You are on page 1of 10

1.

Latar Belakang

Kanker serviks atau kanker leher rahim atau disebut juga kanker mulut rahim merupakan
salah satu penyakit keganasan di bidang kebidanan dan penyakit kandungan yang masih
menempati posisi tertinggi sebagai penyakit kanker yang menyerang kaum perempuan. Kanker
serviks adalah kanker leher rahim / kanker mulut rahim yang di sebabkan oleh virus Human
Papiloma Virus (HPV). Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan
kanker. Penularan virus HPV yang dapat menyebabkan Kanker leher rahim ini dapat menular
melalui seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat
melalui kontak langsung dan karena hubungan seks. Gejala yang mungkin timbul (Umumnya
pada stadium lanjut) adalah perdarahan di luar masa haid, jumlah darah haid tidak normal,
perdarahan pada masa menopause (setelah berhenti haid), keputihan yang bercampur darah atau
nanah serta berbau, perdarahan sesudah senggama, rasa nyeri dan sakit di panggul, gangguan
buang air kecil sampai tidak bisa buang air kecil.
Berdasarkan hasil survey kesehatan oleh Word Health Organitation (WHO), dilaporkan
kejadian kanker serviks sebesar 500.000 kasus baru di Dunia. Kejadian kanker servik di
Indonesia, dilaporkan sebesar 20-24 kasus kanker serviks baru setiap harinya. Kejadian kanker
servik di Bali dilaporkan telah menyerang sebesar 553.000 wanita usia subur pada tahun 2010
atau 43/100.000 penduduk WUS. Berdasarkan AOGIN (2010) Angka ini mengalami
peningkatan sebesar 0,89% sejak tahun 2008.
Insidens kanker di Indonesia masih belum dapat diketahui secara pasti, karena belum ada
registrasi kanker berbasis populasi yang dilaksanakan. Berdasarkan data dari Badan Registrasi
Kanker Ikatan Dokter Ahli Patologi Indonesia (IAPI) tahun 1998 di 13 Rumah Sakit di Indonesia
kanker leher rahim menduduki peringkat pertama dari seluruh kasus kanker sebesar 17,2%
diikuti kanker payudara (12,2%).
Tetapi dari data Globocan 2002, IARC didapatkan estimasiinsidens kanker payudara di
Indonesia sebesar 26 per 100.000 perempuan, dan kanker leher rahim sebesar 16 per 100.000
perempuan. Sedangkan dari Sistim Informasi Rumah Sakit (SIRS) di Indonesia tahun 2007
diketahui bahwa kanker payudara menempati urutan pertama pasien rawat inap (16,85%) dan
pasien rawat jalan (21,69%). Kanker leher rahim urutan kedua pada pasien rawat inap (11,78%)
dan pasien rawat jalan (17,00%).
Selain kaitan antara HPV dan penyakit kanker, ada bukti yang terus berkembang bahwa
penderita HPV yang melakukan hubungan melalui anal dapat lebih berisiko tinggi karena lesi
anal pra kanker serta kanker sel pipih (squamous cell cancer). Berdasarkan penelitian pada pria
homoseksual, sekitar 60% yang tidak menderira HIV (negative) membawa virus HPV, sementara
hampir 95% yang menderita HIV positif HPV. Lebih lanjut, pria-pria tersebut terbukti membawa
jenis papilloma virus yang sama (misalnya jenis 16 dan 18) yang menyebabkan kanker leher
rahim. Akhirnya, perempuan dengan infeksi aktif dapat menyebarkan virus tersebut kepada bayi
yang dilahirkan (tranmisi vertical). Pada saat melahirkan yang dapat menyebabkan virus
papilloma pada bayi baru lahir dan kemungkinan terjadi laryngeal papilomatosis.
Saat ini, tidak ada pengobatan untuk infeksi HPV. Setelah terinfeksi, seseorang sangat
mungkin terinfeksi seumur hidupnya. Dalam banyak kasus, infeksi aktif dikendalikan oleh
system kekebalan tubuh dan menjadi tidak aktif selama beberapa waktu. Namun demikian, tidak
mungkin memprediksi apakah atau kapan virus tersebut akan aktif kembali. Sebuah penelitian
terkini yang diikuti oleh lebih dari 600 mahasiswi untuk menguji adanya HPV selama 6 bulan.
Setelah 3 tahun berlalu, infeksi HPV baru muncul pada lebih dari 40% perempuan tersebut.
Sebagian besar infeksi berlangsung sekitar 8 bulan kemudian tidak aktif. Tetapi setelah 2 tahun,
sekitar 10% perempuan tersebut masih membawa virus tersebut dalam vagina dan leher rahim.
Dalam penelitian tersebut, infeksi yang berlanjut sebagian besar biasanya terkait dengan jenis
HPV yang ganas dan terkait dengan kanker.
Saat ini program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dilaksanakan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan telah menjamin pemeriksaan deteksi dini kanker
leher rahim berupa pemeriksaan IVA, pap smear, bahkan krioterapi. Namun deteksi dini kanker
serviks dengan metoda IVA memang belum semua puskesmas di kabupaten maupun kota di
Indonesia yang merealisasikannya. Salah satu kota yang telah merealisasikannya adalah Kota
Pangkalan Kerinci.
Berdasarkan data diatas maka peneliti ingin melakukan penelitian tentang pentingnya wanita
usia subur untuk melakukan pemeriksaan IVA sebagai deteksi dini kanker serviks di Kota
Pangkalan Kerinci khususnya wilayah kerja Puskesmas Berseri.
2. Identifikasi Masalah

Penelitian epidemiologi telah mengidentifikasi sejumlah faktor yang berperan nyata


terhadap pertumbuhan CIN (Cervical Intraepithelia Neoplasia), suatu pertanda awal kanker leher
rahim seperti terlihat pada tabel 2.1. Baik jenis maupun pola kegiatan seksual, khususnya pada
remaja, merupakan faktor-faktor utama yang menentukan apakah seseorang terinfeksi oleh HPV
atau tidak. Akibat perilaku yang santai terhadap seksualitas diantara remaja dalam banyak
budaya, jumlah pasangan seksual yang dimiliki remaja sebelum usia 20 bisa sangat banyak, dan
masing-masing pasangan mereka mungkin juga mempunyai banyak pasangan. Sehingga pola
kegiatan seksual tersebut meningkatkan risiko terpapar Infeksi Menular Seksual (IMS),
khususnya HPV.

Tabel 1. Faktor-faktor Risiko Kanker Leher Rahim

FAKTOR RISIKO
Kegiatan Seksual (Usia <20 tahun)
Banyak pasangan seksual
Paparan terhadap IMS
Ibu ata saudara perempuan yang mengidap kanker leher rahim
Tes pap sebelumnya yang abnormal
Merokok
Penurunan kekebalan tubuh :
 HIV/AIDS
 Penggunaan kortikosteroid kronis (asthma dan lupus)
Sumber : Buku Panduan Pencegahan Kanker Leher Rahim dan Payudara untuk Fasilitas
dengan Sumber Daya Terbatas

Faktor risiko lain adalah adanya hubungan darah keluarga (ibu atau saudara perempuan)
yang menderita kanker leher rahim. Magnusson, Sparren and Gyllensten (1999) membandingkan
munculnya displasia dan CIS (Carsinoma In Situ) pada keluarga perempuan yang menderita
penyakit kanker dan dalam kontrol usia. Mereka menemukan adanya kluster yang signifikan
dalam keluarga biologis, bukan adopsi. Pada ibu biologis dibandingkan dengan kasus kontrol,
risiko relatifnya adalah 1,8 sementara pada adopsi risiko relatifnya tidak jauh berbeda dengan
kontrol (1,1). Pada saudara perempuan biologis, risiko relatifnya bahkan lebih tinggi (1,9),
dibandingkan 1,1 pada saudara perempuan nonbiologis. Data tersebut memberikan bukti
epidemiologi yang kuat mengenai kaitan antara timbulnya kanker leher rahim dan penyebab
awalnya.
Penurunan sistem kekebalan tubuh yang disebabkan oleh infeksi HIV juga menjadi faktor
risiko yang penting karena dapat membuat sel-sel yang berada disaluran genital bawah (vulva,
vagina dan serviks/leher rahim) lebih mudah terinfeksi oleh tipe HPV yang mendorong
timbulnya kanker. Kondisi yang tidak umum lainnya yang menyebabkan penurunan kekebalan
tubuh termasuk kondisi yang membutuhkan pengobatan kortikosteroid kronis, seperti asthma
atau lupus.
Para perempuan juga dapat meningkatkan risiko terkena CIN bila menerapkan beberapa
perilaku yang diketahui dapat menurunkan sistem kekebalan tubuh. Perilaku tersebut antara lain
penggunaan obat-obat rekreasional, alkohol dan rokok. Perilaku yang disebutkan terkahir
terutama penting karena walaupun sudah ada penurunan jumlah pria yang merokok, jumlah
perempuan yang merokok telah meningkat secara dramatis beberapa tahun terakhirnya
khususnya pada remaja putri. Nikotin dan hasil sampingan dari rokok dianggap dapat
meningkatkan risiko relatif perempuan terkena kanker leher rahim dengan berpusat pada mukosa
leher rahim dan mengurangi daya kekebalan sel-sel langerhans untuk melindungi jaringan ikat
pada leher rahim dari faktor onkogenik yang bersifat invasif, seperti infeksi HPV.
3. Perencanaan dan Pemilihan Intervensi

1. Pengertian
IVA adalah salah satu deteksi dini kanker serviks dengan menggunakan asam asetat 3 - 5
% secara inspekulo dan dilihat dengan pengamatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan
ini tidak menimbulkan rasa sakit, mudah , murah dan informasi hasilnya langsung.
Serviks (epitel) abnormal jika diolesi dengan asam asetat 3-5 % akan berwarna putih
(epitel putih). Dalam waktu 1-2 menit setelah diolesi asam asetat efek akan menghilang sehingga
pada hasil ditemukan pada serviks normal tidak ada lesi putih.
Metode IVA tergolong sederhana, nyaman dan praktis. Dengan mengoleskan asam cuka
(asam asetat) pada leher rahim dan melihat reaksi perubahan yang terjadi, prakanker dapat
dideteksi. Biaya yang dikeluarkan pun juga relatif murah. Selain prosedurnya tidak rumit,
pendeteksian dini ini tidak memerlukan persiapan khusus dan juga tidak menimbulkan rasa sakit
bagi pasien. Letak kepraktisan penggunaan metode ini yakni dapat dilakukan di mana saja, dan
tidak memerlukan sarana khusus.
Tingkat Keberhasilan metode IVA dalam mendeteksi dini kanker servik yaitu 60-92%.
Sensitivitas IVA bahkan lebih tinggi dari pada Pap Smear. Dalam waktu 60 detik kalau ada
kelainan di serviks akan timbul plak putih yang bisa dicurigai sebagai lesi kanker.

2. Keunggulan Test IVA


a. Hasil segera diketahui saat itu juga
b. Efektif karena tidak membutuhkan banyak waktu dalam
pemeriksaan, aman karena pemeriksaan IVA tidak memiliki efek
samping bagi ibu yang memeriksa, dan praktis
c. Teknik pemeriksaan sederhana, karena hanya memerlukan alat-alat
kesehatan yang sederhana, dan dapat dilakukan dimana saja
d. Butuh bahan dan alat yang sederhana dan murah
e. Sensivitas dan spesifikasitas cukup tinggi
f. Dapat dilakukan oleh semua tenaga medis terlatih
3. Sasaran
Pemeriksaan IVA pada WUS yaitu wanita yang berusia antara 15 sampai 49 tahun.
wanita yang sudah pernah melakukan senggama atau sudah menikah juga menjadi sasaran
pemeriksaan IVA. Penderita kanker servik berumur antara 30 – 60 tahun, terbanyak antara 45 –
50 tahun, frekwensinya masih meningkat sampai kira – kira golongan umur 60 tahun dan
selanjutnya frekwensi ini sedikit menurun kembali. Hal tersebut menjadikan alasan WUS
menjadi sasaran deteksi dini kanker serviks.

4. Waktu pelaksanaan pemeriksaan IVA


Untuk masyarakat luas, diprogramkan pemeriksaannya 1 kali dalam 1 tahun, kecuali ada
kecurigaan lain. Pemeriksaan IVA dapat dilakukan setiap saat, tidak dalam kedaan haid, dua hari
sebelum pemeriksaan IVA sebaiknya tidak menggunakan obat-obatan yang dimasukan ke dalam
vagina serta diketahui oleh suami.
Waktu yang diperlukan untuk mengetahui hasil pemeriksaan dari metode IVA adalah 1-5
menit. Setelah adanya perubahan warna putih dari mulut rahim maka ada kecurigaan terdapat
sel-sel yang memicu kanker rahim. Hasil dari pemeriksaan IVA dapat dibaca oleh
dokter, Bidan maupun petugas kesehatan yang terlatih saat itu juga, sehingga mengurangi
kecemasan yang dialami wanita pasangan usia subur. Jika hasil yang di dapat IVA (+) maka akan
langsung diobati, jika pemeriksaan dilakukan di Rumah Sakit maka akan langsung dilakukan
kryoterapi, serta diberikannya obat antibiotik serta analgesik, jika pemeriksaan di praktek swasta
maka akan langsung diberikan antibiotik dan analgesik serta rujukan ke Rumah Sakit untuk
melakukan kryoterapi.
4. Pelaksanaan Intervensi

1. Biaya Test IVA


Biaya yang dikeluarkan dalam pemeriksaan IVA sangat bervariasi mulai dari Rp.5000,00
sampai harga tertinggi Rp 50.000,00 atau tergantung dari tempat pemeriksaan. Biaya yang
dikeluarkan oleh pasien untuk pemeriksaan ini digunakan untuk mengganti jasa
pelayanan pemreiksaan IVA, namun tidak jarang pula ada yang memungut biaya sebagai
pengganti penggunaan alat dan bahan untuk pemeriksaan IVA.

2. Prosedur dalam pemeriksaan IVA


Peralatan dan bahan lain :
IVA dapat dilakukan di klinik manapun yang mempunyai sarana berikut ini:

a. Meja periksa
Meja periksa harus membuat petugas dapat memasukkan spekulum dan melihat serviks.
b. Sumber cahaya/lampu
Cahaya dari jendela biasanya tidak cukup untuk melihat serviks, maka gunakan sumber
cahaya, seperti lampu leher angsa atau senter, jika tersedia. Cahaya harus cukup kuat agar
petugas dapat melihat ujung vagina dimana serviks berada. Pemeriksaan tidak dapat
dilakukan jika tidak cukup cahaya untuk melihat seluruh serviks. Penting juga untuk
menjaga agar sumber cahaya tidak terlalu panas. Lampu yang terlalu panas bisa membuat
ibu/pasien dan petugas tidak nyaman. Senter berkualitas tinggi dapat memberi cukup
cahaya tanpa menghasilkan banyak panas. Selain itu, senter tidak memerlukan sumber
listrik, dapat dibawa-bawa dan ditempatkan ddalam posisi apapun agar serviks dapat
dengan jelas.
c. Bivalved speculum
Bivalve speculum lebih dianjurkan karena lebih efektif dalam memperlihatkan serviks,
tetapi baik Cusco atau Graves dapat diatur dan dibiarkan terbuka saat serviks sedang
diperiksa. Hal ini membuat tangan petugas bebas mengoles serviks, mengatur sumber
cahaya dan memanipulasi serviks dan spekulum agar dapat melihat serviks sepenuhnya.
Speculum Simms tidak dianjurkan karena hanya mempunyai satu bilah (blade) dan harus
dipegang oleh seorang asisten.
Selain itu, jika krioterapi akan diberikan bersama dengan tes IVA, pearalatan yang
diperlukan untuk krioterapi harus siap dan tersedia.
d. Rak atau wadah peralatan

Bahan-bahan yang diperlukan untuk tes IVA harus tersedia ditempat :


1. Kapas lidi untuk swab
Kapas lidi digunakan untuk menghilangkan mukosa dan ciaran keputihan dari serviks dan
untuk mengoleskan asam asetat ke serviks. Kapas lidi terebut harus tertutup rata dengan
kapas sehingga dapat mengoleskan asem asetat secara merata dan tidak membuat lecet
atau melukai serviks. Kapas lidi tidak harus steril. Bahan katun wall yang dibentuk
seperti bola dan dioleskan pada serviks juga dapat diterima.
2. Sarung tangan periksa yang baru atau sarung tangan bedah yang telah di Desinfeksi
Tingkat Tinggi (DTT)
Sarung tangan periksa harus baru. Jika sarung tangan bedah digunakan, harus sudah di
dekontaminasi, dibersihkan dan di DTT setiap kali selesai digunakan. Sarung tangan
steril tidak diperlukan. Gunakan sepasang sarung tangan baru untuk setiap ibu.
3. Spatula dari kayu dan atau kondom
Spatula kayu digunakan untuk mendorong dinding lateral dari vagina jika menonjol
melalui bilas speculum. Gunakan spatula baru untuk tiap perempuan. Cara lain, kondom
dengan ujung yang dipotong dapat dipasang pada bilas-bilas speculum untuk mencegah
agar dinding vagina tidak menekan kecelah diantara bilas speculum dan menghalangi
pandangan arah ke serviks.
4. Larutkan cairan asam asetat (3-5%) (cuka putih dapat digunakan )
Asam asetat adalah bahan utama cuka. Dianjurkan asam asetat 3-5%. Di sebagian
Negara, tidak tersedia cuka.Sering kali yang dijual dipasar adalah mengganti cuka
sebenarnya adalah asam asetat. Jika asam asetat tidak tersedia, ahli farmasi atau pemasok
kimia setempat dapat mengencerkan larutan asam asetat dengan rumus dibawah ini :
Total bagian (TB )air = % konsentrasi
% Larutan
5. Larutan klorin 0,5% untuk dekontanminasi peralatan dan sarung tangan
Larutan klorin 0,5% digunakan untuk mendekontaminasi speculum dan sarung tangan
bedah tiap kali selesai dipakai. Setelah dekontaminasi, speculum baki atau wadah
peralatan dan sarung tangan harus dicuci dengan air sabun, bilas sampai bersih, di DTT
atau sterilisasi.
6. Formulir catatan untuk mencatat penemuan

Tindakan umum :
1. Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang
telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak
muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika
leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan
positif lesi atau kelainan pra kanker.
2. Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati
dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke
leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan
metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi
prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak
berkembang menjadi kanker stadium lanjut.
3. Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada
suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati
dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto. H,
2010)
4. Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya
perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel
akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau
dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang
disebabkan human papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak
organ tubuh yang lain
5. Monitoring dan Evaluasi

Klasifikasi hasil
Temuan assesmen harus dicatat sesuai kategori yang telah baku sebagaimana terangkum
dalam tabel.

Tabel 2. klasifikasi IVA sesuai dengan temuan klinis


KLASIFIKASI IVA TEMUAN KLINIS
Hasil tes positif Plak putih yang tebal atau epitel acetowhite
Hasil tes negative Permukaan polos dan halus, berwarna merah
jambu;ektropion,polip,servisitis,inflamasi,kista
nabotian
Kanker Masa mirip kembang kola tau ulkus

Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat
dipergunakan adalah:

1. IVA negatif = menunjukkan leher rahim normal.


2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip
serviks).
3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang
menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan
ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringan-sedang-berat atau
kanker serviks in situ).
4. IVA-Kanker serviks = Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium
kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks
bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).

You might also like