You are on page 1of 65

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Industri semen merupakan salah satu industri strategis di Indonesia yang

merupakan faktor penting dalam mendukung pembangunan dan perekonomian

bangsa ini. Pertumbuhan industri semen dipengaruhi oleh faktor bahan,

teknologi, dan pasar. Kebutuhan akan semen khususnya diwilayah negara

berkembang sangat penting seperti Indonesia, untuk memenuhi pembangunan

diwilayah indonesia bagian timur maka sudah banyak pabrik semen yang

didirikan. Salah satu industri semen yang ada di Indonesia bagian timur adalah PT

Semen Tonasa.

Bahan baku merupakan kebutuhan utama dalam industri semen karena

termasuk faktor penentu berdirinya pabrik. Bahan baku utama yang digunakan

dalam industri semen adalah tanah liat dan batu kapur. Selain itu, digunakan pula

pasir silika dan pasir besi sebagai bahan koreksi, bahan yang tak kalah pentingnya

adalah bahan bakar, bahan bakar utama yang digunakan pada pabrik semen ialah

batubara.

Batubara merupakan salah satu bahan pembakaran pada proses pembuatan

semen seperti dalam Kiln, maupun pemanasan awal (preheater). Batubara

sebelum digunakan sebagai bahan bakar terlebih dahulu dihaluskan dan

dikeringkan pada coal mill.

1
Coal mill adalah alat yang digunakan untuk mengubah raw coal (batubara

mentah) menjadi fine coal (batubara halus). Proses penyiapan fine coal antara lain

penggilingan dan pengeringan di coal mill (tempat batubara diproses), serta

penyimpanan di bin fine coal (tempat penyimpanan sementara batubara halus).

Pengeringan batubara menjadi fine coal dilakukan pada vertical roller mill (alat

pengering batubara), dimana gas panas yang digunakan berasal dari gas buang

klin dan preheater. Selama proses pengoprasian coal mill terdapat beberapa

kondisi yang perlu diperhatikan, seperti temperatur keluar mill, temperatur gas

dari kiln yang digunakan sebagai inlet mill dan pengaturan kehalusan partikel.

Pada PT Semen Tonasa unit IV terdapat dua alat coal mill, yakni coal mill

loesche sebagai coal mill lama dan coal mill atox sebagai coal mill baru.

Perbedaan kedua coal mill ini ialah kapasitas serta masa penggunaannya, coal mill

loesche dikatakan coal mill lama karna sudah digunakan sejak berdirinya pabrik

tonasa unit IV dan telah mengalami beberapa kali perbaikan dengan kapasitas

fine coal yang dihasilkan yakni 52 ton/ jam, sementara coal mill atox dikatakan

coal mill baru karna baru digunakan pada bulan juli tahun 2015 dengan kapasitas

fine coal yang dihasilkan 80 ton/ jam.

Batubara yang diproses dari coal mill diharapkan hanya mengandung

sedikit kadar air, sesuai yang dipersyaratkan sebelum masuk ke klin. Apabila

kadar air batubara yang masuk ke dalam kiln tinggi, maka akan mengakibatkan

meningkatnya konsumsi batubara dalam pembakaran, menurunnya nilai kalor,

menurunkan kualitas klinker dan menurunnya kualitas semen. Sehingga perlu

2
dilakukan evaluasi kebutuhan panas pada alat coal mill, baik coal mill loesche

maupun coal mill atox.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam kerja praktek ini yaitu:

1. Bagaimana menghitung neraca massa coal mill loesche dan coal mill

atox?

2. Bagaimana menghitung neraca panas coal mill loesche dan coal mill

atox?

3. Berapa efisiensi panas pada coal mill loesche dan coal mill atox ?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam kerja praktek ini yaitu:

1. Mengetahui necara massa coal mill loesche dan coal mill atox.

2. Mengetahui necara panas coal mill loesche dan coal mill atox.

3. Menentukan efisiensi panas coal mill loesche dan coal mill atox

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian dari praktek kerja yang kami lakukan yaitu:

1. Untuk memperluas pengetahuan, pengalaman dan wawasan sebelum

terjun ke dunia kerja khusunya dibidang industri.

2. Untuk penerapan ilmu yang diproleh di jenjang pendidikan untuk

pengaplikasian di industri sehingga terjadi feedback (umpan balik).

3. Untuk memperdalam dan meningkatkan kualitas, keterampilan dan

kreativitas serta kemampuan berfikir dalam pengolahan data.

3
BAB II

TUNJAUAN PUSTAKA

A. Semen

1. Pengertian Semen

Kata semen berasal dari bahasa latin Cementum yang artinya pengikat atau

perekat batu kapur. Serbuk batu kapur telah digunakan sebagai bahan adukan

(mortar) lebih dari dua ribu tahun lalu di negara Italia. Dalam perkembangannya,

kata cement mengalami perubahan yang diartikan sebagai segala macam bahan

pengikat atau perekat seperti ”rubber cement” termasuk ”Portland cement”.

Semen adalah perekat hidrolik. Senyawa-senyawa yang terkandung di

dalam semen dapat bereaksi dengan air dan membentuk zat baru yang bersifat

perekat. Contoh perekat hidrolik adalah Portland Cement, Blended Cement, High

Alumina Cement, Mansory Cement, dan sebagainya (Wimvynurbahri,2012).

Semen merupakan campuran bahan kimia dimana silica yang terdapat

dalam komponen semen memberikan kekuatan dalam pemakaiannya, selain itu

semen termasuk sebagai bahan “hidrolisis”, yang dengan penambahan air akan

memberikan kemampuan mengikat bahan lain menjadi suatu massa yang padat

dan keras.

Semen dapat didefinisikan sebagai berikut :

a. Secara Umum

Semen adalah setiap bahan perekat yang yang dapat

menyatukan atau mengikat bahan-bahan padat menjadi satu

4
kesatuan massa yang kokoh dan kuat. Jika dalam pemakainnya

harus ditambah air, maka semen tersebut disebut semen hidrollisis.

b. Semen portland

Menurut SNI No. 15-2049 tahun 1994, semen portland adalah

semen hidrolisiskan dengan cara menggiling terak semen portland

yang terutama terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan

digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau

lebih bentuk kristal senyawa kalsium sulfat, gypsum (CaSO4.2H2O)

dan boleh ditambah dengan tambahan lain (Bobiandika,2009).

2. Bahan Pembuatan Semen

a. Bahan Baku

1). Bahan Baku Utama

Bahan baku utama dalam proses pembuatan semen yaitu batu

kapur (limestone) dan tanah liat (clay). Limestone adalah bahan

utama dalam pembuatan semen yang berfungsi sebagai sumber

kalsium oksida (CaO). Clay merupakan sumber utama silikat.

Disamping itu juga merupakan sumber senyawa-senyawa penting

lainnya, seperti senyawa besi dan alumina.

2). Bahan Baku Koreksi

Apabila komposisi atau kadar senyawa-senyawa utama dalam

tanah liat belum memenuhi syarat, maka untuk campuran bahan-

bahan baku utama dapat ditambahkan bahan koreksi. Bahan baku

5
pengoreksi yang umum digunakan adalah pasir silika dan pasir

besi.

a) Pasir silika

Silika merupakan suatu mineral kristal-kristal

berbentuk prisma, yang mana dibatasi oleh dua pasang

belah ketupat. Dari beberapa unsur yang membentuk

senyawa sebagai penyusun dari semen, diantaranya adalah

silikat (SiO2). Unsur-unsur inilah yang membentuk

senyawa dalam semen yaitu :

Dikalsium silika (2CaO.SiO2) yang dikenal sebagai

C2S.

Trikalsium silika (3CaO.SiO2) yang dikenal sebagai

C3S.

Adapun pembentukan komponen-komponen tersebut

diatas terjadi atau terbentuk pada proses pembakaran.

b) Pasir Besi

Pasir besi digunakan sebagai pengoreksi kadar oksida

besi (Fe2O3) atau pengoreksi perbandingan antara oksida

aluminium (Al2O3) dengan Fe2O3. Di PT. Semen Tonasa

bahan pengoreksi ini diperoleh dari Kalimantan dan dalam

daerah Sulawesi Selatan.

6
3). Bahan Baku Pembantu

Bahan baku pembantu yang ditambahkan dalam proses

pembuatan semen adalah gipsum (CaSO4.2H2O) dan material ke-

3 yang meliputi limestone dan trass. Gipsum merupakan sumber

utama oksida belerang (SO3) yang amat penting untuk

memperbaiki sifat-sifat fisik semen dalam pemakaiannya tersebut.

Limestone dan trass digunakan untuk menambah jumlah produksi

pada pembuatan semen namun tidak mempengaruhi reaksi

senyawa pada semen.

b. Bahan Bakar
Bahan bakar yang digunakan di PT Semen Tonasa adalah bahan

bakar padat dan cair. Bahan bakar padat tersebut di atas adalah

batubara, yang didatangkan dari Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan

dan dari daerah Sulawesi Selatan (batubara lokal). Batubara yang

digunakan untuk pembakaran (proses pembuatan klinker). Selain

batubara, saat ini digunakan pula sekam padi dan biji jambu mete

sebagai bahan bakar. Meskipun energi panas yang dihasilkan tidak

sebesar batubara, tetapi dengan menggunakan bahan bakar alternatif ini

diperoleh dengan harga murah. Sedangkan bahan bakar cair meliputi

solar, premium, dan Bunker C-Oil (BCO) (Winona,2013).

3. Komponen Penyusun Semen

Semen terutama terdiri atas oksida kapur (CaO) 60 -70 % , Oksida Silikat

18 -20 %, Al2O3 4 - 6 %, Fe2O3 3 – 4 %. Keempat oksida tersebut berjumlah

kurang lebih 90 % dan disebut major oksida. Sedangkan sisanya oksida

7
magnesium yang disebut minor oksida. Bahan-bahan yang dominan mengandung

unsur tersebut adalah:

Batu Kapur ( CaO), Tanah liat (Al2O3, SiO2 ), Pasir Silika (Al2O3, SiO2), Pasir

Besi (Fe2O3)

Keempat oksida tersebut akan bergabung/bereaksi pada suhu tinggi

membentuk senyawa-senyawa penting di bawah ini:

Tabel 1. Senyawa yang terbentuk dari proses oksidasi.

Nama Senyawa Rumus Kimia


Tricalsium Silikat (C3S) 3CaOSiO2
Dicalsium Silikat (C2S) 2CaOSiO2
Luminate 3 CaO. Al2O3
Tetrakalsium Aluminat 4CaO. Al2O3.fe2O3
Feri(C4AF)
Sumber PT Semen Tonasa

Disamping itu terdapat impurisitas yang hampir selalu ada MgO berasal

dari Lime stone, SO3 berasal dari Bahan Bakar, Alkali (Na2O,K2O) berasal dari

Material.

Keempat oksida tersebut dibakar dengan perbandingan menghasilkan

senyawa-senyawa penyusun semen yaitu:

a. Trikalsium Silikat( 3CaOSiO2 atau C3S)

C3S terbentuk pada suhu 1250 C dan mempunyai sifat:

 Apabila ditambahkan air akan menjadi kaku, dan dalam beberapa

jam pasti akan mengeras.

 Mempengaruhi pengikatan kekuatan awal, terutama memberi

kekuatan awal sebelum 28 hari.

 Menimbulkan panas hidrasi 500 joule/ gram.

8
 Kandungan C3S pada semen Portland antara 35- 55 % tergantung

pada jenis semen portland.

b. Dikalsium silikat (2CaOSiO2 atau C2S)

C2S terbentuk pada suhu 800-900 C dan mempunyai sifat sebagai berikut:

 Panas hidrasi berlangsung lambat

 Memberi kekuatan penyokong selama 1 hari

 Panas yang dilepas selama proses hidrasi 250 joule/gram

 Kandungan C2S pada semen portland antara 15 -35 %.

c. Trikalsium Aluminat (3 CaO. Al2O3 atau C3A)

C3A terbentuk pada suhu 900-1100° C dan mempunyai sifat :

 Menimbulkan panas hidrasi 850 joule/gram.

 Memberikan kekuatan penyokong pada beton pada periode 1 – 3

hari pertama.

 Kandungan C3A pada semen portland bervariasi antara 7 – 15%.

d. Tetrakalsium Alumina Ferrite (4CaO. Al2O3.Fe2O3)

C4AF terbentuk pada suhu 900- 1200°C dan mempunyai sifat :

 Kurang berpengaruh pada kekuatan semen.

 Panas Hidrasi yang ditimbulkan sebesar 420 Joule/gram.

 Memberikan pengaruh warna pada semen.

 Kandungan C3AF pada semen Portland antara 5 – 10 %.

9
B. Proses Pembuatan Semen

a. Proses Basah

Tahap-tahap dalam proses pembuatan semen meliputi

grinding (penggilingan), mixing (pencampuran), dan firing

(pembakaran). Pada proses basah, tahap penggilingan dan

pencampuran dilakukan secara basah, yaitu dengan kadar air 30-

40%. Alat-alat yang digunakan yaitu ball mill dan slurry blending

tank. Keuntungan yang didapat pada proses ini adalah umpan

yang didapat lebih homogen, sehingga semen yang dihasilkan

juga lebih baik, dan debu yang dihasilkan relatif sedikit.

Sedangkan salah satu kerugiannya ialah penggunaan bahan bakar

yang lebih banyak.

b. Proses Kering

Tahap penggilingan dan pencampuran dilakukan secara

kering (kadar air sekitar 5%) karena tanah liat dikeringkan

terlebih dahulu. Campuran bahan-bahan kemudian digunakan

sebagai umpan kering untuk tahap pembakaran. Keuntungan dari

proses ini adalah bahan bakar yang digunakan relatif lebih sedikit

dengan jumlah produksi yang lebih besar. Sedangkan kerugiannya

adalah umpan kurang homogen dan debu yang dihasilkan relatif

lebih banyak sehingga dibutuhkan alat penangkap debu

(Winona,2013).

10
C. Sifat-Sifat Semen

Secara umum sifat – sifat semen adalah sebagai berikut :

a. Dapat mengeras apabila dicampur dengan air.

b. Tidak larut dalam air.

c. Plastis sementara bila dicampur dengan air.

d. Melepaskan panas bila dicampur dengan air.

e. Dapat melekatkan batuan apabila dicampur dengan air.

Ada beberapa sifat semen yang utama adalah :

a. Sifat Hidrasi Semen

Hidrasi semen adalah reaksi yang terjadi antara komponen

atau senyawa semen dengan air yang akan menghasilkan senyawa

hidrat. Reaksi hidrasi semen akan menghasilkan panas yang

akhirnya akan mempengaruhi kualitas beton. Semua senyawa hidrat

terdapat dalam bentuk “Cement Gel”. Senyawa hidrat tersebut

terdiri dari :

- Calcium Silicate Hydrate Ca(OH)2

- Calcium Aluminate hydrate (3CaO.Al2O3.3H2O)

- Calcium Sulfuric Aluminate Hydrate

(3CaO.Al2O3.3CaSO4.3H2O)4

b. Setting ( Pengikatan ) dan Hardening ( Pengerasan )

Setting (pengikatan) pada adonan semen dengan air adalah

sebagai gejala terjadinya kekakuan atau kebekuan semen yang

biasanya dinyatakan dengan waktu pengikatan (setting time) yaitu

11
mulai terjadinya adonan sampai semen mulai kaku, sedangkan

hardening (pengerasan) yaitu keadaan dimana semen mulai

mengeras dan memberikan kekuatan. Ada dua macam setting time,

yaitu :

1) Initial Setting Time (waktu pengikatan awal) ialah waktu mulai

adonan terjadi sampai mulai terjadi kekakuan tertentu dimana

adonan sudah mulai tidak workable.

2) Final Setting Time (waktu pengikatan akhir) ialah waktu mulai

adonan terjadi sampai kekakuan penuh.

Pada umumnya setting time dipengaruhi oleh beberapa hal

yaitu :

a) Kandungan C3A, makin besar kandungan C3A cenderung

akan menghasilkan setting time yang makin pendek.

b) Kandungan Gipsum (CaSO4.2H2O), makin besar

kandungan gipsum di dalam semen, akan menghasilkan

setting time yang makin panjang.

c) Kehalusan, makin halus partikel-partikel semen akan

cenderung menghasilkan setting time yang makin pendek.

d) False set (pengikatan semu) yaitu gejala terjadinya

pengembangan sifat kekakuan dan adonan semen, mortar

atau beton tanpa terjadinya pelepasan panas yang banyak.

False set terjadi karena pada operasi penggilingan klinker

12
dan gipsum dilaksanakan pada suhu operasi yang terlalu

tinggi sehingga terjadi dehidrasi (pelepasan air kristal).

e) Set atau Flash Set yaitu gejala terjadinya pengembangan

kekakuan yang terlalu cepat dari adonan semen, mortar,

atau beton dengan disertai pelepasan panas yang cukup

besar, dimana kekakuan ini tidak dapat dihilangkan

dengan pengadukan lebih lanjut tanpa penambahan air.

c. Kuat Tekan

Sifat yang harus dimiliki oleh semen untuk dapat menahan

beban tekan. Biasanya kuat tekan (kg/cm2) dinyatakan pada umur 3,

7, dan 28 hari untuk mortar dan beton.

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan tekan

semen yaitu:

1) Kualitas semen

Kehalusan semen

Makin halus semen / partikel semen, akan menghasilkan

kekuatan tekan semen yang tinggi. Hal ini karena makin

luasnya permukaan yang bereaksi dengan air dan kontak

dengan agregat. Kehalusan semen dapat diukur dengan alat

blaine. Semen yang akan ditentukan kehalusannya harus

ditimbang terlebih dahulu. Untuk mendapatkan berat semen

yang akan ditimbang, tergantung dari jenis semen dan berat

jenis semen.

13
Untuk mengetahui berat semen dapat digunakan rumus berikut:

W = Bj x V x ( 1 – 0,5 )

W = Berat contoh yang akan ditimbang

Bj = Berat jenis contoh yang akan ditimbang

V = Volume bed semen (hasil kalibrasi)

0,5 = Porositas Semen

Komposisi Kimia

a) C3S dan C2S

C3S memberikan konstribusi yang besar pada

perkembangan kekuatan awal, sedangkan C2S

memberikan konstribusi kekuatan tekan pada umur

yang lebih panjang.

b) C3 A

C3A mempengaruhi kekuatan tekan sampai pada

tingkat tertentu, pada umur 28 hari dan pengaruh ini

makin kecil sampai nol pada umur setelah satu atau

dua tahun.

c) C4AF , tidak mempengaruhi kekuatan tekan terlalu

banyak.

d) MgO

MgO tidak memberikan konstribusi yang berarti

pada pengembangan kekuatan tekan. Tetapi akan

mengakibatkan ekspansi yang halus, berupa retak-

14
retak rambut, apabila kandungan MgO dalam semen

cukup tinggi.

2) Kualitas selain semen

a) Kualitas air

b) Agregat

c) Additive

d. Penyusutan

Yaitu penyusutan volume beton karena adanya air yang ada

dalam adonan semen tersebut. Semen yang baik adalah jika

penyusutannya sekecil mungkin.

e. Ketahanan (durabilitas)

Yaitu ketahanan beton terhadap pengaruh yang dirusak oleh

pengaruh sulfat dan abrasi (pengikisan).

f. Warna Semen

Warna semen ditentukan oleh kandungan MgO dan C4AF

(4CaO. Al2O3.Fe2O3 = tetra calsium alumino ferrite ) dalam semen.

MgO umumnya berasal dari limestone. Dalam proses pembakaran

di dalam kiln, apabila kadar MgO tidak lebih dari 2 % (dari massa

klinker), maka MgO tersebut akan bersenyawa dengan mineral

klinker, menghasilkan senyawa mineral yang berwarna gelap.

15
Senyawa tersebut tidak memberikan pengaruh negatif atau positif

terhadap kualitas semen.

Sedangkan C4AF juga menyebabkan warna semen menjadi

gelap, karena warna C4AF sendiri yang gelap. Akan tetapi, makin

besar kandungan C4AF, maka konsekuensinya menyebabkan kadar

C3A makin kecil, dan ini menyebabkan kekuatan tekan semen akan

menurun.(Nelson,2014).

D. Gambaran Umum Perusahaan PT Semen Tonasa

PT Semen Tonasa didirikan pada tanggal 05 Desember 1960. Tujuan

mendirikan pabrik semen yaitu menyuplai semen untuk pembangunan kawasan

Indonesia Timur. PT Semen Tonasa menempati lahan seluas 715 hektar di Desa

Biringere, Kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, sekitar 68 kilometer dari

kota Makassar. Mempunyai 4 unit pabrik yang masih aktif beroperasi hingga saat

ini. Pabrik unit II dengan kapasitas produksi 590.000 ton semen per tahun, pabrik

unit III dengan kapasitas produksi 590.000 ton semen per tahun, pabrik unit IV

dengan kapasitas produksi 2.300.000 ton semen per tahun dan pabrik unit V

dengan kapasitas produksi 2.500.000 ton semen per tahun. Maka total produksi

keseluruhan adalah sebesar 5.980.000 ton per tahun (Semen Tonasa,Profil pabrik).

Produk yang dihasilkan PT. Semen Tonasa antara lain:

a. Semen Portland Tipe I (OPC)

Semen Portland Tipe I adalah semen hidrolis yang dibuat dengan

menggiling terak dan gipsum. Semen Portland Tipe I produksi

perseroan memenuhi persyaratan SNI 15-2049-2004 Jenis I dan

16
ASTM C150-2004 Tipe I. Semen jenis ini digunakan untuk

bangunan umum dengan kekuatan tekanan yang tinggi (tidak

memerlukan persyaratan khusus), seperti bangunan bertingkat

tinggi, perumahan, jembatan dan jalan raya, landasan bandar udara,

beton pratekan, bendungan/saluran irigasi, elemen bangunan seperti

genteng, hollow, brick/batako, paving block, buis beton, roster dan

lain-lain.

b. Semen Portland Komposit (PCC)

Semen Portland Komposit adalah bahan peningkat hidrolis hasil

penggilingan bersama terak semen Portland dan gipsum dengan satu

atau lebih bahan anorganik, atau hasil pencampuran bubuk semen

Portland dengan bubuk bahan anorganik lain. Semen Portland

Komposit produksi PT Semen Tonasa memenuhi persyaratan SNI

15-7064-2004. Kegunaan semen jenis ini diperuntukkan untuk

kontruksi beton umum, pasangan batu bata, pelesteran dan acian,

selokan, jalan, pagar dinding, pembuatan elemen bangunan khusus

seperti beton pra cetak, beton pra tekan, panel beton, batabeton

(paving block)dan sebagainya (Semen Tonasa,Produk).

E. Batubara Sebagai Bahan Bakar Dalam Industri Semen

Batubara merupakan salah satu bahan bakar fosil serta batuan sedimen

yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

tumbuhan yang terbentuk melalui proses pembatubaraan.

17
Seperti diketahui bahwa batubara merupakan suatu campuran padatan

yang sangat heterogen dan terdapat dialam dengan tingkat atau grade yang

berbeda, mulai dari lignit, sub bitumine, bitumine sampai antrasit.

1. Sifat-Sifat Batubara

Sebagai padatan, batubara terdiri atas kumpulan maceral (vitrinite, eksinite

dan enertinite) dan mineral (clay, kalsit dan lain-lain). Dilihat dari unsur-

unsur pembentuk batubara terdiri dari carbon, oksigen, nitrogen sedikit sulfur,

fosfor dan lain-lain. Sedangkan dari segi struktur molekul, dapat dibedakan

atas aromatic dan aliphatic. Oleh karena itu dalam industri semen, batubara

digunakan sebagai bahan bakar, maka panas pembakaran, hasil-hasil

pembakaran dan sisa-sisa pembakaran perlu diketahui terutama apabila hal-

hal tersebut dapat mengganggu kualitas semen yang akan dihasilkan.

2. Parameter analisa batubara

a. Analisa Proksimat Terdiri atas :

- Lengas (moisture) yang berupa lengas bebas (free moisture), lengas

bawaan (inherent moisture) dan lengas bawaan (total moisture)

- Kadar abu (ash)

- Carbon (fixed carbon)

- Zat terbang (volatile matter)

b. Analisa Ultimate

Terdiri atas analisis unsure-unsur : C, H,O, N juga S dan phosphor

serta Cl.

18
c. Nilai Kalor

Terdapat dua macam nilai kalor, yaitu :

Nilai kalor net, yaitu nilai kalor pembakaran dihitung dalam keadaan

semua air (H2O) berujud gas. Nilai kalor gross, yaitu nilai kalor

pembakaran diukur dalam keadaan semua air (H2O) berwujud air.

d. Total Sulphur

Sulphur atau belerang dapat berbeda dalam batubara sebagai mineral

pirite, markasite, Ca sulfat atau belerang organik yang pada

pembakarannya akan berubah menjadi SO2.

e. Analisa Abu

Abu yang terjadi dalam pembakaran batubara akan membentuk

oksida-oksida sebagai berikut SiO2, Al2O3, TiO2, Mn3O4, CaO,

MgO, Na2O, K2O. abu inilah yang terutama akan secara padatan

bercampur dengan klinker dan mempengaruhi kualitas semen.

Namun demikian kadar abu batubara di Indonesia biasanya hanya

berkisar antara 5% sampai 20% saja.

f. Hardgrove Grindability Index

Merupakan suatu bilangan yang dapat menunjukan mudah sukarnya

batubara digerus menjadi bahan bakar serbuk. Makin kecil

bilangannya, makin keras keadaan batubaranya. (Sukardarrumidi,

2009)

19
3. Komponen-komponen penyusun batubara

Komponen-komponen penyusun batubara :

a. Air

Kandungan air atau moisture yang terdapat pada batubara, terbagi

atas :

1) Air hidrat (combine moisture) adalah air yang terikat

secara kimia dalam batubara

2) Air lembab (inher moisture) adalah air yang terikat secara

fisika pada bagian dalam batu bara yang mempunyai tekanan

uap yang lebih rendah daripada tekanan uap normal, air ini

umumnya mengisi celah-celah atau kapiler dalam batubara.

3) Air bebas (surface moisture) adalah air yang permukaan

yang terikat secara mekanik dengan batubara pada

permukaan dan mempunyai tekanan uap normal.

b. Unsur Organik

Unsur organik merupakan komponen batubara yang menghasilkan

nilai kalori pada proses pembakaran. Komponen ini terdiri dari unsur-

unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sulfur. Nitrogen

dalam batubara terdapat sebagai senyawa organik yang terikat pada

ikatan karbon dalam batubara, oleh karena itu dalam penentuan kadar

nitrogen ini harus dilakukan destruksi sampel batubara.

20
c. Unsur Mineral

Unsur mineral Abu dalam batubara menrupakan senyawa-senyawa

oksida dari Ca, Fe, dan Ti, Mn, Mg, Na, K dalam bentuk silikat, oksida

sulfat, sulfide dan phosphate, sedankang unsur-unsur As, Ni, Cu, Pb,

Zn terdapat dalam jumlah yang sangat penting dalam analisis terhadap

batubara dengan tujuan untuk mengetahui jenis serta kualitas batubara.

4. Klasifikasi batubara

Gambar 1. Jenis-jenis batubara.

a. Antrasit

Antrasit merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna

hitam berkilauan (luster) metalik, mengandung antara 86-98% unsur

karbon (C) dengan kadar air kurang dari 8%. Nilai panas yang

dihasilkan hampir 15.000 BTU per pon.

Ciri-ciri :

1) warna hitam mengkilat

2) material terkompaksi dengan kuat

3) mempunyai kandungan air rendah

4) mempunyai kandungan karbon padat tinggi

21
5) mempunyai kandungan karbon terbang rendah

6) relatif sulit teroksidasi

7) nilai panas yang dihasilkan tinggi

b. Bituminus

Bituminus mengandung 68-86% unsur karbon (C) serta berkadar

air 8-10% dari beratnya. Nilai panas yang dihasilkan antara 10.500

sampai 15.500 BTU per pon.

Ciri-ciri :

1) warna hitam

2) material sudah terkompaksi

3) mempunyai kandungan air yang sedang

4) mempunyai kandungan karbon padat sedang

5) mempunyai kandungan karbon terbang sedang

6) sifat oksidasi menengah

7) nilai panas yang dihasilkan sedang

c. Sub- bituminus

Sub-bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air,

oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien

dibandingkan dengan bituminus, dengan kandungan karbon 35-

45% dan menghasilkan nilai panas antara 8.300 hingga 13.000

BTU per pon. Meskipun nilai panasnya rendah, batubara ini

umumnya memiliki kandungan belerang yang lebih rendah dari

22
pada jenis lainnya, yang membuatnya disukai untuk dipakai karena

hasil pembakarannya yang lebih bersih.

Ciri-ciri :

1) warna hitam

2) material sudah terkompaksi

3) mempunyai kandungan air yang sedang

4) mempunyai kandungan karbon padat sedang

5) mempunyai kandungan karbon terbang sedang

6) sifat oksidasi menengah

7) nilai panas yang dihasilkan sedang

d. Lignit

Lignit atau biasa dikenal dengan brown coal adalah batubara

yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya.

Lignit merupakan batubara geologis muda yang memiliki

kandungan karbon terendah, 25-35%. Nilai panas yang dihasilkan

berkisar antara 4.000 hingga 8.300 BTU per pon.

Ciri-ciri :

1) warna kecoklatan

2) material terkompaksi namun sangat rapuh

3) mempunyai kandungan air yang tinggi

4) mempunyai kandungan karbon padat rendah

5) mempunyai kandungan karbon terbang tinggi

6) mudah teroksidasi

23
e. Gambut

Gambut berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai

kalori yang paling rendah.

Ciri-ciri :

1) warna coklat

2) material belum terkompaksi

3) mempunyai kandungan air yang sangat tinggi

4) mempunyai kandungan karbon padat yang

sangat rendah

5) mempunyai kandungan karbon terbang sangat

tinggi

6) sangat mudah teroksidasi

7) nilai panas yang dihasilkan amat rendah

5. Proses pengolahan batubara menjadi bahan bakar

Di antara semua bahan bakar yang umumnya dipakai, batubaa merupakan

bahan bakar yang memerlukan investasi awal yang sangat tinggi baik untuk

grinding maupun pengumpanan. Flow sheet dasar dari instalasi batubara hampir

sama di semua tingkat.

a. Penyimpanan (Stock Pilling)

Sesudah di bongkar di suatu pabrik, batubara disimpan di suatu

gudang penyimpanan. Perhatian utama yang harus diberikan pada tahap

ini adalah mengurangi resiko self ignition dan kehilangan (looses)

material selama penyimpanan. Karena salah satu karakter bahan bakar

24
padat adalah tidak homogenik, maka sebelum digiling perlu dilakukan

pre-homogenization, yang antara lain dengan cara pengaturan tumpukan

dan penampian dari gudang penyimpanan.

b. Grinding and Drying (Penggilingan dan Pengeringan)

Untuk batubara yang mempunyai kadar air di bawah 20%,

pengeringannya dilakukan pada coal mill. Untuk batubara yang kadar

airnya lebih dari 20%, biasanya ada alat pengering tambahan sebelum

coal mill. Coal mill dibedakan dalam dua tipe, yaitu :

- Ball mill/Tube mill

- Vertical roller mill

Proses pengeringan di sini adalah mengeringkan raw coal

maksimal sampai pada inherent moisturenya. Di dalam pengoperasian

sistem coal mill ini yang harus menjadi perhatian utama adalah

mengurangi resiko peledakan yang disebabkan :

- Umpan batubara yang tidak lancer

- Ketidaklancaran pengumpanan menyebabkan material

kasar (kering) yang kembali dari separator, akan langsung kontak

dengan udara panas

- Perubahan kadar air batubara yang terlalu besah

- Kadar air produk terlalu rendah, jauh dibawah inherent

moisturenya.

Resiko-resiko peledakan tersebut diperbesar oleh kandungan

volatile matter yang tinggi dari batubara. Pengendalian operasi coal

25
mill didasarkan pada desain kehalusan batubara yang telah

diperhitungkan s esuai kebutuhan pembakaran dalam tanur putar.

c. Penangkapan Debu

Penangkapan debu batubara umumnya dilakukan dengan filter

atau electrostatic presipitator. Untuk mengurangi kehilangan

material, alat penangkap debu ini harus dijaga agar beroperasi secara

optimal. Yang harus diperhatikan di sini adalah debu yang halus

cenderung menyebabkan reaksi peledakan. Campuran batubara atau

udara akan explosive dalam daerah konsentrasi tertentu. Beberapa

ahli menyebutkan bahwa interval 40-150 g/Nm13 sebagai daerah

kritis untuk terjadinya peledakan tersebut, yang biasanya terjadi di

saat start up atau stop peralatan.

d. System Pengumpanan Batubara Halus

System pengumpanan batubara halus ke dalam tanur putar dapat

dibedakan sebagai berikut :

- Direct system

- Semi indirect system

- Indirect system

Pada direct system, semua batubara yang dihasilkan di grinding

mill langsung diumpankan kedalam tanur putar bersama udara

pengeringnya. Pada semi indirect system, batubara dari mill untuk

sementara disimpan dalam intermediate silo sebelum diumpankan ke

dalam tanur putar. Untuk system ini ada dua macam versi yang

26
tergantung pada kadar air batubara. Yang mempunyai kadar air

rendah, udara pengering dari mill sebagian diinjeksikan ke tanur

putar sebagai udara primer, dan sebagian disirkulasikan ke mill. Bila

kadar air tinggi, sebagian gas dari mill dikeluarkan melalui alat

penangkap debu. Pada indirect system, semua batubara dari mill di

simpan di intermediate silo sebelum diumpankan, dan gas dari mill

tidak diumpankan ke tanur putar sebagai udara primer, kecuali bila

diinginkan.

F. Coal Mill

Coal mill merupakan tempat dimana batubara diproses sebelum digunakan

sebagai bahan bakar dalam proses pembakaran dalam kiln. Batubara halus dan

kering yang digunakan sebagai bahan bakar dalam kiln diproleh dari hasil

pengeringan dan penggilingan dan pengeringan batubara kasar di dalam mill.

Proses penggilingan batubara dilakukan dengan menggunakan grinding mill atau

roller mill, dimana type mill yang digunakan tergantung kepada kehalusan yang

diinginkan dan grindability dari batubara.

Pengeringan batubara dilakukan dengan cara melewatkan udara panas

kedalam coal mill, sehingga air yang terdapat pada batubara menguap. Proses

penguapan dugunakan udara panas dengan temperature tertentu. Selain itu udara

panas juga digunakan untuk mengangkat batubara halus dari coal mill dengan

memisahkan yang halus dan yang kasar di dalam separator, sedangkan udara sisa

dibuang ke udara setelah debu batubara dipisahkan di dalam dedusting system.

27
Coal mill dibedakan menjadi dua tipe yaitu Ball mill/Tube mill dan Vertical

roller mill yang dioperasikan secara open circuit dan close circuit.

1. Ball mill / Tube mill

Ball mill merupakan alat penghancur tingkat halus karena alat ini

memiliki mesin gerinding dengan teknologi balls ( bola-bola ) yang

dirancang sehinngga memiliki luas permukaan per unit lebih dari rod

untuk menghasilkan bahan material yang lebih halus. Prinsip kerja ball

mill adalah memutarkan tabung berisi dengan peluru besi seperti boal-bola

yang sudah diisikan di dalam mesin grinding tersebut. Proses penghalusan

terjadi karena mesin grinding, menggerus dan menggiling seluruh material

sampai halus.

2. Vertical roller mill

Gambar 2. Proses dalam alat vertikal coal mill.

28
Vertical roler mill merupakan alat yang digunakan pada pengolahan

batubara dan raw mill di PT. Semen Tonasa. Menurut smidth.a (2011)

Vertical roler mill merupakan alat yang memiliki beberapa proses

didalamnya seperti grinding, drying, separating, dan transporting.

Penggilingan batubara terjadi diatas grinding table yang digiling 2 atau 3

roller. Batubara kasar masuk setengah table, karena table diputar material

terlempar dipinggir table yang disebabkan oleh gaya sentrifugal.

Meterial yang berada dipinggir table digiling oleh roller sehinnga

menjadi halus dan selanjutnya diangkat oleh udara panas dan dikeringkan,

di separator, material yang masih halus dipisahkan dari aliran udara dan

material kasar dikembalikan di tengah table dan digiling kembali. Material

yang telah halus dipisahkan dari uadara didalam cyclone dan dedusting

system. Karena besarnya jumlah udara yang digunakan untuk mengangkat

material, maka sebagian uadara ini disirkulasi ke dalam mill.

Fungsi dari masing-masing proses tersebut adalah:

a. Grinding untuk menghancurkan dan menghaluskan material

diantara roller dan meja

b. Draying untuk mengeringkan material dengan gas panas

c. Transporting untuk mengangkut material yang telah dihaluskan

dari table ke separator melalui hisapan gas.

d. Separating untuk memisahkan produk yang halus dari yang kasar,

dan yang kasar dikembalikan ke table untuk digiling kembali

(Lorensia,2014).

29
G. Perhitungan Neraca Massa dan Neraca Panas

Menurut Himmelblau (1999), perhitungan neraca massa dan panas serta

kapasitas panas dan efisiensi diuraikan sebagai berikut :

1. Perhitungan neraca massa

Perhitungan neraca massa melibatkan massa yang masuk, massa

terakumulasi, dan massa yang keluar proses. Dalam perhitungan

kesetimbangan massa, berlaku persamaan berikut.

Massa masuk = massa keluar

Sedangkan jika terdapat massa yang terakumulasi, maka persamaan

menjadi

Massa masuk = massa keluar + massa terakumulasi

2. Perhitungan neraca panas

Perhitungan neraca panas melibatkan jumlah panas yang masuk,

keluar dan hilang. Hubungan tersebut dapat dilihat pada persamaan

berikut.

Jumlah panas masuk = jumlah panas keluar + jumlah panas hilang

Jumlah panas masuk atau keluar sistem (Q) dihitung dengan

persamaan berikut

Panas sensible adalah panas yang menyebabkan terjadinya

kenaikan atau penurunan temperature tetapi wujud tidak berubah.

Q = m. Cp. dT ...................................................................(1)

Dimana :

30
m = jumlah massa

Cp = kapasitas panas

Panas laten merupakan panas yang diperlukan untuk mengubah fasa

tetapi temperaturnya tetap.

Q = m. λ ......................................................................(2)

Dimana :

Q = Panas

m = massa

λ = panas laten penguapan

Agar jumlah panas yang hilang pada alat sekecil mungkin, sebaiknya

pada alat dipasang penyekat panas (isolasi) dengan bahan yang memiliki

daya hantar panas rendah

3. Kapasitas panas

Kapasitas panas pada tekanan konstan dapat didefinisikan sebagai

berikut :
𝑇2
Q = ∫𝑇1 𝐶𝑝 𝑑𝑇 ..................................................................... (3)

Untuk campuran gas ideal, kapasitas kalor (per mol) campuran adalah

rata-rata berbobot mol dari kapasitas kalor komponen-komponennya

Cp rata-rata = ∑𝑛𝑖=1 𝑥𝑖 𝐶𝑝𝑖 .......................................................(4)

Untuk campuran non ideal, khususnya cairan harus merujuk pada data

percobaan atau beberapa teknik penafsiran yang terdaftar dalam literature.

Kebanyakan persamaan untuk kapasitas kalor padatan, cairan, gas, adalah

31
empiris. Kita biasanya menyatakan kapasitas kalor pada tekanan konstan

Cp sebagai fungsi suhu dalam deret pangkat, dengan konstanta a,b,c dan

seterusnya. Persamaannya sebagai berikut :

Cp = a + bT + cT2 .......................................................(5)

4. Perhitungan efisiensi

Efisiensi dapat didefinisikan dengan persamaan berikut :

𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝


% Efisiensi= 𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 𝑥 100% .......................................(6)

(Nelson, 2014 )

32
BAB III

METODE PENETITIAN

A. Tempat Dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di PT. Semen Tonasa unit IV Pangkep Desa

Biringere Sulawasi Selatan pada tanggal 1 – 27 Februari 2016. Adapun jadwal

kegiatan yang kami lakukan selama kerja praktek terdapat pada tabel.

Tabel 2. Jadwal Kegiatan Pengambilan Data


Minggu Tanggal Kegiatan

Pengambilan data yang


1–2 01/02/2016 dibutuhkan pada bagian
- CCR Tonasa unit IV
13/02/2016 dan bagian lab.

Konsultasi dengan
15/02/2016 manager klin dan staf
3 - tonasa unit IV sekalu
20/02/2016 pembimbing lapangan.

22/02/2016 Konsultasi dengan


- dosen pembimbing
4 27/02/2016 dikampus PNUP.

B. Alat Dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan pada penelitian ini secara umum yaitu coal mill.

Bahan atau sampel yang diteliti yaitu batubara.

33
C. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penulisan ini, metode pengumpulan data yang penulis tempuh

adalah sebagai berikut :

1. Observasi

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan pengamatan atau

peninjauan secara langsung pada obyek penelitian seperti coal mill, CCR

(Central Control Room) dan laboratorium QC (Quality and Control) yakni

pada perusahaan PT. Semen Tonasa Kabupaten Pangkep untuk mendapatkan

data-data yang diperlukan sehubungan dengan penelitian ini. Adapun data

yang diambil adalah :

a. Jumlah produk batubara.

b. Kadar air batubara.

c. Suhu udara panas masuk.

d. Suhu gas panas keluar.

e. Volume udara panas masuk.

f. Kebocoran ( false air ).

2. Interview

Penelitian ini dilakukan dengan mengadakan wawancara atau tanya jawab

secara langsung dengan pimpinan perusahaan dan sejumlah personil yang ada

hubungannya dengan pembahasan ini, khususnya pada bagian Coal mill.

34
3. Dokumentasi

Merupakan bentuk penelitian yang dilakukan dengan mengumpulkan

dokumen atau arsip-arsip perusahaan yang berhubungan dengan operasi coal

mill. Ada pun data-data yang diambil adalah :

a. Data panas spesifik batubara.

b. Data panas spesifik air fasa gas.

c. Data panas spesifik air fasa liquid.

d. Data panas spesifik udara.

e. Panas laten uap air.

D. Metode Analisa Data

Data-data yang diproleh dari hasil pengamatan selama melakukan

penelitian yaitu dengan mengumpulkan data pasa saat coal mill beroperasi. Data

tersebut kami olah dengan melakukan perhitungan neraca panas untuk mengetahui

jumlah panas yang seharusnya digunakan untuk menghasilkan fine coal serta

neraca massa untuk mengetahui banyaknya bahan bakar yang digunakan.

35
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Perhitungan

Data yang diperoleh melalui pengamatan secara langsung di lapangan dan

wawancara dengan kepala staf dan operator kiln dan coal mill unit Tonasa IV,

yang dimulai dari tanggal 1 s.d 27 februari 2016

Tabel 3. Data-data operasional coal mill.

Volume
Kadar air batubara Suhu Gas
Jenis coal Konsumsi Gas
mill Masuk Keluar batubara Masuk Keluar
m3/jam
(%) (%) (°C) (°C)
Atox 32 15,05 1994 381,5 63,5 250000

Loesche 34,33 21,59 1539 381,52 63,537 185000


sumber : center control room PT Semen Tonasa unit IV.

Berdasarkan laporan bulanan oleh staf perencanaan dan evaluasi proses,

besarnya nilai udara palsu ( false air ) dalam sistem pengoperasian vertical coal

mill yakni 10% untuk coal mill atox dan 32% untuk coal mill loesche . Dari data

ini kemudian dihitung efisiensi kebutuhan panas dalam proses pengeringan

batubara oleh kedua alat vertikal coal mill dengan konsep neraca massa dan

neraca panas, dengan basis perhitungan satu hari operasi. Data operasi untuk coal

mill atox diambil pada 06 Oktober 2015 dan data operasi untuk coal mill loesche

diambil pada 13 Juni 2015, hal ini dilakukan karna pada tanggal tersebut vertical

36
coal mill atox maupun loesche beropersi selama 24 jam dengan sumber batu bara

yang sama pula.

Tabel 4. Kesetimbangan neraca massa coal mill atox.

Laju massa masuk Laju massa keluar


Komponen
(ton/jam) (ton/jam)
Batubara 1355.92 1355.92
Air 638.08 240.2189
Udara Palsu
Udara 656.7781 656.7781
Air 9.32545 9.32545
Udara Panas 6661.035 6661.035
Vapor 397.8611

Total 9321.13855 9321.13855

Tabel 5. Kesetimbangan neraca panas coal mill atox.

laju panas masuk laju panas keluar


Komponen
kcal/hari kcal/hari
Batubara 2611501.92 16757137.32
Air 3828480 9248427.65
udara palsu
udara 945760.46 6068629.6
air 55952.7 395029.825
udara panas 581743956.3 61547963.4
Vapor
Laten 224381247.1
Sensibel 6809309
panas diserap 263977907.5
Total 589,185,651.38 589,185,651.38

37
Dari hasil perhitungan neraca massa dan neraca panas untuk

pengoperasian coal mill atox diketahui panas yang terpakai untuk pengeringan

batubara sebesar 263977907,5 kcal/hari dengan efisiensi panas diketahui sebesar

44,804 %.

Tabel 6. Kesetimbangan neraca massa coal mill loesche.

Laju massa masuk Laju massa keluar


Komponen
(ton/jam) (ton/jam)
Batubara 1010.661 1010.661
Air 528.3387 278.2831
Udara Palsu
Udara 1306.646 1306.646
Air 18.55278 18.55278
Udara Panas 4141.246 4141.246
Vapor 250.0556

Total 7005.44448 7005.44448

Tabel 7. Kesetimbangan neraca panas coal mill loesche.

laju panas masuk laju panas keluar


komponen
kcal/hari kcal/hari
Batubara 2595377.448 12502257.59
Air 4226709.6 10724195.82
udara palsu
udara 2508760.3 12085012
air 148422.24 714968.4829
udara panas 361536148.1 38301887.3
Vapor
laten 141018155.5
sensibel 4283772
panas diserap 151385169
total 371,015,417.69 371,015,417.69

38
Dari hasil perhitungan neraca massa dan neraca panas untuk

pengoperasian coal mill atox diketahui panas yang terpakai untuk pengeringan

batubara sebesar 151385169 kcal/hari dengan efisiensi panas diketahui sebesar

40,802%.

B. Pembahasan

Dari perhitungan diatas diketahui bahwa efisiensi pemakaian panas dari alat

vertikal coal mill yakni sebesar 44,804 % untuk coal mill atox dan 40,802 %

untuk coal mill leosche, ini menandakan bahwa alat vertikal coal mill pada bagian

penggunaan panas dalam keadaan yang kurang baik . Namun, apabila ditinjau dari

drying ability (kemampuan alat untuk melepaskan kadar air) , coal mill atox

menurunkan kadar air sebesar 16,95 % sedangkan berdasarkan data desain alat

coal mill atox mampu menurunkan kadar air sebesar 23,5 %. Artinya hasil yang

didapatkan pada bagian penurunan kadar air batubara secara aktual untuk coal

mill atox sebesar 72,13 % dari teoritis. Untuk coal mill leosche menurunkan

kadar air sebesar 12,41 % sedangkan berdasarkan data desain alat coal mill atox

mampu menurunkan kadar air sebesar 15 %. Artinya hasil yang didapatkan pada

bagian penurunan kadar air batubara secara aktual untuk coal mill atox sebesar

82,73 % dari teoritis.

Batubara jenis lignit yang digunakan menggandung kadar air yang cukup

besar yakni 32 % pada umpan batubara coal mill atox dan 34 % pada umpan

batubara coal mill loesche, sehingga fine coal yang akan diumpankan sebagai

39
bahan bakar ke kiln masih memiliki kadar air yang cukup besar 15,05 % untuk

coal mill atox dan 21,59 % untuk coal mill loesche, hal ini akan mengakibatkan :

1. Menurunkan nilai kalor batubara

Berdasarkan salah satu penelitian yang dilakukan oleh Hamriyani

dan Yenny ( 2010 ) tentang hubungan nilai kalor dan kadar air batubara

menunjukan hasil sebagai berikut :

Y = - 253,9 X +725,5

Artinya, setiap kenaikan kadar air sebesar 1% dalam batubara maka

akan menurunkan nilai kalor batubara sebesar 253,9 cal/g , begitu pula

setiap kenaikan kelipatannya kenaikan 2 % maka menurunkan nilai

kalor batubara sebesar 507,8 cal/g.

2. Meningkatkan komsumsi pemakaian batubara dalam pembakaran.

Menurunnya nilai kalor dari batubara maka dibutuhkan panas

tertentu untuk menguapkan air yang terkandung dalam batubara,

sehingga akan lebih banyak energi yang digunakan dalam pembakaran

dalam klin dan preheater serta untuk tetap menjaga suhu pemanasan

yang relatif tinggi maka konsumsi batubara harus ditambah.

3. Menurunnya kualitas klinker.

Kandungan air yang besar pada fine coal akan mengakibatkan

energi yang digunakan untuk mengubah raw meal menjadi klinker

berkurang, selain itu fluktuasi nilai kalor batubara dapat menjadi salah

satu faktor penyebab tingginya FL ( free lime ) menjadi lebih dari 2 %

40
yang bisa saja mengakibatkan klinker menjadi mentah, dengan kata lain

terbentuknya C3S menjadi berkurang dan kualitas klinker menurun.

4. Menurunkan kualitas semen.

Klinker dengan kualitas yang kurang baik ketika digiling menjadi

semen secara otomatis akan menurunkan kualitas semen, baik itu dari

segi free lime maupun dalam kuat tekannya.

5. Meningkatnya pemakaian energi listrik.

Diinginkan kualitas semen yang lebih baik dengan menggunakan

batubara dengan kandungan kadar air yang begitu besar maka dapat

dilakukan dengan menambah waktu pembakaran dalam klin menjadi

lebih lama, ini berarti menambah pemakaian energi listrik untuk

penggerak alat dan otomatis akan menambah biaya operasional

perusahaan.

41
BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah dilakukan penelitian disimpulkan bahwa efisiensi panas dari alat

vertical coal mill atox pada tanggal 06 oktober 2015 sebesar 44,804 % dengan

panas yang digunakan sebesar 263,977,907.5 kcal/hari sedangkan efisiensi

panas dari alat vertical coal mill loesche pada tanggal 13 juni 2015 sebesar

40,802 % dengan panas yang digunakan sebesar 151,385,169 kcal/hari.

B. Saran

1. Banyaknya udara palsu ( false air ) pada alat coal mill loesche perlu diatasi

dengan pemasanggan alat double screw untuk mempersempit jalan

masuknya udara yang ikut dengan batubara.

2. Pengecekan alat vertical coal mill harus dilakukan secara berkala

setidaknya sekali sebulan untuk mencegah terjadinya kebocoran dan hal

yang tidak diinginkan lainnya.

3. Perlu dilakukan pengolahan batubara dengan kulaitas rendah sebelum

masuk alat vertical coal mill berupa penyimpanan batubara dengan baik,

pre-heating dan pre-grinding untuk memudahkan pengolahan selanjutnya.

4. Suhu yang digunakan dalam pengoperasian alat vertical coal mill harus

dijaga tidak terlalu tinggi untuk mencegah terjadinya ledakan dan

kebakaran dengan penambahan dan pengoptimalkan ID FAN .

42
DAFTAR PUSTAKA

Bobiandika, putra . 2016. Defenisi Semen Secara Umum.


hhtp://bobiandikaputra.wordpress.com/2016/01/04/defenisi-semen-secara-
umum/.

http://www.sementonasa.co.id/product.php

http://www.sementonasa.co.id/profil_pabrik.php

Lappy, Winona Theofany. 2013. Efisiensi Pemakaian Batubara pada


Pembakaran di Kiln unit V PT Semen Tonasa. Laporan Tugas Akhir.
Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung Pandang. Makassar.

Lorensia, Delviani sari. November 2014. Evaluasi Performa Coal Mill pada PT.
Semen Tonasa Unit 5 Pangkep. Komponen-Komponen Penyusun
Batubara. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang Jurusan Teknik
Kimia

Michanarchy. 2016. Klasifikasi Batubara.


http://www.michanarchy.com/2016/06/klasifikasi-batubara.html. Diakses
juni 2016

Nelson, Fudley Rantesapan November 2014. Evaluasi Performa Coal Mill pada
PT. Semen Tonasa Unit 5 Pangkep. Rumus perhitungan Neraca Massa dan
neraca Komponen. Makassar: Politeknik Negeri Ujung Pandang Jurusan
Teknik Kimia

Perry H. Robert. 1997. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook.-7th ed. McGraw-


Hill: New York.

Sukandarrumidi. 2009. Batubara dan Pemanfaatanya. Gadjah Mada University


Press, Yogyakarta.

Wimvynurbahri. 2016. Optimalisasi Pembuatan Semen PCC.


http://wimvynurbahri.blogspot.com/2016/01/optimalisasi-pembuatan-
semen-pcc_24.html. Diakses Januari 2016.

43
LAMPIRAN 1 : Perhitungan 1

1. Perhitugan neraca massa coal mill atox.

Jumlah konsumsi batubara

735435 ton – 733441 ton = 1994 ton


100−𝐻2𝑂 𝐼𝑁 100−32
Produk = Umpan x = 1994 ton x = 1596,139 ton
100−𝐻20 𝑂𝑈𝑇 100−15,05

a. Neraca massa komponen air

1) Laju massa batubara dalam produk

= produk x (100% - kadar air produk)


= 1596,139 ton/hari x ( 100 % - 15,05%)
= 1335,92 ton/hari
2) Laju umpan

laju massa batubara dalam produk


=
100 %−kadar air umpan

1335,92 𝑡𝑜𝑛/ℎ𝑎𝑟𝑖
=
100%−32%

= 1994 ton/hari

3) Laju massa air dalam umpan

= laju umpan x kadar air umpan

= 1994 ton/hari x 32%

= 638,08 ton/hari

4) Laju massa air dalam produk

= laju produk x kadar air produk

= 1596,139 ton/hari x 15,05%

44
= 240,22ton/hari

5) Laju massa vapor

= laju massa air umpan – laju massa air produk

= 638,08 ton/hari – 240,2189 ton/hari

= 397,86 ton/hari

b. Neraca komponen batubara

1. Laju massa batubara dalam umpan

= laju umpan – laju massa air dalam umpan

= 1994 ton/hari – 638,08 ton/hari

= 1355,92 ton/hari

2. Laju massa batubara dalam produk

= laju produk – laju massa air dalam produk

= 1596,139 ton/hari – 240,2189 ton/hari

= 1355,92 ton/hari

c. Neraca komponen gas

1) Total laju massa gas keluar

= volume gas x volume gas standar x BM

1000 𝑙 1 𝑚𝑜𝑙
= 250000 m3/ jam x 24 jam/hari x x x 28,84
1 𝑚3 22,4 𝑙

1 𝑘𝑔
gram/mol x 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 7725000 kg/hari

= 7725 ton/hari

45
2) Laju massa udara panas masuk

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟−𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟


=
( 1+10 %)

𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛
7725 −397,8611
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖
=
1,10

= 6661,03 ton/hari

3) Laju massa udara palsu ( false air )

= persen udara palsu x laju massa udara panas masuk

= 10 % x 6661,035 ton/hari

= 666,10 ton/hari

4) Laju massa air dalam udara palsu

= kadar air dalam udara palsux laju massa udara palsu

= 1,4 % ton air/ton udara x 666,1035 ton /hari

= 0,014 ton air/ton udara x 666,1035 ton/hari

= 9,33 ton/hari

5) Laju massa udara dalam udara palsu

= laju massa udara palsu – Laju massa air dalam udara

palsu

= 666,1035 ton/hari – 9,32545 ton/hari

= 656,78 ton/hari

6) Laju massa udara kering dalam udara panas keluar

= laju massa udara panas masuk

= 6661,03 ton/hari

46
Laju massa masuk Laju massa keluar
Komponen
(ton/jam) (ton/jam)
Batubara 1355.92 1355.92
Air 638.08 240.2189
Udara Palsu
Udara 656.7781 656.7781
Air 9.32545 9.32545
Udara Panas 6661.035 6661.035
Vapor 397.8611

Total 9321.13855 9321.13855

2 Perhitugan neraca panas coal mill atox.

a. Panas masuk

1) Laju panas sensible batubara

= laju massa batubara dalam umpan x Cp batubara rata-

rata x ( temperatur umpan – temperatur referensi)

= 1355.92 ton/hari x 0.321 kcal/kgoC x ( 31 – 25 )oC

= 2611.50192 ton kcal/kg hari

=2611501.92 kcal/hari

2) Laju panas sensible air

= laju massa air dalam umpan x Cp air rata-rata x

( temperatur umpan – temperatur referensi)

= 638.08 ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 31 – 25 )oC

= 3828.48 ton kcal/kg hari

= 3828480 kcal/hari

47
3) Laju panas sensible udara dalam udara palsu

= massa udara dalam udara palsu x Cp udara rata-rata x

( Temperatur udara palsu– temperatur referensi )

= 656.7781 ton/hari x 0.24 kcal/kgoC x ( 31 – 25 )oC

= 945.76046 ton kcal/kg hari

= 945760.46 kcal/hari

4) Laju panas sensible air dalam udara palsu

= massa air dalam udara palsu x Cp air rata-rata x

(temperatur udara palsu – temperatur referensi )

= 9.32545 ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 31 – 25 )oC

= 55.9527 ton kcal/kg hari

= 55952.70 kcal/hari

5) Laju panas sensible udara panas

= laju massa udara panas masuk x Cp udara panas rata-rata

x ( temperatur udara panas – temperatur referensi)

= 6661.035 ton/hari x 0,24498 kcal/kgoC x (381.5 - 25)oC

= 581743,9563 ton kcal/kg hari

= 581743956,30 kcal/hari

b. Panas keluar

1) Laju panas sensible batubara

= laju massa batubara dalam produk x Cp batubara rata-

rata x ( temperatur produk – temperatur referensi)

= 1355.92 ton/hari x 0.321 kcal/kgoC x ( 63.5 – 25 )oC

48
= 16757.13732 ton kcal/kg hari

= 16757137.32 kcal/hari

2) Laju panas sensible air

= laju massa air dalam produk x Cp air rata-rata x

( temperatur produk – temperatur referensi)

= 240.2189 ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 63.5 – 25 )oC

= 9248.42765 ton kcal/kg hari

= 9248427.65 kcal/hari

3) Laju panas sensible udara dalam udara palsu

= massa udara x Cp udara rata-rata x ( Temperatur udara

palsu – temperatur referensi )

= 656.7781 ton/hari x 0.24 kcal/kgoC x ( 63.5 – 25 )oC

= 6068.6296 ton kcal/kg hari

= 6068629.60 kcal /hari

4) Laju panas sensible air dalam udara palsu

= massa air dalam false air x Cp air rata-rata x

(temperatur udara palsu – temperatur referensi )

= 9.32545 ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 63.5 – 25 )oC

= 395.029825 ton kcal/kg hari

= 395029.82 kcal/hari

5) Laju panas sensible udara panas

= laju massa udara panas keluar x Cp udara panas rata-rata

x ( temperatur udara panas – temperatur referensi)

49
= 6661.035 ton/hari x 0,24 kcal/kgoC x ( 63.5 – 25 )oC

= 61547,9634 ton kcal/kg hari

= 61547963,40 kcal/hari

6) Laju panas penguapan

a) Panas vapor latent

= massa vapor x λ vapor

= 397,8611 ton/hari x 563968,8 kcal/ton

= 224381247,10 kcal/hari

b) Panas vapor sensible

= massa vapor x Cp rata-rata vapor x ( temperatur

vapor – temperatur referensi)

= 397,86ton/hari x 0,44454 kcal/kgoC x ( 63.5 –

25)oC

= 6809,309 ton kcal/kg hari = 6809309 kcal/hari

7) Panas yang terserap

= panas masuk – panas keluar

= 589185651.38 kcal/hari – 325207743.9 kcal/hari

= 263977907.48 kcal/hari

50
laju panas masuk laju panas keluar
Komponen
kcal/hari kcal/hari
Batubara 2611501.92 16757137.32
Air 3828480 9248427.65
udara palsu
Udara 945760.46 6068629.6
Air 55952.7 395029.825
udara panas 581743956.3 61547963.4
Vapor
Laten 224381247.1
Sensibel 6809309
panas diserap 263977907.5
Total 589,185,651.38 589,185,651.38

Efisiensi panas

𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝


= x 100 %
𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘

263977907.48 𝑘𝑐𝑎𝑙/ℎ𝑎𝑟𝑖
=589185651.38 𝑘𝑐𝑎𝑙/ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑥 100%

= 44.804 %

51
Perhitungan 2

1. Perhitugan neraca massa coal mill loesche.

Jumlah konsumsi batubara

656885 ton – 655346 ton = 1539 ton


100−𝐻2𝑂 𝐼𝑁 100−34,33
Produk = Umpan x 100−𝐻20 𝑂𝑈𝑇 = 1539 ton x 100−21,59 = 1288,944 ton

a. Neraca massa komponen air

1. Laju massa batubara dalam produk

= produk x (100% - kadar air produk)


= 1288,944 ton/hari x ( 100 % - 21,59%)
= 1010,661 ton/hari
2. Laju umpan

laju massa batubara dalam produk


=
100 %−kadar air umpan

1010,661 𝑡𝑜𝑛/ℎ𝑎𝑟𝑖
=
100%−34,33%

= 1539 ton/hari

3. Laju massa air dalam umpan

= laju umpan x kadar air umpan

= 1539 ton/hari x 34,33%

= 528,3387 ton/hari

4. Laju massa air dalam produk

= laju produk x kadar air produk

= 1288,944 ton/hari x 21,59%

52
= 278,2831 ton/hari

5. Laju massa vapor

= laju massa air umpan – laju massa air produk

= 528,3387 ton/hari – 278,2831 ton/hari

= 250,0556 ton/hari

b. Neraca komponen batubara

1. Laju massa batubara dalam umpan

= laju umpan – laju massa air dalam umpan

= 1539 ton/hari – 528,3387 ton/hari

=1010,661 ton/hari

2. Laju massa batubara dalam produk

= laju produk – laju massa air dalam produk

= 1288,944 ton/hari – 278,2831 ton/hari

= 1010,661 ton/hari

c. Neraca komponen gas

1. Total laju massa gas keluar

= volume gas x volume gas standar x BM

1000 𝑙 1 𝑚𝑜𝑙
= 185000 m3/ jam x 24 jam/hari x x x 28,84
1 𝑚3 22,4 𝑙

1 𝑘𝑔
gram/mol x 1000 𝑔𝑟𝑎𝑚

= 5716500 kg/hari

= 5716,5 ton/hari

53
2. Laju massa udara panas masuk

𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑔𝑎𝑠 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟−𝑙𝑎𝑗𝑢 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑣𝑎𝑝𝑜𝑟


=
( 1+32 %)

𝑡𝑜𝑛 𝑡𝑜𝑛
5716,5 −250,0556
ℎ𝑎𝑟𝑖 ℎ𝑎𝑟𝑖
=
1,32

= 4141,246 ton/hari

3. Laju massa udara palsu

= persen udara palsu x laju massa udara panas masuk

= 32 % x 4141,246 ton/hari

= 1325,199 ton/hari

4. Laju massa air dalam udara udara

= kadar air udara palsu x laju massa udara palsu

= 1,4 % ton air/ton udara x 1325,199 ton /hari

= 0,014 ton air/ton udara x 1325,199 ton/hari

= 18,55278 ton/hari

5. Laju massa udara dalam udara palsu

= laju massa udara palsu – laju massa air dalam udara

palsu

= 1325,199 ton/hari – 18,55278 ton/hari

= 1306,646 ton/hari

6. Laju massa udara kering dalam udara panas keluar

= laju massa udara panas masuk

= 4141,246 ton/hari

54
Laju massa masuk Laju massa keluar
Komponen
(ton/jam) (ton/jam)
Batubara 1010.661 1010.661
Air 528.3387 278.2831
Udara Palsu
Udara 1306.646 1306.646
Air 18.55278 18.55278
Udara Panas 4141.246 4141.246
Vapor 250.0556

Total 7005.44448 7005.44448

2 Perhitugan neraca panas coal mill loesche.

a. Panas masuk
1. Laju panas sensible batubara

= laju massa batubara dalam umpan x Cp batubara rata-

rata x ( temperatur umpan – temperatur referensi)

= 1010.661 ton/hari x 0.321 kcal/kgoC x ( 33 – 25 )oC

= 2595.377448 ton kcal/kg hari

=2595377.48 kcal/hari

2. Laju panas sensible air

= laju massa air dalam umpan x Cp air rata-rata x

( temperatur umpan – temperatur referensi)

= 528.3387 ton/hari x 1kcal/kgoC x ( 33 – 25 )oC

= 4226.7096 ton kcal/kg hari

= 4226709.6 kcal/hari

55
3. Laju panas sensible udara dalam udara palsu

= massa udara x Cp udara rata-rata x ( Temperatur

udara palsu – temperatur referensi )

= 1306.646 ton/hari x 0.24 kcal/kgoC x ( 33 – 25 )oC

= 2508.7603 ton kcal/kg hari

= 2508760.3 kcal/hari

4. Laju panas sensible air dalam udara palsu

= massa air dalam udara palsu x Cp air rata-rata x

(temperatur udara palsu – temperatur referensi )

= 18.55278 ton/hari x 1kcal/kgoC x ( 33 – 25 )oC

= 148.42224 ton kcal/kg hari

= 148422.24 kcal/hari

5. Laju panas sensible udara panas

= laju massa udara panas masuk x Cp udara panas

rata-rata x ( temperatur udara panas – temperatur

referensi)

= 4141.246 ton/hari x 0,24487 kcal/kgoC x (381.521 -

25)oC

= 361536,1481 ton kcal/kg hari

= 361536148,1 kcal/hari

56
b. Panas keluar

1. Laju panas sensible batubara

= laju massa batubara dalam produk x Cp batubara rata-

rata x ( temperatur produk – temperatur referensi)

= 1010.661 ton/hari x 0.321 kcal/kgoC x ( 63.537 – 25 )oC

= 12502.25759 ton kcal/kg hari

= 12502257.59 kcal/hari

2. Laju panas sensible air

= laju massa air dalam produk x Cp air rata-rata x

( temperatur produk – temperatur referensi)

= 278.2831ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 63.537 – 25 )oC

= 10724,19582 ton kcal/kg hari

= 10724195.82 kcal/hari

3. Laju panas sensible udara dalam udara palsu

= massa udara x Cp udara rata-rata x ( Temperatur udara

palsu– temperatur referensi )

= 1306.646 ton/hari x 0.24 kcal/kgoC x ( 63.537 – 25 )oC

= 12085,012 ton kcal/kg hari = 12085012 kcal /hari

4. Laju panas sensible air dalam udara palsu

= massa air dalam udara palsu x Cp air rata-rata x

(temperatur udara palsu – temperatur referensi )

= 18.55278 ton/hari x 1 kcal/kgoC x ( 63.537 – 25 )oC

= 714.9684829 ton kcal/kg hari

57
= 714968.4829 kcal/hari

5. Laju panas sensible udara panas

= laju massa udara panas keluar x Cp udara panas rata-rata

x ( temperatur udara panas – temperatur referensi)

= 4141.246 ton/hari x 0,24 kcal/kgoC x ( 63.537 – 25 )oC

= 38301,8873 ton kcal/kg hari

= 38301887,3 kcal/hari

6. Laju panas penguapan

a. Panas vapor latent

= massa vapor x λ vapor

= 250,0556 ton/hari x 563947,2 kcal/ton

= 141018155,5 kcal/hari

b. Panas vapor sensible

= massa vapor x Cp rata-rata vapor x ( temperatur

vapor – temperatur referensi)

= 250,0556 ton/hari x 0,444541 kcal/kgoC x (

63.537 – 25 )oC

= 4283,772 ton kcal/kg hari

= 4283772 kcal/hari

7. Panas diserap

= panas masuk – panas keluar

= 371015417.7 kcal/hari – 219630248.7 kcal/hari

= 151385169 kcal/hari

58
laju panas masuk laju panas keluar
Komponen
kcal/hari kcal/hari
Batubara 2595377.448 12502257.59
Air 4226709.6 10724195.82
udara palsu
udara 2508760.3 12085012
Air 148422.24 714968.4829
udara panas 361536148.1 38301887.3
Vapor
laten 141018155.5
sensibel 4283772
panas diserap 151385169
total 371,015,417.69 371,015,417.69

Efisiensi panas

𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑠𝑒𝑟𝑎𝑝


= x 100 %
𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘

𝑘𝑐𝑎𝑙
151385169
ℎ𝑎𝑟𝑖
= 𝑘𝑐𝑎𝑙 𝑥 100 %
371015417.7
ℎ𝑎𝑟𝑖

= 40,802 %

59
Lampiran 2 : Data operasional Pabrik

60
Lampiran 3 : Tabel Heat Capacity

61
62
63
64
Lampiran 4 : Flow Chart Coal Mill Atox

65

You might also like