You are on page 1of 23

1.

Pembahasan
2.1 Definisi Turbin Angin
Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga
listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani
dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll. Turbin angin terdahulu banyak
dibangun di Denmark, Belanda dan negara-negara Eropa lainnya dan lebih dikenal dengan
Windmill. Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik
masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi dan menggunakan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Saat ini pembangunan turbin angin masih belum
dapat menyaingi pembangkit listrik konvensional (Contoh: PLTD, PLTU, dll), namun turbin
masih lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan
dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak dapat diperbaharui (Contoh:
batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan listrik (id.wikipedia.org).
Dalam konteks produksi listrik, turbin angin ini juga dikenal sebagai generator angin.
Sebuah turbin angin terdiri dari rotor, baling-baling yang melekat pada rotor, generator dan
struktur menara. Rotor adalah elemen dari turbin angin yang mengumpulkan energi dari
angin. Baling-baling dari turbin angin melekat pada pusat rotor. Baling-baling ini diputar oleh
aliran angin dengan menggunaan desain aerodinamis yang rumit. Tingkat putaran baling-
baling tergantung pada kecepatan angin dan bentuk baling-balinganya. Agar menghasilkan
listrik diperlukan generator, yang mengubah energi kinetik menjadi listrik. Dalam turbin
angin komersial terdapat gearbox yang ditempatkan di antara rotor dan generator, untuk
mengubah kecepatan putaran rendah baling-baling ke rotasi kecepatan tinggi yang diperlukan
untuk memproduksi listrik. Kecepatan rotasi turbin angin biasanya antara 40-400 rpm (rotasi
per menit) sedangkan untuk menghasilkan listrik kita membutuhkan 1200-1800 rpm.
Turbin angin dipasang di atas struktur menara tinggi (biasanya di atas 80 meter) untuk
dapat beroperasi pada ketinggian yang diperlukan. Turbin angin memanfaatkan aliran angin
pada ketinggian yang lebih tinggi karena kecepatannya yang lebih tinggi dan lebih konstan
(karena pengaruh penurunan drag). Listrik dihasilkan ketika baling-baling pada turbin angin
diputar oleh aliran angin, yang membuat rotor berputar. Rotor mentransfer kekuatan ke
generator (melalui gearbox) yang pada gilirannya mentransmisikan daya yang telah
dikonversi ke sebuah transformator dan akhirnya ke jaringan grid. Sebuah turbin angin
komersial dapat menghasilkan daya listrik berkisar antara 1,5-7 MW, tergantung pada
ukuran, desain, dan aliran angin di lokasinya dipasang.
Turbin angin biasa didirikan di darat (dikenal sebagai turbin angin darat) maupun di
laut (turbin angin lepas pantai). Turbin angin darat memiliki kelebihan yakni biaya instalasi
yang murah dibandingkan turbin angina lepas pantai. Namun, turbin angin lepas pantai
memiliki keuntungan dari segi hembusan angin yang lebih konstan, karena banyak ditemukan
di laut. Selain itu, juga memungkinkan untuk dipasang dengan kapasitas yang lebih besar.
Pada skala produksi yang besar, turbin angin listrik diinstal dalam bentuk ladang
angin. Ladang angin besarnya dapat mencapai beberapa mil persegi dan terdiri dari beberapa
ratus turbin angin. Ladang angin yang terletak di darat disebut ladang angin darat dan ladang
angin yang diletakkan di laut disebut ladang angin lepas pantai. Lokasi turbin angin yang
terbaik adalah yang memiliki hembusan konstan, kecepatan angin yang non-turbulen minimal
10m/h (16km/h), dan terletak di dekat sebuah sistem transmisi.
Sebelum membangun ladang angin, biasanya dilakukan pemamtauan angina kurang
lebih selama satu tahun. Pengukuran dilakukan pada tempat dan ketinggian yang berbeda.
Data yang dikumpulkan akan menentukan desain, ketinggian, lokasi turbin angin di ladang
angin, dan jarak antar turbin angin. Sebuah gardu juga diperlukan di lokasi tersebut, tempat
semua listrik yang dihasilkan dari turbin angin individu (tegangan menengah) dikumpulkan
dan ditransmisikan dalam sistem transmisi lokal (ditransformasikan ke tegangan tinggi)
(www.indoenergi.com).

2.3 Klasifikasi Turbin Angin


Berdasarkan sumbu putaran rotor, turbin angin dapat digolongkan menjadi dua
klasifikasi utama yaitu vertical axis wind turbine (VAWT) dan horizontal axis wind turbine
(HAWT). Sedangkan apabila dilihat dari fungsi aerodinamisnya, maka rotor turbin dibagi
menjadi dua tipe. Pertama adalah tipe drag yang mana memanfaatkan gaya hambat sebagai
penggerak rotor. Kedua adalah tipe lift yang memanfaatkan gaya angkat sebagai gaya
penggerak rotor. Gaya ini terjadi akibat angin yang melewati profil rotor (Dewi, 2010:25).
Turbin tipe HAWT memiliki sirip pengarah pada bagian belakang yang berguna
untuk mengarahkan rotor agar senantiasa tegak lurus dengan arah angin. Berbeda dengan
konstruksi HAWT, VAWT didesain agar tidak terpengaruh arah angin, dalam artian VAWT
mampu untuk menangkap angin dari arah manapun. Selain itu, tipe VAWT ini juga dikenal
memiliki tingkat kebisingan rendah serta memiliki keunggulan dalam hal perawatan karena
generator dapat diletakkan di bagian bawah. Akan tetapi, untuk skala besar, konstruksi poros
VAWT ini sangat sulit dibuat karena harus mampu menahan beban yang besar hanya dengan
satu poros vertikal saja.
Secara teori turbin angin poros vertikal (VAWT) memiliki effisiensi yang sama
dengan turbin angin poros horizontal (HAWT) jika turbin-turbin tersebut bekerja pada
kecepatan angin yang konstan. Namun, pada prakteknya turbin yang masuk dalam kategori
VAWT seringkali memiliki effisiensi yang lebih rendah dari turbin-turbin tipe HAWT. Hal
ini dikarenakan adanya variasi kecepatan angin yang meningkat seiring dengan naiknya
ketinggian. Namun, turbin jenis VAWT ini akan lebih menunjukkan keunggulan jika dibuat
dalam skala kecil karena variasi angin terhadap ketinggian kecil.
a. HAWT (horizontal axis wind turbine)
HAWT atau dalam bahasa Indonesia adalah turbin angin sumbu horizontal. Merupakan
turbin angin yang memiliki poros rotor utama dan generator listrik di puncak menara.
Turbin berukuran kecil diarahkan oleh sebuah baling-baling angin (baling-baling cuaca)
yang sederhana, sedangkan turbin berukuran besar pada umumnya menggunakan
sebuah sensor angin yang digandengkan ke sebuah servo motor. Sebagian besar
memiliki sebuah gearbox yang mengubah perputaran kincir yang pelan menjadi lebih
cepat berputar. Karena sebuah menara menghasilkan turbulensi di belakangnya, turbin
biasanya diarahkan melawan arah anginnya menara. Bilah-bilah turbin dibuat kaku agar
mereka tidak terdorong menuju menara oleh angin berkecepatan tinggi. Sebagai
tambahan, bilah-bilah itu diletakkan di depan menara pada jarak tertentu dan sedikit
dimiringkan. Dikarena turbulensi menyebabkan kerusakan struktur menara, dan
realibilitas begitu penting, sebagian besar TASH merupakan mesin upwind (melawan
arah angin). Meski memiliki permasalahan turbulensi, mesin downwind (menurut
jurusan angin) dibuat karena tidak memerlukan mekanisme tambahan agar mereka tetap
sejalan dengan angin, dan karena di saat angin berhembus sangat kencang, bilah-
bilahnya bisa ditekuk sehingga mengurangi wilayah tiupan mereka dan dengan
demikian juga mengurangi resintensi angin dari bilah-bilah itu. Berdasarkan prinsip
aerodinamis, rotor turbin angin TASH terjadi karena adanya gaya angkat (lift) dan gaya
drag. Namun, gaya lift jauh lebih besar daripada gaya drag, sehingga turbin ini pun
disebut turbin tipe lift (
epirintis.undip.ac.id). Dilihat dari jumlah sudu, turbin angin sumbu horizontal terbagi
menjadi [4]:

 Turbin angin satu sudu (single blade)


 Turbin angin dua sudu (double blade)
 Turbin angin tiga sudu (three blade)
 Turbin angin banyak sudu (multi blade)

Up Wind Down Wind

Sedangkan bila ditinjau dari segi kelebihan dan kekurangannya, berikut akan dijelaskan.
 Kelebihan. Dasar menara yang tinggi membolehkan akses ke angin yang lebih kuat
di tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah
angin antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfer bumi. Di
sejumlah lokasi geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin
meningkat sebesar 20%.
 Kekurangan. Menara yang tinggi serta bilah yang panjangnya bisa mencapai 90
meter sulit diangkut, TASH yang tinggi sulit dipasang, membutuhkan derek yang
yang sangat tinggi dan mahal serta para operator yang tampil, konstruksi menara
yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah yang berat, gearbox, dan
generator, TASH yang tinggi bisa memengaruhi radar airport, ukurannya yang
tinggi merintangi jangkauan pandangan dan mengganggu penampilan lansekap,
berbagai varian downwind menderita kerusakan struktur yang disebabkan oleh
turbulensi, TASH membutuhkan mekanisme kontrol yaw tambahan untuk
membelokkan kincir ke arah angin.

b. VAWT (vertical axis wind turbine)


VAWT atau turbin angin sumbu vertikal memiliki memiliki poros/sumbu rotor utama
yang disusun tegak lurus. Kelebihan utama susunan ini adalah turbin tidak harus
diarahkan ke angin agar menjadi efektif. Kelebihan ini sangat berguna di tempat-tempat
yang arah anginnya sangat bervariasi. VAWT mampu mendayagunakan angin dari
berbagai arah. Dengan sumbu yang vertikal, generator serta gearbox bisa ditempatkan
di dekat tanah, jadi menara tidak perlu menyokongnya dan lebih mudah diakses untuk
keperluan perawatan. Tapi ini menyebabkan sejumlah desain menghasilkan tenaga
putaran yang berdenyut. Drag (gaya yang menahan pergerakan sebuah benda padat
melalui fluida (zat cair atau gas) bisa saja tercipta saat kincir berputar. Karena sulit
dipasang di atas menara, turbin sumbu tegak sering dipasang lebih dekat ke dasar
tempat ia diletakkan, seperti tanah atau puncak atap sebuah bangunan. Kecepatan angin
lebih pelan pada ketinggian yang rendah, sehingga yang tersedia adalah energi angin
yang sedikit. Aliran udara di dekat tanah dan obyek yang lain mampu menciptakan
aliran yang bergolak, yang bisa menyebabkan berbagai permasalahan yang berkaitan
dengan getaran, diantaranya kebisingan dan bearing wear yang akan meningkatkan
biaya pemeliharaan atau mempersingkat umur turbin angin. Jika tinggi puncak atap
yang dipasangi menara turbin kira-kira 50% dari tinggi bangunan, ini merupakan titik
optimal bagi energi angin yang maksimal dan turbulensi angin yang minimal. Mengenai
rotor turbin, ia bergerak tanpa dipengaruhi arah datangnya angina sehingga TASV tidak
membutuhkan mekanisme pengatur arah seperti ekor pada TASH. Berdasarkan tiper
rotor, TASV dibagi atas tiga jenis yakni savonius, darrieus, dan H rotor. Ketiga tipe
tersebut jika dikelompokkan kembali berdasarkan prinsip aerodinamisnya maka
savonius memanfaatkan gaya drag sedangkan darrieus dan H rotor memanfaatkan gaya
lift (Dewi, 2010:26)
 Savonius Rotor
Rotor savonius dikembangkan pertama kali oleh J. Savonius pada tahun 1920 an.
Konsep awalnya dikembangkan oleh Flettner. Bentuk rotor savonius dibuat dari
sebuah silinder yang dipotong pada sumbu bidang sentral menjadi dua bagian dan
bagian tersebut disusun menyilang menyerupai huruf S. (epirintis.undip.ac.id).

Desain Rotor Savonius


Turbin jenis ini secara umumnya bergerak lebih perlahan dibandingkan jenis turbin
angin sumbu horizontal, tetapi menghasilkan torsi yang besar.

Rotor Savonius dengan Dua Sudut


Perhatikan gambar di atas, rotor tersebut memungkinkan aliran fluida mengalir
tegak lurus terhadap bidang sudu bagian cembung dan bagian cekung. Koefisien
drag untuk aliran tegak lurus dengan bidang cembung sebesar 1.2, sementara
koefisien drag untuk sisi cekung hampir sebesar dua kalinya yaitu 2.1.
Dikarenakan gaya drag yang dihasilkan pada bagian cekung lebih besar, hal ini
akan mempengaruhi torsi putaran Savonius. Rotor yang bekerja dibawah pengaruh
gaya drag umumnya mempunyai torsi awal yang besar tetapi memiliki efisiensi
yang lebih kecil bila dibandingkan dengan rotor yang bekerja dengan gaya lift.
Karena keuntungan inilah banyak orang memanfaatkan sebagai penggerak awal
dari turbin poros vertikal tipe lift seperti yang dilakukan oleh R.gupta, R.Das dan
K.K. Sharma dalam penelitiannya menggabungkan turbin Savonius-Darius. Selain
itu perkembangan lainnya juga terlihat pada variasi sudu savonius yang berbentuk
U dan L (Dewi, 2012:27). Pada desain savonius U aliran kedua sisi bilah sama
besar, sementara pada desai L aliran udara pada sisi bilah yang lurus lebih besar
dibandingkan pada sisi bilah lengkung seperempat lingkaran.

 Darrieus Rotor
Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin eggbeater. Turbin
angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun 1931.
Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip
aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam
mengekstrak energi angin. Turbin Darrieus memiliki torsi rotor yang rendah tetapi
putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih
diutamakan untuk menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan
energi awal untuk mulai berputar. Oleh karena itu, pada aplikasinya dibutuhkan
perangkat bantuan, biasanya digunakan motor listrik atau gabungan dengan turbin
angin savonius pada poros utama. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya
memiliki variasi sudu yaitu dua atau tiga sudu. Selain itu rotor turbin angin ini
mengaplikasikan blade dengan bentuk dasar aerofil NACA. (repository.usu.ac.id,
2011). Oleh karena itu, prinsip kerja pada darrieus dapat dijelaskan dan
disederhanakan sebagai berikut. Pertama, asumsikan arah angin datang dari depan
rotor baling-baling. Ketika pergerakan rotor lebih cepat menyamai dengan
kecepatan angin yang tak terganggu yaitu ratio kecepatan blade dengan kecepatan
angin bebas, tsr > 3. Gambar 4 menunjukan garis vektor percepatan dari bentuk
airfoil baling-baling pada posisi angular yang berbeda-beda.

Dengan:

o Panah biru – kecepatan angin relatif.


o Panah merah – kecepatan relatif ke baling-baling.
o Panah hitam – resultan kecepatan udara relatif ke baling-baling.
o Panah hijau – gaya angkat (lift force).
o Panah abu-abu – gaya seret (drag force).
Dengan nilai tsr yang tinggi, baling-baling akan ”memotong” melalui angin dengan
sudut serang (angle of attack) yang kecil. Resultan gaya angkat (lift) akan
membantu perputaran baling-baling, sedangkan gaya seret (drag) akan melawan
perputaran dari baling-baling itu. Ketika gaya angkat nol pada sisi kiri (0˚) dan sisi
kanan (180˚) dengan baling-baling simetris bergerak pararel menuju arah angin,
torsi berubah menjadi negatif disekitar posisi ini. Mendekati posisi depan (90˚) dan
posisi dibelakang (270˚), komponen dari gaya 15 angkat (lift) lebih besar
dibandingkan gaya seret (drag) sehingga menghasilkan torsi. Torsi total per satu
putaran akan bernilai positif jika baling-baling diposisikan pada tempat yang tepat
sehingga rotor akan berputar pada arah yang benar (Suseno. 2011).
 H-rotor
Tipe H- rotor merupakan variasi dari tipe darrieus. Keduanya sama-sama
menggunkan prinsip gaya angkat untuk menggerakkan sudu. Tipe ini jauh lebih
simpel, billa tipe darrieus menggunakan bilah yang ditekuk, maka tipe H
menggunkan bilah lurus. Bilah ini dihubungkan ke poros menggunakan batang atau
lengan, kemudian poros langsung dihubungkan dengan generator.
Sedangkan bila ditinjau dari segi kelebihan dan kekurangannya, berikut akan dijelaskan.
 Kelebihan. Tidak membutuhkan struktur menara yang besar, karena bilah-bilah
rotornya vertikal, tidak dibutuhkan mekanisme yaw, perawatan lebih mudah karena
letaknya lebih dekat dengan tanah, memiliki sudut airfoil yang lebih tinggi
memberikan keaerodinamisan yang tinggi sembari mengurangi drag pada tekanan
yang rendah dan tinggi, desain TASV berbilah lurus dengan potongan melintang
berbentuk kotak atau empat persegi panjang memiliki wilayah tiupan yang lebih
besar, biasanya memiliki tip speed ratio (perbandingan antara kecepatan putaran
dari ujung sebuah bilah dengan laju sebenarnya angin) yang lebih rendah sehingga
lebih kecil kemungkinannya rusak di saat angin berhembus sangat kencang, tidak
harus diubah posisinya jika arah angin berubah,
 Kekurangan. Kebanyakan TASV memproduksi energi hanya 50% dari efisiensi
TASH karena drag tambahan yang dimilikinya saat kincir berputar, TASV tidak
mengambil keuntungan dari angin yang melaju lebih kencang di elevasi yang lebih
tinggi, memiliki torsi awal yang rendah, Sebuah TASV yang menggunakan kabel
untuk menyanggahnya memberi tekanan pada bantalan dasar karena semua berat
rotor dibebankan pada bantalan. Kabel yang dikaitkan ke puncak bantalan
meningkatkan daya dorong ke bawah saat angin bertiup.

2.4 Prinsip Kerja dan Konstruksi Turbin Angin


Sistem pembangkit listrik tenaga angin ini merupakan pembangkit listrik yang
menggunakan turbin angin (wind turbine) sebagai peralatan utamanya. Dalam skala utility
memiliki berbagai ukuran, dari 100 kilowatt sampa dengan beberapa megawatt.Turbin besar
dikelompokkan bersama-sama ke arah angin, yang memberikan kekuatan massal ke jaringan
listrik. turbin kecil tunggal, di bawah 100 kilowatt dan digunakan pada rumah,
telekomunikasi, atau pemompaan air. Turbin kecil kadang-kadang digunakan dalam
kaitannya dengan generator diesel, baterai dan sistem fotovoltaik. Sistem ini disebut sistem
angin hibrid dan sering digunakan di lokasi terpencil di luar jaringan, di mana tidak tersedia
koneksi ke jaringan utilitas.
Adapun prinsip dasar kerja dari pemanfaatan energi angin ini adalah mengubah energi
dari angin menjadi energi putar pada kincir angin, lalu kincir angin digunakan untuk memutar
generator yang akhirnya akan menghasilkan listrik. Sebenernya prosesnya tidak semudah itu,
karena terdapat berbagai macam sub-sisterm (konstruksi/bagian-bagian utama) yang dapat
meningkatkan safety dan efesiensi dari turbin angin itu sendiri. Menurut whypgen-bppt.com
(2013) bagian-bagian tersebut terdiri dari:
a. Blade (Baling-baling/sudu)
Rotor turbin angin terdiri atas baling-baling berfungsi untuk menerima energi kinetik dari
angin dan merubanya menjadi energi mekanik putar pada poros penggerak. Pada setiap
turbin memiliki jumlah sudu yang bermacam-macam. Ada yang berjumlah satu, dua, tiga,
bahkan lebih dari itu.
b. Rotor Hub
Merupakan bagian dari rotor yang berfungsi untuk menghubungkan sudu atau baling-
baling dengan poros utama.
c. Pitch (Kontrol Pitch Sudu)
Bagian yang dapat dikatakan sebagi pengontrol kecepatan rotor dan menjaga rotor
berputar dalam angin baik angin yang terlalu tinggi ataupun rendah. Lebih tepatnya
mengatur posisi sudut serang pada sudu turbin angin ketika angina bertiup pada turbin
tersebut.
d. Brake
Fungsi utama brake adalah menjaga putara poros setelah gearbox agar bekerja pada titik
aman saat terdapat angin yang besar. Alat ini perlu dipasanga karena sebuah generator
memiliki titik kerja aman dalam operasinya. Generator juga akan menghasilkan energy
listrik maksimal pada saat bekerja di titik kerja yang telah ditentukan. Namun, jika angin
berhembus kencang dan diluar dugaan, maka hal tersebut akan membuat poros berputar
kencang. Apabila hal tersebut tidak diatasi maka akan merusak generator. Dampak dari
kerusakan tersebut adalah, overheat, rotor breakdown, kawat pada generator putus
(Romadoni, 2013)
e. Low speed shaft
Merupakan poros rotor yang berfungsi memindahkan daya dari rotor ke generator.
Pemindahan daya dapat secara langsung ataupun melalui mekanisme transmisi gearbox.
Selain itu juga berfungsi mengubah poros rotor kecepatan rendah sekitar 30-60 rpm.
f. Gear Box
Gear menghubungkan antara poros berkecapatan tinggi dengan poros berkecepatan
rendah. Hal ini dikarenkan rotor hanya mampu bergerak dengan kecepatan rendah
sedangkan generator membutuhkan kecepatan yang tinggi untuk menghasilkan listrik.
Seperti yang diketahui sebelumnya rotor berkecepatan rendah hanya berputar sekita 30-60
rpm, sedangkan kebutuhan putaran pada generator adalah 1000-1800 rpm.
g. Generator
Komponen utama dan terpenting dalam turbin angin. Hal ini dikarenkan fungsinya
sebagai pengubah energi mekanik hasil putaran poros menjadi energi listrik. Alat ini
bekerja pada induksi elektromagnetik untuk menghasilkan tegangan listrik atau arus
listrik. Generator yang sederhana biasa teridiri atas konduktor dan magnet. Konduktor
tersebut biasanya terlilit kawat melingkar. Dalam poros generator terhubung pada
sekumpulan magnet permanen yang dikelilingi oleh magnet dan salah satu bagiannya
berputar relative terhadap yang lain dan menginduksi konduktor.
h. Controller
Alat pengontrol seluruh kinerja turbin. Alat ini mengontrol turbin dimulai dari angina
dengan kecepatan 8-16 mph dan menutup mesin pada keceptan angina sekitar 55 mph.
alasan penutupan mesin tersebut karena dengan kecepatan yang melebih 55 mph dapat
merusak turbin angin.
i. Anemometer
Bagian yang digunakan untuk mendeteksi dan mengukur kecepatan angina, sebagai
inputan kepada system control untuk mengendalikan opersional pada kondisi optimum.

j. Wind Vane (Wind Direction Sensor)


Merupakan alat yang digunakan untuk mendeteksi peruabahan arah angin. Biasanya juga
terhubung dengan yaw drive untuk menggerakkan turbin sesuai dengan kondisi arah
angin yang telah terdeteksi.
k. Nacelle
Bagian yang berbentuk kotak besar yang duduk di menara turbin angina. Berfungsi
sebagai rumah tempat seluruh komponen turbin angin seperti generator, gear box,
controller, kabel, yaw drive, poros, dll.
l. High speed shaft
Poros rortor putaran tinggi yang berfungsi untuk memindahkan daya dari gear box ke
generator.
m. Yaw drive
Rotor sistem geleng berfungsi untuk menempatkan komponen turbin angin yang berada
di atas menara menghadap optimal terhadap arah angin mengkuti perubahan arah angin.
n. Yaw motor
Fungsi utamanya hanya sebagai penggerak yaw drive.
o. Tower
Menara berfungsi sebagai tiang penyangga yang fungsinya untuk menopang rotor, nasel,
dan semua komponen turbin angin. Menara dapat bertipekan latis atau pipa turbular, baik
yang dibantu penopang tali pancang atau yang berdiri sendiri.
Menurut Romadoni (2013) terdapat komponen lain yakni penyimpan energi. Alat ini
digunakan untuk menyimpan energi sebagai back up energi listrik. Hal ini dikarenakan
keterbatasan atas ketersediaan energi angin (tidak sepanjang hari angin akan selalu tersedia).
Selain itu, juga dapat digunakan sebagi usaha preventif jika kebutuhan listrik masayarakat
meningkat. Sebab jika kecepatan angina sauatu daerah tersebut tiba-tiba menurun, maka back
up energi ini dapat digunakan sebagai pemasok energi listrik bagi masyarakat.
Selain itu, turbin angin juga memiliki rectifier-inverter. Rectifier berarti penyearah.
Hal ini dikarenakan fungsinya yaitu dapat menyearahkan gelombang AC yang dihasilkan
oleh generator menjadi gelombang DC. Sedangkan inverter berarti pembalik. Ketika dyaa
dari penyimpanan baterai atau aki menghasilkan gelombang DC, maka gelombang itu harus
diubah menjadi gelombang AC karena kebanyakan kebutuhan rumah tangga menggunakan
catu daya AC (id.wikipedia.org).
2.6 Teori Dasar Turbin Angin
a. Sistem Konversi Energi
Angin merupakan udara yang bergerak yang disebabkan oleh perbedaan tekanan.
Perbedaan tekanan tersebut dipengaruhi oleh sinar matahari. Hal ini menandakan bahwa
perbedaan tekanan diakibatkan oleh suhu. Menurut hukum termodinamika, suhu atau
temperatur berbanding terbalik dengan tekanan yang mana temperatur yang lebih tinggi akan
memiliki tekanan yang rendah dan sebaliknya. Berkaitan dengan pernyataan bahwa angin
adalah udara yang bergerak, maka hal ini menandakan bahwa angin menghasilkan energi
kinetik. Energi kinetik tersebut akan diubah menjadi energi mekanik oleh rotor pada turbin
untuk kemudian diubah lagi menjadi energi listrik oleh altenator (generator) (Putranto, dkk
2011: 24).
Energi kinetik pada suatu massa angin m yang bergerak dengan kecepatan v dapat
dirumuskan pada persamaan berikut:
1
𝐸𝑘 = 2 𝑚𝑣 2 (𝑁𝑚) (1.1)

Energi inilah yang nantinya akan ditangkap oleh turbin angin untuk memutar rotor.
Kemudian pada suatu luasan area rotor berupa penampang melintang A, dimana angin dengan
kecepat v mengalami pemindahan volume V untuk tiap satuan dapat dirumuskan melalui
persamaan berikut.
𝑉 = 𝑣𝐴 (𝑚3 /𝑠) (1.2)
Sedangkan pada massa angin yang didasarkan pada kerapatan angin dapat dirumuskan
sebagai berikut.
𝑚 = 𝜌𝑉 = 𝜌𝑣𝐴 (𝑘𝑔) (1.3)
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut didapatkan persamaan energi kinetik angin yang
berhembus dalam satuan waktu (daya angin).
1 1
𝑃𝑤 = 2 (𝜌𝐴𝑣)𝑣 2 = 2 𝜌𝐴𝑣 3 (𝑤𝑎𝑡𝑡) (1.4)

Namun, perlu diketahui bahwa turbin memiliki beberapa jenis dengan karakter yang
berbeda-beda, oleh karena itu faktor daya sebagai fungsi TSR untuk setiap jenis turbin juga
berbeda-beda. Menurut Dewi (2010:19) hal ini berhubungan dengan teori momentum
Elementer Betz. Albert Betz merupakan aerodinamikawan asal Jerman yang telah
memperkenalkan teori tentang turbin angina. Menurut Betz dalam buku karangannya yang
berjudul “Die Windmuhlen im Lichte neurer Forschung. Die Naturwissenschaft.” (1927), ia
berasumsi bahwa suatu turbin mampu memiliki sudu-sudu yang tak terhingga jumlahnya dan
tanpa hambatan. Selain itu, ia juga mengasumsikan bahwa aliran udara di depan dan di
belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar).
Menurut sistem konversi energi angin, energi mekanik turbin hanya dapat diperoleh
dari energi kinetik yang tersimpan dalam aliran angin. Hal menandakan bahwa tanpa adanya
perubahan aliran masssa udara, kecepatan angin di belakang turbin hasrus mengalami
penurunan. Kemudian pada saat yang bersamaan luas penampang yang dilewati angin
haruslah lebih besar, sesuai dengan persamaan kontinuitas. Perhatikan gambar berikut.

(Dewi, 2010:19)
Jika v1 adalah kecepatan angin di depan rotor, v adalah kecepatan angin melewati rotor, dan
v2 adalah kecepatan angin di belakang rotor, maka daya mekanik turbin diperoleh dari selisih
energi kinetik angin sebelum dan setelah melewati turbin. Berikut perubahan persamaan daya
mekanik turbin.
1 1
𝑃𝑇 = 2 𝜌𝐴1 𝑣1 3 − 2 𝜌𝐴2 𝑣2 3 (1.5)
1
𝑃𝑇 = 𝜌(𝐴1 𝑣1 3 − 𝐴2 𝑣2 3 )
2
Sedangkan persaman kontinuitas adalah sebagai berikut.
𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2 (1.6)
Sehingga,
1
𝑃𝑇 = 2 𝜌𝐴1 𝑣1 (𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) (1.7)
1
𝑃𝑇 = 2 𝑚(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) (1.8)

Berdasarkan persamaan di atas maka disimpulkan bahwa untuk mendapat daya


mekanik maksimum, 𝑣2 harus bernilai nol tetapi pada kenyataan hal itu tidaklah mungkin.
Sehingga untuk mendapatkan daya maksimum, maka diperlukan suatu nilai perbandingan
rasio antara 𝑣1 dan 𝑣2 . Rasio tersebut didapatkan dari sautu persamann yang menunjukkan
daya mekanik turbin. Gaya yang bekerja pada turbin menurut gambar sebelumnya adalah
𝐹𝑇 = 𝑚(𝑣1 − 𝑣2 ) (1.9)
Maka daya turbin adalah
𝑃𝑇 = 𝐹𝑇 𝑣 = 𝑚(𝑣1 − 𝑣2 )𝑣 (1.10)
Jika persamaan 1.8 dan 1.10 digabungkan, maka akan menjadi
1
𝑚(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) = 𝑚(𝑣1 − 𝑣2 )𝑣
2
1
𝑚(𝑣1 + 𝑣2 )(𝑣1 − 𝑣2 ) = 𝑚(𝑣1 − 𝑣2 )𝑣
2
1
𝑚(𝑣1 + 𝑣2 )(𝑣1 − 𝑣2 )
𝑣=2
𝑚(𝑣1 − 𝑣2 )
1
𝑣 = 2 (𝑣1 + 𝑣2 ) (1.11)

Persamaan tersebut menunjukkan bahwa aliran pada turbin sebanding dengan 𝑣1 dan 𝑣2 .
Sehingga persamaan aliran massa angin pun berubah menjadi:
1
𝑚 = 𝜌𝑣𝐴 = 2 𝜌𝐴 (𝑣1 + 𝑣2 ) (1.12)

Daya mekanik turbin menjadi:


1
𝑃𝑇 = 𝑚(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2
1 1
𝑃𝑇 = ( 𝜌𝐴 (𝑣1 + 𝑣2 ))(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )
2 2
1
𝑃𝑇 = 4 𝜌𝐴(𝑣1 2 − 𝑣2 2 )(𝑣1 + 𝑣2 ) (1.13)

Kemudian perbandingan daya turbin dan daya angin disebut sebagai factor daya (Cp), berikut
persamaannya.
1
𝑃𝑇 𝜌𝐴(𝑣1 2 −𝑣2 2 )(𝑣1 +𝑣2 )
4
𝐶𝑝 = 𝑃 = 1 (1.14)
𝑤 𝜌𝐴𝑣 3
2

𝑣1 1
Faktor daya dapat diperoleh maksimum jika = yang menghasilkan nilai sebesar
𝑣2 3

0,593. Meski asumsi ideal tetap dipertahankan dalam arti aliran dianggap tanpa gesekan dan
daya keluaran dihitung tanpa mempertimbangkan jenis turbin, maka daya maksimum yang
dapat diperoleh dari energi angin hanya sebatas 0,593 yang artinya kurang lebih hanya
sekitar 60% saja daya angin yang dapat dikonversi menjadi daya mekanik. Angka ini
kemudian dijadikan sebagai factor Betz. Selain digunakan pada mesin turbin angina, fator
Betz juga digunakan pada mesin carnot untuk mesin-mesin termodinamika.
Mengingat kembali bahwa pada pembahasan sebelumnya juga menyatakan bahwa
faktor daya merupakan fungsi dari TSR, maka sangat perlu juga membahas tentang TSR
tersebut. TSR atau Tip Speed Ratio adalah perbandingan kecepatan ujung rotor terhadap
kecepatan angin bebas (Putranto, dkk, 2011:25). Pada kecepatan angin nominal tertentu TSR
akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Turbin pada tipe lift akan memiliki TSR yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin tipe drag. Berikut dalah persamaan TSR
yang perlu diketahui.
𝜔𝑅
𝜆= (1.15)
𝑣𝑤

Dengan:
𝜆 = TSR
𝜔 = kecepatan sudut turbin (rad/s)
R = jari-jari turbin (m)
𝑣𝑤 = kecepatan angin (m/s)
Selain persamaan tersebut TSR juga dapat dihitung dengan persamaan berikut.
𝑏𝑙𝑎𝑑𝑒 𝑡𝑖𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑
𝜆= (1.16)
𝑣𝑤

Blade tip speed adalah kecepatan ujung blade, yang memiliki persamaan berikut.
𝑛.𝜋.𝐷
𝑏𝑙𝑎𝑑𝑒 𝑡𝑖𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑 = (1.17)
60

Dengan D adalah diameter turbin.


Faktor daya sebgai fungsi TSR pastilah memiliki perbedaan antara satu turbin dengan
lainnya. Hal ini karena begitu banyak macam turbin angin denga tipe dan karakteristik yang
berbeda. Berikut gambar garafik factor daya dan TSR.
Kurva/ Grafik hubungan TSR dan Cp

b. Gaya Aerodinamik pada Turbin


Sudu atau rotor pada turbin angin berfungsi untuk menghasilkan putaran akibat gaya
angin yang nantinya akan menggerakkan poros turbin dan poros generator. Akibat pergerakan
poros-poros tersebut maka energi angin akan dikonversikan menjadi energi listrik.
Permukaan sudu turbin diusahakan memiliki tingkat kekerasan yang cukup baik sehingga
gaya lift yang dihasilkan tinggi. Bagian pangkal sudu dicengkeram oleh hub dan diperkuat
dengan baut. Sedangkan untuk jari-jari sudu merupakan jarak dari sudu dari permukaan poros
rotor hingga ujung dari sudu.
Pada turbin angin, daya yang dihasilkan berasal dari distribusi tegangan geser pada
permukaan sudu yang dipresentas dengan adanya gaya tekan (drag) yang arahnya sejajar
dengan arah aliran fluida dan gaya angkat (lift) yang arahnya tegak lurus dengan arah aliran
fluida (repository.usu.ac.id, 2011:10). Kedua gaya tersebut membuat rotor berputar dan juga
memiliki beberapa fakto yang mempengaruhinya yakni seperti bentuk sudu, luas permukaan
bidang sentuh, sudut serang, serta kecepatan angin. Kedua gaya tersebut diperjelas dengan
rumus matematis sebagai berikut.
𝐹𝐷 = ∫ 𝑑𝐹𝑥 = ∫ 𝑝 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑑𝐴 + ∫ 𝜏𝑤 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑑𝐴
𝐹𝐿 = ∫ 𝑑𝐹𝑦 = ∫ 𝑝 𝑠𝑖𝑛𝜃𝑑𝐴 + ∫ 𝜏𝑤 𝑐𝑜𝑠𝜃𝑑𝐴 (1.18)
Dimana P merupakan tekanan yang terjadi pada permukaan sudu akibat gaya aliran udara dan
𝜃 merupakan sudut yang terbentuk dari arah aliran udara terhadap sumbu normal sudu.
Perhatikan penampang sudu berikut.

Penampang Sudu (repository.usu.ac.id)


Gaya tekan drag merupakan gaya yang berasal dari energi angin yang mendorong
lurus sudu searah dengan angin. Pada dasarnya gaya ini digunakan pada turbin jenis savonius,
sehingga sudu-sudunya dapat bergerak. Namun, gerakan sudu tersebut sangat rendah dan
sebenarnya pergerakannya pun melawan aran angin. Selain terdapat pula gaya lift yang
bekerja pada sudu airfoil dan mengarahkan sudu terangkat akibat gerakan angin. Pada jenis
turbin horizontal gaya yang bekerja adalah gaya lift dan gaya drag, meskipun gaya lift jauh
lebih besar daripada gaya drag. Perhatikan gambar fenomena drag dan lift berikut.

Fenomena drag dan lift (repository.usu.ac.id)


Pembahasan sebelumnya telah menyinggung persamaan untuk gaya tekan dan gaya
lift. Namun, untuk mempermudah perhitungannya maka digunakanlah metode numeric
Gerhart yang memperkenalkan koefisien gaya drag dan lift. Koefisien tersebut dilambangkan
dengan CL dan CD. Besar keduanya tegantung pada sudu yang digunakan dan sudut serang
(a). berikut persamaannya.
1
𝐹𝐷 = 2 𝐶𝐷 𝜌𝐴𝑈 2
1
𝐹𝐿 = 2 𝐶𝐿 𝜌𝐴𝑈 2 (1.19)

Dimana 𝜌 adalah massa jenis angin, A adalah luas penampang sudu, dan U adalah kecepatan
angin. Menurut Dewi (2010:28) kecepatan angin yang dimaksud adalah kecepatan efektir
dengan 𝑣𝑟 = 𝑣𝑤 − 𝑣.
Hubungan antara 𝐶𝐷 dan 𝐶𝐿 terhadap sudut serang (a) diukur dan ditentukan secara
eksperien dan sudah ada dalam sebuah katalog (repository.usu.ac.id, 2011:12)
Skematik gaya drag dan lift (repository.usu.ac.id)
Keterangan:
L : gaya lift (N)
D : gaya drag (N)
𝜔 : kecepatan sudut pada rotor (rad/s)
R : radius turbin (m)
a : sudut serang rotor
c : kecepatan absolute elemen rotor (reultan antar v’dan u’)
c = v’{( 𝜆+ cos𝜃)2 + (sin𝜃)2}1/2
v’ : kecepatan angina (m/s)
u’ : kecepatan tangensial elemen sudu (u’ = r 𝜔)
c. Mekanika Fluida
Angin merupakan salah satu jenis dari fluida selain air, oleh karena itu prinsip-prinsip
pada turbin angin pun juga memuat unsur mekanika fluida di dalamnya. Mekanika fluida
adalah salah satu cabang dari ilmu mekanika terapan yang berhubungan dengan tingkah laku
fluida baik yang bertipe statis maupun dinamis. Pada dasarnya fluida merupakan zat yang
mudah mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya. Namun, antara wujud cair
dan gas masih memiliki perbedaan walaupun keduanya merupakan fluida. Pertama gas
merupakan fluida yang kompresibel, sedangkan zat cair bersifat inkrompresibel. Kedua zat
cair mengisi volume tertentu, sedangkan gas dengan massa tertentu akan mengembang dan
mengisi seluruh bagian wadahnya (Dewi, 2010:29).
Pada pembahasan sistem konversi energi terutama pada pembahasan faktor daya yang
berhubungan dengan elementer Betz, Albert Betz mengasumsikan bahwa aliran udara di
depan dan di belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar). Aliran
laminar merupakan salah satu jenis aliran viscous. Pembahasan aliran tersebut masuk dalam
ranah fluida dinamik. Pada dasarnya aliran dibedakan atas dua jenis. Pertama adalah aliran
inviscid. Aliran inviscid diasumsikan nol walaupun sebenarnya fluida dengan viskositas nol
tidak akan pernah dijumpai. Kedua adalah aliran viscous. Aliran tersebut memiliki viskositas
yang ditandai dengan munculnya efek gesekan yang signifikan dan biasanya terjadi dekat
dengan permukaan yang padat. Sedangkan viskositas itu sendiri merupakan kemampuan
menahan suatu fluida terhadap deformasi, baik itu tegangan geser atau tegangan tarik.

Daerah aliran invicid dan viscous

(epirintis.undip.ac.id, 2011:3)

Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa aliran laminar adalah aliran viscous.
Sebenarnya terdapat jenis lain selain aliran laminar yakni aliran turbulen. Aliran laminar
merupakan aliran fluida yang pergerakannya membentuk lapisan-lapisan bergaris alir dan
tidak berpotongan satu sama lain. Kecepatan gerak aliran ini relatif rendah dan sejajar serta
memiliki batasan-batsan berisi aliran fluida. Laminar juga merupakan ciri dari fluida yang
alirannya berpindah dengan menggelinding ataupun terangkat. Pada laju aliran rendah, aliran
laminar tergambar seperti filamen panjang yang mengalir dan juga memiliki bilangan
Reynold lebih kecil dari 2300 (epirintis.undip.ac.id, 2011:5). Sedangkan aliran turbulen
merupaka aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak acak dan tidak stabil dengan
keceptan berfluktuasi yang saling interaksi.akibatnya garis alir antar partikel fluida
saling berpotongan. Besarnya gerakan turbulen bervariasi dari mikro hingga makro. Bilangan
Reynold yang dimilikinya lebih besar dari 4000.
Bilangan Reynold merupakan koefsisen yang menyatakan perbandingan gaya-gaya
inersia terhadapt gaya kekentalan atau viskos. Bialangi ini merupakan bilangan yang tidak
berdimensi. Kategori bilangan Reynold terdiri dari tiga hal yakni Re<2300 maka aliran
tersebut adalah laminar, Re antara 2300 hingga 400 merupakan aliran transisi, dan Re>4000
adalah aliran turbulen. Namun terdapat pula persamaan bilangan Re untuk pipa-pipa bundar
yang mengalir penuh yakni.
𝑣𝐷𝜌 𝑣𝐷
𝑅𝑒 = = (1.20)
𝜇 𝑣

Dimana,
Re : bilangan Reynold
v : kecepatan aliran (m/s)
D : diameter pipa (m)
𝜌 : massa jenis fluida (kg/m3)
𝜇 : kekentalan mutlak (Pa.s)
𝜇
v : 𝜌 kekentalan kinematic fluida (m2/s)

Namun, jika saluran tidak berbentuk pipa maka diameter pipa diganti dengan diameter
hidraulik (Dh)
4𝐴
𝐷ℎ = (1.21)
𝑃

Dimana,
A : luas potongan melintang aliran (m2)
P : perimeter (keliling lingkaran) (m)
d. Airfoil
Airfoil merupakan salah satu bentuk bodi aerodinamika sederhana yang berguna
untuk memberikan gaya angkat terhadap bodi lainnya dengan bantuan penyelesaian
matematis dan sangat memungkinkan untuk memprediksi berapa besarnya gaya angkat yang
dihasilkan oleh suatu bodi airfoil. Geometri aerofil sangat berpengaruh terhadap parameter
gaya lift yakni CL.
Perkembangan aerofil ini telah ada sejak zaman perang dunia ke II. Namun, aerofil
dengan hasil riset yang terkemuka hanya milik NACA (National Advisory Committee for
Aeronautics). Hal ini dikarenakan pengujian yang dilakukan NACA lebih sistematik dengan
membagi pengaruj efek kelengkungan dan distribusi ketebalan serta pengujian pada bilangan
Reynold yang lebih tinggi daripada lainnya. Semua pengujian tersebut dirngkum dalam
beberapa parameter yakni:
 Permukaan atas (upper surface)
 Permukaan bawah (lower surface)
 Mean camber line, tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan bawah
airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri.
 Leading edge, titik paling depan pada mean camber line, berbentuk lingkaran
dengan jari-jari mendekati 0,02 c
 Trailing edge, titik paling belakang mean camber line
 Camber, jarak maks antara mean camber line dan garis chord yang diukur tegak
lurus terhadap garis chord
 Thickness, jarak antara permukaan atas dan bawah yang diukur tegak lurus terhadap
garis chord (repository.usu.ac.id, 2011: 10)

You might also like