You are on page 1of 25

BAB I

PENDAHULUAN

Kata “Catarrh” berasal dari bahasa yunani “katarrhein”. Katar yang berarti
turun dan rhein yang berarti mengalir. Jika diartikan dapat berarti lapisan eksudat yang
tebal yang terdiri dari mukus dan sel darah putih yang disebabkan oleh pembengkakan
dari membran mukosa dikepala yang merupakan respon dari suatu infeksi. Ini
merupakan gejala peradangan yang biasa ditemukan pada flu dan batuk, tetapi dapat
pula ditemukan pada pasien dengan infeksi dari adenoid, infeksi telinga tengah,
sinusitis atau tonsilitis. Keluhan yang sering tampak pada tuba katar adalah
tersumbatnya hidung dan tuba yang menyebabkan penderita dapat mendengar suara
sendiri. Beberapa usaha yang terus dikembangkan adalah bagaimana mengurangi atau
menghilangkan sumbatan tuba tersebut. 1,2,3
Pada tahun 1704, Valsava menemukan otot yang berfungsi untuk membuka
tuba Eustachius dan menyangka bahwa otot ini aktif sebagai bagian dari proses
pendengaran. Maneuver Valsava dinamakan atas namanya setelah ia menemukan cara
untuk mengeluarkan pus dari telinga tengah ke telinga luar dengan cara ditiup oleh
penderita itu sendiri. Pada tahun 1724, Guyot adalah orang pertama yang mencoba
untuk melakukan kateterisasi lewat hidung, dan Wathen pada tahun 1756, telah
melanjutkan studinya dan menggambarkan secara detail bagaimana prosedurnya. 1,2,3
Pada tahun 1853, Toynbee menemukan bahwa, saat beristirahat tuba
Eustachius tertutup dan terjadi suatu penyerapan udara yang konstan pada ruang
telinga tengah. Tuba tersebut hanya dapat terbuka pada waktu menelan, dan udara
diperbolehkan masuk pada waktu itu. Ia percaya dengan melakukan maneuver ini,
akan membuat tekanan positif pada ruang telinga tengah. 1,2,3
Banyak usaha telah dikembangkan untuk mengurangi atau bahkan
menghilangkan gejala ini. Tetapi pada referat ini akan dibahas apa penyebab terjadinya
tuba katar sehingga cara penatalaksanaannya.1,2,3

1
BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Anatomi Telinga


Telinga merupakan sebuah organ yang mampu mendeteksi atau mengenal suara
dan juga berperan dalam keseimbangan dan posisi tubuh.
Secara anatomi telinga dibedakan atas telinga luar, telinga tengah, dan telinga
dalam.

1.1.1 Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran
timpani. Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telingan
berbentuk huruf S, dengan rangka tulang rawan pada sepertigabagian luar, sedangkan
dua pertiga bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5-3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen
(kelenjar keringat) dan rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh kulit liang
telinga. Pada dua pertiga bagian dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

2
1.1.2 Telinga Tengah

Telinga tengah merupakan rongga yang berisi udara berbentuk kubus dengan batas-
batas sebagai berikut :
 Batas luar : membran timpani

 Batas depan : tuba Eustachius

 Batas bawah : vena jugularis (bulbus jugularis)

 Batas belakang : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

 Batas atas : tegmen timpani (meningen/otak)

 Batas dalam : berturut-turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis


horizantalis, kanalis fasialis, oval window, round window, dan promontoroium

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang
telinga dan terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars
flaksida (membran shrapnell), sedangkan bagian bawah disebut pars tensa (membran
propia). Pars flaksida hanya berlapir dua, yaitu bagian luar ialah lanutan epitel kulit
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran pernapasan. Pars tensa mempunyai satu lapis lagi dibagian tengah, yaitu
lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elasitin yang berjalan secara
radier dibagian luar dan sirkuler dibagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut


sebagai umbo. Dari umbo bermula suatu reflek cahaya (cone of light) ke arah bawah

3
yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri
dan pukul 5 untuk membran timpani kanan.
Reflek cahaya ( cone of light) ialah cahaya dari
luar yang dipantulkan oleh membran timpani.
Dimembran timpani terdapat 2 macam serabut,
sirkuler dan radier. Serabut inilah yang
menyebabkan timbulnya reflek cahaya yang
berupa kerucut itu. Secara klinis reflek cahaya
ini dinilai, misalnya bila letak reflek cahaya mendatar, berati terdapat gangguan pada
tuba eustachius.
Membran timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah dengan
prosesus longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga
didapatkan bagian atas-depan, atas-belakang, bawah-depan serah bawah-belakang,
untuk menyatakan membran timpani.
Bila melakukan miringotomi atau parasentesis, dibuat insisi dibagian bawah
belakang membran timpani sesuai dengan arah serabut membran timpani. Didaerah
initidak terdapat tulang pendengaran. Didalam telinga tengah terdapat tulang-tulang
pendengaran yang tersusum dari luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dam stapes.
Tulang pendengaran didalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus
longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus, dan inkus
melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap lonjong yang berhubungan dengan
koklea. Hubungan antar tulang-tulang pendengeran merupakan persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Ditempat ini aditus ad
antrum, yaitu lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk dalam telingan tengah yang menghubungkan daerah
nasofaring dengan telinga tengah. Berfungsi menjaga keseimbangan tekanan udara
dalam faring dan telinga tengah. Disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani.
Saluran faringo-timpanik Menghubungkan telinga tengah dengan dinding lateral
nasofaring di arah postero-superior tepat setinggi bagian belakang konkha inferior.
Tuba terletak dalam celah sempit antara Ala-major Os Sphenoid dan pars Petrosa Os
Temporalis, tepi belakang-atas orifisium membentuk lipatan yang disebut Torus
tubarius, di belakangnya terdapat resesus faringeus yang disebut fosa Rossenmuler.
Ukuran dewasa 3-7 cm, pada bayi lebih horizontal, lebar dan pendek. 1/3 lateral terdiri
dari kartilago sedang 2/3 medial bagian oseus. Dalam keadaan normal merupakan

4
saluran tertutup, tetapi tidak membuka saat menelan, mengunyah atau menguap
sehingga udara dapat masuk ke telinga tengah. Fungsi tuba untuk menjaga agar terjadi
keseimbangan tekanan udara di luar dan di dalam telinga dengan memasukkan udara
ke dalam kavum timpani.

1.1.3 Telinga Dalam

Letak pada Os Temporalis pars Petrosa.

5
Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling
berhubungan secara tidak lengkap dan
membentuk lingkaran yang tidak lengkap.
Pada irisan melintang koklea tampak skala
vestibuli sebelah atas, skala timpani
disebelah bawah dan skala media (duktus
koklearis) diantaranya. Skala vestibuli dan
skala timpani berisi perilimfa, sedangkan skala media berisis endolimfa. Ion dan garam
yang terdapat di perilimfa berbeda dengan endolimfa. Hal ini penting untuk
pendengaran. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s
membrane) sedangkan dasar skala media adalah membran basalis. Pada membran ini
terletak organ corti. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah, disebut
membran tektoria, dana pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel
rambut dalam, sel rambut luar dan canalis corti.
Labirin Pars Ossea
Terdiri dari rangka tulang yang paling keras di tubuh, terdiri dari beberapa
ruangan dan bagian dalamnya dilapisi oleh periosteum. Berisi cairan perilimf. Labirin
oseus terdiri dari:
1. Vestibulum
Ruangan terletak antara kavum timpani dan kanalis akustikus internus dan bagian
yang terletak antara kohlea dan kanalis semisirkularis. Merupakan pars oseus
labirin yang membesar dengan ukuran panjang 5 mm, tinggi 5 mm dan dalam 3
mm. Dinding medialnya menghadap ke meatus akustikus internus dan ditembus
oleh saraf.
Mempunyai 2 lubang yaitu fenestra ovale di dinding lateral yang ditutupi ”foot
plate of stapes” dan ligamen anularis yang berhubungan dengan skala vestibuli dan
fenestra rotundum yang berhubungan dengan skala timpani
Bagian anterior dinding medialnya ada aquaduktus vestibuli ”Sylvius” yang
berhubungan dengan duramater ke ruang subarahnoid, sedang dinding lateralnya
berhubungan dengan Fenestra oval.

6
2. Kanalis Semi-Sirkularis
Kanalis Semi-Sirkularis superior, posterior
dan horizontalis dengan diameter 0.8 mm.
Salah satu ujungnya membesar sebagai
ampula yang mengandung organ sensoris
vestibuler. Pada bagian kanalis yang tidak
membesar yaitu yang superior dan inferior
bersatu membentuk krus kemunis yang
berakhir di dinding posterior vestibulum.
Pada posisi berdiri Kanalis semi-sirkularis lateralis kedua telinga terletak pada
bidang rniring ke bawah membentuk sudut 30 derajat deagan bidang horizontal dan
ketiga kanalis ini saling tegak lurus satu terhadap yang lain
3. Kohlea
Berbentuk rumah siput terdiri dari 2-3 spiral, panjang 30-35 mm, diameter 3 mm.
Aksis sentralnya disebut Modiolus adalah bidang khayal yang berbentuk kerucut
yang terdapat di bagian dalam kohlea. Bagian ini berlubang yang merupakan
tempat masuknya pembuluh darah dan saraf untuk kohlea. Ruangan bagian dalam
kohlea dibagi 2 oleh lamina spiralis oseus yang merupakan lapisan periosteum
menjadi skala vestibuli dan
skala timpani dan keduanya
akan bersatu di
helikotrema.

7
Labirin Pars Membranosa

Merupakan saluran dan kantung yang saling berhubungan, dilapisi oleh selapis
endotel; bentuknya sama dengan labirin oseus tapi dengan ukuran yang lebih kecil.
Saluran ini dipisahkan dari dinding labirin oleh cairan perilimf dan terletak dalam
labirin pars osseus. Kantung ini menghubungkan duktus kohlearis dengan sakulus
melalui duktus reunions dan di sini pula berhubungannya antara fungsi vestibuler dan
kohlear pendengaran. Labirin ini berisi cairan endolimf yang BD-nya lebih besar dan
komposisinya berbeda dengan perilimf. Cairan perilimf dibentuk dengan cara ultra-
filtrasi plasma dari vena ruangan periostik yang keseimbangannya diatur oleh tekanan
hidrostatik dan osmotic. Pembentukan endolimf terjadi di striae vaskularis yang
terdapat di sepanjang duktus kohlearis. Selain pembentukan endolimf, striae ini
berfungsi mengabsorpsi endolimf bila kelebihan, bersama sakus endolimfatikus pars
rugosa, pengaturan endolimf terjadi juga di ampulla.
Labirin pars membranasea terdiri dari:

8
1. Sakulus dan Utrikulus
Adalah dua ruangan labirin membranasea yang terletak dalam vestibuluin,
keduanya dihubungkan dengan duktus utrikulo-sakulus.
Sakulus adalh kantung yang berbentuk, di dalamnya mengandung “end organ
neuro-sensoris” makula.
Utrikulus adalah kantung berbentuk oval, dimana bagian antero-lateralnya terdapat
macula.
2. Duktus Semi-Sirkularis Membranosa
Duktis ini dalam lumn kanalis semi-sirkularis dengan diameter ¼ bagian kanalis
semi-sirkularis dan berhubungan dengan utrikulus melalui 5 lubang. Ketiga duktus
ini terletak pada 3 bidang yang berisi epitel saraf yang disebut Krista ampularis
3. Duktus Kohlearis
Bentuk duktus ini mengikuti bentuk spiral kohlea labirin oseus. Pada penapang
melintang duktus ini terlihat bentukan segi-tiga dengandasar duktusnya spiralis
dibentuk oleh membrane basilaris yang membentang dari tepi lamina spiralis oseus
ke dinding tulang kohlea.
a. Skala Media, berisi cairan endolimf yang strukturnya sama dengan cairan
intraseluler, mengandung kadar Kalium tinggi dan Natrium yang rendah.
b. Skala Vestibuli, berbatasan dengan kavum timpani lewat Fenestra ovale.
c. Skala Timpani, berbatasan dengan kavum timpani lewat Fenestra rotundum ke
ruang subarakhnoid.
4. Organ Korti
Sepanjang duktus kohlearis di atas membrana basilaris terdapat reseptor organ
yang disebut organ korti. Organ korti merupakan struktur kompleks yang terdiri
dari 3 bagian utama yaitu sel penyangga, sel sensoris yaitu sel-sel saraf rambut dan
membrana tektoria.
Organ korti mengandung 15.000 sel rambut yaitu 3.500 sel rambut dalam dan
12.000 sel rambut luar.

9
1.2 Fisiologi Pendengaran

Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga
dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran
tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui
rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya
ungkit tulang pendengaran dan perkalian pembagian luas membran timpani dan
tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes
yang menggerakkan tingkap lonjong sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak.
Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfa,
sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara basilaris dan membran terktoria.
Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi
stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi penglepasan ion
bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan potensial aksi pada saraf
auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di
lobus temporalis.

10
2.1. Tuba Catarh
Sebelum membahas mengenai tuba katar lebih lanjut ada baiknya kita
mengetahui struktur dari tuba Eustachius itu sendiri. Tuba Eustachius, yaitu sebuah
bangunan yang berbentuk tabung yang berjalan dari telinga tengah ke nasofaring. Tuba
Eustachius telah dikenal sejak zaman yunani kuno oleh Aristoteles, tetapi kemudian
dinamapakai oleh Bartolomeus Eustachius (1520-1574) sebagai ketua ahli ekonomi di
Roma dan orang yang pertama kali mendeskripsikan anatomi tuba Eustachius. Hal ini
tidak dipublikasi sehingga 200 tahun kemudian setelah kematiannya, didapatkan satu
buku yang berjudul “Epistola de Audius Organis” 1,2,3
Fungsi tuba Eustachius adalah untuk proteksi, aerasi dan drainase telinga
tengah. Bila terjadi oklusi dapat menyebabkan peradangan pada telinga tengah (otitis
media). Tuba Eustachius juga disebut tuba otofaringeal kerana menghubungkan telinga
ke faring. 1,2,3
2.1.1 Anatomi Tuba Eustachius

Gambar 1 : Struktur tuba Eustachius


Tuba Eustachius terdiri dari tulang rawan pada dua pertiga kearah nasofaring
dan sepertiganya terdiri atas tulang. Tuba biasanya dalam keadaan tertutup dan baru
terbuka apabila oksigen diperlukan masuk ke dalam telinga tengah atau pada saat
mengunyah, menelan dan menguap. Otot-otot dari sistem tuba Eustachius membantu
membuka dan menutup tuba agar berfungsi sebagaimana mestinya.

Panjang tuba pada orang dewasa sekitar 36mm dan terbentang pada bagian
depan, bawah dan medial dari dinding anterior kavum timpani terhadap nasofaring.

11
Aksis tuba membentuk sudut 30o terhadap bidang horizontal dan 45o terhadap bidang
sagital median. Daerah tuba dibahagi menjadi dua, yaitu bagian tulang dan kartilago.
Bagian tulang merupakan bagian posterior sepertiga tuba, dilapisi oleh mukosa,
panjangnya sekitar 12mm, berhubungan langsung dengan timpani anterior dan hampir
selalu dalam keadaan terbuka, kemudian kebawah dan menyempit disebut istmus.
Bagian tulang hanya mempunyai peran sedikit atau bahkan tidak ada dalam
mekanisme pembukaan tuba. Fungsi istmus adalah membantu melindungi telinga
tengah dari sekret nasofaring. Schwartzbart (1994) mengatakan bahawa bagian tulang
dari tuba disebut sebagai protimpanum. 1,2,3
Bagian kartilago merupakan bagian anterior dua pertiga tuba yang memiliki
panjang sekitar 24mm yang terdiri dari jaringan fibrokartilago berbentuk triangular
dengan diameter vertikal 2-3 mm dan diameter horizontal 3-4 mm, pada bagian apex
akan menyempit yang juga merupakan bagian tersempit dari tulang. Ke bawah secara
langsung menjadi membran mukosa dari bagian lateral nasofaring. Umumnya bagian
kartilago ini dalam keadaan tertutup oleh tekanan jaringan tuba Estachius. 1,2,3
Tuba Eustachius dilapisi oleh mukosa yang mengandung sel-sel goblet dan
kelenjar mukus. Lapisan paling luar adalah epitel bersilia yang bergerak ke arah
nasofaring. Makin dekat ke telinga tengah terlihat sel-sel goblet dan kelenjar mukus
semakin berkurang dan mukosa silia juga menghilang. Jumlah sel goblet pada dasar
tuba lebih banyak dibandingkan bagian atap, dengan konsentrasi terbanyak berada di
area tengah tuba bagian kartilago. Bagian superior tuba banyak berperan pada ventilasi
telinga tengah, sedangkan bagian inferior telinga tengah berfungsi sebagai proteksi
telinga tengah. Mekanisme pertahanan mukosilier tuba Eustachius menetap segera
setelah lahir.1,2,3
Pada bagian inferolateral tuba terdapat lapisan lemak yang disebut lemak
Ostman yang ikut membantu proses penutupan tuba. Selain itu, lemak ini membantu
melindungi tuba Eustachius dan telinga tengah terhadap sekret nasofaring. 1,2,3
Bagian kartilago dari tuba ditunjang oleh otot-otot yang berfungsi untuk
mengontrol patensi tuba. Otot-otot tersebut adalah tensor veli palatine, levator veli
palatine, salphingopharyngeus dan tensor tympani. 1,2,3
Otot tensor veli palatine berasal dari dinding tulang fosa scaphoid dan dari
seluruh panjang ujung tulang rawan yang pendek yang membentuk bagian atas dinding
depan dari tuba kartilago. Otot memanjang ke bawah, membentuk tendon yang pendek
yang membelok ditengah-tengah dan sekeliling pterygoid humulus. Tensor veli

12
palatine memisahkan tuba Eustachius dari gangliaon optik, saraf mandibular dan
cabangnya, korda timpani dan arteri meningea media. 1,2,3
Salphingopharingeus adalah otot lembut yang menyentuh pada ujung faring
dari tuba Eustachius dan bercampur dengan otot bawah palatofaringeus. Levator veli
palatine berasal dari 2 bagian, antara lain bagian bawah permukaan kartilago tuba dan
bagian bawah permukaan tulang petrosa. Pada awalnya, levator terletak dibawah tuba
kemudian menyilang ke tengah dan bergabung menjadi palatum mole. 1,2,3
Persarafan berasal dari cabang faringeal ganglion sfenopalatina yang
merupakan cabang dari nervus maksilaris (V2) yang mensuplai persarafan ostium.
Saraf spinosus berasal dari saraf mandibula (V3) yang mensuplai persarafan bagian
kartilago. Plexus timpani berasal dari nervus glossopharingeal mensuplai persarafan
bagian tulang tuba Eustachius. 1,2,3

2.1.2. Fungsi fisiologi dari Tuba Eustachius


Fungsi fisiologi dari Tuba Eustachius adalah : 1,2,3
 Ventilasi atau pengaturan tekanan dari telinga tengah
 Perlindungan telinga tengah dari sekresi nasofaring dan tekanan suara
 Pembersihan dan penyaluran sekresi telinga tengah ke nasofaring

1. Ventilasi dan regulasi tekanan

Gambar 2: Oklusi tuba yang menyebabkan perbedaan tekanan udara

13
Tuba Eustachius yang normal pada saat istirahat menutup, kira-kira ada sedikit
tekanan udara telinga tengah negatif. Pembukaan yang berulang dari tuba Eustachius
secara aktif mengatur tekanan atmosfir agar tetap seimbang. 1,2,3
Tuba Eustachius membuka pada saat menelan atau menguap dengan kontraksi
otot veli palatine. Tensor veli palatine yang tidak berfungsi efektif pada palatum durum
menyebabkan disfungsi tuba Estachius. Cara kerja dari otot veli palatine masih tidak
jelas. Kontribusi pada permukaan tuba Eustachius masih dipertanyakan. 1,2,3
Fungsi ventilasi dari tuba Eustachius anak kurang efisien daripada pada orang
dewasa. Infeksi sistem pernafasan bagian atas yang berulang-ulang dan pembesaran
adenoid pada anak-anak akan menyebabkan terjadinya penyakit telinga tengah pada
anak. Bagaimanapun, pada saat anak tumbuh, fungsi tuba Eustachius membaik dan
sebagai bukti berkurangnya frekuensi terjadinya otitis media dari masa kanak-kanak
menjadi dewasa. 1,2,3
Normalnya, tuba Eustachius membuka berulang-ulang, secara stabil mengatur
tekanan bagian tengah antara +50 mm dan -50 mm H2O. Tekanan di atas dan di bawah
+50 mm -50mm H2O, tidak mengindikasikan akan terjadi penyakit telinga tengah.
Sekitar 1 ml udara dapat diserap dari bagian tengah telinga dalam jangka waktu 24 jam.
Sel-sel sistem mastoid berfungsi sebagai penyimpanan gas bagian tengah telinga. 1,2,3

2. Perlindungan
Tuba Eustachius menyalurkan secara normal sekresi dari telinga tengah dengan
sistem pengangkutan mukosiliari dan dengan berulangnya pembukaan atau penutupan
aktif tuba yang memperbolehkan sekresi mengalir ke nasofaring. 1,2,3
Kekacauan dari sistem penutupan bagian tengah telinga, seperti perforasi
membran timpani atau setelah operasi mastoid, terkadang menyebabkan refluks dari
sekresi nasofaring ke dalam tuba menyebabkan otorhea. Demikian juga dengan
mengenduskan hidung yang kuat dapat menciptakan tekanan tinggi pada nasofaring
menuju telinga tengah. 1,2,3
Sebaliknya, tekanan negatif bagian tengah telinga seperti saat berada
dipesawat atau saat penyelaman dapat menyebabkan penyumbatan tuba Eustachius.
Hal ini dapat menyebabkan stagnasi dari sekresi dan efusi berkumpul ditelinga tengah
menyebabkan barotrauma. 1,2,3
Bagian tengah juga diproteksi oleh pertahanan lokal imunologi dari epitel
respiratori dari tuba Eustachius, begitu juga pertahanan mukosiliari yang melakukan

14
fungsi pembersihan. Protein surfaktan imunoreaktif yang ada di paru diisolasi dari
bagian tengah telinga dari hewan dan manusia ternyata mempunyai fungsi proteksi
yang sama pada bagian tengah telinga. 1,2,3

3. Drainase
Penyaluran sekresi dan pengeluaran benda asing dari telinga tengah dikerjakan
oleh sistem mukosiliari dari tuba Eustachius. Mukosa bagian tengah telinga
bekerjasama dengan otot tuba Eustachius melakukan fungsi penbersihan dan juga
membantu mengatur tekanan permukaan didalam lumen tuba. 1,2,3
Model flask yang diperkenalkan oleh Bluestone dan rekannya menjelaskan
lebih baik konfigurasi dari anatomi tuba Eustachius dalam proteksi dan drainase
telinga tengah. Pada model ini, tuba Estachius dan sistem bagian tengah telinga
menyerupai botol dengan leher yang panjang dan sempit. Mulut dari botol
mempresentasikan ujung nasofaring, bagian sempit leher mempresentasikan istmus,
bagian tengah telinga dan sistem mastoid mempresentasikan badan dari botol tersebut.
1,2,3

Cairan yang mengalir melalui leher botol tersebut tergantung dari tekanan pada
ujung botol, radius dan panjang dari leher botol serta kekentalan dari cairan. Aliran
cairan berhenti pada bagian leher yang sempit kerana diameternya yang kecil, juga
kerana tekanan udara positif pada ruang dari botol. Tetapi hal ini tidak menjadi
pertimbangan tugas dari otot tensor veli palatine pada perbukaan nasofaringeal
orifisium tuba Eustachius. 1,2,3
Tuba Eustachius dapat tersumbat kerana beberapa alasan, penyebab yang
paling umum adalah infeksi saluran pernafasan bagian atas. Infeksi sinus atau alergi
dapat juga menyebabkan pembengkakan tuba Eustachius, sebagai akibatnya hidung
yang tersumbat dapat menyebabkan tuba Eustachius juga tersumbat. Pada anak sangat
rawan terjadi penyumbatan tuba karena anatomi tuba pada anak lebih sempit dan lebih
dekat ke adenoid. Itulah sebabnya mengapa pada anak-anak dengan otitis media kronik
sering direkomendasikan untuk dilakukan operasi adenoid. Jarang sekali, massa atau
tumor didasar tengkorak atau nasofaring dapat menyebabkan penyumbatan tuba
Eustachius. 1,2
Permasalahan tuba Eustachius dan infeksi terkait merupakan permasalahan yang
biasa dijumpai dokter. Banyak orang memiliki masalah kronis dalam pengaturan
tekanan telinga tengah yang biasanya dijumpai disebabkan mulai dari alergi sampai

15
tuba Eustachius yang terlalu sempit. Pasien sering mengeluh telinga terasa penuh,
telinga seperti berbunyi klik atau cracking, kehilangan pendengaran ringan (atenuasi
suara), telinga berdengung (tinnitus), dan terkadang gangguan keseimbangan. 1,2
Perubahan ketinggian yang cepat dan tekanan udara disamakan melalui
gendang telinga dengan fungsi normal tuba Eustachius. Tuba yang sehat membuka
sehingga cukup untuk menetralkan perubahan tekanan ini. Yang mana terjadi pada
saat di pesawat, tekanan udara menjadi naik pada saat pesawat tersebut turun. 1,2
Orang dengan penyumbatan tuba Eustachius dapat menyebabkan rasa tuli yang
diakibatkan perubahan tekanan udara yang mendorong gendang telinga kedalam
sehingga dapat terisi dengan darah atau cairan. Dan mereka yang mengalami gangguan
fungsi tuba dapat pula merasakan ketika mereka berada didalam elevator, berkendara
dipergunungan atau menyelam.1,2
2.2 Definisi
Tubair Catarrh atau tubotympanitis catarrhalis atau salpingitis adalah radang pada
tuba Eustachius, yakni saluran yang menghubungkan nasofaring dengan cavum
tympani.
Peradangan ini merupakan lanjutan dari infeksi didalam rongga hidung (rhinitis)
atau pada tenggorokan (faryngitis). Tubair catarrh merupakan stage awal dalam
perkembangan Otitis Media Akut.

2.3 Etiologi Disfungsi Tuba Eustachius


Penyebab dasar dari penyakit ini, bahwa tuba Eustachius tidak membuka pada saat
menelan, yang bisa disebabkan oleh beberapa faktor :
- Ketidakmampuan otot tuba Eustachius (m. tensor veli palatini).
- Pembengkakan pada tuba Eustachius, yang dapat berkembang sebagai akibat
dari alergi atau peradangan dari daerah sekitar (misalnya sinusitis maksila
kronis, atau tonsilitis).
- Pembengkakan di adenoid (mungkin pada anak-anak dan orang dewasa) yang
mengakibatkan tertutupnya tuba Eustachius.
- Infiltrasi tumor ganas nasofaring ke dalam lubang tuba Eustachius.

2.4 Gejala Klinis


Gejala dari tubair catarrh antara lain didahului infeksi saluran napas atas
seperti batuk, pilek, demam, pendengaran menurun, telinga terasa penuh/fullness,

16
terkadang disertai dizziness, telinga kadang-kadang terasa penuh secara berulang dalam
beberapa menit atau bahkan jam, mungkin juga disertai sakit telinga ringan.
Gejala dapat muncul dari beberapa jam hingga beberapa minggu atau lebih. Hal
itu tergantung dari penyebab. Pada banyak kasus pilek/batuk yang sudah mulai
membaik, penderita akan mendapat sensasi tidak nyaman dalam telinga. Hal ini karena
terperangkapnya mukus dan pembengkakan yang dapat menghambat pembersihan
walaupun infeksi sudah lama hilang. Selain itu, pendengaran berkurang akan hilang
dan timbul pada beberapa waktu sebelum kembali pulih.

2.5 Pemeriksaan Fisik


Pada pemeriksaan cavum tympani tampak retraksi/tertarik kedalam karena pada
auris media tekanan menjadi lebih negatif, buram, atau sedikit kemerahan, canalis
auditoris externa tidak ada kelainan, gangguan pendengaran konduktif dapat dideteksi
pada pemeriksaan audiologi.

2.6 Diagnosis Banding


Diagnosis banding adalah otitis media akut, tubair catarrh dapat dibedakan dengan
otitis media akut dari adanya gangguan pendengaran konduktif dengan membran
timpani utuh.

2.7 Patofisiologi
Tuba katar merupakan hasil dari reaksi peradangan. Reaksi peradangan
sebenarnya merupakan suatu proses dinamik dan kontinu pada kejadian-kejadian yang
terkoordinasi dengan baik. Untuk memunculkan manifestasi suatu reaksi peradangan,
sebuah jaringan hidup harus memiliki jaringan fungsional. Pada jaringan dengan
nekrosis yang luas, maka reaksi peradangan tidak ditemukan dibagian tengah jaringan,
tapi dibagian tepinya, yaitu diantara jaringan mati dan jaringan hidup yang memiliki
sirkulasi utuh. 4
Selain itu, jika terjadi cedera dan menyebabkan kematian mendadak pada
penjamu, maka tidak ada bukti reaksi peradangan karena untuk timbulnya respon
memerlukan waktu. 4
Berbagai pola peradangan dapat timbul berdasarkan atas jenis eksudat yang
terbentuk, organ atau jaringan tertentu yang terlibat dan lamanya proses peradangan.
Berbagai tipe eksudat diberi nama deskriptif. Lamanya respon peradangan disebut

17
sebagai akut selama fase eksudat aktif. Disebut kronis jika ada bukti perbaikan lanjut
disertai eksudasi dan disebut subakut jika bukti awal perbaikan bersama dengan
eksudasi. Lokasi reaksi peradangan dinamakan menurut nama organ atau jaringan,
yang ditambahkan akhiran-itis. Berikut dibahas beberapa jenis eksudat.4
Eksudat Seluler
Eksudat neutrofilik
Eksudat yang paling sering dijumpai terutama terdiri atas PMN, dalam jumlah
yang begitu banyak sehingga lebih menonjol daripada bagian cairan dan proteinosa.
Eksudat neutrofilik semacam ini disebut purulen. Eksudat purulen biasanya terbentuk
sebagai respon terhadap infeksi bakteri. Eksudat ini juga terdapat dalam respon
terhadap banyak cedera aseptik dan secara mencolok terjadi hampir disemua tempat
pada tubuh yang jaringannya telah menjadi nekrotik.4
Infeksi bakteri sering menyebabkan konsentrasi PMN yang sangat tinggi yang
tertimbun didalam jaringan, dan banyak sel-sel ini mati serta membebaskan enzim-
enzim hidrolitiknya yang kuat kesekitarnya. Dalam keadaan ini, enzim-enzim PMN
mencerna jaringan dibawahnya dan mencairkannya. Kombinasi agregasi neutrofil dan
pencairan jaringan-jaringan dibawahnya disebut supurasi.4
Dan dengan demikian eksudat yang terbentuk disebut eksudat supuratif, atau
lebih sering disebut pus. Jadi, pus terdiri atas PMN yang hidup, mati dan yang hancur,
jaringan yang mencair dan tercerna, cairan eksudat pada proses peradangan dan sering
terdiri dari bakteri-bakteri penyebabnya.4
Eksudat Campuran
Eksudat ini merupakan campuran eksudat seluler dan nonseluler, dan
dinamakan sesuai dengan campurannya. Campuran ini meliputi eksudat fibrinopurulen,
yang terdiri atas fibrin dan PMN, eksudat serofibrinosa. Eksudat-eksudat tertentu
seperti eksudat musinosa dan mukopurulen, yang melapisi permukaan mukosa.4
Daerah seperti ini umumnya menyerupai membran mukosa, daerah nekrotik
dapat mengelupas, menimbulkan celah pada permukaan mukosa. Defek seperti ini
disebut ulkus. Paling sering, eksudat fibrinopurulen yang berasal dari pembuluh darah
dibawahnya membentuk permukaan dasar ulkus. Terkadang daerah membran mukosa
yang luas akan mengalami nekrotik dan sel-sel yang dapat tertangkap didalam jala
yang dibentuk eksudat fibrinopurulen, yang melapisi permukaan mukosa.4
Daerah seperti ini umumnya menyerupai membran mukosa yang kasar, dan
oleh karena jenis proses ini disebut sebagai peradangan pseudomembranosa.4

18
Contoh klasik peradangan pseudomembran adalah pseudomembran pada difteri
disaluran pernafasan. Dengan demikian membran semacam ini kadang disebut sebagai
difteritik. Peradangan pseudomembranosa dapat dijumpai didalam saluran cerna,
khususnya kolok, sebagai akibat gangguan ekologi mikroba saluran cerna, biasanya
disebabkan oleh pemberian antibiotik.4
Eksudat Non Seluler
Eksudat Serosa
Pada beberapa radang, eksudat hampir seluruhnya terdiri atas cairan dan zat-zat
yang terlarut dengan sangat sedikit leukosit. Jenis eksudat non-selular yang paling
sederhana adalah eksudat serosa yang pada dasarnya terdiri atas protein yang bocor
dari pembuluh-pembuluh darah yang permeabel didaerah peradangan bersama dengan
cairan yang menyertainya. Contohnya eksudat serosa yang paling dikenal adalah cairan
pada luka lepuh. Penimbunan eksudat serosa yang serupa sering ditemukan pada
rongga tubuh, seperti rongga pleura atau rongga peritoneum dan walaupon tidak
mencolok eksudat serosa sering menyebar melewati jaringan ikat.4
Terkadang terjadi penimbunan cairan didalam rongga tubuh yang bukan karena
peradangan, biasanya peningkatan tekanan hidrostatik atau penurunan kadar protein
plasma. Pengumpulan bukan karena peradangan semacam ini disebut transudat dan
sedikit protein serta sel disbandingkan dengan eksudat.4

Eksudat Fibrosa
Eksudat fibrosa terbentuk saat protein keluar dari pembuluh darah didaerah
peradangan mengandung banyak fibrinogen. Fibrinogen ini diubah menjadi fibrin,
berupa jalinan yang lengket dan elastik. 4
Eksudat fibrinosa sering dijumpai diatas permukaan serosa yang meradang
seperti pleura dan pericardium, tempat fibrin yang diendapkan mengeras menjadi
lapisan atas membran yang terkena. Jika lapisan tebal semacam ini tertimbun diatas
permukaan serosa, sering disertai dengan gejala rasa nyeri jika satu permukaan
bergesekan dengan permukaan yang lain.4
Jadi misalkan pasien pleuritis merasa nyeri ketika bernafas dikarenakan
permukaan yang kasar itu saling bergesekan selama inspirasi. Gesekan pada
permukaan-permukaan kasar juga menimbulkan friction rub, yang dapat didengar
dengan stetoskop diatas daerah yang terkena.4

19
Eksudat Musinosa
Eksudat Nonselular yang lain adalah eksudat musinosa atau kataral. Jenis
eksudat ini hanya terbentuk diatas permukaan membran mukosa, tempat sel-sel yang
dapat mensekresi musin. Jenis eksudat ini berbeda dengan eksudat lain karena eksudat
ini merupakan sekresi seluler bukannya dari sesuatu yang keluar dari aliran darah.
Sekresi musin merupakan sifat normal membran mukosa, dan eksudat musinosa tidak
lebih merupakan percepatan proses fisiologis dasar. Contoh eksudat musin yang paling
dikenal dan sederhana adalah pilek yang menyertai berbagai infeksi pernafasan bagian
atas.4
Dari beberapa bahasan diatas, kita mengetahui tuba katar disebabkan oleh
peradangan membran mukosa. Yang menyebabkan membran mukosa tersebut menjadi
hipersekresi sebagai upaya untuk mengurangi peradangan itu sendiri. Tetapi proses
peradangan tersebut tidak akan berdiri sendiri tanpa sebab. Berikut beberapa keadaan
yang dapat menyebabkan proses peradangan pada membran mukosa.4
Keadaan yang dapat menyebabkan terjadinya tuba katar adalah :
1. Hipertrofi adenoid
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba
Eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam
telinga tengah akibat tuba Eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya
sumbatan.5
2. Celah langit
Langit-langit atau palatum merupakan atap rongga mulut yang
memisahkan rongga mulut dan hidung. Palatum terbahagi kepada da yaitu
palatum durum dan palatum mole di sebelah posterior.6
Palatum durum dibentuk oleh prosessus maksila (2/3 anterior), pars
horisontalis prosessus palatine (1/3 posterior). Palatum mole merupakan
lanjutan dari palatum durum, disebelah lateral melekat pada dinding faring dan
sebelah posterior sebagai suatu pinggiran bebas.6
Celah langit-langit merupakan defek congenital karena tidak bersatunya
prosesss palatines, penyambungan antara prosessus palatines berjalan dari
anterior ke posterior dimana proses ini dapat berhenti tiba-tiba.6
Menurut macamnya celah langit-langit dibagi dua:
 Congenital cleft palate, yaitu celah langit-langit bawaan.6

20
 Acquired cleft palate, yaitu celah langit-langit yang didapat misalnya
karena trauma, penyakit atau kanker.6
Menurut derajatnya celah langit-langit dibagi dua:
 Complete cleft palate, yaitu celah langit-langit lengkap dimana kelainan
yang terdapat pada langit-langit juga pinggir alveolar dan bibir terkena
baik unilateral maupon bilateral.6
 Incomplete cleft palate, yaitu celah langit-langit tidak lengkap. Kelainan
bentuk hanya terjadi pada palatum durum maupun palatum mole.6
3. Tumor Nasofaring
Gangguan pendengaran merupakan salah satu gejala dini dari penyakit
ini, disamping gejala dini lain yang berupa hidung buntu atau hidung keluar
darah, tetapi gejala tersebut sering tidak terpikir oleh dokter pemeriksa bahawa
penyebabnya adalah tumor ganas di nasofaring, sehingga baru diketahui bila
penyakit sudah dalam keadaan lanjut.7
Gangguan pendengaran kadang-kadang disertai juga keluhan rasa penuh
di telinga, telinga berbunyi atau rasa nyeri ditelinga. Banyak penulis
mengatakan, bahawa lokasi permulaan tumbuh tumor ganas nasofaring paling
sering adalah di fosa Rosenmuller, sebab daerah tersebut merupakan daerah
peralihan epitel. Dalam penyebarannya, tumor dapat mendesak tuba Eustachius
serta mengganggu pergerakan otot Levator Palatini yang berfungsi membuka
tuba, sehingga fungsi tuba terganggu dan mengakibatkan gangguan
pendengaran berupa menurunnya pendengaran tipe konduksi yang bersifat
reversible.7
4. Peradangan
Sering menyerang pada balita, salah satu faktor penyebabnya adalah
karena saluran penghubung antara telinga tengah dengan atap tengkorak yang
berdekatan dengan lubang hidung bagian belakang (Eustachius) pada anak
balita, yang masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan yang belum
sempurna.8
Anatomis yang lebih pendek, lebih sempit dan lebih mendatar dibandingkan
orang dewasa. Akibatnya saluran ini dengan mudah dapat tersumbat, misalnya
karena terjadinya infeksi atau alergi. Dengan adanya cairan atau pembengkakan
selaput lendir di dalam saluran Eustachius yang tersumbat itu dapat berlanjut

21
jadi peradangan. Penyebab peradangannya antara lain karena adanya infeksi
pada cairan yang menyumbat bagian telinga tengah ini.8
5. Alergi
Alergi adalah satu proses inflamasi yang tidak hanya berupa reaksi
cepat dan lambat tetapi juga merupakan proses inflamasi kronis yang kompleks
dipengaruhi faktor genetik, lingkungan dan pengontrol internal.9
Berbagai sel mast, basofil, eosinofil, limfosit dan molekul seperti IgE,
mediator sitokin, kemokin merupakan komponen yang berperan dalam proses
inflamasi. Gejala klinis terjadi karena reaksi imunologik melalui pelepasan
beberapa mediator tersebut dapat mengganggu organ tertentu yang disebut
organ sasaran dan pada alergi sering terjadi proses inflamasi kronis yang
kompleks.9
6. Barotrauma
Barotrauma adalah kerusakan dibagian dalam telinga yang disebabkan
oleh tidak samanya tekanan udara dikedua gendang pendengar. 10

2.8 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yakni dengan :
1. Mencari faktor predisposisinya, apakah karena proses infeksi, obstruksi
(septum deviasi, polip, tumor).
2. Dekongestan
Dekongestan nasal bekerja dengan vasokonstriksi pembuluh darah
mukosa sehingga mengurangi pembengkakan. Pemakaian dekongestan nasal
biasanya tidak lebih dari 7 hari karena dapat menimbulkan fenomena rebound
ketika efeknya habis karena vasodilatasi sekunder yang diikuti kongesti nasal.
Contoh dekongestan nasal antara lain hidroklorida efedrin dengan dosis
1-2 tetes ke dalam lubang hidung 3-4 kali sehari, xilometazolin hidroklorida
(otrivin, valyn, xylo-pos, zovrin), oksimetazolin (afrin, iliadin, sinazol).
Dekongestan oral yang bersifat sistemik juga bisa digunakan, seperti
fenilefrin, pseudoefedrin, atau fenilpropanolamin.
Petunjuk pemakaian obat tetes hidung :
- Hidung dibersihkan dan kepala ditengadahkan bila penggunaan obat
dilakukan sambil berdiri dan duduk atau penderita cukup berbaring saja.

22
- Kemudian teteskan obat pada lubang hidung dan biarkan selama beberapa
menit agar obat dapat tersebar di dalam hidung.

3. Antihistamin
Klorfeniramin Maleat (CTM) 3x4mg
Antihistamin akan membantu untuk memperingan kongesti nasal dan
peradangan. Digolongkan menjadi antihistamin generasi pertama dan kedua.
Antihistamin generasi pertama contohnya CTM, prometazin, difenhidramin,
mepiramin, yang bersifat sedatif (menyebabkan kantuk). Antihistamin
generasi kedua, contohnya antara lain fexofenadine, terfenadin, setirizin,
loratadin, desloratadin, dll. Ada pula antihistamin dalam bentuk semprot
hidung, yang berisi azelastin.
4. Antiinflamasi
Nonflamin 3x50mg
Untuk mengurangi peradangan sehingga tuba Eustachius akan berfungsi lebih
baik.
5. Neurotropik
Alinamin 1x50mg
6. Antibiotik diberikan jika terjadi proses infeksi.

23
BAB III

KESIMPULAN

Disfungsi tuba Eustachius merupakan suatu keadaan terbloknya tuba


eustachius atau tidak bisa terbukanya tuba secara baik sehingga udara tidak dapat
masuk ke dalam telinga tengah. Adanya perbedaan antara tekanan di luar dengan
di dalam cavum timpani menyebabkan penurunan pendengaran.
Dalam kasus infeksi saluran nafas atas (misalnya pilek) maka pembukaan
tuba Eustachius akan dipengaruhi oleh peradangan. Membran mukosa yang
meradang, akan mempersempit atau menutup pembukaan tuba Eustachius. Karena
adanya tekanan negatif pada auris media atau tekanan udara di luar membran
timpani lebih besar dibandingkan tekanan udara di telinga tengah, membran
timpani akan masuk ke dalam dan tampak retraksi. Membran timpani juga menjadi
tegang dan tidak bergetar dengan baik ketika dilalui oleh gelombang suara,
sehingga akan menyebabkan sensasi penuh pada telinga, penurunan pendengaran,
nyeri minimal pada telinga, ataupun pusing.

24
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilmu kesehatan penyelaman; Barotrauma hal.52-57; Penerbit PT.Gramedia


Jakarta; 2000
2. Empey DW, Medder KT. Nasal decongestants. Drugs. 1981 Jun;21 (6) :
438-43. Pubmed PMID : 6166444FKUI: Buku ajar THT; Gangguan fungsi
tuba; Penerbit FKUI, edisi ke-enam; tahun 2007
3. Stoll D. Inflamatory acute rhinosinusitis. Presse Med. 2001 Dec 22-29; 30
(39-40 pt 2) : 33-40. Review. French. Pubmed PMID : 11819910
4. Boeis, Adam ; Buku ajar penyakit THT; Embriologi, Anatomi dan Fisiologi
telinga; Penerbit ECG, edisi 6; tahun 1991
5. Price, Sylvia A, Wilson, Lorraine M. Patofisiologi konsep klinis proses
penyakit. Edisi ke-enam. Penerbit Buku Kedokteran ECG. Jakarta, 2005 :
87-91
6. Alpen patel, MD ; Patologyous Eustachian Tube. Diakses tanggal 24
Oktober 2012. Diunduh dari :
http://www.emedicine.com/ENT/topic208.html
7. Johnson RW. Medical Encyclopedia. Adenoid Hypertrophy. Diakses
tanggal 24 oktober 2012. Diunduh dari:
http://www.HealthAto.com.br/otor/otor.html
8. http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/11/penanganan_bayi_celah_bibir_langit-langit.pdf
9. Soepardi EA, Iskandar N. Dalam : Karsinoma Nasofaring. Buku Ajar THT.
Edisi Kelima. Balai Penerbit FKUI. Jakarta, 2000 : 146-150
10. http://www.ayahbunda.co.id/Artikel/Gizi+dan+Kesehatan/cegah.radang.teli
nga.tengah/001/001/229/203/-/4
11. Tanaka A, Ohashi Y, Kakinoki Y, Washio Y, Kishimoto K, Ohno Y,
Sugiura Y, Okamoto H, Nakai Y. Influence of allergic response on the
mucociliary system in Eustachian tube. Acta Otolaryngol Suppl.
1998;538:98-101. Pubmed PMID: 9879408.

25

You might also like