesuatu yang diucapkan dan dilaksanakan
oleh individu sesuai dengan kenyataan
b. Persepsi akurat adalah penerimaan pesan yang disadari oleh indera
perasaan, dimana dapat membedakan objek yang satu dengan yang
lain dan mengenai kualitasnya menurut berbagai sensasi yang
dihasilkan.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah respon yang diberikan
individual sesuai dengan stimulus yang datang.
d. Perilaku sesuai dengan cara bersikap individu yang sesuai dengan
perannya.
e. Hubungan sosial harmonis dimana individu dapat berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain tanpa adanya rasa curiga, bersalah
dan tidak senang.

2. Respon transisi
a. Distorsi pikiran adalah kegagalan dalam mengabstrakan dan
mengambil kesimpulan
b. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus
sensori.
c. Reaksi emosi berlebihan atau berkurang merupakan emosi yang
diekspresikan dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku aneh dan tidak biasa merupakan perilaku aneh yang tidak
enak dipandang, membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak
kenal orang lain.
e. Menarik diri adalah perilaku menghindar dari orang lain.
3. Respon maladaptif
Respon maladaptif adalah suatu respon yang tidak dapat diterima oleh
norma-norma sosial dan budaya secara umum yang berlaku di
masyarakat, dimana individu dalam menyelesaikan masalah tidak
berdasarkan norma yang sesuai diantaranya:
a. Gangguan proses pikir/delusi adalah ketidakmampuan otak untuk
memproses data secara akurat yang dapat menyebabkan gangguan
proses pikir, seperti ketakutan, merasa hebat, beriman, pikiran
terkontrol, pikiran yang terisi dan lain-lain.
b. Halusinasi adalah gangguan identifikasi stimulus
berdasarkan informasi yang diterima otak dari lima indera seperti
suara, raba, bau, dan penglihatan
c. Sulit berespon adalah ketidakmampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, keakraban
dan kedekatan.
d. Perilaku yang tidak terorganisir adalah cara bersikap individu yang
tidak sesuai dengan peran.
e. Isolasi sosial adalah dimana individu yang mengisolasi dirinya dari
lingkungan atau tidak mau berinteraksi dengan lingkungan.

C. Etiologi Halusinasi
Etiologi halusinasi menurut Rawlins & Heacock dalam Darmawan & Rusdi
(2013) adalah:
1. Dimensi Fisik
Halusinasi dapat meliputi semua indera, tapi yang paling sering
ditemukan adalah halusinasi pendengara. Halusinasi dapat ditimbulkan
dari beberapa kondisi seperti kelelahan yang luar biasa, pengguna obat-
obatan, demam tinggi, intoksikasi, alkohol dan kesulitan-kesulitan untuk
tidur.
2. Dimensi emosional
Halusinasi terjadi karena ada perasaan cemas yang berlebihan yang tidak
dapat diatasi. Isi halusinasi: perintah, memaksa, dan menakutkan  tidak
dapat dikontrol dan menentang sehingga menyebabkan klien berbuat
sesuatu terhadap ketakutannya tersebut.
3. Dimensi intelektual
Penunjukkan penurunan fungsi ego. Pada awalnya, halusinasi merupakan
usaha ego sendiri melawan impuls yang menekan  menimbulkan
kewaspadaan mengontrol perilaku dan mengambil seluruh perhatian
klien.
4. Dimensi Sosial
Halusinasi dapat disebabkan oleh hubungan interpersonal yang tidak
memuaskan sehingga koping yang digunakan untuk menurunkan
kecemasan akibat hilangnya kontrol terhadap diri, harga diri, maupun
interaksi social dalam dunia nyata sehingga klien cenderung menyendiri
dan hanya tertuju pada diri sendiri.
5. Dimensi Spiritual
Klien merupakan makhluk sosial, mengalami halusinasi karena
ketidakharmonisan dalam berinteraksi. Penurunan kemampuan untuk
menghadapi stress dan kecemasan serta menurunnya kualitas untuk
menilai keadaan sekitarnya. Ketika halusinasi menguasai dirinya, klien
akan kehilangan kontrol terhadap kehidupannya.

D. Proses Terjadinya Halusinasi


Halusinasi berkembang melalui empat fase menurut Kusumawati & Hartono
(2010), yaitu sebagai berikut:
Fase/Tahap Karakteristik Perilaku Klien
Fase I: - Klien mengalami stress - Klien tersenyum atau tertawa
Fase comforting cemas, perasaan yang tidak sesuai
- Fase menyenangkan. perpisahan, rasa bersalah, - Menggerakkan bibir tanpa
- Pada tahap ini masuk kesepian yang suara
dalam golongan memuncak, dan tidak - Pergerakan mata cepat, repon
nonpsikotik dapat diselesaikan verbal yang lambat jika
- Tingkat ansietas - Klien mulai melamun sedang asyik dengan
sedang dan memikirkan hal-hal halusinasinya
yang menyenangkan, - Suka menyendiri
cara ini hanya menolong
sementara

Fase II: - pengalaman sensori - Meningkatnya tanda-tanda


Fase condemming menakutkan sistem saraf otonom seperti
- Ansietas berat - kecemasan meningkat, peningkatan denyut jantung
- Halusinasi menjadi melamun, dan berpikir dan tekanan darah
menjijikkan sendiri jadi dominan - Klien asyik dengan
- Termasuk dalam - Mulai dirasakan ada halusinasinya dan tidak dapat
psikotik ringan. bisikan yang tidak jelas membedakan realitas
- Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap
dapat mengontrolnya.

Fase III: - bisikan, suara - kemauan dikendalikan


Fase controlling - isi halusinasi semakin halusinasi
- Ansietas berat yaitu menonjol, menguasai dan - rentang perhatian hanya
pengalaman sensori mengontrol klien beberapa menit atau detik
menjadi berkuasa - klien menjadi terbiasa - Tanda-tanda fisik berupa
- Termasuk dalam dan tidak berdaya klien berkeringat, tremor, dan
gangguan psikotik. terhadap halusinasinya tidak mampu mematuhi
perintah

Fase IV: - halusinasinya berubah - Perilaku terror akibat panik,


Fase conquering menjadi mengancam, potensi bunuh diri, perilaku
- Klien panik memerintah, dan kekerasan, agitasi, menarik
- klien lebur dengan memarahi klien diri atau katatonik
halusinasinya. - Klien menjadi takut, tidak - tidak mampu merespon
Termasuk dalam berdaya, hilang kontrol, terhadap perintah kompleks
psikotik berat dan tidak dapat - tidak mampu berespon lebih
berhubungan secara nyata dari satu orang.
dengan orang lain di
lingkungan.

E. Tanda dan Jenis Halusinasi


Tanda-tanda seseorang dengan halusinasi adalah: tersenyum sendiri, duduk
terpaku, bicara sendiri, memandang satu arah, menyerang, tiba-tiba marah,
dan gelisah (Kusumawati & Hartono, 2010).

Halusinasi dapat terjadi secara non patologis atau patologis.


1. Halusinasi non patologis
Menurut Nami (National Alliance on Mental Illnes), halusinasi dapat
terjadi pada seseorang yang bukan penderita gangguan jiwa. Pada
umumnya terjadi pada klien yang mengalami stress yang berlebihan atau
kelelahan, atau karena pengaruh obat-obatan (halusinogenik)
Halusinasi ini antara lain:
a. Halusinasi Hipnogonik
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi sesaat sebelum seseorang
jatuh tertidur.
b. Halusinasi Hipnopompik
Persepsi sensori yang palsu yang terjadi pada saat seseorang
terbangun dari tidur.

2. Halusinasi patologis
Jenis-jenis halusinasi menurut Cancro & Lehman dalam Videbeck (2008)
adalah sebagai berikut:
a. Halusinasi pendengaran meliputi mendengar suara-suara, paling
sering adalah suara orang, berbicara kepada klien atau
membicarakan klien. Mungkin ada satu atau banyak suara; dapat
berupa suara orang yang dikenal atau tidak dikenal. Halusinasi
pendengaran merupakan halusinasi yang paling sering terjadi.
Halusinasi perintah adalah suara-suara yang meminta klien untuk
mengambil tindakan, sering kali membahayakan diri sendiri atau
orang laindan dianggap berbahaya.
b. Halusinasi penglihatan dapat mencakup melihat bayangan yang
sebenarnya tidak ada sama sekali, misalnya cahaya atau orang yang
telah meninggal, atau mungkin sesuatu yang bentuknya rusak,
misalnya melihat monster yang menakutkan padahal yang dilihat
adalah perawat. Halusinasi ini merupakan halusinasi kedua yang
sering terjadi.
c. Halusinasi penciuman meliputi mencium aroma atau bau padahal
tidak ada. Bau tersebut dapat berupa bau tertentu seperti bau darah,
urine atau feses, atau bau yang sifatnya umum, seperti bau busuk.
d. Halusinasi taktil mengacu pada sensasi seperti aliran listrik yang
menjalar ke seluruh tubuh atau binatang kecil yang merayap di kulit.
Halusinasi taktil paling sering ditemukan pada klien yang mengalami
putus alkohol.
e. Halusinasi pengecapan mencakup rasa yang tetap ada dalam mulut,
atau perasaan bahwa makanan terasa seperti sesuatu yang lain.
f. Halusinasi kenestetik meliputi laporan klien bahwa ia merasakan
fungsi tubuh yang biasanya tidak dapat dideteksi. Contohnya: sensasi
pembentukan urine atau impuls yang ditransmisikan melalui otak.
g. Halusinasi kinestetik terjadi ketika klien tidak bergerak tetapi
melaporkan sensasi gerakan tubuh. Gerakan tubuh kadang kala yang
tidak lazim, seperti melayang di atas tanah.

F. Akibat Halusinasi
Akibat yang dapat ditimbulkan pada klien halusinasi berlanjut menurut Keliat
dalam Darmawan & Rusdi (2013) adalah:
1. Klien dapat melakukan kekerasan seperti mencederai diri sendiri, orang
lain, maupun lingkungan. Hal ini disebabkan bila halusinasi yang dialami
merupakan ancaman bagi diri.
2. Klien mengalami intoleransi aktivitas seperti perawatan diri klien
menjadi kurang. Hal ini disebabkan karena halusinasi telah
mempengaruhi pikiran klien ke hal yang tidak realitas sehingga klien
hanya sibuk dengan dunia yang tidak nyata.
3. Keputusasaan
4. Ketidakberdayaan
5. Gerakan interaksi sosial

G. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan kepada klien mencakup:
a. Faktor predisposisi dan presipitasi
1) Faktor predisposisi:
a) Faktor biologi
Adanya hambatan dalam perkembangan otak khusus
konteks lobus provital, temporal dan limbik yang
disebabkan oleh gangguan perkembangan dan fungsi
susunan saraf pusat. Hal ini menyebabkan hambatan dalam
belajar, berbicara, daya ingat, dan mungkin perilaku
menarik diri. Perilaku menarik diri ini dapat menyebabkan
orang tidak mau bersosialisasi sehingga kemampuan dalam
menilai dan berespon dengan realita dapat hilang dan sulit
membedakan rangasang internal dan eksternal.
b) Faktor psikologi
Halusinasi dapat terjadi pada orang yang mempunyai
keluarga overprotectif. Hubungan dalam keluarga yang
dingin dan tidak harmonis, perhatian dengan orang lain
yang sangat berlebih ataupun sangat kurang sehingga
menyebabkan koping individu dalam menghadapi stress
tidak adaptif.
c) Faktor Sosial Budaya
Kemiskinan dapat menjadi factor terjadinya halusinasi bila
individu mempunyai koping yang tidak efektif.
2) Faktor presipitasi:
a) Sosial budaya
Teori ini mengatakan bahwa stress lingkungan dapat
menyebabkan terjadinya respon neurobiology yang
maladaptif, misalnya lingkungan yang penuh dengan kritik
(bermusuhan); kehilangan kemandirian dalam kehidupan;
kehilangan harga diri; kerusakan dalam hubungan
interpersonal; kesepian; tekanan dalam pekerjaan, dan
kemiskinan. Teori ini mengatakan bahwa stress yang
menumpuk dapat menunjang terhadap terjadinya gangguan
psikotik.
b) Biokimia
Dopamine, norepinephrine, zat halusinogen dapat
menimbulkan persepsi yang dingin oleh klien sehingga
klien cenderung membenarkan apa yang dikhayal.
b. Perilaku
Pengkajian pada klien dnegan halusinasi perlu ditekankan pada
fungsi kognitif (proses piker), fungsi persepsi, fungsi emosi, fungsi
motorik dan fungsi sosial.
1) Fungsi Kognitif
Pada fungsikognitif terjadi perubahan daya ingat, klien
mengalami kesukaran dalam menilai dan menggunakan
memorinya atau klien mengalami gangguan daya ingat jangka
panjang/jangka pendek. Klien menjadi pelupa dan tidak
berminat.
a) Cara berpikir magis dan primitif: klien menganggap bahasa
diri dapat melakukan sesuatu yang mustahil bagi orang lain,
misalnya dapat berubah menjdai spiderman. Cara berpikir
klien seperti anak pada tingkat perkembangan anak pra
sekolah.
b) Perhatian: klien tidak mampu mempertahankan
perhatiannya atau mudah teralih, serta konsentrasi buruk,
akibatnya mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas
dan berkonsentrasi terhadap tugas
c) Isi pikir: klien tidak mampu memproses stimulus interna
dan eksterna dengan baik sehingga terjadi curiga, siar piker,
sisip piker, somatik
d) Bentuk dan pengorganisasian: klien tidak mampu
mengorganisasikan pemikiran dan menyusun pembicaraan
yang logis serta kohern. Gejala yang sering ditimbulkan
adalah kehilangan asosiasi, inkoheren, sirkumfansial, tidak
masuk akal. Hal ini dapat diidentifikasikan dari
pembicaraan klien yang tidak relevan, tidak logis, dan
bicara berbelit.

2) Fungsi Emosi
Pada proses neurologis yang maladaptive, terjadi gangguan
emosi yang dapat dikaji melalui perubahan afek:
a) Afek tumpul: kurangnya respon emosional terhadap pikiran,
orang lain atau pengalaman klien tampak apatis
b) Afek datar: tidak tampak ekspresi, suara menahan dan
wajah datar, tidak ada keterlibatan perasaan
c) Afek tidak sesuai: afek tidak sesuai dengan isi pembicaraan
d) Reaksi berlebihan: reaksi emosi yang berlebihan terhadap
suatu kejadian
e) Ambivalen: timbulnya dua perasaan yang bertentangan
pada saat yang bersamaan
3) Fungsi Motorik
Respon neurologis maladaptive menimbulkan perilaku yang
aneh, membingungkan dan kadang Nampak tidak kenal dengan
orang lain. Perubahan terseut adalah:
a) Impulsif: cenderung melakukan gerakan yang tiba-tiba dan
spontan
b) Manerisme: dilihat melalui gerakan dan ucapan seperti
grimasentrik
c) Stereotipik: gerakan yang diulang tidak bertujuan dan tidak
dipengaruhioleh stimulus yang jelas
d) Katatonia: kekacauan psikomotor pada skizofrenia tipe
katatonik, imobilitas karena factor psikologis, kadangkala
ditandai oleh periode agitasi atau gembira, klien tampak
tidak bergerak, seolah-olah dalam keadaan setengah sadar.
4) Fungsi Sosial
Perilaku yang terkait dengan hubungan social sebagai akibat
respon neurobiologist yang maladaptive adalah sebagai berikut:
a) Kesepian
Perasaan terisolasi dan terasing, perasaan kosong dan
merasa putus asa sehingga klien terpisah dengan orang lain
b) Isolasi sosial
Terjadi ketika klien menarik diri secara fisik dan emosional
dari lingkungan. Isolasi diri klien tergantung pada tingkat
kesedihan dan kecemasan yang berkaitan dalam
berhubungan dnegan orang lain. Rasa tidak percaya pada
orang lain merupakan inti masalah pada klien. Pengalaman
hubungan yang tidak menyenangkan menyebabkan klien
menganggap hubungan saat ini berbahaya. Klien merasa
terancam setiap ditemani orang lain karena ia menganggap
orang tersebut akan mengontrolnya, mengancam,
menuntutnya, oleh karena itu klien tetap mengisolasi diri.
c) Harga diri rendah
c. Mekanisme koping
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi klien dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respon
neurobiologi maladaptif meliputi :
1) Regresi
Regresi adalah kembali ke tingkat perkembangan terdahulu
(tingkah laku yang bersifat primitif).
2) Proyeksi
Menyalahkan orang lain atas kelalaian dan kesalahan-kesalahan
atau kekurangan diri sendiri, keinginan-keinginan, serta impuls-
impuls sendiri.
3) Menarik diri
d. Perilaku halusinasi
1) Isi dan jenis halusinasi
Isi halusinasi adalah tema halusinasi dan interpretasi klien
tentang halusinasinya, seperti mengancan, menyalahkan,
keagamaan, menghinakan, kebesaran, seksual, membesarkan
hati, membujuk atau hal-hal yang baik (Sunaryo, 2004).

2) Waktu, frekuensi dan situasi yang menyebabkan munculnya


halusinasi. Perawat peru mengkaji kapan halusinasi terjadi?
Apakah pagi, sore atau malam? Jika mungkin pukul berapa?
Frekuensi terjadinya terus-menerus atau hanya sekali-sekali?
Situasi terjadinya apakah ketika sendiri atau setelah terjadi
kejadian tertentu?
Hal ini dilakukan untuk menentukan intervensi khusus pada
waktu terjadinya halusinasi, menghindari situasi yang
menyebabkan halusinasi, sehingga klien tidak larut dengan
halusinasinya. Dengan mengetahui frekuaensi terjadinya
halusinasi, dapat direncanakan frekuensi tindakan untuk
mencegah terjadinya halusinasi (Keliat, 2011).
3) Respons terhadap halusinasi
Perawat dapat menanyakan pada klien hal apa yang dirasakan
atau dilakukan saat halusinasi muncul. Perawat dapat juga
menanyakan kepada keluarga atau orang terdekat klien. Selain
itu, dapat juga dengan mengobservasi perilaku klien saat
halusinasi timbul (Keliat, 2011).

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang muncul pada klien dnegan halusinasi: Perubahan persepsi
sensorik: Halusinasi…..(sesuai dengan jenis halusinasinya).

H. KLIEN
1. Karakteristik klien
Semua pasien rehabilitasi perlu mendapatkan terapi kelompok kecuali
mereka yang mengalami:
a. Psikopat dan sosiopat.
b. Selalu diam dan/atau autistik.
c. Delusi yang tidak terkontrol.
d. Klien yang mudah bosan.
e. Pasien rehabilitasi ambulatory yang tidak termasuk psikosis berat,
tidak menunjukkan gejala regresi dan halusinasi dan ilusi yang berat
dan orang-orang dengan kepribadian sciozoid serta neurotic.
2. Proses seleksi
a. Dengan mengobservasi dari perkembangan pasien di mana pasien
tampak suka menyendiri.
b. Menggali minat pasien untuk mengikuti terapi aktivitas yang akan
dilaksanakan.
I. PENGORGANISASIAN
1. Hari, tanggal : Selasa, 2 April 2018
Tempat : Ruang Merpati
Jam : 18.00 – 18.30 WIB
2. Tim Terapis : Adrianus Ndo, Cyntia Yosefin, Darius, Diah,
Ignatius Hendi, Maria, Marten
Jumlah klien : 5 klien.
a. Leader dan Uraian Tugas
Nama : Maria Bernadette
 Memimpin berlangsungnya TAK.
 Membuka dan menutup acara TAK.
 Menjelaskan peraturan dan tata tertib TAK.
 Menyampaikan materi TAK.
 Mengkoordinir jalannya kegiatan.
b. Co -Leader dan Uraian Tugas
Nama : Marten Albi
 Membantu tugas leader dalam memandu kegiatan TAK.
 Mengingatkan bila leader lupa atau melakukan kesalahan.
 Menuliskan hasil TAK.
 Membantu leader dalam mengoperasikan alat.
c. Fasilitator dan Uraian Tugas
Nama : Darius, Diah, Cyntia, Adrianus
Tugas : Memotivasi dan memfasilitasi pasien.
d. Observer
Nama : Ignatius Hendi
Tugas : Mengamati jalannya TAK.
e. Sekretaris
Nama : Peronika Meri
Tugas : Menuliskan hasil TAK.
J. PROSES PELAKSANAAN
TAK STIMULASI PERSEPSI MENGONTROL HALUSINASI
SESI III: MENGONTROL HALUSNASI DENGAN BERCAKAP-
CAKAP
Setting :
1. Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkaran.
2. Ruangan nyaman dan tenang.
Alat :
1. Spidol
2. Handphone (Musik)
Metode :
1. Diskusi dan tanya jawab.
2. Simulasi percakapan
Langkah kegiatan
1. Persiapan
a. Mengingatkan kontrak kepada klien yang telah mengikuti sesi 2
b. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan.
2. Orientasi
a. Salam terapeutik
1) Salam dari terapis kepada klien.
2) Terapis dank lien memakai papan nama.
b. Evaluasi/validasi
1) Menanyakan perasaan klien saat ini.
2) Terapi menanyakan pengalaman klien mengontrol halusinasi
setelah menggunakan cara menghardik
c. Kontrak
1) Terapis menjelaskan tujuan, yaitu mengontrol halusinasi dengan
patuh minum obat.
2) Menjelaskan aturan main berikut:
a) Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus
meminta izin kepada terapis.
b) Lama kegiatan 30 menit.
c) Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.
3. Tahap kerja
a. Terapis menjelaskan pentingnya berbincang dengan orang lain
untuk mengatasi halusinasi
b. Terapi meminta kepada klien yang sering dialami sehingga
mengalami halusinasi, secara bergantian bercerita
c. Terapis meminta tiap klien menyampaikan obat yang dimakan
dan waktu memakannya.
d. Terapi memperagakan bercakap-cakap dengan orang lain jika ada
tanda halusinasi muncul.
e. Klien memperagakan bercakap-cakap secara bergantian
f. Terapi memberikan pujian kepada klien setiap selesai
memperagakan
4. Tahap terminasi
a. Evaluasi
1) Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
2) Terapis menanyakan jumlah cara mengontrol halusinasi yang
sudah dipelajari.
3) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.
b. Tindak lanjut
Menganjurkan klien menggunakan dua cara mengontrol
halusinasi, yaitu menghardik, bercakap-cakap
c. Kontrak yang akan datang
1) Terapis mengakhiri sesi TAK stimulasi persepsi untuk
mengontrol halusinasi.
2) Buat kesepakatan baru untuk TAK yang lain sesuai dengan
indikasi klien.

Evaluasi dan dokumentasi


1. Evaluasi
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung khususnya
pada tahap kerja. Aspek yang dievaluasi adalah kemampuan
halusinasi sesi III, kemampuan klien yang diharapkan adalah
menyebutkan cara untuk mengatasi halusinasi
2. Dokumentasi
Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien pada catatan
proses keperawatan tiap klien. Contoh: klien mengikuti sesi 3,
TAK stimulasi persepsi halusinasi. Klien mampu menyebutkan
dan memperagakan cara untuk mengatasi halusinasi

No Aspek yang Nama peserta


dinilai
1 Menyebutkan
pentingnya
bercakap-cakap
ketika halusinasi
muncul
2 Menyebutkan
cara bercakap-
cakap
3 Memperagakan
saat mulai
percakapan

Penilaian : dilakukan = 1

tidak dilakukan = 0
DAFTAR PUSTAKA

Darmawan, D, dan Rusdi. (2013). Keperawatan Jiwa Konsep dan Kerangka Kerja
Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Goysen Publishing

Keliat, Budi. A, 2011. (2011). Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN


(Basic Course). Jakarta: EGC

Kusumawati. F & Hartono. Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:


Salemba Medika

Pemerintah Provinsi Jawa Barat. (2007). Standar Asuhan Keperawatan Jiwa (SAK
Khusus). Cimahi

Sunaryo. (2004). Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC

Videbeck, Sheila. L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC


3. Intervensi Keperawatan
Diagnosa
Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
Keperawatan
Gangguan Klien mampu: Setelah ……pertemuan. SP 1 (Tgl…..)
sensori persepsi  Mengenali Klien dapat menyebutkan:  Bantu klien mengenal halusinasi:  Mengetahui waktu, isi, dan
halusinasi halusinasi yang  Isi, waktu, frekuensi, - Isi frekuensi munculnya
dialaminya situasi pencetus, - Waktu terjadinya halusinasinya akan
 Mengontrol perasaan - Frekuensi mempermudah tindakan
halusinasinya  Mampu memperagakan - Situasi pencetus keperawatan yang akan
 Mengikuti cara dalam mengontrol - Perasaan saat terjadi halusinasi dilakukan oleh perawat;
program halusinasi Mengenal situasi pencetus
pengobatan secara halusinasi memungkinkan klien
optimal untuk menghindari faktor
timbulnya halusinasi;
Mengetahui perasaan klien saat
sedang berhalusinasi dan
membuat klien merasa
diperhatikan.

 Latih mengontrol halusinasi  Klien dilatih untuk mengatakan


dengan cara menghardik. tidak terhadap halusinasi yang
Tahapan tindakannya meliputi: muncul atau tidak
- Jelaskan cara menghardik mempedulikan halusinasi yang
halusinasi muncul. Klien akan mampu
- Peragakan cara menghardik mengendalikan diri dan tidak
- Minta klien memperagakan mengikuti
ulang Halusinasi yang muncul.
- Pantau penerapan cara ini, beri Halusinasi mungkin akan tetap
penguatan perilaku klien ada, namun dengan kemampuan
- Masukkan dalam jadwal ini, klien tidak akan larut untuk
kegiatan klien menuruti apa yangada dalam
halusinasi

Setelah ……pertemuan SP 2 (Tgl…..)


klien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1)  Klien dengan halusinasi
 Menyebutkan kegiatan mempunyai perhatian yang
yang sudah dilakukan mudah teralih, serta konsentrasi
 Memperagakan cara buruk. Evaluasi kegiatan
bercakap-cakap dengan sebagai cara untuk mengetahui
orang lain sejauh mana klien memahami
apa yang sudah didiskusikan
bersama.

 Latih berbicara/bercakap dengan  Berbicara dengan orang lain


orang lain saat halusinasi muncul merupakan teknik distraksi;
fokus perhatian klien akan
beralih dari halusinasi kepada
percakapan dengan orang lain
 Masukkan dalam jadwal kegiatan  Untuk mengurangi resiko
klien halusinasi muncul lagi adalah
dengan menyibukkan diri
dengan aktivitas yang teratur.
Klien tidak akan mempunyai
banyak waktu luang sendiri
yang seringkali mencetuskan
halusinasi jika klien
menjalankan aktivitas sesuai
jadwal.
Setelah ……pertemuan SP 3 (Tgl…..)
klien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1  Klien dengan halusinasi
 Menyebutkan dan 2) mempunyai perhatian yang
kegiatan yang sudah mudah teralih, serta konsentrasi
dilakukan buruk. Evaluasi kegiatan
 Membuat jadwal sebagai cara untuk mengetahui
kegiatan sehari-hari sejauh mana klien memahami
dan mampu apa yang sudah didiskusikan
memperagakannya bersama.

 Latih kegiatan agar halusinasi  Untuk mengurangi resiko


tidak muncul halusinasi muncul lagi adalah
Tahapannya: dengan menyibukkan diri
- Jelaskan pentingnya aktivitas dengan aktivitas yang teratur.
yang teratur untuk mengatasi Klien tidak akan mempunyai
halusinasi banyak waktu luang sendiri
- Diskusikan aktivitas yang biasa yang seringkali mencetuskan
dilakukan oleh klien halusinasi jika klien
- Latih klien melakukan aktivitas menjalankan aktivitas sesuai
- Susun jadwal aktivitas sehari- jadwal.
hari sesuai dengan aktivitas
yang telah dilatih (dari bangun
pagi sampai tidur malam)

 Pantau pelaksanaan jadwal  Reinforcement dapat


kegiatan, berikan penguatan meningkatkan harga diri klien
terhadap perilaku klien yang
positif.
Setelah ……pertemuan SP 4 (Tgl…..)
klien mampu:  Evaluasi kegiatan yang lalu (SP 1,  Klien dengan halusinasi
 Menyebutkan 2 dan 3) mempunyai perhatian yang
kegiatan yang sudah mudah teralih, serta konsentrasi
dilakukan buruk. Evaluasi kegiatan
 Menyebutkan manfaat sebagai cara untuk mengetahui
dari program sejauh mana klien memahami
pengobatan apa yang sudah didiskusikan
bersama

 Tanyakan program pengobatan  Untuk mampu mengontrol


 Jelaskan pentingnya penggunaan helusinasi, klien juga harus
obat pada gangguan jiwa dilatih untuk menggunakan obat
 Jelaskan akibat bila putus obat secara teratur sesuai program.
 Jelaskan cara mendapatkan Klien dengan gangguan jiwa
obat/berobat yang dirawat di rumah
 Jelaskan pengobatan seringkali mengalami putus obat
 Latih klien minum obat sehingga klien mengalami
kekambuhan. Bila terjadi
kekambuhan, maka untuk
mencapai kondisi seperti semula
akan lebih sulit.

 Masukkan dalam jadwal harian  Jadwal harian membantu klien


klien untuk melakukan upaya-upaya
mencegah halusinasi secara
teratur.

You might also like