You are on page 1of 28

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.5 Konsep Akrual

Salah satu asumsi dasar dalam penyusunan laporan keuangan adalah

akuntansi berbasis akrual. Akuntansi berbasis akrual berarti pencatatan transaksi

keuangan sebuah perusahaan adalah pada saat transaksi tersebut terjadi dan bukan

hanya ketika transaksi melibatkan pengeluaran atau pemasukan kas dan setara kas.

Misalnya pendapatan sudah dapat diakui ketika kemungkinan keuntungan di masa

depan sudah bisa diterima atau sudah dapat diukur secara andal (Revenue

Recognition), begitu pula beban sudah dapat diakui pada saat keterjadiannya dan

bukan hanya ketika terjadi pembayaran kas (Expense Matching).

Dalam Subramanyam dan Wild (2008), akrual dapat dibagi menjadi Short-

term accruals dan Long-term accruals. Short-term accruals adalah akrual yang

mengahasilkan item-item modal kerja (working capital) pada laporan neraca (aset

lancar dan kewajiban lancar) dan biasanya juga disebut sebagai modal kerja akrual

(working capital accruals). Short-term accruals umumnya muncul dari

inventories dan transaksi kredit yang mengakibatkan naiknya semua jenis piutang

dan utang seperti trade debtors dan creditors, prepaid expenses, dan advances

received. Long-term accruals muncul dari kapitalisasi. Kapitalisasi aset adalah

suatu proses untuk menunda (differing) pengakuan biaya (cost) yang terjadi pada

periode masa kini yang manfaatnya diekspetasi baru muncul di masa depan.

Proses ini menghasilkan long-term assets seperti plant, machinery, dan goodwill.

10
Akuntansi akrual dapat memberikan relevansi informasi yang lebih

superior dibanding cash flows. Superioritas ini dapat dijelaskan melalui hal-hal

berikut:

1. Kinerja Keuangan (Financial Performance). Revenue recognition dan expense

matching pada akuntansi berbasis akrual memastikan semua pendapatan dan

beban yang berhubungan dengan pendapatan yang diterima tercatat dalam satu

periode.

2. Kondisi Keuangan (Financial Condition). Akuntansi akrual menghasilkan

neraca yang lebih secara akurat merefleksikan tingkat sumber daya yang ada

bagi perusahaan untuk menghasilkan future cash flows.

3. Memprediksi future cash flows. Ada dua alasan mengapa laba akrual lebih baik

dibanding arus kas masa kini dalam memprediksi future cash flows. Pertama,

dengan revenue recognition, laba akrual mecerminkan konsekuensi future cash

flows. Sebagai contoh, penjualan kredit hari ini meramalkan kas yang akan

diterima dari pelanggan di masa depan. Kedua akuntansi akrual lebih baik

dalam menghubungkan pemasukan dan pengeluaran sepanjang waktu melalui

proses matching. Hal ini berarti laba lebih stabil dan dapat diandalkan sebagai

prediktor arus kas.

Secara eksplisit Statement of Financial Accounting Concepts No. 1, paragraph 44

(FASB, 2008) menyatakan:

“Information about enterprise earnings and its components measured by accrual

accounting generally provides a better indication of enterprise performance than

does information about current cash receipts and payments.”

11
Hal ini tentu searah dengan tujuan pelaporan keuangan bertujuan umum

yaitu untuk menyediakan informasi keuangan yang berguna bagi para investor dan

kreditor dalam pengambilan keputusan mengenai alokasi sumber daya pada

entitas. Bagian di dalam laporan keuangan yang banyak digunakan investor dan

kreditor dalam pengambilan keputusannya adalah earnings dan arus kas. Di

bagian earnings inilah akuntansi berbasis akrual terefleksikan. Di dalam earnings

terdapat accrual adjustments dalam revenue and expense recognition yang

menyebabkannya berbeda dengan arus kas. Accrual adjustments ini dicatat setelah

adanya pertimbangan asumsi-asumsi, estimasi-estimasi, serta kebijakan akuntasi.

1.6 Kualitas Akrual (Accruals Quality)

Kualitas laba (earnings quality) telah mendapatkan perhatian serius dari

para pengambil keputusan baik dari dalam manajemen perusahan maupun

investor dan kreditor dan stakeholders lainnya di pasar modal. Dechow et al.

(2010) mendefinisikan kualitas laba (earnings quality) yang tinggi adalah yang

lebih jujur (faithfully) merepresentasikan fitur dari proses earnings fundamental

perusahaan yang relevan untuk keputusan tertentu yang dibuat oleh pembuat

keputusan. Terdapat banyak atribut yang bisa digunakan untuk mengukur

earnings quality antara lain kualitas akrual (accruals quality), persistensi

(persistence), prediktabilitas (predictability), smoothness, value relevance,

timeliness dan conservatism (Francis et al. 2004, Dechow et al. 2010, Zhou,

2007). Penelitian ini akan fokus menilai earnings quality dengan menggunakan

accruals quality sebagai proksi.

12
Earnings yang disusun secara akrual sebenarnya dapat lebih menunjukkan

implikasi ekonomi dari transaksi dan kejadian yang ada. Akan tetapi, dalam

penyusunannya, earnings pada akuntansi berbasis akrual tidak terlepas dari

estimasi, asumsi, pilihan kebijakan akuntansi yang ditentukan oleh pertimbangan

manajemen mengandung subjektifitas yang tinggi. Banyak literatur

mengindikasikan bahwa terdapat trade-off antara relevansi dan reliabilitas pada

laba (earnings) yang disusun secara akrual. Akuntansi berbasis akrual dianggap

akan menaikkan relevansi informasi pada laporan keuangan namun menyebabkan

reliabilitasnya menurun.

Keleluasan yang dimiliki manajemen dalam pemilihan akrual dapat

menyebabkan distorsi pada kegunaan dan kualitas dari earnings. Pihak

manajemen perusahaan dalam penentuan akrualnya bisa saja melakukan

kesalahan (error) perhitungan dan pemilihan estimasi, asumsi, dan kebijakan

akuntansi karena memiliki keterbatasan tertentu. Fleksibilitas yang dimiliki

manajemen ini juga ditakutkan secara sengaja dimanfaatkan oleh manajemen

untuk melakukan manipulasi terhadap earnings (earnings management) karena

adanya motif dan insentif tertentu dari manajemen tersebut. Easley dan O’Hara

(2004) mengatakan bahwa perlakuan akuntansi perusahaan terhadap earnings dan

disclosure dapat mempengaruhi lingkungan informasi perusahaan yang kemudian

akan berdampak pada resiko informasi, volatilitas idiosyncratic, dan biaya modal

(cost of capital).

13
a. Akrual Innate dan Akrual Discretionary

Francis et al. (2005) menyatakan bahwa komponen kualitas akrual

dapat dibedakan menjadi dua faktor, yaitu kualitas akrual innate dan

kualitas akrual discretionary. Innate accruals quality merupakan akrual

yang dipengaruhi atau diakibatkan kondisi perekonomian, operasional

perusahaan, dan merefleksikan fundamental ekonomi. Discretionary

accruals quality adalah akrual yang merupakan subjek kewenangan atau

keleluasaan dari pilihan manajemen (managerial discretion) dan

merefleksikan dasar dari kebijakan akuntansi dalam praktik akuntansi

perusahaan.

Akrual yang terjadi karena ada managerial discretion memiliki dua

implikasi. Pertama, melalui keleluasaan yang dimilikinya tersebut

manajemen bisa meningkatkan keinformatifan dari earnings dengan cara

membuka informasi private perusahaan sehingga earnings dapat

merefleksikan performa perusahaan yang dapat diandalkan dan memiliki

ketepatan waktu (Guay et al. 1996) sehingga akan menjadi sarana

signaling dari nilai perusahaan kepada investor. Kedua, adanya

keleluasaan ini menyebabkan manajer yang memiliki motivasi dan insentif

tertentu memanfaatkan akrual secara oportunistik sehingga menyebabkan

distorsi pada pelaporan earnings. Menurut Lobo dan Zhou (2001) akrual

discretionary dipandang sebagai komponen earnings yang kurang dapat

diandalkan dibanding akrual non-discretionary (innate) oleh partisipan

pasar. Hal ini mengimplikasikan bahwa akrual discretionary lebih

14
mungkin menjadi subjek manipulasi manajer dan oleh karena itu,

merupakan ukuran yang valid dari earnings managements.

a. Model Kualitas Akrual

Tujuan dari model akrual adalah untuk memisah-misahkan akrual

menjadi komponen yang dapat mengukur earnings berbasis akrual yang

terasosiasikan dengan proses earnings fundamental perusahaan ataukah

dengan akrual “abnormal” (akrual yang berasal dari discretionary atau

error). Semakin tinggi tingkat akrual yang tidak berasosiasi dengan proses

earnings utama perusahaan maka diasumsikan akan mengurangi kualitas

akrual (Dechow et al., 2010). Terdapat beberapa model yang

dikembangkan untuk mengukur kualitas akrual. Berikut beberapa model

yang umum dipakai secara luas oleh peneliti untuk mengukur kualitas

akrual:

1. Jones Model

Jones (1991) menerangkan akrual modal kerja (working capital

accruals) dan depresiasi (Acct) merupakan fungsi dari pertumbuhan

penjualan (∆Revt) dan Plant, Property, and Equipment kotor (PPEt).

Acct=a+b1∆Revt+b2PPEt+et

Working capital accruals seperti piutang usaha, persediaan, dan utang

usaha tergantung pada perubahan penjualan. Penjualan dianggap

sebagai kontrol terhadap kondisi perekonomian karena diasumsikan

dapat mengukur secara objektif operasi perusahaan sebelum

manipulasi manajemen. PPE kotor dimasukan sebagai kontrol dari

15
porsi total akrual yang berhubungan dengan total beban depresiasi

non-discretionary. Error (et) pada model ini merepresentasikan tingkat

akrual abnormal (discretionary). Model Jones dianggap kurang

memiliki kekuatan penjelasan karena hanya menjelaskan 10% dari

variasi akrual. Model ini juga mungkin saja memasukkan bagian dari

akrual yang merepresentasikan earning management pada akrual

“normal”.

2. Modified Jones Model

Model ini dikembangkan oleh Dechow et al. (1995) dan merupakan

modifikasi dari model Jones (1991). Modifikasi dilakukan dengan

menyesuaikan pertumbuhan pada penjualan kredit yang ditunjukkan

lewat piutang (∆Rect). Penjualan kredit dianggap sering dimanipulasi,

sehingga modifikasi ini menambah kekuatan dari model Jones untuk

menghasilkan residual yang lebih tidak berkorelasi dengan penjualan

akrual “normal”.

Acct=a+b1(∆Revt -∆Rect) +b2PPEt+et

3. Performance Matched Model

Pada penelitiannya, Kothari et al. (2005) mengontrol tingkat normal

dari kondisi akrual berdasarkan ROA. Cara yang dilakukan oleh

Kothari et al. (2005) adalah dengan mengidentifikasi perusahaan dari

industri yang memiliki tingkat ROA yang mendekati tingkat ROA

perusahaan sampel. Kemudian dicari tingkat discretionary accruals

perusahaan tersebut (Matched firm’s DisAcct) dan menguranginya

16
dengan discretionary accruals perusahaan sampel (DisAcct) sehingga

menghasilkan residual yang cocok dari segi kinerja. Tingkat

discretionary accruals merupakan residual dari model Jones maupun

modified Jones.

DisAcct - Matched firm’s DisAcct

Dechow et al. (2010) mengatakan model ini memiliki kelemahan

karena hanya menjelas 10-12% variasi akrual dan dapat menyerap

terlalu banyak diskretioner ketika terjadi manajemen laba.

4. Dechow and Dichev Model

Model ini dikembangkan oleh Dechow dan Dichev (2002) karena

melihat bahwa terdapat hubungan antara arus kas realisasi dengan

modal kerja sehingga fungsi matching akrual ke arus kas merupakan

hal yang penting. Model akrual (∆WC) dibuat sebagai fungsi dari arus

kas masa lalu (CFOt-1), masa sekarang (CFOt), dan masa depan

(CFOt+1) karena akrual dapat mengantisipasi kas yang akan

diterima/dibayar dan dibalik ketika kas yang sebelumnya dicatat

sebagai akrual diterima/dibayar. Standar deviasi dari error (et) inilah

yang menjadi proksi earnings quality, dengan semakin tinggi nilai

error maka semakin rendah pula kualitas akrualnya.

∆WC=a+b1CFOt-1+b2CFOt+b3CFOt+1+et

McNichols (2002) kemudian memodifikasi model dari Dechow dan

Dichev (2002) dengan mengabungkannya dengan model Jones (1991),

dan membagi akrual menjadi discretionary accruals dan non-

17
discretionary accruals. Hasilnya McNichols (2002) menemukan

bahwa terjadi peningkatan kekuatan penjelasan.

∆WCt=a+b1CFOt_1+b2CFOt+b3CFOt+1+b4∆Salest+b5PPEt+et
5. Discretionary Estimation Error Model

Francis et al. (2005) mengikuti model Dechow dan Dichev (2002)

yang telah dimodifikasi McNichols (2002) dengan menambahkan

penjualan dan PPE pada model akrual normal mereka dan kemudian

medekomposisi nilai residual dari regresi menjadi innate estimation

errors dan discretionary estimation errors. Pemisahan ini dilakukan

untuk mengetahui komponen kualitas akrual yang berasal dari

fundamental ekonomi (innate) atau akrual yang merepresentasikan

pilihan manajemen (discretionary) yang memiliki efek lebih besar.

σ(et)=α+λ1Sizet+λ2σ(CFO)t+λ3σ(Rev)t+λ4log(OperCycle)t+λ5NegEarnt+υt

Pada model ini, kualitas akrual merupakan standar deviasi residual

dari model modifikasi Dechow dan Dichev (2002) (et) yang

merupakan fungsi dari komponen innate yang mempengaruhi kualitas

akrual seperti ukuran perusahaan (SIZE), standar deviasi dari arus kas

operasi (σ(CFO)), standar deviasi dari penjualan (σ(Rev)t), Siklus

Operasi (OperCycle), dan kejadian laba negatif (NegEarn). Dan

residual dari model ini merupakan discretionary accruals.

18
Tabel 2.1 Rangkuman model-model akrual

Model Akrual Teori Catatan


Model Jones (1991) Akrual merupakan fungsi dari pertumbuhan pendapatan dan Korelasi atau error dengan
Acct=a+b1∆Revt+b2PPEt+et depresiasi adalah fungsi dari PPE. Semua variabel dibagi dengan performa perusahaan dapat
total aset. menyebabkan bias pada
pengujian.
Modified Jones Model (Dechow, Menyesuaikan model Jones untuk mengeluarkan pertumbuhan R2 sekitar 12%. Residual
Sloan dan Sweeney, 1995) kredit pada tahun yang diidentifikasi sebagai tahun manipulasi. berhubungan dengan
Acct=a+b1(∆Revt -∆Rect) +b2PPEt+et akrual, laba, dan arus kas.
Performance Matched (Khotari, Mencocokan perusahaan yang menjadi sampel dengan perusahaan Dapat mengurangi
Leone, dan Wasley, 2005) lain dari industri dan tahun yang sama yang memiliki ROA kekuatan pengujian.
DisAcct - Matched firm’s DisAcct terdekat. Akrual diskresioner berasal dari model Jones atau model Penggunaan sebaiknya
modifikasi Jones. pada saat kinerja menjadi
isu.
Pendekatan Dechow dan Dichev Akrual dimodelkan sebagai fungsi dari arus kas masa lalu, masa σ(et) atau et absolut
(2002) sekarang, dan masa depan karena akrual mengubah timing dari memproksikan kualitas
∆WC=a+b1CFOt- pengakuan arus kas pada laba. akrual.
1+b2CFOt+b3CFOt+1+et
Discretionary estimation errors Mendekomposisi standar deviasi dari model akrual menjadi Estimasi error innate adalah
(Francis, LaFond, Olsson, komponen innate yang merefleksikan lingkungan operasional komponen yang diprediksi
Schipper, 2005) perusahaan dan komponen discretionary (νt ) yang merefleksikan dari σ(εt) regresi.
σ(et)=α+λ1Sizet+λ2σ(CFO)t+λ3σ(Rev)t pilihan manajemen.
+λ4log(OperCycle)t+λ5NegEarnt+υt
Sumber: Dechow et al., 2010

19
1.7 Sinkronitas Harga Saham (Stock Price Synchronicity)

Pergerakan harga saham di pasar modal sangat dipengaruhi oleh cara

investor dalam merespons informasi yang mereka miliki dan dapatkan mengenai

suatu saham. Informasi ini dapat berupa informasi mengenai kinerja dari

perusahaan, kondisi industri dan perekonomian dimana perusahan berada, serta

informasi mengenai kondisi dan trend pasar modal. Jika investor rasional

menyimpulkan bahwa perusahaan dapat memberikan returns yang tinggi, baik

berupa deviden maupun capital gain, maka permintaan akan saham perusahaan

itu akan naik. Naiknya permintaan akan saham akan meningkatkan harga saham

perusahaan itu di pasar modal.

Piotroski dan Roulstone (2004) mendefinisikan stock return synchronicity

adalah sejauh mana returns pasar dan industri menjelaskan returns saham pada

level perusahaan (firm-level). Sinkronitas harga saham menunjukkan jumlah

relatif dari informasi firm-specific versus informasi market dan industry-specific

yang mempengaruhi harga saham selama tahun fiskal. Sinkronitas ini diukur

dengan melihat transformasi logaritmik R2 dari suatu market pricing model,

contoh: Capital Asset Pricing Model (CAPM). Semakin rendah (tinggi)

sinkronitas harga saham (stock price synchronicity) / R2 menunjukkan semakin

banyak (sedikit) informasi firm-specific yang ter-impound pada harga saham.

2.3.3 Stock Price Synchronicity dan Kualitas Alokasi Modal

Beberapa penelitian menggunakan sinkronitas harga saham untuk

mengukur jumlah informasi firm-specific yang tercerminkan dalam harga

saham dan mencari hubungannya dengan alokasi modal dan keputusan

20
investasi. Morck et al. (2000) dalam penilitiannya menyimpulkan bahwa

returns saham lebih sinkron di negara ekonomi berkembang dibanding di

negara maju. Temuan ini berkorelasi kuat dengan perkembangan institusi

di negara-negara tersebut. Pasar modal di negara berkembang dianggap

kurang berfungsi sebagai prosesor informasi dan kurang efisien dibanding

negara berkembang. Konsisten dengan temuan tersebut, Wurgler (2000)

menemukan bahwa negara dengan pasar modal yang menghargai

(impound) informasi firm-specific pada harga saham individual

(sinkronitas harga yang rendah) menunjukkan alokasi modal yang lebih

baik. Karena jika harga saham lebih informatif, maka investor akan lebih

terbantu dalam menilai saham yang baik dan yang buruk.

Durnev et al. (2004) berasumsi jika tingkat informasi firm-specific

yang tinggi pada harga saham berasosiasi dengan informed investor, maka

akan meningkatkan kualitas keputusan investasi perusahaan. Dengan

adanya kualitas investasi modal dan sumber daya yang baik dari investor

di pasar modal maupun manajemen di perusahaan, yang terlihat dari

asinkronitas harga saham, akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi

secara keseluruhan di suatu negara.

Pada studinya pada kondisi pasar modal di Tiongkok yang

mengalami pertumbuhan ekonomi pesat, Hasan et al. (2013) menyatakan

dengan adanya keterbukaan politik, penegakkan hukum yang kuat, dan

perkembangan institusional yang pesat di Tiongkok selama 20 tahun

21
terakhir telah membuat saham di negara tersebut menjadi lebih informatif

dan mengandung lebih banyak informasi firm-specific.

2.3.4 Stock Price Synchronicity: Keinformatifan Saham atau Noise

Terdapat perdebatan diantara para peneliti dan akademisi dalam

berbagai literatur mengenai apakah sinkronitas harga saham menunjukkan

tingkat keinformatifan saham atau hanya merupakan noise dari aktivitas di

pasar modal. Sebagian peneliti beranggapan bahwa ketidaksinkronan

return saham karena adanya informasi spesifik perusahaan yang dimiliki

investor sehingga pergerakan harga saham tersebut tidak sama dengan

pasar maupun industrinya. Sedangkan sebagian peneliti lainnya

menyatakan harga saham yang tidak sinkron lebih kepada volatilitas yang

diakibatkan faktor non-fundamental perusahaan dan kesalahan pengolahan

informasi (noise).

Durnev et al. (2003) menunjukkan perusahaan atau industri dengan

R2 dari market pricing model yang rendah (sinkronitas rendah)

menunjukkan asosiasi yang tinggi antara current returns dan future

earnings, yang mengindikasikan bahwa terdapat lebih banyak informasi

dari future earnings di dalam current earnings tersebut. Piotroski dan

Roulstone (2004) memperkenalkan stock return synchronicity sebagai

metric untuk mengukur jumlah informasi relatif yang tercermin dalam

harga saham karena performa perusahaan dapat didisagregasikan ke dalam

komponen firm-specific, industry-specific, dan market-specific. Jin dan

Myers (2006) menyatakan bahwa kurangnya informasi yang membantu

22
investor untuk mengobservasi nilai perusahaan berhubungan positif

dengan R2.

Beberapa penelitian seperti Bushman et al. (2004) dan Dasgupta et

al. (2010) menghubungkan sinkronitas harga saham dan tingkat

transparansi perusahaan. Hasil dari penilitian ini menunjukkan semakin

banyak informasi firm-specific (sinkronitas rendah) pada sahamnya, maka

semakin transparan juga perusahaan tersebut. Kim dan Shi (2007)

menemukan adopsi IFRS yang mendukung traders untuk mengumpulkan

informasi privat dan memproses informasi publik, secara signifikan

menurunkan sinkronitas harga saham. Temuan ini konsisten dengan

penilitian Chen et al. (2007) yang menyimpulkan bahwa semakin banyak

informasi privat akan meningkat ketidaksinkronan harga saham.

Sedangkan Ashbaugh-Skaife et al. (2005), Teoh et al. (2008), dan

Rajgopal dan Venkatachalam (2011) dalam penilitiannya mengindikasikan

bahwa tingginya tingkat asinkronisasi harga saham (R2 yang rendah) tidak

atau kurang berhubungan dengan keinformatifan harga saham. Ashbaugh-

Skaife et al. (2005) dalam analisisnya terhadap pengujian bukti di 6 negara

dengan diperoleh hasil yang tidak konsisten, menyatakan variasi

sinkronitas harga saham diantara perusahaan di pasar internasional bukan

dikarenakan informasi firm-specific. Teoh et al. (2008) yang menganalisis

hubungan R2 dengan earning response coefficient menolak interpretasi

mengenai keinformatifan saham dan cenderung mengarah ke noise. Teoh

et al. (2008) juga menguji anomali dari akrual, net operating assets, V/P,

23
dan post-earnings announcement yang menghasilkan efek berlawanan

dengan penelitian Durnev et al. (2003). Rajgopal dan Venkatachalam

(2011) yang menguji asosiasi kualitas laporan keuangan dengan volatilitas

idiosyncratic dari returns menemukan adanya hubungan positif diantara

keduanya.

Lee dan Liu (2007) (dalam Johnston, 2009) mencoba

merekonsiliasi perbedaan-perbedaan temuan empiris ini dengan membuat

model dari volatilitas idiosyncratic. Dalam model ini ditunjukkan bahwa

volatilitas idiosyncratic dapat didekomposisi menjadi komponen noise dan

komponen informasi. Zhou (2007) berasumsi apabila sinkronitas harga

tidak menunjukkan keinformatifan harga saham, maka kualitas laba tidak

akan mempengaruhi tingkat sinkronitas harga saham. Zhou (2007)

kemudian menemukan hasil bahwa earnings quality, yang berhubungan

dengan keinformatifan informasi akuntansi, berpengaruh terhadap

sinkronitas harga saham.

1.8 Penelitian Terdahulu

Berbagai penelitian terdahulu telah banyak dilakukan untuk melihat

hubungan dan pengaruh antara kualitas laba (earnings quality) dengan kondisi di

pasar modal seperti returns, cost of capital, price synchronicity, dsb. Berikut

beberapa penelitian terdahulu yang berhubungan dengan penelitian yang akan

dilakukan disajikan pada Tabel 2.2

24
Tabel 2.2 Penelitian Terdahulu

Peneliti Judul Variabel Penelitian Hasil Penelitian


Jennifer Francis, Cost of Equity and Earnings Cost of Equity Capital, Perusahaan yang memiliki nilai earning
Ryan LaFond, Per M. Attributes Accruals Quality, attributes yang kurang disukai mengalami
Olsson, dan Persistence, Predictability, biaya modal ekuitas yang lebih tinggi. Efek
Katherine Schipper Smoothness, Value biaya modal paling besar berasal dari atribut
(2004) Relevance, Timeliness, dan accounting-based, terutama kualitas akrual.
Conservatism
Jennifer Francis, The Market Pricing of Cost of Debt, Cost of Kualitas akrual yang rendah berasosiasi
Ryan LaFond, Per M. Accruals Quality Capital Equity, Accruals dengan biaya modal yang tinggi. Kualitas
Olsson, dan Quality, Innate Accruals akrual discretionary secara rata-rata memiliki
Katherine Schipper Quality, Discretionary efek harga yang lebih kecil dibanding kualitas
(2005) Accruals Quality akrual innate. Semua dampak ini diakibatkan
karena kualitas akrual memproksikan resiko
informasi.
Zhou Jing (2007) Earning Quality, Analyst, Earning Quality, Stock Semakin tinggi kualitas laba, maka
Institutional Investors and Price Synchronicity, sinkronitas harga saham semakin rendah
Stock Price Synchronicity Financial Analyst, (hubungan negatif). Analis keuangan dan

25
Institutional Investor investor institusional memperkuat hubungan
negatif antara kualitas laba dan sinkronitas
harga.
Miguel A. Ferreira Corporate Governance, Governance Index, Keterbukaan kontrol perusahaan pada pasar
dan Paula A. Laux Idiosyncratic Risk, and Idiosyncratic Volatility, menyebabkan harga saham menjadi lebih
(2007) Information Flow Information Flow informatif karena memotivasi pengumpulan
dan perdagangan pada informasi privat.
Joseph Atkins Accruals Quality and Price Accruals Quality, Innate Ditemukan hubungan negatif yang signifikan
Johnston (2009) Synchronicity Accruals Quality, antara kualitas akrual dan sinkronitas harga.
Discretionary Accruals Komponen Innate dari akrual secara
Quality, Price konsisten berhubungan negatif dengan
Synchronicity sinkronitas harga. Sedangkan pada komponen
diskresioner hanya ditemukan bukti yang
lemah.
Dongcheol Kim dan Accruals Quality, Stock Accruals Quality, Risk Faktor resiko kualitas akrual secara signifikan
Yaxuan Qi (2010) Returns, and Macroeconomic Factor Model, dihargai dalam saham, setelah mengontrol
Conditions Macroeconomic Condition saham dengan harga rendah. Efek harga lebih
utama pada total kualitas akrual dan kualitas
akrual innate tetapi tidak pada kualitas akrual

26
discretionary. Premium resiko hanya
berasosiasi dengan kualitas akrual ketika
ekonomi mengalami ekspansi dan tidak pada
saat resesi.
Claudia Zhen Qi, Accrual Quality, Bond Accruals Quality, Kualitas akrual yang tinggi tidak hanya
K.R. Subramanyam, Liquidity, and Cost of Debt Information Asymmetry, mengurangi asimetri informasi, tetapi juga
dan Jieying Zhang Bond Liquidity, Cost of mengurangi ketidakpastian informasi.
(2010) Debt Kualitas akrual meningkatkan likuiditas
obligasi yang kemudian akan menurunkan
biaya utang.
Shiva Rajgopal dan Financial Reporting Quality Earning Quality, Kualitas laba yang memburuk mempunyai
Mohan and Idiosyncratic Return Idiosyncratic Volatility hubungan positif dengan peningkatan
Venkatachalam Volatility volatilitas idiosyncratic selama 40 tahun
(2011) terakhir. Investor menjadi lebih fokus pada
perusahaan yang memiliki kualitas laporan
keuangan yang tinggi.
Maria Ogneva (2012) Accrual Quality, Realized Accruals Quality, Cash Setelah mengeluarkan cash flow shocks,
Returns, and Expected Flow Shocks, Cost of returns realisasi di masa depan berhubungan
Returns: The Importance of Equity negatif dengan kualitas akrual. Premium yang

27
Controlling for Cash Flow berhubungan dengan kualitas akrual
Shocks signifikan secara statistik dan ekonomi pada
uji standard asset pricing ketika cash flow
shocks dikeluarkan melalui dekomposisi firm-
specific returns.
Nilabhra Does Earnings Quality Affect Information Asymmetry, Kualitas laba yang buruk secara signifikan
Bhattacharya, Information Asymmetry? FLOS Earnings Quality berhubungan dengan asimetri informasi yang
Hemang Desai, dan Evidence from Trading Cost model, Innate and tinggi. Kualitas akrual innate dan
Kumar Discretionary Accruals discretionary sama-sama berhubungan
Venkataraman Quality dengan asimetri informasi, namun hubungan
(2013) discretionary accruals bersifat relatif
tergantung pada norma industri.
Orie Barron, Information Environment and Cost of Capital, Adanya asimetri informasi akan
Xuguang Sheng, dan The Cost of Capital Information Asymmetry, mengakibatkan peningkatan biaya modal,
Maya Thevenot Average Information namun menurunkan biaya modal ketika
(2013) Precision, Precision of tingkat informasi publik rendah. Presisi dari
Public Information and informasi privat akan menurunkan biaya
Private Information modal ketika jumlah total informasi rendah
dan meningkatkan biaya modal ketika

28
kualitas total informasi rendah.
Irine Ayuningtyas Pengaruh Kualitas Akrual Accruals Quality, Cost of Kualitas akrual, kualitas akrual innate dan
dan Sylvia Veronica Terhadap Biaya Utang dan Debt, Cost of Equity kualitas akrual diskresioner tidak berpengaruh
(2014) Biaya Ekuitas: Studi pada terhadap biaya utang. Kualitas akrual
Perusahaan yang Terdaftar di memiliki pengaruh negatif terhadap biaya
Bursa Efek Indonesia Tahun ekuitas. Pengaruh kualitas akrual innate lebih
2005-2011 besar dibanding kualitas akrual diskresioner
pada biaya ekuitas.
Gregory D. Lyimo Accrual Quality and Stock Accruals Quality, Stock Akrual secara positif berhubungan dengan
(2014) Price Informativeness: Price Synchronicity keinformatifan harga saham. Hasil ini
Evidence from India mendukung bahwa kualitas akrual merupakan
hal yang penting dalam proses masuknya
informasi spesifik perusahaan pada harga
saham.

29
1.9 Keterkaitan Antar Variabel Dengan Hipotesis

1. Kualitas Akrual dan Sinkronitas Harga Saham

Harga suatu saham di pasar modal sangat tergantung pada

informasi yang dimiliki dan dikumpulkan oleh pelaku pasar dan

bagaimana mereka menginterpretasikannya. Informasi ini bisa berupa

informasi spesifik pasar (market-specific), spesifik industri (industry-

specific), dan spesifik perusahaan (firm-specific). Sinkronitas harga saham

(Price Synchronicity) digunakan untuk menghitung jenis informasi mana

diantara informasi spesifik pasar, industri, atau perusahaan yang lebih

banyak dihargai (impounded) ke dalam harga saham.

Jika semakin banyak informasi spesifik pasar atau industri yang

masuk (impounded), maka harga pada pasar modal akan sangat sinkron

(more synchronicity). Hal ini mengindikasi bahwa harga saham kurang

informatif. Sedangkan jika lebih banyak informasi spesifik perusahaan

(firm-specific) yang dihargai (impounded), maka harga saham di pasar

akan kurang sinkron (less synchronicity). Hal ini menunjukkan harga

saham yang lebih informatif. Saham dengan lebih banyak informasi firm-

specific dianggap lebih informatif karena merefleksikan kapitalisasi

informasi fundamental perusahaan yang akurat dan tepat waktu (Zhou,

2007). Sinkronitas harga yang rendah juga menjadi indikasi bahwa terjadi

alokasi sumber daya dan modal yang efisien (Wurgler, 2000).

Kualitas akrual sendiri sangat dipengaruhi oleh fundamental

perusahaan seperti lingkungan informasi, model bisnis, dan juga oleh

30
diskresioner manajemen sehingga dianggap merefleksikan informasi firm-

specific. Morck et al. (2000) menemukan bahwa sinkronitas harga saham

yang rendah banyak terjadi di negara dengan standar akuntansi yang baik.

Dengan standar akuntansi yang baik, kualitas akrual akan semakin tinggi.

Kualitas akrual dapat berdampak bermacam-macam karena kemampuan

investor dalam memproses informasi dari dalam perusahaan berbeda-beda.

Johnston (2009) mengatakan bahwa kualitas akrual dapat

menaikkan maupun menurunkan sinkronitas harga saham. Kualitas akrual

dianggap menurunkan sinkronitas harga saham karena semakin banyak

informasi firm-specific akan berkontribusi pada volatilitas returns.

Kualitas akrual yang meningkat akan meningkatkan keandalan dan presisi

informasi firm-specific sehingga besaran resiko sistemis (β) pasar

perusahaan akan menurun. Dengan semakin kecilnya beta pasar,

pergerakan returns perusahaan akan semakin tidak seragam dengan

returns pasar. Hal ini mengindikasikan volatilitas returns perusahaan

mencerminkan lebih banyak informasi firm-specific daripada informasi

mengenai pasar.

Kualitas akrual juga dianggap akan menaikkan sinkronitas harga

pasar karena kualitas akrual yang tinggi mengurangi asimetri informasi

(Bhattacharya, 2013). Karena berkurangnya asimetri informasi

mengakibatkan investor akan memiliki tingkat informasi yang sama dan

kemungkinan akan mempunyai pendapat yang sama dalam pengambilan

keputusannya.

31
Peneliti dalam hal ini sependapat dengan Johnston (2009) yang

mengatakan bahwa pengaruh presisi informasi akan lebih besar daripada

asimetri informasi. Dengan meningkatnya presisi informasi karena kualitas

akrual yang tinggi, yang kemudian dapat digunakan secara tepat dan andal

dalam pengambilan keputusan, maka investor akan menilai lebih informasi

firm-specific dalam menentukan returns saham. Hal ini didukung dengan

penelitian lain yang mengatakan bahwa kualitas akrual yang tinggi akan

menurunkan biaya modal (cost of capital) karena presisi informasi akan

mengakibatkan resiko informasi berkurang (Francis et al., 2005; Lambert

et al. 2007; Triningtyas dan Siregar, 2014). Dengan demikian peneliti akan

menguji pengaruh dari kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham:

H1: Kualitas akrual berpengaruh negatif terhadap sinkronitas

harga saham.

2. Komponen Innate dan Discretionary Kualitas Akrual dan

Sinkronitas Harga Saham

Pada hipotesis penelitian pertama tidak dibedakan pengaruh dari

komponen-komponen kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham.

Francis et al. (2005) dalam penelitiannya membagi kualitas akrual menjadi

dua komponen yaitu komponen innate dan komponen discretionary.

Komponen innate adalah komponen yang berasal dari faktor-faktor

fundamental ekonomi perusahaan seperti lingkungan operasi dan model

bisnis perusahaan. Sedangkan komponen discretionary berasal dari

32
kewenangan yang dimiliki oleh manajemen dalam menentukan kebijakan

penerapan dan estimasi akuntansi.

Komponen innate yang berasal dari faktor ekonomi dasar

perusahaan, dianggap tidak berada dalam kendali manajemen sehingga

ketika kualitas akrual komponen innate meningkat akan mengurangi

ketidakpastian informasi dari laba. Akibat dari berkurangnya

ketidakpastian informasi, investor akan semakin mengandal informasi dari

perusahaan dalam pengambilan keputusannya. Hal ini akan menyebabkan

sinkronitas harga berkurang. Menurut Johnston (2009), pengaruh kualitas

akrual komponen innate terhadap sinkronitas harga juga kurang terdampak

dengan efek off-setting dari asimetri informasi dibanding total kualitas

akrual karena komponen innate dapat dijelaskan dari kondisi ekonomi

yang dialami perusahaan.

H2: Komponen kualitas akrual innate berpengaruh negatif

terhadap sinkronitas harga saham.

Dari segi komponen kualitas akrual discretionary dimana

manajemen memiliki wewenang yang luas di dalamnya, dapat terjadi

berbagai kemungkinan. Dalam berapa literatur seperti Bernard dan Skinner

(1996) dan Guay et al. (1996), manajemen dapat memanfaatkan

fleksibilitas yang dimilikinya dalam diskresioner untuk membuka

informasi privat dan kinerja aktual perusahan melalui laba

(information/performance component) ataupun malah menggunakannya

33
secara oportunistik karena mempunyai insentif dan motivasi pribadi

sehingga laporan keuangan menyimpang dari kenyataan (opportunistic

component).

Johnston (2009) mengatakan jika komponen akrual diskresioner

dimanfaatkan secara oportunistik dan pasar mengetahuinya, kualitas akrual

akan diabaikan oleh investor sehingga tidak akan berdampak pada

sinkronitas harga saham. Jika manajemen menggunakan wewenang

discretionary-nya secara oportunistik dan pasar tidak mengetahuinya,

maka kualitas akrual discretionary akan memiliki efek yang sama dengan

kualitas akrual innate. Dan apabila discretionary accruals digunakan oleh

manajemen untuk mengungkapkan informasi privat dan kinerja aktual ke

pasar, maka yang terjadi adalah asimetri informasi diantara investor akan

berkurang dan akibatnya kualitas akrual komponen discretionary yang

meningkat akan berpengaruh positif terhadap sinkronitas harga saham.

Karena sebelum penelitian belum bisa dipastikan kondisi apakah yang

terjadi pada subjek penelitian dan kondisi pasar modalnya, maka pengaruh

dari komponen kualitas akrual discretionary belum ditentukan arah

pengaruhnya terhadap sinkronitas harga saham.

H3: Komponen kualitas akrual discretionary berpengaruh terhadap

sinkronitas harga saham.

Penelitian ini juga menguji perbedaaan signifikansi dari komponen

kualitas akrual diskretioner dan komponen kualitas akrual innate pada

34
pengaruh kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham. Healy (dalam

Triningtyas dan Siregar, 2014) menyatakan komponen akrual

discretionary memiliki offset effect terhadap resiko informasi. Sebagian

manajemen dianggap akan memanfaat discretionary yang dimilikinya

secara oportunistik sedangkan pada lain kesempatan ataupun pada

manajemen lainnya akan memanfaatkan diskresioner untuk

mengungkapkan informasi privat dan kinerja aktual perusahaan, sehingga

dampak yang ditimbulkan akan saling menyeimbangkan dalam

pengaruhnya terhadap sinkronitas harga saham. Karena hal ini maka

diekspektasi komponen kualitas innate yang kurang terpengaruh efek off-

setting akan lebih signifikan daripada komponen kualitas akrual

discretionary pada pengaruh kualitas akrual terhadap sinkronitas harga

saham.

H4: Komponen kualitas akrual innate akan lebih signifikan

dibanding komponen kualitas akrual discretionary dalam

pengaruh kualitas akrual terhadap sinkronitas harga saham.

1.10 Rerangka Konseptual

Sinkronitas harga saham di pasar modal dapat merefleksikan sumber

informasi yang terhargai (impounded) dalam harga saham. Informasi ini dapat

berupa informasi firm-specific dan market-specific. Harga saham yang kurang

sinkron diakibatkan karena lebih banyak informasi firm-specific yang terhargai

(impounded) dalam harga saham perusahaan daripada informasi market specific.

35
Wurgler (2000) menyatakan saham dengan lebih banyak informasi firm-specific

(sinkronitas harga yang rendah) mencerminkan alokasi sumber daya yang efisien.

Informasi firm-specific dapat diperoleh dari laporan keuangan yang

diterbitkan perusahaan. Salah satu bagian laporan keuangan yang paling banyak

dijadikan sumber informasi dalam pengambilan keputusan alokasi modal adalah

earnings. Earnings yang relevan dan dapat diandalkan harus berkualitas tinggi.

Terdapat banyak atribut untuk mengukur kualitas earnings, salah satunya yang

digunakan dalam penelitian ini adalah kualitas akrual. Kualitas akrual ini juga

kemudian akan dikomposisi menjadi komponen kualitas akrual innate dan

discretionary untuk mencari pengaruhnya terhadap sinkronitas harga saham

seperti halnya dalam penelitian Johnston (2009).

Peneliti juga menambahkan variabel kontrol untuk mengurangi perubahan-

perubahan yang dapat mempengaruhi hubungan sinkronitas harga diluar kualitas

akrual dan komponen akrual innate dan discretionary. Seperti penelitian-

penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Piotroski dan Roulstone (2004),

Johnston (2009), dan Lyimo (2014), variabel kontrol yang akan dimasukkan

adalah resiko idiosinkratik (Idiosyncratic Risk) karena berpengaruh terhadap

asimetri informasi yang kemudian akan mempengaruhi sinkronitas harga saham,

ukuran perusahaan (Size) karena terdapat perbedaan kemampuan untuk membuka

informasi pada perusahaan besar dan kecil, kepemilikan institusional (Institutional

Ownership) karena kemampuannya untuk memperoleh informasi spesifik

perusahaan langsung dari manajemen.

36
Rerangka konseptual penelitian secara umum dapat digambarkan sebagai

berikut:

H1
Accruals Quality (X1)

H2 Stock Price
Innate Accruals Quality
(X2) Synchronicity (Y)

Discretionary Accruals
Quality
H3

(X3)

H4
Control Variables:

1. Idiosyncratic Risk
2. Firm Size
3. Institutional
Ownership

Gambar 2.1

Rerangka Konseptual

37

You might also like