Professional Documents
Culture Documents
PT. Mayatama Manunggal Sentosa (PT. MMS) adalah perusahaan yang bergerak di
bidang manufaktur kaca pengaman (safety glass), yaitu tempered glass dan laminated glass.
Kaca pengaman ini biasa diaplikasikan pada bidang karoseri otomotif, industri, dan bangunan
(building). PT. MMS didirikan pada tahun 1997, pada awal pendirian bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan kaca pengaman (safety glass) pada otomotif karoseri di area Malang.
PT. MMMS mulai berkembang dan masuk pada sektor industri dan bangunan (building).
PT. MMS hingga saat ini mempunyai 285 karyawan.
Jumlah karyawan yang tidak sedikit ini mengharuskan PT. MMS selalu
memperhatikan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan menerapkan program K3
sesuai dengan pasal 87 Undang-Undang no. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan: “Setiap
perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 100 karyawan atau yang sifat proses dan bahan
produksinya mengandung bahaya karena dapat menyebabkan kecelakaan kerja berupa
ledakan, kebakaran, pencemaran dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan dan
melaksanakan sistem manajemen K3”.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan salah satu faktor penting dalam
kelancaran produksi sehingga program K3 harus diterapkan di perusahaan dan bukan hanya
sekedar wacana. Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan yang terjadi dalam lingkungan
kerja yang dapat terjadi karena kondisi lingkungan kerja yang tidak aman ataupun karena
human error. Dari data historis pada tahun 2013 terdapat 22 kali kecelakaan kerja. Setelah
diteliti ternyata terdapat kecelakaan kerja kecil sebesar 90%, kecelakaan sedang sebesar 5%
dan kecelakaan berat sebesar 5%.
Untuk mengidentifikasi potensi bahaya apa saja yang terdapat pada proses produk si
PT. MMMS maka perlu diketahui alur dari proses produksi tersebut. Proses produksi
pengaman kaca PT. MMS adalah sebagai berikut:
1. Cutting, yaitu memotong bagian kaca sesuai dengan ukuran permintaan pasar.
2. Gosok pinggiran kaca, dengan menggosok pinggiran kaca yang menggunakan beberapa
mesin yang dengan fungsi dan kepentingan yang berbeda, misalnya dengan menggunakan
mesin double edger yang digunakan untuk kaca berukuran maksimum 244cm x 366 cm, dll.
3. Bafle, dengan menipiskan bagian tertentu kaca dengan menggunakan mesin bafle iregular
dan bouvonce. Sehingga kaca menjadi lebih ramping sesuai dengan permintaan customer.
4. Bor, yaitu melubangi bagian kaca semisal untuk tempat kunci ataupun pegangan sesuai
dengan kebutuhan yang diinginkan.
5. Cowak, dengan melubangi kaca untuk bagian engsel yang menggunakan alat manual yaitu
pisau dan gerindra.
6. Printing, dengan membuat desain gambar yang diinginkan lalu gambar tersebut dijiplakan
ke kaca dengan menggunakan mesin bouju. Sehingga gambar yang ada pada kaca tampak
lebih bagus dan gambar tidak mudah luntur atau rusak.
7. Tempered, adalah pemanasan kaca sampai suhu 650 °C dengan menggunakan mesin
temper. Proses bertujuan untuk mengurangi tegangan sisa, meningkatkan ketangguhan dan
kekuatan kaca. Kaca tempered ini mempunyai struktur pecahan kaca berupa serpihan kristal.
8. Sandblast, berfungsi agar kaca tidak tembus pandang. Proses sandblast ini dilakukan
dengan proses manual yaitu dengan memasukan kaca ke dalam bak yang sudah terkandung
dengan asam etsa didalamnya, sehingga hasil akhir dari proses ini adalah permukaan kaca
tampak kabur dan bisa berdifusi secara lembut dengan cahaya.
9. Acid, bertujuan supaya permukaan kaca lebih kasar. Pada proses ini dilakukan dengan
pecelupan kaca pada bak besar yang sudah terkandung cairan kimia powder acid + HCl.
11. Packing, dengan memasukan kaca kedalam kardus yang dilengkapi dengan styrofoam,
lalu dimasukkan kedalam peti kayu.
12. Delivery, yaitu pengiriman kaca tersebut dengan menggunakan truk dan menyewa
kendaraan lain, misalnya pengiriman ke wilayah : Jawa Timur, Jawa Tengah dan Bali
menggunakan truk pribadi jenis truk double tonase untuk kapasitas 4 ton dan mobil jenis
L300 untuk kapasitas 700kg-1 ton. Selain itu dengan menggunakan ekspedisi lain.
Berikut merupakan analisis kejadian dari sumber bahaya dan usulan perbaikan yang
diberikan:
1. Rekomendasi perbaikan sikap pekerja. Rekomendasi perbaikan yang diusulkan oleh
penulis untuk menanggulangi potensi bahaya yang disebabkan oleh potensi bahaya (hazard)
sikap pekerja yang tidak memenuhi standard dalam keselamatan kerja dan prosedur kerja
yang baik adalah:
a. berupa jadwal pelatihan K3 tentang penggunaan APD yang akan
diselenggarakan oleh pihak manajemen. Bagi para pekerja yang yang tidak dapat menghadiri
pelatihan akan dikenakan sanksi. Bentuk dari sanksi yang akan dijatuhkan sesuai dengan
kesepakatan pihak perusahaan.
b. membuat worksheet dalam penggunaan APD di area kerja supaya para pekerja
dapat langsung membaca apa saja potensi bahaya yang akan mereka alami apabila tidak
menggunakan APD.
c. membuat visual display mengenai penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) pada
area kerja yang memiliki potensi-potensi kecelakaan kerja dan membuat Standard Operating
Procedure (SOP) penggunaan Alat Pelindung Diri (APD). Visual display ini nantinya
dipasang di beberapa tempat untuk memberikan himbauan kepada para pekerja agar selalu
menggunakan APD dengan baik.
2. Rekomendasi perbaikan kondisi lingkungan kerja. Banyak material yang
menumpuk terlalu tinggi tidak tertata rapi dan teratur juga tidak ada pembatas keamanan pada
tumpukan kaca. Hal ini disebabkan kurangnya pemantauan dari pihak manajemen terhadap
kondisi lingkungan kerja. Tidak adanya prosedur yang baik juga mempengaruhi terjadinya
pelanggaran sehingga di lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan potensi kecelakaan
kerja yang diakibatkan oleh material yang tidak teratur dan baik dalam penataannya. Untuk
mengatasi hal ini maka diberikan rekomendasi perbaikan yaitu pembuatan prosedur penataan
dan pengaturan bahan baku ataupun material lainnya dengan rapi dan bersih sehingga dapat
menurangi risiko potensi kecelakaan yang dapat terjadi. Selain itu, pihak manajemen agar
lebih mempertegas peraturan yang dibuat, sehingga proses produksi dapat berjalan dengan
baik serta tingkat keselamatan kerja lebih tinggi.
3. Rekomendasi perbaikan panel listrik. Panel listrik yang sering kali terbuka dan
kabel colokan yang berserakan dilantai produksi menjadi salah satu penyebab risiko bahaya
kecelakaan kerja. Penyebab khusus lolosnya panel listrik yang terbuka adalah kurangnya
perhatian dari operator yang sering kali lupa dan tidak menutup tutup panel listrik kembali
ketika selesai menggunakan panel listrik. Untuk itu perlu adanya tindakan lanjut dan usulan
perbaikan, agar dapat mencegah adanya kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh panel listrik
yang terbuka. Tindakan yang perlu dilakukan salah satunya adalah memasang tanda
peringatan pada tutup panel yang bertuliskan himbauan ketika selesai menggunakan harap
tutup panel listrik ditutup kembali seperti semula. Hal ini agar selalu dibaca oleh para
operator yang sedang melakukan pekerjaan pada panel listrik, sehingga tidak terjadi kelupaan
untuk menutup panel listrik. Kabel colokan yang berserakan dilantai dipasang pada dinding
di area produksi sehingga tidak membahayakan para pekerja.
4. Rekomendasi perbaikan area pecahan kaca. Karena pada area pemotongan kaca
yang banyak terdapat pecahan kaca dan idak adanya tempat penampungan pecahan kaca
secara khusus maka rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan memberikan
tempat pembuangan khusus tepat pada area pemotongan kaca.
5. Rekomendasi perbaikan kabel yang berserakan. Karena pada lingkungan kerja
banyak terdapat kabel-kabel yang berserakan dilantai produksi dan para pekerja yang kurang
memperhatian penempatan kabel-kabel tersebut, maka rekomendasi perbaikan yang diberikan
adalah dengan memberikan tempat khusus buat kabel. Tempat khusus dibuat dengan
mengklip kabel pada tembok, sehingga tidak menganggu atau berserakan pada lantai.
6. Rekomendasi perbaikan udara panas. Karena pada area kerja tertentu kurang
pendapatkan perhatian khusus terhadap panasnya kondisi lingkungan kerja dan kurangnya
perhatian pihak manajemen terhadap kenyamanan pekerja, maka rekomendasi perbaikan
yang diberikan adalah dengan memberikan ventilasi udara terhadap area kerja yang tidak
mendapatkan sirkulasi udara. Dengan demikian, udara yang didapatkan dapat berganti setiap
harinya dan tidak menyebabkan panas dalam ruangan.
7. Rekomendasi perbaikan genangan air dan bahan kimia berbahaya. Pada area kerja
tertentu terdapat banyak genangan air pada lantai produksi karena kurangnya perhatian
terhadap kondisi lingkungan kerja oleh pihak manajemen dan juga para pekerja.
Rekomendasi yang diberikan adalah dengan memberikan saluran air secara langsung dan
memberikan APD yang cukup.
8. Rekomendasi perbaikan kertas yang berserakan. Pada area kerja tertentu terdapat
banyak kertas yang tidak terpakai berserakan itu semua dikarenakan kurangnya perhatian dari
pihak manajemen dan juga rendahnya kesadaran sikap pekerja tentang kebersihan lingkungan
kerja. Rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan cara pengontrolan rutin pada
area proses produksi yang dilakukan oleh pihak manajemen dan memperhatikan area
produksi yang banyak terdapat kertas tidak terpakai dengan memberikan tempat sampah.
9. Rekomendasi perbaikan genangan air. Karena pada area kerja tertentu terdapat
banyak genangan air pada lantai produksi yang disebabkan kurangnya perhatian terhadap
kondisi lingkungan kerja. Rekomendasi perbaikan yang diberikan adalah dengan
memberikan saluran pembuangan air secara langsung, agar tidak terjadi genangan air pada
lantai produksi.
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan rumusan masalah
adalah sebagai berikut:
1. Potensi bahaya kecelakaan kerja yang dapat terjadi pada area proses pembuatan
pengaman kaca (safety glass) berasal dari sumber bahaya yang telah digolongkan menjadi 9
sumber.
2. Risiko bahaya yang ditimbulkan pada area proses pembuatan kaca pengaman
(safety glass) meliputi resiko ekstrim, risiko tinggi, risiko sedang, dan risiko rendah
3. Rekomendasi yang diberikan kepada perusahaan, berdasarkan sumber bahaya yang
ada, meliputi sikap pekerja dan kondisi lingkungan kerja. Untuk memperbaiki sikap pekerja,
perlu dibuat prosedur operasional baku untuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Untuk
memperbaiki kondisi lingkungan kerja, perlu dilakukan perbaikan sesuai kondisi yang
dihadapi.