You are on page 1of 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Barotrauma telinga tengah atau aerotitis media atau ear block
didefinisikan sebagai proses inflamasi akut di telinga tengah sebagai
akibat perubahan tekanan atmosfer.
Berdasarkan patologinya, barotrauma dibagi dua, yaitu barotitis
media dan baromiringitis. Barotitis media adalah keadaan patologis yang
ditandai peradangan pada mukosa telinga tengah, perdarahan dan cairan
transudat di telinga tengah. Baromiringitis adalah kerusakan struktur
membran timpani.
Barotrauma telinga tengah terjadi akibat kegagalan tuba Eustachius
untuk menyamakan tekanan udara antara telinga tengah dan lingkungan
saat terjadi perubahan tekanan udara. Kecepatan dan besarnya perubahan
tekanan udara berpengaruh terhadap terjadinya barotrauma. Makin cepat
perubahan tekanan udara yang terjadi dan makin besar perbedaan tekanan
yang ada, maka makin mudah barotrauma terjadi.
Referat ini disusun dalam rangka melakukan pendekatan diagnosis
dan tatalaksana hubungan resiko terjadinya barotrauma telinga pada anak
saat naik pesawat terbang untuk memenuhi tugas Kepanitraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Daerah Dr. R.M. Djoelham Kota
Binjai.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

A. Barotrauma Telinga
1. Definisi
Barotrauma adalah kerusakan jaringan yang terjadi akibat
kegagalan untuk menyamakan tekanan udara antara ruang berudara
pada tubuh(seperti telinga tengah) dan tekanan pada lingkungan
sewaktu melakukan perjalan dengan pesawat terbang. Barotrauma
pada telinga adalah keadaan dengan terjadinya tekana yang tiba-tiba
diluar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang yang menyebabkan
tuba gagal untuk membuka.
Hukum Boyle menyatakan bahwa suatu penurunan atau
peningkatan pada tekanan lingkungan akan memperbesar atau
menekan (secara berurutan) suatu volume gas dalam ruang tertutup.
Bila gas terdapat struktur yang teratur, maka struktur tersebut dapat
rusak karena ekspansi ataupun kompresi. Barotrauma dapat terjadi
bilamana ruang-ruang berisi gas dalam tubuh (telinga tengah, paru-
paru) menjadi ruang tertutup dengan menjadi buntutnya jaras-jaras
ventilasi normal.
2. Epidemiologi
Barotrauma memiliki prevalensi tertinggi pada masalah
kesehatan yang berhubungan dengan penerbangan dan telah menjadi
salah satu faktor dari kecelakaan penerbangan. Sekitar 65% dari anak-
anak dan 46% dari orang dewasa melaporkan adanya rasa tidak
nyaman atau nyeri di telinganya saat penerbangan. Insiden dari
barotrauma pada penerbang yang sehat mencapai 1,9-9%. Dalam satu
penerbangan, 31% merasakan adanya rasa tidak nyaman ditelinganya
saat takeoff dan 85% saat landing. Tingginya jumlah penumpang yang

2
3

bepergian dengan menggunakan pesawat menyebabkan banyaknya


orang yang beresiko mengalami barotrauma.
3. Etiologi
Seseorang dalam suatu penerbangan akan mengalami
perubahan ketinggian yang mengakibatkan terjadinya perubahan
tekanan udara sekitar. Tekanan udara akan menurun pada saat lepas
landas (naik/ascend) dan meninggi saat pendaratan (turun/descend).
Tekanan lingkungan yang menurun, menyebabkan udara dalam telinga
mengembang dan secara pasif akan keluar melalui tuba eustachius.
Jika perbedaan tekanan udara telinga tengah dan lingkungan terlalu
besar, maka tuba eustachius akan menciut untuk memenugi regulasi
tekanan yang adekuat, terjadi perbedaan tekanan telinga tengah dengan
tekanan atmosfir yang membesar selama lepada landas dan mendarat,
menyebabkan ekstensi maksimal membrane timpani. Keadaan ini
dapat mengakibatkan pendarah. Pada ekstensi submaksimal, akan
timbul perasaan penuh dalam telinga dan pada ekstensi maksimal
berubah menjadi nyeri.
4. Patofisiologi
a. Barotrauma penerbangan saat take off (Barotrauma
ascending)
Saat lepas landas, tekanan udara di atmosfir berkurang dan
gas dalam telinga tengah mengembang sesuai dengan hukum
Boyle. Jika tuba eustachius tidak terbuka, maka tekanan
dalam telinga tengah menjadi positif relatif sehingga membran
timpani akan terdorong keluar (bulging).
b. Barotrauma penerbangan saat landing (Barotrauma
descending)
Pada saat pesawat hendak mendarat, tekanan atmosfer di
lingkungan meningkat secara cepat sehingga volume telinga tengah
menjadi negatif.
4

Tuba eustachius yang edema saat terjadi infeksi mencegah aliran


udara ke telinga tengah  menyebabkan retraksi membrane timpani ke
dalam, dan pembuluh darah padatelinga tengah dapat ruptur
dan mengalami perdarahan kemudian menyebabkan
hemotimpanum. Hal ini dapat berlangsung hingga berhari-hari.
5. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala barotrauma telinga tengah termasuk nyeri, rasa
penuh dan berkurangnya pendengaran. Diagnosis dipastikan dengan
otoskop. Gendang telinga tampak mengalami injeksi dengan
pembentukan bleb hemoragik atau adanya darah di belakang gendang
telinga. Kadang-kadang membran timpani akan mengalami perforasi.
Dapat disertai gangguan pendengaran konduktif ringan.
Perlu ditekankan bahwa tinitus yang menetap, vertigo dan tuli
sensorineural adalah gejala-gejala kerusakan telinga dalam.
Barotrauma telinga tengah tidak jarang menimbulkan kerusakan
telinga dalam yang merupakan masalah serius dan mungkin
memerlukan pembedahan untuk mencegah kehilangan pendengaran
yang menetap. Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran
dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan rangkaian
penala untuk memastikan bahwa gangguan pendengaran bersifat
konduktif dan bukannya sensorineural. episode-episode vertigo singkat
yang terjadi saat naik atau turun disebut vertigo alternobarik. Hal ini
sering dikeluhkan dan lazim menyertai barotrauma telinga tengah.
Selama vertigo dapat mereda dalam beberapa detik, tidak diperlukan
pengobatan ataupun evaluasi lebih lanjut.
5

Gejala barotrauma dapat dibagi berdasarkan letak kelainan


pada telinga :
 Barotrauma auris eksterna:
1) Perdarahan berupa ptechie
2) Perdarahan sub kutan
3) Mungkin kongesti pembuluh darah pada membran timpani bila
perdarahan sub kutan besar.
 Barotrauma auris media: 
1) Nyeri yang bervariasi intensitasnya pada telinga yang terkena
barotrauma.
2) Kadang-kadang dijumpai darah disekitar hidung atau mulut
akibat perdarahan dari kavum timpani yang terdorong waktu
naik.
3) Perasaan buntu/ tuli.
Biasanya berupa tuli konduksi ringan sementara akibat
gangguan pada tulang-tulang pendengaran dalam kavum
timpani. Dan bisa diharapkan kesembuhan dalam waktu 1
minggu.
 Barotrauma auris interna: 
1) Perasaan buntu (Blokade)
2) Ketulian tipe sensori
Ketulian ini bisa total atau hanya pada frekuensi tinggi
(4000- 8000 Hz). Juga ketulian ini dapat terjadi seketika atau
perlahan-lahan.
1) Tinnitus
2) Gejala-gejala gangguan vestibular seperti vertigo, ataksia, dan
disorientasi.
6

6. Penegakkan Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesis umumnya didapatkan adanya keluhan
pasien berupa rasa nyeri pada telinga, autofoni, perasaan ada air
dalam telinga, penurunan pendengaran, tinnitus, sakit kepala, mual,
muntah dan vertigo, yang terjadi setelah menyelam atau
penerbangan dimana terdapat perubahan cepat pada tekanan
lingkungan.
b. Pemeriksaan fisik
a) Inspeksi membran timpani dengan otoskop. Untuk evaluasi
membran timpani digunakan Skala Teed :
1) Derajat I : eritema pada pars flaksida
2) Derajat II : eritema pada seluruh bagian membran timpani
3) Derajat III : hematom pada membran timpani
4) Derajat IV : hematotympanum
5) Derajat V : ruptur membran timpani

Gambar 2.1. Skala Teed untuk derajat barotrauma telinga tengah.


7

b) Tes pendengaran
Semua orang yang mengeluh kehilangan pendengaran
dengan barotrauma harus menjalani uji pendengaran dengan
rangkaian penala untuk memastikan jenis gangguan
pendengarannya apakah konduktif jika hanya terbatas pada telinga
tengah atau sensorineural jika telah mengenai telinga dalam.
c) Tes fistula
Tes fistula ini dilakukan untuk mengetahui adanya
hubungan (fistula) antara telinga tengah dengan telinga dalam.
Caranya adalah dengan memberikan tekanan positif dan negatif
pada membran timpani yang intak dengan menggunakan otoskop
pneumatisasi atau otoskop Siegel. Dikatakan tes fistula ini positif
jika terjadi nistagmus. Pada fistula membran foramen maka akan
tampak nistagmus yang ringan dengan durasi yang cepat.
c. Pemeriksaan penunjang

Audiometri nada murni
Pemeriksaan ini dilakukan menggunakan audiometer untuk
menentukan dengan pasti jenis dan derajat ketulian. Pasien akan
mendengar nada murni yang diberikan pada frekuensi yang
berbeda melalui sebuah headphone. Intensitas nada berangsur-
angsur dikurangi sampai ambang dengar yaitu titik dimana suara
terkecil dapat didengar dan diketahui. Hasilnya ditunjukkan dalam
decibel dan dimasukkan ke dalam bentuk audiogram.
Hasil pemeriksaan dapat menentukan bahwa terjadi tuli
konduktif, sensorineural atau campuran, bergantung pada lokasi
barotrauma serta derajat ketulian, apakah tuli ringan (>25-40dB),
sedang (>40-55db), berat (>70-90dB) atau tuli sangat berat
(>90dB).
8

Pencitraan
Pemeriksaan penunjang ini dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya tumor nasofaring atau sinusitis. Pencitraan
menggunakaan High resolution computerized tomography (HRCT)
merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang dapat
memperlihatkan hemotympanum pada telinga tengah dan fistula
pada labirin karena potongan CT scan yang tipis (<1mm).
Normalnya, daerah tersebut merupakan ruangan berisi udara dan
tampak hipodens pada CT Scan. Jika daerah tersebut tampak
hiperdens maka dapat simpulkan bahwa terdapat cairan di
area tersebut dan diagnosis dapat ditegakkan.

Gambar 2.2. CT Scan Mastoid


Keterangan : bilateral hiperdens pada cavum timpani (panah
putih).
7. Diagnosis Banding
Diagnosis banding barotrauma meliputi fistula periliymphe
kongenital atau didapat karena trauma yang lain, fraktur tulang
temporal, penyakit dekompresi telinga dalam dan otitis media akut.
9

8. Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri telinga atau rasa tidak enak pada
telinga, pertama-tama yang perlu dilakukan adalah berusaha untuk
membuka tuba Eustachius dan mengurangi tekanan dengan
mengunyah permen karet, menguap, pemberian dekongestan atau
melakukan perasat Valsava selama tidak ada infeksi saluran nafas atas.
Pada kasus yang ringan, NSAID atau steroid digunakan untuk
mengurangi edema mukosa tuba eustachius dan meredakan nyeri.
Antibiotik pada kasus perdarahan atau perforasi membran timpani juga
dapat diberikan agar mencegah infeksi pada telinga tengah. Perforasi
pada membran timpani dapat tertutup dengan spontan, jika diobservasi
perforasi tersebut tidak kunjung sembuh maka dapat dilakukan
timpanoplasty.
Apabila ada cairan atau cairan yang bercampur darah menetap
pada telinga tengah sampai beberapa minggu maka dianjurkan untuk
tindakan miringotomi dan bila perlu memasang pipa ventilasi.
9. Pencegahan
Selama dalam pajanan perubahan tekanan atmosfer, seseorang
harus melakukan gerakan-gerakan fisiologis seperti menelan atau
menguap jika telinga mulai terasa penuh. Jika gerakan tersebut gagal
menghilangkan keluhan, maka seseorang harus melakukan perasat
Valsava selama tidak ada infeksi saluran nafas atas. Teknik ini paling
sering digunakan karena mudah dan efektif. Dilakukan dengan cara
meniupkan dengan keras dari hidung sambil hidung dipencet serta
mulut ditutup. Hal ini menimbulkan tekanan di faring, memaksa udara
masuk ke cavum telinga tengah lewat tuba Eustachius yang terbuka.
Perasat ini tidak boleh dilakukan apabila terdapat infeksi saluran
pernapasan atas.
Kelemahan dari teknik Valsava adalah bahwa jika digunakan
terlalu kuat dan tiba-tba, secara teoritis kemungkinan bahwa telinga
bagian dalam dapat rusak. Kelemahan lain adalah bahwa hidung harus
10

di tekan menggunakan jari tangan, hal ini tidak mudah dilakukan oleh
penyelam yang menggunakan helm atau masker.
Perasat tonybee: perasat ini dilakukan dengan cara menelan
ludah sambil hidung dipencet serta mulut ditutup. Tuba Eustachius
akan terbuka, memungkinkan udara untuk memasuki atau
meninggalkan telinga tengah. Tuba Eustachius terbuka hanya sebentar
dengan manuver ini dan hal itu menyebabkan tekanan negatif di faring,
sehingga hanya sejumlah kecil udara dapat masuk ke dalam cavum
telinga tengah. Akibatnya, manuver ini tidak seefektif maneuver
valsava.
Infeksi saluran pernapasan atas yang menyebakan disfungsi
tuba eustachius merupakan faktor predisposisi terjadi barotrauma.
Pencegahannya yakni tidak menyelam atau berpergian dengan
pesawat. Beberapa obat telah digunakan untuk memfasilitasi equalisasi
ketika terdapat gangguan yakni vasokonstriktor hidung seperti
penylephrine dan oxymetazoline. Beberapa obat-obatan oral seperti
pseudoephedrine memiliki efek yang sama.
Seorang yang memiliki faktor-faktor predisposisi suatu
gangguan fungsi tuba seperti penderita infeksi atau alergi hidung dan
tenggorokan, sebaiknya sesaat sebelum melakukan penerbangan atau
mengikuti simulasi dalam ruang bertekanan, menyemprotkan ke setiap
sisi hidung dengan dekongestan topikal, lalu beberapa menit kemudian
dilakukan penyemprotan ulang. Sebaiknya dekongestan tersebut dapat
mencapai daerah nasofaring, sehingga efek vasokonstriksi dapat
diperoleh.
10. Komplikasi
Infeksi bakteri pada telinga tengah dapat terjadi melalui
peforasi membrane timpani atau lewat jalur tuba eustachius yang
mengalami edema pada mukosa dan produksi sekret berlebih.
Keterlibatan telinga dalam lewat ruptur membran foramen dapat
menyebabkan disfungsi cochleovestibular yang permanen.
11

11. Prognosis
 Umumnya dapat sembuh sendiri dalam 2-3 hari.
 Hilangnya pendengaran sebagian besar bersifat sementara.
 Pada kasus-kasus berat memerlukan waktu hingga 4-6 minggu
untuk penyembuhan.
B. Barotrauma Telinga pada Bayi dan Anak-Anak
Bayi dan anak-anak sangat rentan terhadap barotrauma telinga.
Hal ini karena mereka memiliki tuba estachius yang jauh lebih kecil
dan lebih lurus dan oleh karena itu perjuangan lebih lanjut dengan
pemerataan.
Jika bayi anda menunjukkan tanda-tanda ketidaknyamanan,
tekanan, agitasi, atau rasa sakit saat mengalami perubahan tekanan saat
ketinggian waktu penerbangan, kemungkinan mereka mengalami
barotrauma telinga.
Untuk membantu mencegah terjadinya barotrauma telinga pada
bayi, anda dapat memberi mereka makan atau minum selama
perubahan ketinggian. Untuk anak-anak dengan telinga yang tidak
nyaman, dokter mungkin dapat meresepkan obat tetes telinga untuk
membantu meringankan rasa sakit.
BAB 3
KESIMPULAN

Barotrauma terjadi karena adanya perbedaan antara tekanan udara


dirongga-rongga tubuh dengan tekanan udara luar secara tiba-tiba. Hal ini
dapat menyebabkan kegagalan tubuh untuk melakukan penyesuaian
terhadap perubahan tekanan tiba-tiba tersebut. Sehingga terjadi kelainan
seperti barotrauma telinga tengah. Barotrauma paling sering terjadi
pada telinga tengah. Gejala gejala pada saat barotrauma berupa rasa nyeri
pada telinga, rasa penuh dan berkurang nya pendengaran. Pengobatan
pasien dengan keadaan barotrauma biasanya cukup dengan terapi
konservatif saja. Usaha preventif terhadap barotrauma dapat
dilakukan dengan melakukan gerakan-gerakan fisiologis seperti menelan
atau menguap jika telinga mulai terasa penuh dan penggunan
dekongestan oral, dekongestan nasal untuk individu yang menderita
infeksi saluran nafas atas dan rinitis alergi saat terbang.
Barotrauma telinga juga umum terjadi saat melakukan perjalanan
dengan pesawat atau dikenal juga dengan nama barotitis media atau
aerotitis. Perubahan ketinggian pesawat dengan cepat dapat memicu
barotitis media.
Kalangan yang paling berisiko terkena barotrauma telinga adalah
bayi, anak-anak dan dewasa muda, karena tuba eustachius mereka lebih
pendek dan memiliki bentuk yang sedikit berbeda dibandingkan dewasa.
Walaupun demikian, sebagian besar penderita barotrauma dapat pulih
sepenuhnya.
Untuk membantu mencegah terjadinya barotrauma telinga pada
bayi, anda dapat memberi mereka makan atau minum selama perubahan
ketinggian. Untuk anak-anak dengan telinga yang tidak nyaman, dokter
mungkin dapat meresepkan obat tetes telinga untuk membantu
meringankan rasa sakit.

12
DAFTAR PUSTAKA

1. Pitoyo Y, Bashiruddin J, Hafil AF, Haksono H, Bardosono S. Hubungan nilai


tekanan telinga tengah dengan derajat barotrauma pada calon penerbang.
Divisi Neurotologi Departemen THT FKUI-RSCM. 2009.
2. Soepardie EA, Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2012.
3. Prasetyo A.T, Soemantri BJ, Lukmantya. Pengaruh Kedalaman dan Lama
Menyelam Terhadap Ambang-Dengar Penyelam Tradisional Dengan
Barotruma Telinga. ORLI Vol. 42 No. 2 .2012.
4. Boies LR, Higler Effendi H editors. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta:
EGC. 1997: 90-2.
5. Mirza S, Richardson H. Otic barotrauma from air travel. The J of Laryngol &
Otology, UK. 2005; 119:366.

You might also like