You are on page 1of 4

Masturbasi pemikiran atas kehidupan urban yang dituliskan menjadi ar tikel yang apa adanya dan

seadanya.

Rabu, 30 Mei 2012

Sedikit tentang; Aspect Ratio


Aspect Ratio secara sederhana didefinisikan sebagai perbandingan proporsi ant ara lebar
dan tinggi. Biasanya ditulis menggunakan bentuk perbandingan mi sal 16:9 atau 4:3. Dalam
produksi audio visual, pengetahuan mengenai aspect r atio ini mutlak dibutuhkan. Terlebih
sekarang, variasi bentuk media televisi semakin ber agam. Yang dahulu hanya
menggunakan model tabung analog, kini mulai masuk k e dalam ranah digital, mulai dari
yang ukuran besar hingga yang berbentuk mobile. Hal ini masih dit ambah bentuk dan
jenis media rekam yang juga semakin ber agam, seorang kreator harus mengerti
bagaimana cara mengkonversi antara media satu ke mdia yang lainnya.

Tulisan ini saya buat sekedar mmenambah pengetahuan par a sineas muda untuk semakin
mengenal penggunaan aspect r atio. Secara khusus saya memberikan satu catatan
mengenai penggunaan Aspect Ratio dalam kamer a DSLR, yang kini semakin diminati
kalangan pegiat film untuk menghasilkan video berkualitas dengan budget yang ringan.

Selain itu, semakin beragamnya media output mengharuskan par a kreator lebih mengerti
tentang tata cara konversi, sehingga sebuah film dapat semakin luas didistribusikan dan
disebarluaskan tidak han ya pada media yang sifatn ya publik, tapi juga personal bahkan
pada media praktis dengan mobilisasi tinggi seperti gadget.

Adapun Beberapa jenis Aspect Ratio yang pernah dibuat hingga kini antar a lain:

1.15
1: Kadang-kadang disebut sebagai Movietone ratio, rasio ini digunakan secara singkat selama masa peralihan
saat industri film telah digabung dengan media suara (1926-1932). Rasio ini dihasilkan dengan melapiskan
sebuah soundtrack optik lebih 1,33 dalam pencetakannya, sehingga gambar yang dihasilkan hampir persegi.
Film dengan rasio ini sering diproyeksikan ke menggunakan masker 1,37. Seperti dalam film Movietone
termasuk Sunrise, M dan Haleluya!
1.33
1 (4:3, 12:9): 35 mm, rasio orisinil untuk film bisu, yang hari ini umumnya dikenal di TV dan video sebagai 4:3.
Juga rasio standar untuk kompresi MPEG-2 video. Format ini masih digunakan di banyak kamera video
rumahan dan telah mempengaruhi pemilihan atau desain rasio aspek lainnya, antara lain 16 mm standar dan
Super rasio 35mm.

1.37
1: 35 mm full screen, hampir semua film antara 1932 dan 1953 menggunakannya. Secara resmi diadopsi sebagai
"Academy ratio" pada 1932 oleh AMPAS. Jarang digunakan dalam konteks saat ini.

1.44
1: IMAX format. Produksi Imax menggunakan 70 mm film (sama seperti yang digunakan untuk film feature 70
mm), tapi film ini dipakai menggunakan kamera dan proyektor horizontal. 

1.50
1 (3:2, 15:10): Rasio dari film 35 mm digunakan untuk fotografi. Juga aspek rasio asli VistaVision.

1.55
1 (14:9): rasio aspek layar lebar kadang-kadang digunakan dalam iklan dll sebagai format pertengahan antara
4:3 (12:9) dan 16:9. Bila dikonversi ke frame 16:9, ada "pillarboxing" sedikit, sementara konversi ke 4:3
menciptakan "letterboxing" sedikit.

1.60
1 (8:5, 16:10): komputer Widescreen Monitor rasio (misalnya 1920 × 1200 resolusi).

1.66
1 (5:3, 15:9): 35 mm Awalnya ditemukan oleh Paramount Pictures, yang sekarang menjadi ukuran standar di
beberapa negara Eropa; "native Super 16 mm frame ratio". Kadang-kadang penulisannya dibulatkan menjadi
1.67:1. Dari akhir 1980-an ke 2000-an, CAPS Program Walt Disney Feature Animation juga menggunakan rasio
ini (pertengahan antara rasio 1.85:1 atau digunakan di bioskop dan rasio 1.33:1 digunakan untuk video
rumahan), format ini juga digunakan pada layar atas Nintendo 3DS juga.

1.75
1 (7:4): Awalnya 35 mm digunakan oleh MGM dan Warner Bros antara 1953 dan 1955, dan sejak ditinggalkan,
Disney kemudian melakukan cropping beberapa film era 50-an nya dengan rasio ini untuk kemudian diedarkan
dalam bentuk DVD, termasuk film The Jungle Book.

1.77
1 (16:9 = 42:32): Video standar layar lebar, yang digunakan dalam televisi definisi tinggi (HDTV), satu dari tiga
rasio yang ditentukan untuk kompresi MPEG-2 video. Juga digunakan dalam kamera video pribadi. Kadang-
kadang rasio ini dibulatkan menjadi 1,78:1.

1.85
1: 35 mm merupakan standar layar lebar untuk film teater di AS dan Inggris . Diperkenalkan oleh Universal
Pictures pada Mei, 1953. Proyek sekitar 3 perforasi ("perfs") ruang gambar per 4 bingkai Perf; film dapat
disyuting dalam 3-PERF untuk menghemat biaya persediaan film.

2.00
1: "Original SuperScope ratio", juga digunakan dalam Univisium. Digunakan di beberapa studio Amerika pada
1950-an, ditinggalkan pada tahun 1960, tetapi baru-baru dipopulerkan oleh sistem Red One. Pada tahun 2001
Studio Ghibli menggunakan framing ini untuk film animasi nya Spirited Away.
2.10
1 (21:10): Rencana aspect ratio futuristik untuk televisi dan bioskop.

2.20
1 (11:5, 22:10): 70 mm standar. Awalnya dikembangkan untuk Todd-AO pada tahun 1950. Jika dikompresi dalam
MPEG-2 rasionya adalah 2.21:1, tapi hampir tidak digunakan.

2.35
1: 35 mm "Anamorphic "sebelum tahun 1970, digunakan oleh CinemaScope dan Panavision. "Anamorphic"
berangsur-angsur berubah menjadi 2,39, tetapi sering disebut sebagai 2,35 pula, karena konvensi lama.
(Perhatikan anamorphic yang mengacu pada kompresi gambar pada film untuk memaksimalkan area sedikit
lebih tinggi dari standar 4-PERF Academy aperture) Semua film India Bollywood yang dirilis setelah 1972
disyuting dalam standar ini

2.37
1 (64:27 = 43:33): Pada 2010, muncul TV yang memperkenalkan "21:09 cinema display". Sesungguhnya ini rasio
yang tidak diakui oleh standar penyimpanan dan transmisi.

2.39
1 (~ 12:5): 35 mm Merupakan ukuran Anamorphic dari tahun 1970 dan seterusnya. Seringkali disebut sebagai
format Panavision atau Lingkup '. Ditetapkan sebagai 2.40:1 untuk Blu-ray film (1920 × 800 resolusi).

2.55
1 (~ 23:9): merupakan aspek rasio Asli CinemaScope sebelum pita yang merekam suara ditambahkan ke dalam
film pada tahun 1954. Ini juga aspect ratio dari CinemaScope 55.

2.59
1 (~ 13:5): Cinerama pada ketinggian penuh (tiga kamera menangkap gambar menggunakan film 35 mm
kemudian diproyeksikan secara bersamaan ke dalam satu gambar layar lebar yang komposit).

2.66
1 (8:3, 24:9): frame output dari Super 16 mm. Secara efektif, gambar yang dari rasio 24:9 tter-convert ke aspek
rasio asli 15:09 dari 16 mm super negatif.

2.76
1 (~ 11:4): Ultra Panavision 70 (65 mm dengan 1,25 × squeeze anamorphic). Digunakan hanya pada beberapa
film antara tahun 1962 dan 1966, seperti Battle of the Bulge (1965).

2.93
1: MGM Kamera 65, Digunakan hanya pada awal film Ultra Panavision, terutama Ben-Hur (1959) 

4.00
1: jarang sekali digunakan, Polyvision, tiga 35 mm 1.33:1 gambar diproyeksikan berdampingan. Pertama kali
digunakan pada tahun 1927 di Napoléon Abel Gance itu.

12.00
1: Circle-Vision 360 ° dikembangkan oleh Walt Disney Company pada tahun 1955 untuk digunakan dalam
Disneyland. Menggunakan sembilan 04:03 proyektor 35mm untuk menampilkan gambar yang benar-benar
mengelilingi penonton. 
images from; https://adferoafferro.wordpress.com/tag/film-aspect-ratio/

Pada dasarnya tidak semua aspct ratio perlu kita pelajari secara mendalam, cukup untuk diketahui saja. Lebih
penting adalah mengetahui sistem dan cara kerjanya, bagaimana hal-hal teknis ini mempengaruhi kita dalam
membuat film. Hal ini karena masih banyak bentuk teknis lain yang kudu dimiliki seorang sinematografer
dalam menentukan format output video apa yang hendak dibuat seperti fps, data rate, video format, yang sama
pentingnya untuk membuat hasil gambar dan suara yang kita rekam dan sunting hingga siar menjadi
maksimal. (yes)

Berbagi

1 komentar:

Budi Intang Firmansyah 6 Juli 2015 02.35


Terimakasih, blog ini memberikan informa
si bagi film maker amatir hehe
Balas

Masukkan komentar Anda...

Beri komentar sebagai: Rami Alayubiyyu (Google) Logout

Publikasikan Pratinjau Beri tahu saya

Mari bertukar pikiran...

‹ Beranda ›
Lihat versi web

Diberdayakan oleh Blogger.

You might also like