You are on page 1of 25

Revisi Makalah - kelompok 2

Jumat, 5 Oktober 2012

MAKALAH

PROSES PEMBUATAN SABUN DAN DETERGENT


Sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Proses Industri Kimia

Dosen Pengampu: Prof. Dr. Ir. Chandrawati Cahyani

Oleh : KELOMPOK VI
ALFONSINA A. A. TORIMTUBUN (115061100111027)/ A
AFIDA KHOFSOH (115061100111031)/ A

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
Tahun Ajaran 2012/2013

1
DAFTAR ISI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang …………………………………………………. 4
1.2.Rumusan Masalah ………………………………………………. 4
1.3.Tujuan …………………………………………………………… 4

BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sejarah pembuatan sabun dan detergen ……………………….. 6
2.2. Kegunaan dan Ekonomi Sabun dan Detergen ………………… 6
2.3.Detergent ……………………………………………………….. 7
2.3.1. pengertian …………………………………………………. 7
2.3.2. Raw Material ………………………………………………. 8
2.3.3. Proses Pembuatan Detergent ……………………………….. 12
2.4.Sabun……………………………………………………………. 16
2.4.1. Pengertian ………………………………………………….. 16
2.4.2. Raw Material ……………………………………………….. 16
2.4.3. Proses Pembuatan Sabun …………………………………… 17

BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan …………………………………………………….. 22

LAMPIRAN …………………………………………. …………………. 23

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………. 25

2
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Produksi dan Penjualan sabun dan detergent ……………………….. 7

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Proses alfol ……………………………………………………… 10


Gambar 2. Hidrogenolisis metil ester untuk mendapatkan fatty alcohol
dan gliserin ………………………………………………………. 11
Gambar 3. Proses pembuatan detergen ……………………………………… 13
Gambar 4. Pembuatan surfaktan …………………………………………….. 15
Gambar 5. Cara pembuatan sabun, produksi asam lemak dan gliserin
(proses kontinyu) …………………………………………………. 18
Gambar 6. Flowsheet pembuatan gliserin dari hidrolisis sweet water……….. 19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara heterogen dari segi aktifitas perindustriannya,
meskipun bukan termasuk negara perindustrian di Dunia. Perindustrian di
Indonesia mulai dari industri rumah tangga, industri dengan beraggotakan
komunitasnya saja, hingga industri global dengan berbagai kerjasama dan
cabang-cabang dari negara lain.
Adapun kota-kota besar di Indonesia yang merupakan kota industri
terbesar adalah Surabaya, Sidoarjo dan Bekasi. Beberapa perusahaan di kota
tersebut merupakan cabang/ kerjasama dari negara lain misalnya PT. Kao
Indonesia, yang salah satu hasil produksinya adalah Sabun dan Detergent. Tidak
hanya perusahaan tersebut yang memproduksi sabun di Indonesia, namun juga
PT. Wings Indonesia, PT. Unilever dan lain sebagainya.
Proses pembuatan Sabun dan Detergent pada skala industri rumah tangga
atau konvensional memang tidak terlalu rumit, namun apabila produksi ini
dilakukan pada skala besar/ sekitar beberapa ton perhari tentulah membutuhkan
ilmu khusus untuk melakukannya.
Hal yang harus dilakukan pada proses pembuatan Sabun dan Detergent
adalah persiapan raw material (bahan baku), pengendalian proses, pengendalian
alat, dan treatment hasil produksi. Semua hal tersebut akan dibahas pada makalah
yang berjudul “Proses Pembuatan Sabun dan Detergent” ini.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana sejarah pembuatan Sabun dan Detergent?
2. Bagaimana kegunaan dan Ekonomi Sabun dan Detergent?
3. Bagaimana Proses Pembuatan Detergent?
4. Bagaimana Proses Pembuatan Sabun?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui sejarah pembuatan Sabun dan Detergent.

4
2. Mengetahui kegunaan dan Ekonomi Sabun dan Detergent.
3. Mengetahui Proses Pembuatan Detergent.
4. Mengetahui Proses Pembuatan Sabun.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Pembuatan Sabun dan Detergen.


Sabun sendiri sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi terus
dikembangkan dari campuran mentah basa dan lemak. Pada abad pertama, Pliny,
sang pencetus menjelaskan proses pembuatan sabun, hingga pada abad ke-13,
sabun diproduksi secara industri. Sampai awal abad ke-18, sabun diyakini
campuran lemak dan basa secara mekanis; hingga Chevruel, ahli kimia Perancis,
menunjukkan bahwa pembuatan sabun sepenuhnya melibatkan reaksi kimia.
Domeier menemukan bahwa gliserin dapat diperoleh dari proses
saponifikasi. Leblanc juga menemukan bahwa natrium karbonat dapat diproduksi
dengan harga yang murah dari natrium klorida. Bahan mentah yang semakin
menipis pada PD I menyebabkan Jerman mengembangkan “sabun sintetik” atau
detergen yang terbuat dari rantai pendek alkil naphtalene sulfonates sebagai
wetting agent yang baik. Pada tahun 1920-an dan 1930-an, rantai pendek
penyusun detergen dikembangkan menjadi rantai panjang alkohol sulfat dan pada
tahun 1950-an dikembangkan menjadi senyawa rantai bercabang. Selama tahun
1960-an, syarat biodegradability menjadi penting untuk diperhatikan sehingga
senyawa penyusun detergen kembali ke rantai panjang tidak bercabang karena
rantai tidak bercabang dapat dengan mudah diuraikan.

2.2. Kegunaan dan Ekonomi


Digunakan dalam produk laundry, sabun toilet, sampo, sabun cuci piring,
dan produk pembersih pada rumah tangga. Kegunaan pada industri yaitu bahan
pembersih, surfaktan khusus untuk anti kuman di rumah sakit, pengemulsi pada
kosmestik, flowing dan wetting agent untuk bahan kimia pertanian, dan digunakan
pada proses pengolahan karet. Secara umum, sabun dan detergen digunakan untuk
menghilangkan minyak.

6
Tabel 1. Produksi dan Penjualan Sabun dan Detergen
Sabun Surfaktan Total
6
10 $ kt 106$ kt 10 $ 6
Kt
1940 313 1455 7 13 320 1468
1945 527 1717 35 68 562 1785
1950 540 1308 294 655 834 1963
1960 376 558 953 1789 1329 2347
1970 427 567 1379 2565 1806 3132
1980 1030 545 8430 2663 9460 3208
sumber: Austin, 1984

2.3. Detergen
2.3.1. Pengertian
Detergen berbeda dengan sabun dalam kerjanya pada air sadah. Sabun
membentuk senyawa tidak larut dengan ion air sadah (Ca dan Mg) yang
menyebabkan endapan dan mengurangi busa dan cleaning actionnya. Detergen
bereaksi dengan ion air sadah yang hasil produknya larut atau terdispersi secara
koloid dalam air.
Detergen dibagi dalam 4 kelompok utama, yaitu anionik, kationik,
nonionik dan amfoterik. Kelompok terbesarnya adalah anionik yang biasanya
adalah garam natrium dari sulfonat (organik sulfat).
Pengotor dapat dihilangkan melalui proses pembasahan, pengemulsian,
pendispersian dan atau pelarutan noda oleh cleaning agent. Molekul detergen
yang berkelompok dalam air dinamakan micelles. Bagian hidrokarbon dari
molekul detergen berkelompok dengan micelles dinamakan hidrofobik (tidak
suka air) sedangkan bagian polar berada di luar micelles dinamakan hidrofilik
(suka air). Senyawa yang tidak dapat larut dalam air kemudian terlarut ke dalam
bagian tengah micelles yang ditarik oleh grup hidrokarbon. Proses ini dinamakan
solubilisasi.
Dewasa ini, komposisi detergen diubah ke komposisi yang lebih ramah
lingkungan. Hal ini dikarenakan detergen memiliki fosfat yang menyebabkan
eutrofikasi dalam air alam.

7
2.3.2. Raw Material (Bahan Mentah)
Bahan aktif detergen adalah surfaktan. Kebanyakan menggunakan bahan
inorganik, seperti oleum, caustic soda, natrium fosfat dan additives yang 3% dari
detergen.

2.3.2.1. Surfaktan
Surfaktan adalah bahan yang dapat meningkatkan sifat rambatan suatu
cairan pada suatu objek. Sifat zat seperti ini dimanfaatkan untuk menurunkan
tegangan permukaan suatu cairan atau pada larutan dimana antara dua larutan
memiliki efek interfacial tension.
Proses pencucian meliputi :
1. Dengan membasahi kotoran dan permukaan kotoran yang ingin dicuci
dengan larutan detergen
2. Memindah kotoran dari permukaan
3. Memelihara kotoran pada larutan stabil
Dalam air cucian, detergen mempunyai wetting agent yang dapat
mempermudah menembus ke serat pakaian dan mengangkat kotoran. Setiap
molekul larutan pencuci dapat dianggap sebagai rantai panjang. Ujung rantainya
adalah hidrofobik dan ujung yang lainnya adalah hidrofilik. Bagian hidrofobik
bekerja menyelubungi dan mengikat noda. Pada waktu yang bersamaan, bagian
hidrofilik dari detergen berikatan dengan air sehingga noda dapat terangkat dari
serat pakaian mengikuti aliran air.
Klasifikasi surfaktan :
1. hydrofobik merupakan hidrokarbon dengan jumlah 8 hingga 18 atom
karbon yang berbentuk lurus ataupun bercabang. Ada juga benzene yang
mengganti ikatan atom karbon tersebut, contohnya C12H25-, C9H19.C6H4-.
2. hydrofilik dapat berupa anionik, contohnya –OSO4- atau SO32-; kationik,
contohnya –N(CH3)3+ atau C5H5N+; atau nonionik –(OCH2CH2)nOH. Pada
senyawa anionik, senyawa yang paling banyak dipakai adalah linear
alkylbenzene sulfonate (LAS) dari minyak bumi dan alkyl sulfates dari
lemak hewan dan tumbuhan. Anionik dan kationik tidak cocok untuk

8
sabun. Kondensasi etilen oksida dari fatty alkohol adalah contoh non-ionik
surfaktan. Non-ionik lebih efektif dari anionik dalam mengangkat kotoran
pada temperatur yang lebih rendah untuk serat kain.

Rantai Lurus Alkil Benzen


n-Alkana dipisahkan dari kerosin dengan mengadsropsinya menggunakan
saringan molekular. Alkana bercabang dan siklik mempunyai diameter cross-
sectional yang lebih besar dari rantai lurus sehingga memungkinkan pemisahan
menggunakan saringan. Metode pemisahan senyawa parafin dari rantai alkana
bercabang dan rantai siklik yang bereaksi dengan urea atau thiourea. Urea akan
bereaksi dengan rantai lurus hidrokarbon (≥7 atom karbon) untuk memberikan
crystalline adduct yang dipisahkan dengan filtrasi. Pengadukan dapat diperoleh
dengan memanaskan air pada 80 sampai 900C. Sebaliknya, thiourea akan bereaksi
dengan rantai hidrokarbon bercabang tetapi tidak akan membentuk adduct dengan
rantai lurus atau aromatik. Parafin yang terpisah diubah menjadi benzene alkylates
atau diretakkan untuk menghasilkan α-olefin.
Olefin rantai lurus dihasilkan dari dehidrogenasi parafin, polimerisasi
etilen ke α-olefin menggunakan katalis aluminum trietil (katalis pada proses
perombakan lemak Ziegler), meretakkan lilin parafin atau dengan
dehidrohalogenasi alkil halida. α-Olefin atau alkana halida dapat digunakan untuk
alkylate benzena melalui reaksi Friedel-Crafts dengan memperkerjakan asam
hidrofluorik atau aluminum florida sebagai katalis.

2.3.2.2. Fatty Alcohol


Pembuatan fatty alkohol : Prosedur katalis Ziegler untuk mengubah α-
olefin menjadi fatty alkohol dan proses hidrogenasi metil ester adalah metode
penting untuk menyiapkan fatty alkohol.

9
Gambar 1. Proses alfol
Sumber: Austin, 1984
Fatty alkohol dibuat dari golongan organometallic yang memiliki panjang
rantai karbon berkisar antara 6 sampai 20 karbon. Proses alfol digunakan oleh
Conoco dimulai dengan mereaksikan logam aluminium, hidrogen, dan etilen pada
tekanan tinggi untuk memproduksi aluminium trietil. Senyawa ini kemudian
dipolimerisasikan dengan etilen ke bentuk alumunium alkil. Kemudian dioksidasi
dengan udara untuk membentuk alumunium alkoxides. Saat pemurnian, alkoxides
dihidrolisis dengan 23-26% asam sulfat untuk memproduksi bahan mentah dan
utama, alkohol rantai lurus. Kemudian dinetralisasikan dengan NaOH, dicuci
dengan air dan dipisahkan dengan fraksinasi. Setiap grup etil dari aluminium
trietil dapat ditambahkan etilena untuk membentuk aluminium trialkil dari 4
hingga 16 atom karbon per grup alkil.

10
Gambar 2. Hidrogenolisis metil ester untuk mendapatkan fatty alkohol dan
gliserin.
Sumber: Austin, 1984

2.3.2.3. Suds Regulator


Adalah zat tambahan untuk membuat kerja surfaktan efektif pada mesin
pencuci pakaian.

2.3.2.4. Builders
Kompleks fosfat, seperti natrium tripolifosfat banyak digunakan karena
dapat mencegah menempelnya kembali noda dari air cucian ke serat kain.
Polifosfat mempunyai aksi sinergis dengan surfaktan sehingga meningkatkan
efektifitas dalam proses pembersihan dan mengurangi biaya keseluruhan.
Peningkatan cepat produksi detergen dikarenakan penggunaan polifosfat. Selama
tahun 1960-an, pertumbuhan alga dan eutrofikasi di danau berhubungan dengan
adanya fosfat di detergen sehingga banyak negara menganjurkan zat pengganti

11
fosfat. Senyawa yang pertama kali disarankan untuk mengganti fosfat adalah
nitrilotriacetic acid (NTA), tetapi senyawa tersebut dinyatakan karsinogen pada
tahun 1970. Builders lainnya aalah sitrat, karbonat, dan silikat. Pengganti fosfat
terbaru yang menjanjikan adalah zeolit. Di tahun 1982, 136 kt/tahun zeolit
digunakan sebagai builders detergen. Di tahun 1980, builder mengandung 50%
fosfat, 12% zeolit, 13% silikat, 12% karbonat, serta NTA dan sitrat masing-
masing 2%.

2.3.2.5. Aditif
Penghambat korosi, seperti natrium silikat melindungi logam dan alat
pencuci dari kerja detergen dan air. Karboksimetil selulosa digunakan sebagai
antiredeposition. Penghilang noda, contohnya benzotriazole bekerja bersama
penghambar korosi untuk melindungi logam seperti stainless steel. Zat untuk
membuat serat kain lebih bercahaya adalah pewarna fluorescent karena memiliki
kemampuan untuk mengubah sinar ultraviolet ke cahaya tampak. Bluings
meningkatkan putihnya kain dengan menangkal kencenderungan kain untuk
menjadi kuning secara alami. Agen antimikroba meliputi carbanilides,
salicylanilides, dan kationik. Type pemutih peroxygen (sejenis enzym) digunakan
untuk menguraikan kotoran dan membuat partikel kotoran tersebut lebih mudah
untuk terangkat dari serat pakaian.

2.3.3. Proses pembuatan detergent

1. Sulfonasi Alkylbenzene
a. Reaksi utama

R + H2SO4.SO3  R SO3H + H2SO4 ∆H = -420 kj/kg


Alkylbenzene oleum alkylbenzene sulfonat asam sulfat

2. Reaksi ke dua
SO3
H
12
R SO3H + H2SO4.SO3  R SO3H + H2SO4
Alkylbenzen sulfinat oleum disulfonat asam sulfat

R SO3H + R1 R SO2 R1
+ H2O

Alkylbenzene
Alkyl benzene sulfone 1%
sulfonat
water
Proses pembuatan detergen dapat dijelaskan melalui gambar berikut ini.

Gambar 3. Proses pembuatan detergen


Sumber: Austin, 1984

13
2.3.3.1 Fatty Alcohol Sulfonation
1. Reaksi utama
R-CH2OH + SO3.H2O ↔ R’OSO3H + H2O ∆H = -325
sampai -350 kj/kg
2. Reaksi sekunder
R-CH2OH + R’-CH2-OSO3H  R-CH2-O-CH2-O-CH2-R’ +H2SO4
R’-CH2-CH2OH + SO3  R’-CH=CH2 + H2SO4
R-CH2OH + SO3  RCHO + H2O + SO2
R-CH2OH + 2SO3  RCOOH + H2O + 2SO2
Susunan proses pembuatan detergen adalah sebagai berikut:
1. Sulfonation-sulfation
Alkilbenzen yang dimasukkan ke dalam sulfonator dengan penambahan
sejumlah oleum, menggunakan dominant bath principle (yang
ditunjukanpada gambar 29.8) untuk mengontrol panas pada proses
sulfonasi dan menjaga temperature tetap pada 550C. di dalam campuran
sulfonasidimasukkan fatty tallow alcohol dan oleum. Semuanya dipompa
menuju sulfater, beroperasi juga dalam dominant bath principle untuk
menjaga suhu agar tetap pada kisaran 500 hingga 550C, pembuatan ini
campuran dari surfactant.

2. Netralization
Produk hasil dari sulfonasi-sulfasi dinetralisasi dengan larutan NaOH
dibawah temperature yang terkontrol untuk menjaga fluiditas bubur
surfaktan. Surfaktan dimasukkan dalam penyimpanan.
Berikut ini merupakan diagram alir pembuatan surfaktan:

14
Gambar 4. Pembuatan surfaktan
Sumber: Austin, 1984

Bubur surfaktan, sodium tripolipospat , dan bermacam-macam bahan aditif


masuk ke dalam crutcher. Sejumlah air dipindahkan, dan pasta campuran ini
menebal oleh tripolipospat yang terhidrasi.

Na5P3O10 + 6H2O  Na5P3O10.6H2O


Sodium tripolipospat sodium tripolipospat hexahydrate

Campuran ini dipompa ke upper story, dimana campuran ini disemprotkan


dibawah tekanan tinggi ke dalam high spray tower setinggi 24m, melawan udara
panas dari tungku api. Butiran kering ini adalah bentuk yang dapat diterima,
ukuran dan densitas yang sesuai dapat dibentuk. Butiran yang sudah dikeringkan
di alirkan ke upper story lagi melalui lift yang dapat mendinginkan mereka dari
1150C dan menstabilkan butiran. Butiran ini dipisahkan dalam goncangan,
dilapisi, diharumkan dan menuju pengemasan.

15
2.4 . Sabun
2.4.1. Pengertian
Sabun merupakan zat yang jika bereaksi dengan air sadah akan
membentuk endapan. Sabun terbentuk dari garam sodium atau potassium dari
asam karboksilat panjang (seperti asam stearat, asam oleat atau palmitat dan asam
myristat) sebagai hasil hidrolisis terhadap minyak atau lemak oleh basa (NaOH
atau KOH). Sabun berfungsi sebagai emulgator terhadap kotoran, minyak dan oli
sehingga kotoran-kotoran ini mudah terlepas dan terbawa melalui pembilasan
dengan air. Sifat sabun ini menjadi kurang berfungsi apabila air untuk pencuci
atau pembilasnya bersifat sadah.

2.4.2. Raw Material (bahan baku pembuatan sabun)


Bahan dasar sabun adalah minyak/ lemak dan NaOH (soda kaustik) dan
KOH dengan bahan tambahan berupa pengharum, pewarna, bahan pengisi dan
lain-lain. Lemak merupakan komponen utama dalam pembuatan sabun. Lemak ini
mengandung campuran gliserida yang didapat dari lemak padat yang diberi
pemanasan. Lemak padat dirombak dengan dipanaskan, yang setelah itu
membentuk lapisan diatas permukaan air sehingga dapat diambil dengan mudah.
Lemak ini biasanya dicampur dengan minyak kelapa di ketel sabun atau
penghidrolisis untuk meningkatkan kelarutan sabun tersebut. Dalam pembuatan
sabun, fatty grases (± 20%) adalah bahan baku yang paling penting setelah lemak.
Lemak greases dapat didapatkan dari babi dan hewan domestik dimana bahan ini
penting sebagai sumber gliserin dari asam karboksilat.
Penambahan minyak kelapa pada pembuatan sabun sangatlah penting.
Sabun dengan bahan dasar minyak kelapa bertekstur kuat dan terlihat lebih
mengkilat. Minyak kelapa sebagian besar mengandung gliserida dari asam laurtat
dan asam myristat.
Bahan baku pembuatan sabun sangat banyak konsumennya, terutama soda
kausatik, garam, soda ash, dan kausatik potassium, begitu pula sodium silikat,
sodium bikarbonat, dan trisodium pospat.

16
Bahan anorganik yang ditambahkan pada pembuatan sabun disebut
Builders. Tetrasodium piropospat dan sodium Tripolipospat merupakan bahan
tambahan pada sabun yang dinamakan Builders.

2.4.3. Proses produksi sabun


Teknologi pembuatan sabun semakin berkembang. Computer mengontrol
otomatisasi pabrik dalam saponifikasi continuous oleh NaOH dan lemak, untuk
berproduksi dalam waktu 2 jam sama dengan pembuatan sabun secara
keseluruhan (lebih dari 300 t/ day) debuat dengan 2-5 hari dengan metode
traditional batch.
Prosedur ini melibatkan proses perombakan secara kontinyu, atau
hidrolisis yang dapat ditunjukkan pada tabel berikut ini.
Tallow + Hydrolysis (splitting fats)  tallow fatty acid
Tallow fatty acid + NaOH  sodium salt
Tallow of fatty acid + Builders, etc  soap
Setelah terjadi pemisahan gliserin, asam karboksilat dinetralisasikan
menjadi sabun. Proses kimia dasar dalam pembuatan sabun disebut saponifikasi,
dengan reaksi sebagai berikut:

3NaOH + (C17H35COOH)3C3H5  3C17H35COONa + C3H5(OH)3


Caustic soda gliseril stearat sodium stearat gliserin

Prosedur ini untuk merombak atau menghidrolisis lemak dan kemudian


setelah terpisah dari gliserin, asam lemak dinetralisasikan dengan larutan soda
kaustik:
(C17H35COO)3C3H5 + 3H2O  3C17H35COOH +C3H5(OH)3
C17H35COOH + NaOH  C17H35COONa + H2O
Biasanya lemak dan minyak dijual tidak terkomposisi gliserin dari asam lemak
satu pun, tetapi dalam bentuk campuran. Namun demikian, beberapa asam lemak
dengan kemurnian 90% atau lebih dapat ditempuh dengan proses yang khusus.

17
Selanjutnya, perombakan secara countercurrent lemak ini dikondisikan
dalam keadaan vacuum untuk mencegah terjadinya oksidasi selama proses. Ini
terisi dari bawah dari menara hidrolisis yang berbentuk seperti palung dengan
kecepatan yang terkontrol yang akan memecah lemak menjadi tetesan tetesan.
Menara mempunyai ukuran dengan tinggi 20 meter dan berdiameter 60 cm,
dirancang dengan bahan stailess steel tipe 316. Lihat gambar dibawah ini.

steam Caustic
Fatty acid Flash soda
tank condensor
High
Mixer pressure
neutraliz pump
steam er
Hot Cooling
water
water High
Heat vacuum Heat excanger
excanger still
Hydrolizer
250OC, 4 MPa Soap
steam
blender
Distillate Flash
Fats and
receiver tank
catalyst

air

Bottoms to freezer
Blend
Conventional
tank storage and
soap finishing: Cutter,
recovery
bar, flake or pack off
steam power
Fatty acid Aerated
Crude bar soap
glycerin
evaporator

Gambar 5. Cara pembuatan sabun, produksi asam lemak dan gliserin (proses
kontinyu).
Sumber: Austin, 1984
Minyak dimasukkan melalui bagian bawah tanki menara, karena
densitasnya relative kecil (lebih kecil dari densitas air), maka lemak akan
terangkat keatas dan sebagian kecil bahan lemak akan terlarut menjadi cairan

18
gliserin. Pada waktu yang sama, H2O murni dimasukkan ke dalam menara melalui
bagian atas, sehingga inilah yang disebut dengan proses hidrolisis lemak secara
countercurret dimana proses ini akan mengekstrak gliserin yang terlarut dalam
lemak. Kedua aliran ini bereaksi dalam keadaan tekanan dan suhu tinggi.
setelah perombakan selesai, asam lemak keluar dari bagian atas menara,
sedangkan larutan gliserin keluar dari bawah menara yang otomatis akan
terkontrol pada settling tank. Lihat gambar berikut ini (gliserin proses).

Crude For skimmings To ejector

To glycerin condensers
ejector settling tank
Flash tank ST

DR
Sweet water
from
hydrolyzer 12 Crude Glycerin
glycerol glycerin still
(78% HP
glycerol) steam

caustic

Still feed tank


steam
Distilation
roots

Heat exchanger

Activated
Product tanks
charcoal
CP HG TD
glicerol glycerin glycerin

filter

Refined glycerin Bleaching


(95-99% glycerol) tank

Gambar 6. Flowsheet pembuatan gliserin dari hidrolisis sweet water.


Sumber: Austin, 1984

19
Meskipun campuran asam lemak yang dihasilkan dari metode di atas
digunakan sebagai bahan pembuatan sabun, asam lemak dapat diproduksi sebagai
produk keluaran, dan dapat dipisahkan lagi menjadi komponen yang berguna.
Komposisi asam lemak dari perombakan tergantung pada lemak atau minyak yang
dimasukkan. Pada umumnya yang digunakan untuk produksi asam lemak
meliputi lemak hewani, minyak kelapa, palm, biji kapas dan minyak kedelai.
Proses lama yang banyak digunakan adalah panning dan pressing. Proses
kristalisasi fraksional ini terbatas pada campuran asam lemak dimana yang siap
untuk dipadatkan seperti Tallow Fatty Acid. Lelehan asam lemak mengalir ke
panic, didinginkan, dibungkus dengan kain goni, dan ditekan. Pengekstrakan ini
dapat direalisasikan pada penghasilan minyak merah (umumnya oleic acid ) dari
padatan asam stearat. Total angka penekanan dapat mengindikasikan kemurnian
produk. Untuk memisahkan asam lemak dari rantai panjang yang berbeda dapat
ditempuh dengan cara distilasi, vacuum distillation adalah yang umum digunakan.
Dibawah ini merupakan susunan prinsip pembuatan sabun padat:
1. Pengangkutan lemak dan minyak.
2. Pengangkutan dan pembuatan soda kaustik.
3. Pencanpuran katalis, ZnO, dengan leburan lemak dan pemanasan pada
tanki pencampur.
4. Lemak panas dan katalis masuk ke dalam menara hidrolisis melalui bagian
bawah.
5. Perombakan lemak terjadi secara countercurrent di dalam hydrolyzer
pada suhu 2500C dan tekana 4,1 MPa. butiran lemak akan naik ke atas
berlawanan dengan fase cairnya.
6. Fasa cairnya (H2O) akan melarutkan rombakan gliserin (±12%), jatuh ke
bawah dan terpisah.
7. Kemudian fasa gliserin-air di uapkan dan dimurnikan. Didapatkan gliserin.
8. Fasa asam lemak yang keluar dari bagian atas hydrolizer dikeringkan
dalam flash tank menggunakan cahaya kilasan dan dipanaskan dengan
cepat.
9. Di dalam high-vacuum still, asam lemak didistilasi dari bawah.

20
10. Sabun di bentuk dengan melanjutkan penetralisasian menggunakan 50%
soda kaustik dalam mixer-neutralizer dengan kecepatan tinggi.
11. Sabun murni ini dibebaskan pada suhu 93oC kedalam tanki pencampuran
dengan digoncangkan secara perlahan untuk keluar dari penetralisasian.
Pada saat ini sabun murni dapat dianalisis: 0.002 hingga 0.10 % NaOH,
0.3 hingga 0.6% NaCl, dan ±30% H2O. sabun murni ini dapat diolah,
dipotong atau dikeringkan, tergantung pada permintaan produk. Diagram
alir pada gambir 29.3 menggambarkan proses finishing sabun padat.
12. Proses finishing ini dapat di detailakan: tekanan yang dilakukan pada
sabun murni mencapai 3.5 MPa, dan sabun dipanaskan pada suhu 200oC
dalam steam exchanger dengan tekan tinggi. Sabun panas ini, dilepaskan
pada tanki yang bertekanan atmosfer, dimana dikeringkan (hingga
mencapai 20 %) karena larutan sabun dapat terbentuk diatas titik didihnya
pada tekanan atmosfer. Pada hubungan ini, pasta sabun dicampur dengan
udara dalam mesin, dimana sabun juga didinginkan oleh sirkulasi air laut,
yang kemudian keluar dari 105oC menjadi 65oC. Pada temperatur ini,
sabun dilanjutkan dengan pemotongan dengan ukuran sabun padat. Lalu
segera didinginkan, dicap, dan dibungkus dengan operasi mesin. Proses ini
berlangsung selama 6 jam.

21
BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Pembuatan detergen dan sabun pada skala industri merupakan
gabungan dari ilmu-ilmu exact sebegitu rupa, dan memerlukan alat-
alat yang perlu pengendalian khusus dan mempunyai spesifikasi
tertentu.
2. Pada proses pembuatan detergen, yang pertma kali dilakukan adalah
dengan pembuatan surfaktan. Lalu hasil surfaktan ini, untuk membuat
detergent dicampur dengan phospat, silikat dan dry scrap. Adapun
komposisi surfaktan adalah alkyl benzene sulfonat, fatty alcohol,
oleum dan larutan NaOH. Proses pembuatan detergen melalui alat
crutcer yang dilanjutkan ke drop tank setelah itu dipompa ke spray
tower untuk pembentukan serbuk. Serbuk ini di angkat dengan lift
udara dan diberi aroma (parfum) kemudian menuju packing.
3. Pada proses pembuatan sabun, raw material (bahan baku) yang
digunakan adalah lemak, basa kausatik (NaOH atau KOH), dan katalis.
Pertama-tama lemak dan katalis dimasukkan sebagai feed awal menuju
ke blend tank, setelah itu menuju Hidrolizer. Pada hidrolizer lemak
dihidrolisis yang dapat membentuk asam lemak (gas) dan gliserin.
Setelah itu asam lemak menuju heat exchanger, lalu ke high vacuum
still yang dilanjutkan ke kondensor dan distillate receiver. Pada
distillate receiver muncul hasil samping berupa asam lemak.
Kemudian dari distillate receiver dilanjutkan ke mixer neutralizer
dimana ditambahkannya soda kausatik yang setelah itu menuju soap
blender dan menghasilkan sabun padat. Untuk produksi sabun cair,
maka proses tidak cukup sampai disini, dilanjutkan menuju high
pressure pump lalu heat exchanger, flash tank dan packing. Selain
sabun yang diproduksi pada proses ini, gliserin dan asam lemak
merupakan hasil samping yang cukup besar pemroduksiannya.

22
LAMPIRAN

Pertanyaan 1 (Dwi)
Mengapa bentuk alat pada pembuatan pembuatan detergen (spray tower)
berbentuk seperti corong?
Jawab:
bentuk alat yang didesain seperti corong mempunyai tujuan/ fungsi
tersendiri. Kita mengetahui bahwa detergent yang telah di spray akan
menjadi serbuk, seperti detergen yang kita ketahui sehari-hari. Bentuk
tersebut merupakan fluida, dengan desain seperti itu, maka fluida
tersebut tetap mengalir namun sedikit demi sedikit. Selain alasan
tersebut, terdapat 1 faktor lagi yang menyebabkan desain bentuk seperti
itu, yaitu agar detergen yang keluar dari alat ini sedikit demi sedikit
karena akan melalui lift udara, dimana lift udara pastilah hanya dapat
mengangkat serbuk detergen sedikit demi sedikit.

Pertanyaan 2. (Lilis Triyowati)


Untuk mengendalikan tekanan pada hidrolizer (pada pembuatan sabun) yang
terlihat bahwa suhu dan tekanannya cukup besar yaitu 2500C dan 4 MPa?
Jawab:
Untuk mengendalikan alat tersebut adalah dengan mengontrol alat
dengan melihat meteran pada alat tersebut sehingga jika terjadi tekanan
yang lebih besar dapat diatur pada tekanan dan suhu yang diinginkan.
Selama proses indutri lancar, dan terkendali dengan tekanan yang
cukup besar tersebut pastilah alat tersebut tetap terkendali. Selain itu
alat tersebut tentulah dari produsen alatnya sudah terdesain sedemikian
rupa sehingga tahan pada suhu dan tekanan sebesar itu.

Pertanyaan 3. (Ayu Indah Wibowo)


Proses apakah dan dimanakah sehingga detergent dapat berbentuk serbuk?
Jawab:

23
Untuk detergent dapat berbentuk serbuk adalah melalui proses pada
spray tower. Campuran (Bubur surfaktan, sodium tripolipospat , dan
bermacam-macam bahan aditif ) dari crutcher lalu dihidrolisis
menggunakan air. Setelah itu untuk pembentukan menjadi serbuk,
disemprotkan dibawah tekanan tinggi ke dalam high spray tower
setinggi 24m, melawan udara panas dari tungku api. Ukuran dan
densitas yang sesuai dapat dibentuk. Butiran yang sudah dikeringkan di
alirkan ke upper story lagi melalui lift yang dapat mendinginkan
mereka dari 1150C dan menstabilkan butiran (Austin, 1984)

Pertanyaan 4. (Ridhani Rida)


Mengapa dikehidupan sehari-hari ada sabun yang berbentuk batang dan adapula
yang berbentuk cair. Bagaimana proses pembuatan sabun yang berbentuk cair?
Jawab:
Pada dasarnya, proses pembuatan sabun pada makalah ini adalah proses
pembuatan sabun yang berbentuk padatan. Namun untuk proses
pembuatan sabun cair memang terdapat prosesnya tersendiri. Bahan
bakunya pun terdapat perbedaan antara pembuatan sabun dan detergen.
Yaitu kalau bahan baku sabun cair selain lemak dan basa, ditambahkan
juga EDTA. Berdasarkan bahan baku yang digunakan untuk membuat
sabun cair maka sampai saat ini telah dikenal tiga macam proses
pembuatan sabun cair, yaitu proses saponifikasi trigliserida, netralisasi
asam lemak dan proses saponifikasi metil ester asam lemak. Perbedaan
antara ketiga proses ini terutama disebabkan oleh senyawa impurities
(hasil samping) yang ikut dihasilkan pada reaksi pembentukan sabun
cair , proses pemurnian sabun, senyawa impurities ini harus dihilangkan
untuk memperoleh sabun yang sesuai dengan standar mutu yang
diinginkan tentu saja unit operasi yang terlibat dalam pemurnian ini
berbeda tiap proses yang dipakai disebabkan berbedanya sifat masing –
masing proses (www.ristek.co.id).

24
DAFTAR PUSTAKA

Austin, George T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. Singapore:


McGraw-Hill International Book Company.
Iqbal, Ahmad. 2009. Pembuatan sabun cair. http://www.riset.com . diakses pada
tanggal 2 oktober 2012 pukul 15.54.

25

You might also like