You are on page 1of 8

MAKALAH MULTIKULKUTURALISME - ILMU

BUDAYA DASAR

BAB I
PENDAHULUAN
Pada prinsipnya, pendidikan multikultural adalah pendidikan yang mengharagai perbedaan.
Pendidikan multikultural senantiasa menciptakan struktur dan proses dimana setiap
kebudayaan bisa melakukan ekspresi .tentu saja untuk mendesain pendidikan
multikulturalsecara praksis, itu tidak mudah. Tetapi,paling tidak kita mencoba melakukan
ijtihad untuk mendesain sesuai dengan prinsip-prinsip pendidikan multikulturalisme.
setidaknya ada dua hal bila kita akan mewujudkan pendidikan multikulturalismeyang mampu
memberikan ruang kebebasan bagi semua kebudayaan untuk berekspresi.pertama adalah
dialog.pendidikan multikultural tidak mungkin berlangsung tanpa dialog.
Dalam multikultural, setiap peradapan dan kebudayaan yang ada berada dalam posisi
yang sejajar dan sama.tidak ada kebudayaan yang lebih tinggi atau dianggap lebih tinggi
(superior) dari kebudayaan yang lain.dialog meniscayakan adanya persamaan dan kesamaan
diantara pihak-pihak yang terlibat.anggapan bahwa kebudayaan tertentu lebih tinggi dari
kebudayaan yang lain akan melahirkan fasisme, nativisme,dan chauvinism.dengan dialog,
diharapkan terjadi sumbang pemikiran yang pada gilirannya akan memperkaya kebudayaan
atau peradaban yang bersangkutan.
Di samping sebagai pengkayaan ,dialog juga sangat penting untuk mencari titik temu
(kalimatun sawa) antar peradaban dan kebudayaan yang ada.pendidikan multikultural dapat
dirumuskan sebagai wujud kesadaran tentang keanekaragaman kultural, hak-hak asasi
manusia serta pengurangan atau penghapusan berbagai jenis prasangka atau prejudise untuk
membangun suatu kehidupan masyarakat yang adil dan maju.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Multikulturalisme
Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik. Dengan demikian, setiap
individu merasa dihargai sekaligus merasa bertanggung jawab untuk hidup bersama
komunitasnya.
Pengingkaran suatu masyarakat terhadap kebutuhan untuk diakui (politics of
recognition) merupakan akar dari segala ketimpangan dalam berbagai bidang kehidupan.
Pengertian kebudayaan di antara para ahli harus dipertaruhkan atau dipertentangkan antara
satu konsep yang dipunyai oleh seorang ahli dengan konsep yang dipunyai ahli lainnya.
Karena multikulturalisme itu adalah sebuah ideologi dan sebuah alat atau wahana
untuk meningkatkan derajat manusia dan kemanusiaannya, maka konsep kebudayaan harus
dilihat dalam perspektif fungsinya bagi kehidupan manusia. Pendidikan yang dianggap
wahana paling tepat untuk membangun kesadaran multikulturalisme. Sebab, dalam tataran
ideal, pendidikan seharusnya bisa berperan sebagai “juru bicara” bagi terciptanya fundamen
kehidupan multikultural yang terbebas dari kooptasi negara.
Harus diakui bahwa multikulturalisme kebangsaan Indonesia belum sepenuhnya
dipahami oleh segenap warga masyarakat sesuatu yang given, takdir Tuhan, dan bukan faktor
bentukan manusia. Masyarakat majemuk (plural society) belum tentu dapat dinyatakan
sebagai
Masyarakat multikultural (multicultural society), karena bias saja di dalamnya
terdapat hubungan antarkekuatan masyarakat varian budaya yang tidak simetris yang selalu
hadir dalam bentuk dominasi, hegemoni dan kontestasi. Konsep masyarakat multikultural
sebenarnya relatif baru. Sekitar 1970-an, gerakan multikultural muncul pertama kali di
Kanada. Kemudian diikuti Australia, Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan lain-lainnya.

Penyebab Terciptanya Masyarakat Multikultural


Pada dasarnya semua bangsa di dunia bersifat multikultural. Adanya masyarakat
multikultural memberikan nilai tambah bagi bangsa tersebut. Keragaman ras, etnis, suku,
ataupun agama menjadi karakteristik tersendiri, sebagaimana bangsa Indonesia yang unik dan
rumit karena kemajemukan suku bangsa, agama, bangsa, maupun ras. Masyarakat
multikultural Indonesia adalah sebuah masyarakat yang berdasarkan pada ideologi
multikulturalisme atau Bhinneka Tunggal Ika yang multikultural, yang melandasi corak
struktur masyarakat Indonesia pada tingkat nasional dan lokal.
Berkaca dari masyarakat multikultural bangsa Indonesia, kita akan mempelajari
penyebab terbentuknya masyarakat multikultural. Keanekaragaman budaya dan masyarakat
dianggap pendorong utama munculnya persoalan-persoalan baru bagi bangsa Indonesia.
Faktor penyebab terciptanya masyarakat multikultural adalah sbb :
1. Faktor geografis, faktor ini sangat mempengaruhi apa dan bagaimana kebiasaan suatu
masyarakat. Maka dalam suatu daerah yang memiliki kondisi geografis yang berbeda maka
akan terdapat perbedaan dalam masyarakat (multikultural).
2. Pengaruh budaya asing, mengapa budaya asing menjadi penyebab terjadinya multikultural,
karena masyarakat yang sudah mengetahui budaya-budaya asing kemungkinan akan
terpengaruh mind set mereka.
3. Kondisi iklim yang berbeda, maksudnya hampir sama denga perbedaan letak geografis suatu
daerah.
4. Keanekaragaman Suku Bangs
Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa
banyaknya. Yang menjadi sebab adalah keberadaan ratusan suku bangsa yang hidup dan
berkembang di berbagai tempat di wilayah Indonesia. Kita bisa membayangkan apa jadinya
apabila masing-masing suku bangsa itu mempunyai karakter, adat istiadat, bahasa, kebiasaan,
dan lain-lain.
5. Keanekaragaman Agama
Letak kepulauan Nusantara pada posisi silang di antara dua samudra dan dua benua, jelas
mempunyai pengaruh yang penting bagi munculnya keanekaragaman masyarakat dan
budaya. Dengan didukung oleh potensi sumber alam yang melimpah, maka Indonesia
menjadi sasaran pelayaran dan perdagangan dunia. Apalagi di dalamnya telah terbentuk
jaringan perdagangan dan pelayaran antarpulau. Dampak interaksi dengan bangsa-bangsa lain
itu adalah masuknya beragam bentuk pengaruh agama dan kebudayaan. Selain melakukan
aktivitas perdagangan, para saudagar Islam, Hindu, Buddha, juga membawa dan
menyebarkan ajaran agamanya. Apalagi setelah bangsa Barat juga masuk dan terlibat di
dalamnya. Agama-agama besar pun muncul dan berkembang di Indonesia, dengan jumlah
penganut yang berbeda-beda. Kerukunan antarumat beragama menjadi idam-idaman hampir
semua orang, karena tidak satu agama pun yang mengajarkan permusuhan.
6. Keanekaragaman Ra
Salah satu dampak terbukanya letak geografis Indonesia, banyak bangsa luar yang
bisa masuk dan berinteraksi dengan bangsa Indonesia. Misalnya, keturunan Arab, India,
Persia, Cina, Hadramaut, dan lain-lain. Dengan sejarah, kita bisa merunut bagaimana asal
usulnya.
Bangsa-bangsa asing itu tidak saja hidup dan tinggal di Indonesia, tetapi juga mampu
berkembang secara turun-temurun membentuk golongan sosial dalam masyarakat kita.
Mereka saling berinteraksi dengan penduduk pribumi dari waktu ke waktu. Bahkan ada di
antaranya yang mampu mendominasi kehidupan perekonomian nasional. Misalnya,
keturunan Cina.
Dari keterangan-keterangan tersebut terlihat bahwa bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai kelompok etnis, agama, budaya yang berpotensi menimbulkan konflik sosial.
Berkaitan dengan perbedaan identitas dan konflik sosial muncul tiga kelompok sudut
pandang yang berkembang, yaitu:
a. Pandangan Primordialisme
Kelompok ini menganggap perbedaan-perbedaan yang berasal dari genetika seperti suku, ras,
agama merupakan sumber utama lahirnya benturan-benturan kepentingan etnis maupun
budaya.
b. Pandangan Kaum Instrumentalisme
Menurut mereka, suku, agama, dan identitas yang lain dianggap sebagai alat yang digunakan
individu atau kelompok untuk mengejar tujuan yang lebih besar baik dalam bentuk materiil
maupun nonmateriil.
c. Pandangan Kaum Konstruktivisme
Kelompok ini beranggapan bahwa identitas kelompok tidak bersifat kaku, sebagaimana yang
dibayangkan kaum primordialis. Etnisitas bagi kelompok ini dapat diolah hingga membentuk
jaringan relasi pergaulan sosial. Oleh karena itu, etnisitas merupakan sumber kekayaan hakiki
yang dimiliki manusia untuk saling mengenal dan memperkaya budaya. Bagi mereka
persamaan adalah anugerah dan perbedaan adalah berkah

B. Multikultur dan Suku Bangsa


Multikultural setiap suku bangsa tentu sangat berkaitan karena keanekaragaman suku
bangsa menyebabkan perbedaan multikultural antara satu suku dengan suku bangsa lainnya.
Setiap suku bangsa mempunyai mempunyai corak masing-masing dalam budayanya yang
dapat menjadi identitas bagi suatu suku bangsa. Dengan budaya yang berbeda tersebut
menyebabkan adanya perubahan menuju lebih baik disetiap suku bangsa.
Suku bangsa adalah kelompok masyarakat dengan corak kebudayaan yang khas
(Koentjaraningrat). Kelompok social bukan merupakan kelompok yang statis. Setiap
kelompok social selalu mengalami perkembangan atau perubahan. Beberapa kelompok social
sifatnya lebih stabil dari pada kelompok lainnya. Strukturnya tidak banyak mengalami
peubahan yang mencolok.
Namun, adapula kelompok sosial yang mengalami perubahan yang cepat, walaupun
tidak ada pengaruh dari luar. Dalam pergaulan antar suku bangsa di indonesia, atribut-atribut
sosial yang di miliki oleh masing-masing suku bangsa yang berbeda sering kali menimbulkan
sikap prasangka dari warga suku bangsa yang satu terhadap suku bangsa yang lain.
Berikut beberapa Suku Bangsa yang ada di Indonesia :
1. Suku Dayak
Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di
pedalaman, di gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh
orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya
keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan
orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan
gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.
Pada tahun (1977-1978) saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan
bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia
mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang
sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk
Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung
Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.
2. Suku Batak
Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa di Indonesia. Nama ini merupakan
sebuah terma kolektif untuk mengidentifikasikan beberapa suku bangsa yang bermukim dan
berasal dari Tapanuli dan Sumatera Timur, di Sumatera Utara. Suku bangsa yang
dikategorikan sebagai Batak adalah: Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak
Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Mayoritas orang Batak menganut agama
Kristen dan sisanya beragama Islam. Tetapi ada pula yang menganut agama Malim dan juga
menganut kepercayaan animisme (disebut Sipelebegu atau Parbegu), walaupun kini jumlah
penganut kedua ajaran ini sudah semakin berkurang.
Orang Batak termasuk ras Mongoloid Selatan yang berbahasa Austronesia namun
tidak diketahui kapan nenek moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan
Sumatera Timur. Bahasa dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang
berbahasa Austronesia dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan Indonesia sekitar
2.500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum).
3. Suku Aceh
Suku Aceh adalah nama sebuah suku yang mendiami ujung utara Sumatra. Mereka
beragama Islam. Bahasa yang dipertuturkan oleh mereka adalah bahasa Aceh yang masih
berkerabat dengan bahasa Mon Khmer (wilayah Champa). Bahasa Aceh merupakan bagian
dari bahasa Melayu-Polynesia barat, cabang dari keluarga bahasa Austronesia.
Banyak dari budaya Aceh yang menyerap budaya Hindu India, dimana kosakata
bahasa Aceh banyak yang berbahasa Sanskerta. Suku Aceh merupakan suku di Indonesia
yang pertama memeluk agama Islam dan mendirikan kerajaan Islam. Masyarakat Aceh
mayoritas bekerja sebagai petani, pekerja tambang, dan nelayan.
Penduduk Aceh merupakan keturunan berbagai suku, kaum, dan bangsa. Leluhur
orang Aceh berasal dari Semenanjung Malaysia, Cham, Cochin, Kamboja.Di samping itu
banyak pula keturunan bangsa asing di tanah Aceh, bangsa Arab dan India dikenal erat
hubungannya pasca penyebaran agama Islam di tanah Aceh. Sedangkan bangsa India
kebanyakan dari Gujarat dan Tamil, dapat dibuktikan dengan penampilan wajah bangsa
Aceh. (Kamaruz Bustamam, 2012)

C. Tipolologi Masyarakat Majemuk dan Problemanya


Pierre van de Berghe, mengemukakan beberapa tipelogi masyarakat majemuk sebagai
berikut:
1. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang mempunyai kebudayaan,
tepatnya subkebudayaan yang berbeda satu dengan lainnya.
2. Memiliki struktur sosial yang terbagi ke dalam lembaga-lembaga yang bersifat non-
komplementer.
3. Kurang mengembangkan konsensus di antara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai
sosial yang bersifat dasar.
4. Secara relatif, sering terjadi konflik antarkelompok.
5. Secara relatif, integrasi sosial tumbuh di atas paksaan (coercion) dan ketergantungan
ekonomi.
6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap kelompok-kelompok lain.
Masyarakat majemuk memiliki beberapa permasalahan, antara lain:
1. Konflik berasal dari kata configere yang berarti saling memukul. Secara sosiologis, konflik
diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih di mana salah satu pihak
berusaha menyingkirkan pihak lain.
2. Perbedaan Kepentingan. Masing-masing individu memiliki keinginan yang berbeda-beda,
sehingga menyebabkan kepentingan yang berbeda-beda. Di antaranya adalah perbedaan
kepentingan untuk memperoleh kasih sayang, harga diri, penghargaan yang sama, dan
memperoleh rasa aman dan perlindungan diri.
Perbedaan ini tidak secara langsung menyebabkan terjadinya konflik tetapi mengenal
beberapa fase yaitu :
a. Fase disorganisasi yang terjadi karena kesalah pahaman (akibat pertentangan antara harapan
dengan standar normatif).
b. Fase disintegrasi (konflik) yaitu pernyataan tidak setuju dalam berbagai bentuk seperti
timbulnya massa, protes, aksi mogok dsb. Walter W. Martin dkk mengemukakan tahapan
disintegrasi , sbb:
1. Ketidak sepahaman anggota kelompok tentang tujuan sosial yang hendak dicapai.
2. Norma sosial yang tidak dihayati dalam kelompok bertentangan satu sama lain.
3. Tindakan anggota masyarakat sudah bertentangan dengan norma kelompok.
3. Prasangka dan Diskriminasi. Prasangka dan Diskriminasi adalah dua hal yang ada
relevansinya. Kedua tindakan tersebut dapat merugikan pertumbuh-kembangan dan bahkan
integrasi masyarakat. Prasangka memiliki dasar pribadi, dimana setiap orang memiliki.
Perbedaan pokok antara prasangka dan diskriminatif adalah bahwa
Prasangka menunjukkan pada aspek sikap, sedangkan diskriminatif pada tindakan.
Sebab-sebab
a. timbulnya Prasangka dan Diskriminasi :
1. Latar belakang sejarah.
2. Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan situsional.
3. Bersumber dari faktor kepribadian.
4. Perbedaan keyakinan, keperacayaan dan agama.
4. Etnosentrisme yaitu anggapan suatu bangsa/ras yang cenderung menganggap kebudayaan
mereka sebagai suatu yang prima, riil, logis, sesuai dengan kodrat alam dan beranggapan
bahwa bangsa/ras lain kurang baik dimata mereka. Akibatnya adalah penampilan ethnosentri
yang dapat menjadi penyebab utama dalam kesalahan dalam berkomunikasi.

D. Perbedaan Konsep Multikultur dan Majemuk


Konsep dan kerangka dalam multikulturalisme dipaparkan oleh B. Hari Juliawan
dengan membagi multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya.
1. Pertama kerangka multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri.
Multikulturalisme menunjukan sikap normatif tentang fakta keragaman. Multikulturalisme
memilih keragaman kultur yang diwadahi oleh negara, dengan kelompok etnik yang diterima
oleh masyarakat luas dan diakui keunikan etniknya. Kelompok etnik tidak membentuk
okomodasi politik, tetapi modifikasi lembaga publik dan hak dalam masyarakat agar
mengakomodasi keunikannya.
2. Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu
akomodasi kepentingan, dikarenakan jika kita ambil saripati dari multikulturalisme adalah
manajemen kepentingan. Kepentingan di sini merupakan yang relevan dari konsep
multikulturalisme yang terbagi menjadi dua macam kepentingan yang bersifat umum dan
khusus. Kepentingan yang bersifat umum pemenuhan yang sama pada setiap orang tanpa
membedakan identitas kultur. Sedangkan kepentingan khusus pemenuhan yang terkait
dengan aspek khusus kehidupan (survival) kelompok yang bersangkutan. Misalkan kelompok
masyarakat adat dapat melaksanakan adatnya masing-masing tanpa intimidasi dari
pemerintah dan kekuatan kelompok yanga lain.
3. Kerangka multikulturalisme yang ketiga merupakan ideologi politik dengan menjadikan
setiap orang atau kelompok minor dapat menyampaikan aspirasi politiknya tanpa terjadinya
penindasan dan ancaman.
4. Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme yang pantas
diperjuangkan dikarenakan dibalik itu ada tujuan hidup bersama, dengan pemenuhan hak-hak
hidup. Hal tersebut dikarenakan dalam multikulturalisme merupakan penghargaan terhadap
perbedaan.
Konsep masyarakat majemuk | Ciri masyarakat Indonesia adalah masyarakat
majemuk yang memiliki keanekaragaman budaya yang tinggi.
Menurut Furnivall, masyarakat majemuk (plural society) merupakan suatu masyarakat
yang terdiri atas dua atau lebih elemen dan tatanan sosial yang hidup berdampingan, tetapi
tidak terintegrasi dalam satu kesatuan politik. (Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam
Nasikun, 2006. 39-40).
Menurut Clifford Geertz, meskipun masyarakat Indonesia telah terbentuk sejak tahun
1945 dengan sistem sosial masyarakat yang bersifat multietnik, multiagama, multibahasa, dan
multiras cenderung tidak banyak berubah dan sulit terintegrasi.
Berdasarkan struktur sosialnya, di dalam masyarakat Indonesia terdapat banyak
perbedaan budaya dan adat istiadat antar suku bangsa di Indonesia. Di berbagai daerah dapat
ditemukan keanekaragaman suku bangsa dan agama. Misalnya, suku bangsa Aceh yang
mayoritas beragama Islam, suku bangsa Batak yang mayoritas beragama Kristen, suku
bangsa Minangkabau di Sumatra Barat, dan suku bangsa Melayu di Sumatra Selatan yang
mayoritas beragama Islam. Selain itu, di Jawa terdapat suku Sunda yang menggunakan
bahasa Sunda dan suku bangsa Jawa yang menggunakan bahasa Jawa.

E. Monokultural dan Dominasi Kultural


Konsep monokulturalisme seperti diungkapkan oleh Kymlicka berangkat dari asumsi
bahwa perbedaan itu adalah pemicu terjadinya konflik dan perpecahan, oleh karena itu
seminimal mungkin perbedaan harus dihilangkan dengan cara menutup peluang terjadinya
perbedaan dengan melakukan penyeragaman di dalam suatu komunitas atau kelompok
misalnya, dan bila terjadi perlawanan dari sekelompok kecil komunitas maka solusi paling
ideal adalah mengeluarkan mereka dari komunitas agar keutuhan tetap dapat terjaga.
Monokulturalisme berasal dari kata; mono (satu/seragam/tunggal) dan kultural
(budaya atau kebudayaan), dan isme (paham) yang secara etimologi berarti paham budaya
tunggal sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satu budaya yang dianut.
Hal ini juga bermaksud tidak mengakui adanya keragaman dan menginginkan keseragaman.
Seorang dikatakan monokulturalisme dilihat dari sejauh mana individu tersebut memegang
nilai dari salah satu variabel budaya.
Monokulturalisme merupakan sebuah idelogi atau konsep yang memiliki kehendak
akan adanya penyatuan kebudayaan (homogentitas). Dalam monokulturalisme, ditandai
adanya proses asimilasi, yakni percampuran dua kebudayaan atau lebih untuk membentuk
kebudayaan baru. Sebagai sebuah ideologi, monokulturalisme dibeberapa negara dijadikan
landasan kebijakan dan atau strategi pemerintah menyangkut kebudayaan dan sistem negara.

BAB II
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Akar kata multikulturalisme adalah kebudayaan. Secara etimologis, multikulturalisme
dibentuk dari kata multi (banyak), kultur (budaya), dan isme (aliran/paham). Secara hakiki,
dalam kata itu terkandung pengakuan akan martabat manusia yang hidup dalam
komunitasnya dengan kebudayaannya masing-masing yang unik.
2. Multikultural setiap suku bangsa tentu sangat berkaitan karena keanekaragaman suku bangsa
menyebabkan perbedaan multikultural antara satu suku dengan suku bangsa lainnya.
3. Monokulturalisme berasal dari kata; mono (satu/seragam/tunggal) dan kultural (budaya atau
kebudayaan), dan isme (paham) yang secara etimologi berarti paham budaya tunggal
sehingga pada satu wilayah geografis tertentu hanya ada satu budaya yang dianut.
5. Konsep dan kerangka dalam multikulturalisme dipaparkan oleh B. Hari Juliawan dengan
membagi multikulturalisme dengan menggunakan empat kerangkanya.
a. Pertama kerangka multikulturalisme berkenaan dengan istilah multikulturalisme itu sendiri.
b. Kerangka multikulturalisme kedua, merupakan turunan kerangka yang pertama nyaitu
akomodasi kepentingan.
c. Kerangka multikulturalisme yang ketiga merupakan ideologi politik.
d. Kerangka keempat berkaitan dengan puncak dan tujuan dari multikulturalisme yang pantas
diperjuangkan dikarenakan dibalik itu ada tujuan hidup bersama.
DAFTAR PUSTAKA
Bustamam Kamaruz-Ahmad, Acehnologi (Yogyakarta: Diandra Primamitra Media, 2012.
Tafsiran Furnivall oleh Nasikun dalam Nasikun, Sistem Sosial Indonesia (Jakarta: Rajawali Press,
2006

You might also like