Professional Documents
Culture Documents
Tangin
Tangin
Pembahasan
2.1 Definisi Turbin Angin
Turbin angin adalah kincir angin yang digunakan untuk membangkitkan tenaga
listrik. Turbin angin ini pada awalnya dibuat untuk mengakomodasi kebutuhan para petani
dalam melakukan penggilingan padi, keperluan irigasi, dll. Turbin angin terdahulu banyak
dibangun di Denmark, Belanda dan negara-negara Eropa lainnya dan lebih dikenal dengan
Windmill. Kini turbin angin lebih banyak digunakan untuk mengakomodasi kebutuhan listrik
masyarakat, dengan menggunakan prinsip konversi energi dan menggunakan sumber daya
alam yang dapat diperbaharui yaitu angin. Saat ini pembangunan turbin angin masih belum
dapat menyaingi pembangkit listrik konvensional (Contoh: PLTD, PLTU, dll), namun turbin
masih lebih dikembangkan oleh para ilmuwan karena dalam waktu dekat manusia akan
dihadapkan dengan masalah kekurangan sumber daya alam tak dapat diperbaharui (Contoh:
batubara, minyak bumi) sebagai bahan dasar untuk membangkitkan listrik (id.wikipedia.org).
Dalam konteks produksi listrik, turbin angin ini juga dikenal sebagai generator angin.
Sebuah turbin angin terdiri dari rotor, baling-baling yang melekat pada rotor, generator dan
struktur menara. Rotor adalah elemen dari turbin angin yang mengumpulkan energi dari
angin. Baling-baling dari turbin angin melekat pada pusat rotor. Baling-baling ini diputar oleh
aliran angin dengan menggunaan desain aerodinamis yang rumit. Tingkat putaran baling-
baling tergantung pada kecepatan angin dan bentuk baling-balinganya. Agar menghasilkan
listrik diperlukan generator, yang mengubah energi kinetik menjadi listrik. Dalam turbin
angin komersial terdapat gearbox yang ditempatkan di antara rotor dan generator, untuk
mengubah kecepatan putaran rendah baling-baling ke rotasi kecepatan tinggi yang diperlukan
untuk memproduksi listrik. Kecepatan rotasi turbin angin biasanya antara 40-400 rpm (rotasi
per menit) sedangkan untuk menghasilkan listrik kita membutuhkan 1200-1800 rpm.
Turbin angin dipasang di atas struktur menara tinggi (biasanya di atas 80 meter) untuk
dapat beroperasi pada ketinggian yang diperlukan. Turbin angin memanfaatkan aliran angin
pada ketinggian yang lebih tinggi karena kecepatannya yang lebih tinggi dan lebih konstan
(karena pengaruh penurunan drag). Listrik dihasilkan ketika baling-baling pada turbin angin
diputar oleh aliran angin, yang membuat rotor berputar. Rotor mentransfer kekuatan ke
generator (melalui gearbox) yang pada gilirannya mentransmisikan daya yang telah
dikonversi ke sebuah transformator dan akhirnya ke jaringan grid. Sebuah turbin angin
komersial dapat menghasilkan daya listrik berkisar antara 1,5-7 MW, tergantung pada
ukuran, desain, dan aliran angin di lokasinya dipasang.
Turbin angin biasa didirikan di darat (dikenal sebagai turbin angin darat) maupun di
laut (turbin angin lepas pantai). Turbin angin darat memiliki kelebihan yakni biaya instalasi
yang murah dibandingkan turbin angina lepas pantai. Namun, turbin angin lepas pantai
memiliki keuntungan dari segi hembusan angin yang lebih konstan, karena banyak ditemukan
di laut. Selain itu, juga memungkinkan untuk dipasang dengan kapasitas yang lebih besar.
Pada skala produksi yang besar, turbin angin listrik diinstal dalam bentuk ladang
angin. Ladang angin besarnya dapat mencapai beberapa mil persegi dan terdiri dari beberapa
ratus turbin angin. Ladang angin yang terletak di darat disebut ladang angin darat dan ladang
angin yang diletakkan di laut disebut ladang angin lepas pantai. Lokasi turbin angin yang
terbaik adalah yang memiliki hembusan konstan, kecepatan angin yang non-turbulen minimal
10m/h (16km/h), dan terletak di dekat sebuah sistem transmisi.
Sebelum membangun ladang angin, biasanya dilakukan pemamtauan angina kurang
lebih selama satu tahun. Pengukuran dilakukan pada tempat dan ketinggian yang berbeda.
Data yang dikumpulkan akan menentukan desain, ketinggian, lokasi turbin angin di ladang
angin, dan jarak antar turbin angin. Sebuah gardu juga diperlukan di lokasi tersebut, tempat
semua listrik yang dihasilkan dari turbin angin individu (tegangan menengah) dikumpulkan
dan ditransmisikan dalam sistem transmisi lokal (ditransformasikan ke tegangan tinggi)
(www.indoenergi.com).
Sedangkan bila ditinjau dari segi kelebihan dan kekurangannya, berikut akan dijelaskan.
Kelebihan. Dasar menara yang tinggi membolehkan akses ke angin yang lebih kuat
di tempat-tempat yang memiliki geseran angin (perbedaan antara laju dan arah
angin antara dua titik yang jaraknya relatif dekat di dalam atmosfer bumi. Di
sejumlah lokasi geseran angin, setiap sepuluh meter ke atas, kecepatan angin
meningkat sebesar 20%.
Kekurangan. Menara yang tinggi serta bilah yang panjangnya bisa mencapai 90
meter sulit diangkut, TASH yang tinggi sulit dipasang, membutuhkan derek yang
yang sangat tinggi dan mahal serta para operator yang tampil, konstruksi menara
yang besar dibutuhkan untuk menyangga bilah-bilah yang berat, gearbox, dan
generator, TASH yang tinggi bisa memengaruhi radar airport, ukurannya yang
tinggi merintangi jangkauan pandangan dan mengganggu penampilan lansekap,
berbagai varian downwind menderita kerusakan struktur yang disebabkan oleh
turbulensi, TASH membutuhkan mekanisme kontrol yaw tambahan untuk
membelokkan kincir ke arah angin.
Darrieus Rotor
Turbin angin Darrieus pada umumnya dikenal sebagai turbin eggbeater. Turbin
angin Darrieus pertama kali ditemukan oleh Georges Darrieus pada tahun 1931.
Turbin angin Darrieus merupakan turbin angin yang menggunakan prinsip
aerodinamik dengan memanfaatkan gaya lift pada penampang sudu rotornya dalam
mengekstrak energi angin. Turbin Darrieus memiliki torsi rotor yang rendah tetapi
putarannya lebih tinggi dibanding dengan turbin angin Savonius sehingga lebih
diutamakan untuk menghasilkan energi listrik. Namun turbin ini membutuhkan
energi awal untuk mulai berputar. Oleh karena itu, pada aplikasinya dibutuhkan
perangkat bantuan, biasanya digunakan motor listrik atau gabungan dengan turbin
angin savonius pada poros utama. Rotor turbin angin Darrieus pada umumnya
memiliki variasi sudu yaitu dua atau tiga sudu. Selain itu rotor turbin angin ini
mengaplikasikan blade dengan bentuk dasar aerofil NACA. (repository.usu.ac.id,
2011). Oleh karena itu, prinsip kerja pada darrieus dapat dijelaskan dan
disederhanakan sebagai berikut. Pertama, asumsikan arah angin datang dari depan
rotor baling-baling. Ketika pergerakan rotor lebih cepat menyamai dengan
kecepatan angin yang tak terganggu yaitu ratio kecepatan blade dengan kecepatan
angin bebas, tsr > 3. Gambar 4 menunjukan garis vektor percepatan dari bentuk
airfoil baling-baling pada posisi angular yang berbeda-beda.
Dengan:
Energi inilah yang nantinya akan ditangkap oleh turbin angin untuk memutar rotor.
Kemudian pada suatu luasan area rotor berupa penampang melintang A, dimana angin dengan
kecepat v mengalami pemindahan volume V untuk tiap satuan dapat dirumuskan melalui
persamaan berikut.
𝑉 = 𝑣𝐴 (𝑚3 /𝑠) (1.2)
Sedangkan pada massa angin yang didasarkan pada kerapatan angin dapat dirumuskan
sebagai berikut.
𝑚 = 𝜌𝑉 = 𝜌𝑣𝐴 (𝑘𝑔) (1.3)
Berdasarkan persamaan-persamaan tersebut didapatkan persamaan energi kinetik angin yang
berhembus dalam satuan waktu (daya angin).
1 1
𝑃𝑤 = 2 (𝜌𝐴𝑣)𝑣 2 = 2 𝜌𝐴𝑣 3 (𝑤𝑎𝑡𝑡) (1.4)
Namun, perlu diketahui bahwa turbin memiliki beberapa jenis dengan karakter yang
berbeda-beda, oleh karena itu faktor daya sebagai fungsi TSR untuk setiap jenis turbin juga
berbeda-beda. Menurut Dewi (2010:19) hal ini berhubungan dengan teori momentum
Elementer Betz. Albert Betz merupakan aerodinamikawan asal Jerman yang telah
memperkenalkan teori tentang turbin angina. Menurut Betz dalam buku karangannya yang
berjudul “Die Windmuhlen im Lichte neurer Forschung. Die Naturwissenschaft.” (1927), ia
berasumsi bahwa suatu turbin mampu memiliki sudu-sudu yang tak terhingga jumlahnya dan
tanpa hambatan. Selain itu, ia juga mengasumsikan bahwa aliran udara di depan dan di
belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar).
Menurut sistem konversi energi angin, energi mekanik turbin hanya dapat diperoleh
dari energi kinetik yang tersimpan dalam aliran angin. Hal menandakan bahwa tanpa adanya
perubahan aliran masssa udara, kecepatan angin di belakang turbin hasrus mengalami
penurunan. Kemudian pada saat yang bersamaan luas penampang yang dilewati angin
haruslah lebih besar, sesuai dengan persamaan kontinuitas. Perhatikan gambar berikut.
(Dewi, 2010:19)
Jika v1 adalah kecepatan angin di depan rotor, v adalah kecepatan angin melewati rotor, dan
v2 adalah kecepatan angin di belakang rotor, maka daya mekanik turbin diperoleh dari selisih
energi kinetik angin sebelum dan setelah melewati turbin. Berikut perubahan persamaan daya
mekanik turbin.
1 1
𝑃𝑇 = 2 𝜌𝐴1 𝑣1 3 − 2 𝜌𝐴2 𝑣2 3 (1.5)
1
𝑃𝑇 = 𝜌(𝐴1 𝑣1 3 − 𝐴2 𝑣2 3 )
2
Sedangkan persaman kontinuitas adalah sebagai berikut.
𝐴1 𝑣1 = 𝐴2 𝑣2 (1.6)
Sehingga,
1
𝑃𝑇 = 2 𝜌𝐴1 𝑣1 (𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) (1.7)
1
𝑃𝑇 = 2 𝑚(𝑣1 2 − 𝑣2 2 ) (1.8)
Persamaan tersebut menunjukkan bahwa aliran pada turbin sebanding dengan 𝑣1 dan 𝑣2 .
Sehingga persamaan aliran massa angin pun berubah menjadi:
1
𝑚 = 𝜌𝑣𝐴 = 2 𝜌𝐴 (𝑣1 + 𝑣2 ) (1.12)
Kemudian perbandingan daya turbin dan daya angin disebut sebagai factor daya (Cp), berikut
persamaannya.
1
𝑃𝑇 𝜌𝐴(𝑣1 2 −𝑣2 2 )(𝑣1 +𝑣2 )
4
𝐶𝑝 = 𝑃 = 1 (1.14)
𝑤 𝜌𝐴𝑣 3
2
𝑣1 1
Faktor daya dapat diperoleh maksimum jika = yang menghasilkan nilai sebesar
𝑣2 3
0,593. Meski asumsi ideal tetap dipertahankan dalam arti aliran dianggap tanpa gesekan dan
daya keluaran dihitung tanpa mempertimbangkan jenis turbin, maka daya maksimum yang
dapat diperoleh dari energi angin hanya sebatas 0,593 yang artinya kurang lebih hanya
sekitar 60% saja daya angin yang dapat dikonversi menjadi daya mekanik. Angka ini
kemudian dijadikan sebagai factor Betz. Selain digunakan pada mesin turbin angina, fator
Betz juga digunakan pada mesin carnot untuk mesin-mesin termodinamika.
Mengingat kembali bahwa pada pembahasan sebelumnya juga menyatakan bahwa
faktor daya merupakan fungsi dari TSR, maka sangat perlu juga membahas tentang TSR
tersebut. TSR atau Tip Speed Ratio adalah perbandingan kecepatan ujung rotor terhadap
kecepatan angin bebas (Putranto, dkk, 2011:25). Pada kecepatan angin nominal tertentu TSR
akan berpengaruh pada kecepatan putar rotor. Turbin pada tipe lift akan memiliki TSR yang
relatif lebih besar dibandingkan dengan turbin angin tipe drag. Berikut dalah persamaan TSR
yang perlu diketahui.
𝜔𝑅
𝜆= (1.15)
𝑣𝑤
Dengan:
𝜆 = TSR
𝜔 = kecepatan sudut turbin (rad/s)
R = jari-jari turbin (m)
𝑣𝑤 = kecepatan angin (m/s)
Selain persamaan tersebut TSR juga dapat dihitung dengan persamaan berikut.
𝑏𝑙𝑎𝑑𝑒 𝑡𝑖𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑
𝜆= (1.16)
𝑣𝑤
Blade tip speed adalah kecepatan ujung blade, yang memiliki persamaan berikut.
𝑛.𝜋.𝐷
𝑏𝑙𝑎𝑑𝑒 𝑡𝑖𝑝 𝑠𝑝𝑒𝑒𝑑 = (1.17)
60
Dimana 𝜌 adalah massa jenis angin, A adalah luas penampang sudu, dan U adalah kecepatan
angin. Menurut Dewi (2010:28) kecepatan angin yang dimaksud adalah kecepatan efektir
dengan 𝑣𝑟 = 𝑣𝑤 − 𝑣.
Hubungan antara 𝐶𝐷 dan 𝐶𝐿 terhadap sudut serang (a) diukur dan ditentukan secara
eksperien dan sudah ada dalam sebuah katalog (repository.usu.ac.id, 2011:12)
Skematik gaya drag dan lift (repository.usu.ac.id)
Keterangan:
L : gaya lift (N)
D : gaya drag (N)
𝜔 : kecepatan sudut pada rotor (rad/s)
R : radius turbin (m)
a : sudut serang rotor
c : kecepatan absolute elemen rotor (reultan antar v’dan u’)
c = v’{( 𝜆+ cos𝜃)2 + (sin𝜃)2}1/2
v’ : kecepatan angina (m/s)
u’ : kecepatan tangensial elemen sudu (u’ = r 𝜔)
c. Mekanika Fluida
Angin merupakan salah satu jenis dari fluida selain air, oleh karena itu prinsip-prinsip
pada turbin angin pun juga memuat unsur mekanika fluida di dalamnya. Mekanika fluida
adalah salah satu cabang dari ilmu mekanika terapan yang berhubungan dengan tingkah laku
fluida baik yang bertipe statis maupun dinamis. Pada dasarnya fluida merupakan zat yang
mudah mengalir dan menyesuaikan diri dengan bentuk wadahnya. Namun, antara wujud cair
dan gas masih memiliki perbedaan walaupun keduanya merupakan fluida. Pertama gas
merupakan fluida yang kompresibel, sedangkan zat cair bersifat inkrompresibel. Kedua zat
cair mengisi volume tertentu, sedangkan gas dengan massa tertentu akan mengembang dan
mengisi seluruh bagian wadahnya (Dewi, 2010:29).
Pada pembahasan sistem konversi energi terutama pada pembahasan faktor daya yang
berhubungan dengan elementer Betz, Albert Betz mengasumsikan bahwa aliran udara di
depan dan di belakang rotor memiliki kecepatan yang seragam (aliran laminar). Aliran
laminar merupakan salah satu jenis aliran viscous. Pembahasan aliran tersebut masuk dalam
ranah fluida dinamik. Pada dasarnya aliran dibedakan atas dua jenis. Pertama adalah aliran
inviscid. Aliran inviscid diasumsikan nol walaupun sebenarnya fluida dengan viskositas nol
tidak akan pernah dijumpai. Kedua adalah aliran viscous. Aliran tersebut memiliki viskositas
yang ditandai dengan munculnya efek gesekan yang signifikan dan biasanya terjadi dekat
dengan permukaan yang padat. Sedangkan viskositas itu sendiri merupakan kemampuan
menahan suatu fluida terhadap deformasi, baik itu tegangan geser atau tegangan tarik.
(epirintis.undip.ac.id, 2011:3)
Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa aliran laminar adalah aliran viscous.
Sebenarnya terdapat jenis lain selain aliran laminar yakni aliran turbulen. Aliran laminar
merupakan aliran fluida yang pergerakannya membentuk lapisan-lapisan bergaris alir dan
tidak berpotongan satu sama lain. Kecepatan gerak aliran ini relatif rendah dan sejajar serta
memiliki batasan-batsan berisi aliran fluida. Laminar juga merupakan ciri dari fluida yang
alirannya berpindah dengan menggelinding ataupun terangkat. Pada laju aliran rendah, aliran
laminar tergambar seperti filamen panjang yang mengalir dan juga memiliki bilangan
Reynold lebih kecil dari 2300 (epirintis.undip.ac.id, 2011:5). Sedangkan aliran turbulen
merupaka aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak acak dan tidak stabil dengan
keceptan berfluktuasi yang saling interaksi.akibatnya garis alir antar partikel fluida
saling berpotongan. Besarnya gerakan turbulen bervariasi dari mikro hingga makro. Bilangan
Reynold yang dimilikinya lebih besar dari 4000.
Bilangan Reynold merupakan koefsisen yang menyatakan perbandingan gaya-gaya
inersia terhadapt gaya kekentalan atau viskos. Bialangi ini merupakan bilangan yang tidak
berdimensi. Kategori bilangan Reynold terdiri dari tiga hal yakni Re<2300 maka aliran
tersebut adalah laminar, Re antara 2300 hingga 400 merupakan aliran transisi, dan Re>4000
adalah aliran turbulen. Namun terdapat pula persamaan bilangan Re untuk pipa-pipa bundar
yang mengalir penuh yakni.
𝑣𝐷𝜌 𝑣𝐷
𝑅𝑒 = = (1.20)
𝜇 𝑣
Dimana,
Re : bilangan Reynold
v : kecepatan aliran (m/s)
D : diameter pipa (m)
𝜌 : massa jenis fluida (kg/m3)
𝜇 : kekentalan mutlak (Pa.s)
𝜇
v : 𝜌 kekentalan kinematic fluida (m2/s)
Namun, jika saluran tidak berbentuk pipa maka diameter pipa diganti dengan diameter
hidraulik (Dh)
4𝐴
𝐷ℎ = (1.21)
𝑃
Dimana,
A : luas potongan melintang aliran (m2)
P : perimeter (keliling lingkaran) (m)
d. Airfoil
Airfoil merupakan salah satu bentuk bodi aerodinamika sederhana yang berguna
untuk memberikan gaya angkat terhadap bodi lainnya dengan bantuan penyelesaian
matematis dan sangat memungkinkan untuk memprediksi berapa besarnya gaya angkat yang
dihasilkan oleh suatu bodi airfoil. Geometri aerofil sangat berpengaruh terhadap parameter
gaya lift yakni CL.
Perkembangan aerofil ini telah ada sejak zaman perang dunia ke II. Namun, aerofil
dengan hasil riset yang terkemuka hanya milik NACA (National Advisory Committee for
Aeronautics). Hal ini dikarenakan pengujian yang dilakukan NACA lebih sistematik dengan
membagi pengaruj efek kelengkungan dan distribusi ketebalan serta pengujian pada bilangan
Reynold yang lebih tinggi daripada lainnya. Semua pengujian tersebut dirngkum dalam
beberapa parameter yakni:
Permukaan atas (upper surface)
Permukaan bawah (lower surface)
Mean camber line, tempat kedudukan titik-titik antara permukaan atas dan bawah
airfoil yang diukur tegak lurus terhadap mean camber line itu sendiri.
Leading edge, titik paling depan pada mean camber line, berbentuk lingkaran
dengan jari-jari mendekati 0,02 c
Trailing edge, titik paling belakang mean camber line
Camber, jarak maks antara mean camber line dan garis chord yang diukur tegak
lurus terhadap garis chord
Thickness, jarak antara permukaan atas dan bawah yang diukur tegak lurus terhadap
garis chord (repository.usu.ac.id, 2011: 10)