You are on page 1of 33

MAKALAH KIMIA KLINIK

CAIRAN OTAK

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 7 TINGKAT IIA

Husnul Lail P07234016013

Kenny Rizky Jannah P07234016015

N’ly Celine Virginitha P07234016022

Putri Diyah Utami P07234016027

Serli Melinda P07234016034

Sofyan Hadi Chandra P07234016035

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KALIMANTAN TIMUR

JURUSAN ANALIS KESEHATAN

TAHUN 2017/2018

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia Nya, penulis dapat menyusun makalah tentang “Cairan Otak”. Hal yang
paling mendasar yang mendorong kami menyusun makalah ini adalah tugas dari
mata kuliah KIMIA KLINIK untuk mencapai nilai yang memenuhi syarat.

Penyusun makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung, sehingga makalah ini dapat terselesaikan oleh
penyusun. Penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan maka dari itu kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca, agar dapat
menjadi bahan pertimbangan dan perbaikan makalah ini dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca, khususnya penulis untuk
menambah wawasan.

Samarinda, 12 November 2017

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ..............................................................5


B. RUMUSAN MASALAH ..........................................................6
C. TUJUAN....................................................................................6
D. MANFAAT ...............................................................................6

BAB II ISI

A. FISIOLOGIS CAIRAN OTAK ..............................................7


B. PEMERIKSAAN ................................................................... 10
C. KLINIS ................................................................................... 28

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN .......................................................................32
B. SARAN ................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................33

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Sirkulasi cairan otak ...........................................................................8

Gambar 1.2 Pungsi lumbal ...................................................................................10

Gambar 1.3 Interpretasi hasil test pandy .............................................................21

iv
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Cairan serebrospinalis (CSS) juga disebut sebagai cairan spinal,
bersirkulasi di dalam ventrikel otak dan di sepanjang tulang belakang. Dari
sejumlah 150 ml CSS, kurang lebih 100 ml-nya diproduksi oleh darah dalam
ventrikel otak dan diabsorbsi kembali ke dalam sirkulasi secara harian.
Dalam susunannya, cairan otak tidak boleh dipandang sama dengana cairan
yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah; di samping
filtrasi, faktor sekresi oleh plexus choriodeus turut berpengaruh. Karena itu
cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan tetapi, seperti transudat,
susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi oleh konsentrasi beberapa
macam zat dalam plasma darah.
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik
atau untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil pemeriksaan
dapat memberi petunjuk ke arah sesuatu penyakit susunan saraf pusat, baik
yang mendadak maupun yang menahun dan berguna pula setelah terjadi
trauma. Cairan spinal didapat diambil dengan cara pungsi lumbal (spinal
tap) yang dilakukan dalam kantong lumbal di tulang L3-4 atau pada L4-5.
Pertama-tama, tekanan CSS diukur, kemudian cairan disedot serta
diletakkan dalam tabung pengujian yang steril. Data temuan analisis cairan
spinal sangat penting untung mendiagnosis penyakit tulang belakang dan
otak.
Jumlah cairan yang diambil dengan pungsi harus disesuaikan
dengan jenis-jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dengan cairan itu;
untuk melakukan bermacam-macam pemeriksaan jarang diperlakukan lebih
dari 15 ml. Cairan otak dapat diperiksa dengan cara-cara makroskopi,
mikroskopi, kimia, bakteriologi dan serologi. Cara menampung bahan ini
hendaknya disesuaikan pula dengan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan

5
dan dengan persangkaan macam penyakit. Analisis pada cairan spinal
biasanya mencakup warna, tekanan, hitung sel (leukosit atau sel darah
putih), protein, klorida, dan glukosa. Selain itu, pH CSS biasanya juga
diperiksa; temuan biasanya sedikit lebih rendah, yaitu sekitar sepersepuluh
(0,1) kadar ph serum. Kadar protein dan glukosa CSS lebih rendah daripada
kadar zat tersebut dalam darah, tetapi kadar klorida dalam CSS lebih tinggi
dibandingkan dengan kadar klorida serum. Kultur biasanya dilakukan untuk
mendeteksi keberadaan organisme dalam cairan tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa fisiologis dari cairan otak?
2. Apa saja pemeriksaan cairan otak?
3. Apa saja masalah klinis yg sering terjadi pada cairan otak?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui fisiologis dari cairan otak.
2. Untuk mengetahui pemeriksaan dari cairan otak.
3. Untuk mengetahui masalah klinis dari cairan otak.
D. MANFAAT
1. Mahasiswa mengetahui fisiologis dari cairan otak.
2. Mahasiswa mengetahui pemeriksaan apa saja untuk cairan otak.
3. Mahasiswa mengetahui masalah klinis dari cairan otak.

6
BAB II

ISI

A. FISIOLOGIS CAIRAN OTAK


Cairan otak (serebrospinal, CSS) adalah cairan jernih dan tidak
berwarna yang terdapat di ruang subaraknoid dan ventrikel otak. CSS
dihasilkan oleh pleksus choroideus dan mengalir dari ventriculus lateralis
ke dalam ventriculus tertius, dan dari sini melalui aquaductus sylvii masuk
ke ventriculus quartus. Di sana cairan ini memasuki spatium liquor
cerebrospinalis externum melalui foramen lateralis dan medialis dari
ventriculus quartus. Cairan meninggalkan system ventricular melalui
apertura garis tengah dan lateral dari ventrikel keempat dan memasuki
rongga subarachnoid. Dari sini cairan mengalir di atas konveksitas otak ke
dalam rongga subarachnoid spinal. Sejumlah kecil direabsorpsi (melalui
difusi) ke dalam pembuluh-pembuluh kecil di piamater atau dinding
ventricular, dan sisanya berjalan melalui jonjot arachnoid ke dalam vena
(dari sinus atau vena-vena) di berbagai daerah – kebanyakan di atas
konveksitas superior. Tekanan cairan cerebrospinal minimum harus ada
untuk mempertahankan reabsorpsi. Karena itu, terdapat suatu sirkulasi
cairan cerebrospinal yang terus menerus di dalam dan sekitar otak dengan
produksi dan reabsorpsi dalam keadaan yang seimbang.
Cairan serebrospinal keberadaannya sangat penting untuk
melindungi sistem saraf dari trauma / benturan dan menunjang
keseimbangan komposisi jaringan dalam tengkorak kepala. Bersama
dengan otak dan darah yang berada didalam kapiler, ketiganya berperan
dalam menjaga tekanan intrakranial dalam batas yang normal. Menurut
postulat Kellie-Monroe, jika salah satu dari ketiga komponen tersebut
volumenya melebihi batas normal, maka akan menyebabkan peningkatan
tekanan intrakranial (TIK). Komposisi cairan serebrospinal merupakan
campuran plasma darah dan cairan intersisial (air, elektrolit, oksigan,

7
karbondioksida, glukose, beberapa lekosit ( terutama limfosit ) dan sedikit
protein.

Gambar 1.1 Sirkulasi Cairan Otak


Fungsi Cairan Otak :
1. CSS menyediakan keseimbangan dalam sistem saraf. Unsur-unsur
pokok pada CSS berada dalam keseimbangan dengan cairan otak
ekstraseluler, jadi mempertahankan lingkungan luar yang konstan
terhadap sel-sel dalam sistem saraf.
2. CSS mengakibatkann otak dikelilingi cairan, mengurangi berat otak
dalam tengkorak dan menyediakan bantalan mekanik, melindungi otak
dari keadaan/trauma yang mengenai tulang tengkorak.
3. CSS mengalirkan bahan-bahan yang tidak diperlukan dari otak, seperti
CO2,laktat, dan ion Hidrogen. Hal ini penting karena otak hanya

8
mempunyai sedikit sistem limfatik. Dan untuk memindahkan produk
seperti darah, bakteri, materi purulen dan nekrotik lainnya yang akan
diirigasi dan dikeluarkan melalui villi arakhnoid.
4. Mempertahankan tekanan intrakranial. Dengan cara pengurangan CSS
dengan mengalirkannya ke luar rongga tengkorak, baik dengan
mempercepat pengalirannya melalui berbagai foramina, hingga
mencapai sinus venosus, atau masuk ke dalam rongga subarachnoid
lumbal yang mempunyai kemampuan mengembang sekitar 30%.
Cairan otak biasanya didapatkan dengan pungsi ke dalam rongga
subaraknoid bagian lumbal. Selain di tempat tersebut, pungsi dapat pula
dilakukan pada area suboksipital ke dalam sisterna magna atau melalui
pungsi ventrikel, sesuai dengan indikasi klinik. Sakus lumbalis antara L4-
L5 merupakan lokasi pungsi yang paling sering dipilih karena pada lokasi
tersebut terdapat genangan cairan otak dan hampir tidak mungkin
menimbulkan cedera sistem saraf. Pada anak-anak, medula spinalis berada
lebih kaudal dari orang dewasa, yaitu pada L3-L4 sampai usia 9 bulan. 1

Pengambilan Spesimen CSS


Pengambilan spesimen CSS hanya noleh dilakukan oleh dokter atau
perawt khusus yang terlatih .

1. Tusukan bevel steril beserta stylet-nya ( khusus untuk pungsi timbal )


diantara vertebra lumbalis IV dan V, sedalam 4-5 cm . selanjutnya,cabut
stylet dan biarkan cairan mengalir keluar melalui bevel .
2. Tampung CSS dalam dua tabung, masing-masing 6-7 ml, nomori 1 dan
2.
a. Tabung 1 dipakai untuk pemeriksaan makroskopik,mikroskopik,dan
analisis kimawi
b. Tabung 2 dipakai untuk kultur

1
Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta: EGC hlm 43

9
Gambar 1.2 pungsi lumbal
Indikasi pungsi lumbal :
1. Membantu diagnosis.
2. Mengetahui perjalanan suatu penyakit.
3. Mengidentifikasi penyakit meningitis.
4. Melakukan tindakan terapi terhadap gangguan saraf.2

B. PEMERIKSAAN
Dalam susunannya, cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan
cairan yang terjadi oleh proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah;
disamping filtrasi, faktor sekresi oleh plexus chorioideus turut berpengaruh.
Karena itu cairan otak bukanlah transudat belaka. Akan tetapi, seperti
transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi oleh konsentrasi
beberapa macam zat dalam plasma.3
Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik
atau untuk melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil pemeriksaan
dapat memberi petunjuk ke arah sesuatu penyakit susunan saraf pusat, baik

2
Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta: EGC hlm 43

3
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 158

10
yang mendadak maupun yang menahun dan berguna pula setelah terjadi
trauma. Cairan otak biasanya diperoleh dengan melakukan pungsi ke dalam
davum sulbarachnoidale bagian lumbal. Selain di situ dapat dilakukan juga
pungsi suboccipital ke dalam cisterna magna atau pungsi ventrikel, sesuai
dengan indikasi klinik. Jumlah cairan yang diambil dengan pungsi harus
disesuaikan dengan jenis-jenis pemeriksaan yang akan dilakukan dengan
cairan itu; untuk melakukan bermacam macam pemeriksaan jarang
diperlukan lebih dari 15 ml. Cairan otak dapat diperiksa dengan cara-cara
makroskopi, mikroskopi, kimia, bakteriologi dan serologi. Cara
menampung bahan ini hendaknya disesuaikan pula dengan jenis
pemeriksaan yang akan dilakukan dan dengan persangkaan macam
penyakit.
1. Persiapan pemeriksaan :
a. Bila tanpa pemeriksaan bakteriologis, siapkan sedikitnya tiga tabung
untuk menampung cairan otak.4
1). Tabung pertama: Menampung beberapa tetes yang keluar
pertama dari jarum pungsi. Jangan dipakai untuk pemeriksaan
karena mungkin sekali mengandung sedikit darah karena
tindakan pungsi.
2). Tabung kedua: Diisi 2-4 ml (sama banyak dengan tabung
ketiga).
3). Tabung ketiga: Diisi 2-4 ml. Tabung kedua dan ketiga digunakan
untuk pemeriksaan non-bakteriologis.
b. Sediakan selalu juga tabung yang berisi sejumlah kecil larutan
natrium citrat 20%: tabung ini digunakan jika diperkirakan bahwa
cairan otak itu akan membeku, yaitu cairan otak keruh, xanthochrom
atau bercampur darah. Untuk menjaga terjadinya pembekuan
diperlukan 0,01 ml larutan natriumcitrat untuk setiap 1 ml cairan
otak. 5

4
Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta: EGC hlm 44
5
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 158

11
c. Jika menghendaki pemeriksaan bakteriologis, tabung reaksi ketiga
arus tabung steril yang isinya kemudian dipakai untuk bakterioskopi
atau untuk pembiakan. Laboratorium dapat menyediakan tabung
yang sesuatu medium biakan khusus jikalau dikehendaki. Tabng-
tabung penampung cairan otak harus sangat bersih dan terang,
pengalaman telah membuktikan bahwa hasil pemeriksaan
makroskopi, mikroskopi dan kimia menjadi tanpa arti oleh tabung-
tabung yang tidak memenuhi syarat.

Sebaiknya, pemeriksaan dilakukan maksimal kurang dari 1 jam


setelah pengambilan sampel untuk menghindari kontaminasi dan perubahan
sampel.
2. Pemeriksaan cairan otak meliputi :
a. Pemeriksaan makroskopis (warna, kekeruhan, sedimen, bekuan).
b. Pemeriksaan mikroskopis ( hitung jumlah sel, hitung jenis sel,
bakterioskopis).
c. Pemeriksaan kimia (protein, glukosa, klorida, kalsium, LDH, asam
laktat, pemeriksaan khusus untuk meningitis tuberkulosa, glutamin).
d. Pemeriksaan serologis.
e. Pemeriksaan bakteriologis.

Nilai Rujukan pada pemeriksaan cairan otak 6

Hitung sel
Tekanan Protein Klorida Glukosa
Umur Warna (leukosit)
(mm H2O) (mg/dl) (mEq/l) (mg/dl)
(mm3,µl)
Jernih, tidak
Dewasa 75-175 0-8 15-45 118-132 40-80
bewarna
Anak- Jernih, tidak
50-100 0-8 14-45 120-128 35-75
anak bewarna

6
Baron, D.N. (1990). Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta: EGC hlm 282

12
1. Pemeriksaan Makroskopis
Untuk pemeriksaan makroskopis, selalu bandingkanlah tabung
bercairan otak dengan tabung serupa yang berisi aquadest; hanya dengan
jalan itu kelainan yang ringan dapat dilihat7:
a. Warna
Cairan otak normal sama rupanya seperti aquadest. Jika ada
warna laporkanlah hal itu, kemungkinan-kemungkinanya ialah:
1). Merah oleh adanya darah. Dalam hal ini penting untuk
membedakan apakah darah itu disebabkan oleh trauma pungsi
atau oleh perdarahan subarachnoidal. Jika darah itu berasal dari
pungsi, tabung pertama terdapat yang terbanyak, tabung kedua
dan ketiga makin kurang jumlahnya. Lagi pula jika dibiarkan
atau dipusing, cairan atas menjadi jernih. Darah itu sering
menyusun bekuan. Pada pihak lain jika darah itu ada karena
perdarahan subarachnoidal, maka darah dalam ketiga tabung
sama jumlahnya, tidak akan membeku dan cairan atas berwarna
kuning. Cairan otak yang nampaknya tanpa warna atau
kekeruhan tidak mengesampingkan kemungkinan perdarahan
subarachnoidal banyak 400 eritrosit atau kurang per ul cairan
otak tidak kelihatan jika dipandang dengan mata belaka.
2). Coklat, Warna itu menunjukkan kepada perdarahan yang tua dan
disebabkan oleh eritrosit yang mengalami hemolisis: cairan
ataswarna kuning setelah dipusing.
3). Kuning (xanthokhromi). Disebabkan oleh perdarahan tua,
mungkin juga oleh icterus berat atau oleh kadar protein yang
tinggi.
4). Keabu-abuan; disebabkan oleh leukosit dalam jumlah besar
seperti.

7
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 159

13
b. Kekeruhan
Untuk menguji kekeruhan perlulah juga untuk
membandingkan tabung berisi cairan otak dengan tabung serupa
berisi aqua destillata. Pada keadaan normal getah otak sejernih
aquadest juga. Umumnya kekeruhan dapat disebabkan oleh darah,
oleh sel-sel peradangan (epitel dan leukosit) dan oleh kuman.
Baiklah diingat bahwa bertambahnya jumlah sel (pleiositosis) tidak
perlu disertai adanya kekeruhan. Keadaan semacam itu dijumpai
pada encephalitis, meningitis tuberculosa, meningitis syphilitica,
tabes dorasalis dan pada poliomyelitis. Pada umumnya sebanyak
200 sel/lul atau kurang tidak menyebabkan kekeruhan yang dapat
dilihat, 200 500 sel/lul membuat cairan otak sedikit keruh dan lebih
dari 500 sel/ul manimbulkan kekeruhan. Kekeruhan yang jelas
menunjukkan kepada mingitis purulenta oleh sesuatu sebab.
Laporkanlah pendapat sebagai: jernih, agak keruh, keruh atau sangat
keruh.

c. Sediment
Cairan otak normal, biarpun dipusing, tidak mempunyai
sediment sedikitpun juga. Adanya sediment selalu berarti satu hal
yang abnormal, jumlah sediment sejajar dengan kekeruhan cairan
otak. 8

d. Bekuan
Cairan otak normal, berapa lama juga ditenangkan, tidak
akan menyusun bekuan; sebabnya ialah karena cairan otak normal
tidak berisi fibrinogen. Jika terjadi bekuan, laporkanlah rupa bekuan
itu: apakah halus semenyusun keping-keping, menyusun serat-serat,

8
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 160

14
berupa selaput, atau ada bekuan yang kasar dan besar. Bekuan akan
terjadi dalam cairan otak jika terdapat fibrinogen di dalamnya;
keadaan itu biasanya juga disertai bertambahnya protein yaitu
albumin dan globulin. Pada meningitis tuberculosa dapat dilihat
terbentuknya bekuan halus dan sangat renggang yang mulai
dibentuk pada permukaan cairan dan "tumbuh" sampai ke
pertengahan cairan itu. Untuk pembentukannya mungkin diperlukan
waktu yang lama, yaitu 12 jam atau lebih. Pada fihak lain: tidak
adanya bekuan yang halus dan renggang itu berarti bahwa
kemungkinan meningitis tuberculosa boleh dikesampingkan.
Bekuan yang merupakan selaput tipis di atas permukaan juga
mungkin didapat pada peradangan yang menahun. Adanya bekuan
yang besar atau kasar mengarahkan kepada meningitis purulenta.
Bekuan en masse, yaitu cairan otak yang membeku seluruhnya,
dilihat pada sindroma Froin dan pada perdarahan besar. Pada
encephalitis dan polliomyelitis biasanya tidak terjadi bekuan.

2. Pemeriksaan Mikroskopis
Pemeriksaan mikroskopi diarahkan kepada jumlah dan jenis sel
dalam cairan otak dan kepada adanya bakteri serta jenisnya secara
bakterioskopik. 9
a. Menghitung jumlah sel
Pemeriksaan ini harus segera dilakukan, sebaik-baiknya
dalam waktu ½ jam setelah mendapat liquor karena leukosit-leukosit
sangat lekas rusak. Selain lekas rusak, penyebaran sel dalam cairan
itu cepat menjadi serbaneka (teristimewa dalam cairan keruh) dan
tidak dapat lagi dijadikan homogen dengan mengocok. Tabung
ketigalah yang baik dipakai untuk menghitung jumlah sel karena
merupakan sampel yang paling murni. Jika terdapat darah dalam

9
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 161

15
cairan otak, penetapan jumlah sel (yang dimaksudkan jumlah
leukosit) tidak mungkin teliti lagi dan banyak orang menganggap
usaha itu tanpa arti.

Dalam keadaan normal didapat 0-5 sel/ul cairan otak: karena


itu dipakai pengenceran dan kamar hitung yang berlainan dari pada
cara menghitung leukosit dalam darah. Kamar hitung yang sering
dan yang sebaiknya dipakai ialah menurut Fuchs-Rosenthal: tinggi
kamar hitung itu 0,2 mm dan luasnya 16 mm2. Larutan pengencer
ialah larutan Turk pekat methylviolet (atau gentianviolet) 200 mg,
asam acetat glacial 4 ml, aqua dest ad 100 ml. Saringlah sebelum
dipakai.
Cara :
1. Kocoklah dulu cairan otak yang akan diperiksa.
2. lsaplah lebih dulu larutan Turk pekat sampai garis bertanda l
dalam pipet leukosit.
3. Kemudian isaplah cairan otak sampai garis 11.
4. Kocoklah pipet benar-benar, buanglah 3 tetes dari pipet dan
kemudian isilah kamar hitung Fuchs-Rosenthal dan biarkan
kamar hitung itu mendatar selama 5 menit.
5. Hitunglah semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang yang
dibagi dengan memakai lensa objektif 10 x.
6. Jumlah sel per ul cairan otak menjadi :
𝑛 10 50𝑛 𝑛
×5× = = 𝑘𝑖𝑟𝑎 − 𝑘𝑖𝑟𝑎
16 9 144 3
n = semua sel yang dilihat dalam seluruh bidang terbagi

Cara yang diterangkan tadi ialah untuk cairan otak jernih


yang jum selnya kecil. Kalau menghadapi cairan otak keruh, yaitu
yang banyak selnya, pilihlah pengenceran yang sesuai dengan
kekeruhan itu, umpamanya pengenceran yang dipakai untuk

16
menghitung jumlah leukosit dalam darah. Apabila tidak ada kamar
hitung dengan garis-bagi menurut Fuchs Rosenthal, kamar hitung
improved Neubauer juga boleh dipergunakan. Dalam hal itu
hitunglah semua sel dalam 09 mm3 yaitu seluruh bidang yang dibagi
dan ingatlah bahwa pengenceran seperti diterangkan tadi ialah 10/9
kali. Kamar hitung Fuchs-Rosenthal lebih teliti karena lebih luas dan
lebih tinggi daripada improved Neubauer. Dalam keadaan normal
didapat 0-5 sel per ul cairan otak. Kalau terlihat beberapa eritrosit,
eritrosit itu tidak ikut dihitung. Sejumlah 6-10 sel/ul berbatas kepada
keadaan abnormal, sedangkan lebih dari 10 berarti abnormal. Pada
anak-anak di bawah umur 5 tahun sampai 20 sel/ul masih boleh
dipandang normal. Jika ada lesi setempat yang bersifat menahun dan
degeaeratif, yang tidak disertai reaksi radang atau radang yang
sangat ringan, jumlah sel tidak meningkat atau hanya meningkat
sangat sedikit saja. Keadaan itu didapat umpamanya pada
meningismus, tumor otak tanpa komplikasi dan slcerosis multiplex.
Poliomyelitis, encephalitis dan neurosyphilis disertai pleiositosis
ringan sampai 200 sel/ul, begitu juga meningitis tuberculosa. Jumlah
sel yang besar sekali didapat pada meningitis acuta purulenta.

b. Menghitung jenis sel


Meskipun dalam cairan otak ada lebih dari dua jenis sel,
namun dalam praktek sehari-hari hanya dibuat perbedaan antara sel
yang berinti (disebut “limfosit” saja) dan yang polinuklear
(“segment”)
Cara :
1. Cairan yang jernih atau yang hanya agak keruh saja, harus
terlebih dulu dengan kecepatan sedang, umpamanya 1500-
2000 rpm selama 10 menit.

17
2. Cairan atas dibuang dan sediment dipakai untuk membuat
sediaan apus yang dibiarkan kering pada hawa udara. Jangan
memakai panas untuk merekat sediaan itu.
3. Pulaslah dengan Wright atau Giemsa.
4. Buatlah hitung jenis seperti telah diterangkan pada bab VI
atas dasar 100 sel.
Jika cairan keruh, pemusingan tidak perlu dijalankan atau dijalankan
singkat sekali. Jika jumlah sel tidak terlalu banyak, yaitu kurang dari
50 per ul, sering sudah cukup untuk membuat hitung jenis dari
kamar hitung saja dengan juga hanya membedakan limfosit dari
segment. Pada jumlah yang lebih besar, usaha secara itu janganlah
dijalankan.
Dalam keadaan normal hanya dilihat limfosit saja. Pada
infeksi ringan yang menahun dan yang disertai pleiositosis sedang,
begitu juga pada meningitis tuberculosa dan meningitis syphilitica,
sel-sel yang terdapat terutama limfosit. Pada fihak lain, peradangan
mendadak oleh causa manapun juga, sel-sel adalah segment. Hal
yang terakhir ini lebih-lebih berlaku pada infeksi dengan cocci
pyogen seperti meningococci dan pneumococci. Jumlah segment
besar juga pada infeksi pyogen setempat seperti abces cerebral atau
yang extradural.
Jika jumlah segment sedang meningkat, itu tanda proses
sedang menghebat; sebaliknya bertambahnya limfosit berarti proses
mereda. Pulasan hendaknya dikerjakan selekas mungkin dengan
bahan yang segar. Sediaan yang dibuat dari cairan otak yang telah
disimpan beberapa lama sering sukar dipulas.

c. Bakterioskopi
Diantara kuman yang paling sering didapat dan dalam getah
otak ialah: M. tuberculosis, meningococci, pneumococci,
streptococci dan H. influenzae. Dengan mengadakan pemeriksaan

18
bakterioskopi, sering sudah dapat diperoleh petunjuk ke arah
etiologi radang, sebaiknya di samping itu diusahakan biakan dan
percobaan hewan pula. Yang diperlukan untuk bakterioskopi ialah
pulasan menurut Gram dan menurut Ziehl-Neelsen atau Kimyoun,
asan itu dikerjakan dengan memakai sediment sebagai bahan
pemeriksaan.
Pulasan terhadap batang tahan asam baik sekali dilakukan
dengan bekuan halus atau dengan selaput permukaan. Tidak
terdapatnya batang tahan asam dalam bahan itu tidak
mengesampingkan kemungkinan meningitis tuberculosa.Bila mana
dikehendaki biakan, cara yang sebaik-baiknya ialah langsung
menampung cairan otak dari jarum pungsi ke dalam medium biakan.
Jika hal itu tidak mungkin, kirimlah selekas-lekasnya bahan itu
dalam tabung steril ke laboratorium, jika terpaksa menunggu
beberapa lama janganlah simpan tabung itu dalam lemari es tetapi
dalam lemari pengeram 37°C.

3. Pemeriksaan Kimia
Di antara banyak macam pemeriksaan kimia yang dapat dilakukan
atas cairan otak, ada beberapa macam yang sering dikehendaki, yaitu
pemeriksaan terhadap kadar protein, glukosa dan chlorida. Selain itu,
meskipun bukan bersifat penetapan kimia sebenar-benarnya sering
dikehendaki juga test-test koloid. 10
a. Protein
Pemeriksaan terhadap protein dalam cairan otak ialah yang
paling penting di antara pemeriksaan kimia. Usaha mengetahui
jumlahnya dapat dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Jika ada
darah dalam cairan otak, hasil pemeriksaan ini (dengan cara
manapun juga) tidak ada artinya lagi. Biasanya konsentrasi total

10
Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat hlm 164

19
protein dalam LCS mendekati pengukuran dengan turbidimeter,
analisa elektroforenti kuantitatif menunjukkkan bahwa albumin
merupakan protein utama, bahwa biasanya terlihat pre-albumin, dan
bahwa sektar 10% protein adalah 𝛾-globulin : tak terlihat
makroglobulin. Selama bulan pertama kehidupan, konsentrasi
protein total LCS dapat setinggi 800 mg/l, dan proporsi 𝛾-globulin
lebih tinggi.

1) Test busa
Percobaan ini merupakan test kasar terhadap kadar protein
yang sangat meningkat. Kalau cairan otak normal dikocok kuat-
kuat, maka busa yang terjadi hanya sedikit saja dan menghilang
lagi setelah ditenangkan 1-2 menit. Kalau kadar protein sangat
meninggi, lebih banyak busa terbentuk dan busa itu juga belum
lenyap lewat 5 menit. Test ini hanya memberi kesan saja tentang
kadar protein dalam cairan otak.

2) Test Pandy
Test pandy atau percobaab pandy bertujuan untuk
menyatakan adalanya globulin dan albumin. Reagen yang
digunakan adalah reagen Pandy. Reagens Pandy, yaitu larutan
jenuh fenol dalam air (phenolumliquefactum 10 ml aquadest 90
ml, simpan beberapa hari dalam lemari pengeram 37°C dengan
sering dikocok-kocok) bereaksi dengan globulin dan dengan
albumin.
Cara :
a) Sediakanlah 1 ml reagens Pandy dalam tabung serologi yang
kecil bergaris tengah 7 mm.
b) Tambahkan 1 tetes cairan otak tanpa sediment.
c) Segeralah baca hasil test itu dengan melihat kepada derajat
kekeruhan yang terjadi.

20
Penilaian :
a) Negatif : tidak ada kekeruhan/keruh sedikit.
b) Positif : Terbentuk kabut putih saat tetesan cairan otak
tercampur reagen atau terdapat sedikit kekeruhan yang
kemudian hilang.
1+ : kekeruhan jelas (kurang lebih 50-100 mg%).
2+ : kekeruhan seperti awan (kurang lebih 100-300 mg%).
3+ : kekeruhan seperti awan besar-besar (kurang lebih 300-
500 mg%).
11
4+ : sangat keruh (>500 mg%)

Gambar 1.3 interpretasi hasil test pandy

3) Test Nonne
Percobaan ini yang juga dikenal seperti test Nonne-Apelt
atau test Ross-Jones, menggunakan larutan jenuh amoniumsulfat
sebagai reagens (amoniumsulfat 80 g, aquadest 100 ml saring
sebelum memakainya). Test seperti dilakukan di bawah ini
terutama menguji kadar globulin dalam cairan otak.
Cara :

11
Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta: EGC hlm 53

21
a) Taruhlah 1 ml reagens Nonne dalam tabung kecil yang
bergaris tengah kira-kira 7 mm.
b) Dengan berhati-hati dimasukkan sama banyak cairan otak ke
dalam tabung itu, sehingga kedua macam cairan tinggi
terpisah menyusun dua lapisan.
c) Tenangkanlah selama 3 menit, kemudian selidikilah
perbatasan kedua cairan itu.

Penilaian :
a) Negatif : tidak ada cincin.
b) Positif : bila terbentuk cincin putih pada perbatasan kedua
cairan .
1+ : cincin putih yang bila dikocok menghilang dan cairan
jernih
2+ : cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan
menjadi sedikit keruh
3+ : cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan
tampak seperti awan
4+ : cincin putih yang bila dikocok menyebabkan cairan
menjadi sangat keruh
Tes ini sudah banyak ditinggalkan, diganti dengan metode
yang lebih baik. Bahan yang digunakan lebih banyak daripada
test Pandy, tetapi lebih bermakna dari test Pandy, karena dalam
keadaan normal hasil tes ini negatif (sama sekali tidak ada
kekeruhan pada batas cairan). 12
4) Penetapan protein kuantitatif
Kadar protein dapat diukur secara kuantitatif dengan
bermacam-macam cara yang menggunakan dasar
fotokolorimetri atau turbidimetri. Cara fotokolorimetri

12
Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta: EGC hlm 51

22
mengukur absorbsansi larutan setelah membuat warna dengan
reaksi biuret atau mengukur warna, hasil reaksi warna dengan
tirosin atau triptofan. Pada turbidimetri diukur kekeruhan yang
timbul oleh reaksi antara protein dan asam sulfosalisilat atau
reagens lain yang mengendapkannya.

b. Glukosa
Kandungan glukosa LCS dapat dinilai secara tepat dengan
teknik yang digunakan untuk penilaian glukosa plasma, dan
penentuan penyaringan yang kadar dapat dilakukn dengan metode
glukosa-urina. Konsentrasi glukosa di dalam LCS sangat tergantung
atau glukosa plasma, dan normalnya mentap sekitar 60% dari
konsentrasi plasma karena penetrasi yang tidak lengkap pada sawar
darah otak. Glukosa LCS berubah perlahan apabila glukosa plasma
berubah, dan juga tergantung sedikit peningkatan post-prandial. Jika
sawar darah-otak rusak, maka ia lebih permeabel terhadap glukosa.,
dan glukosa LCS akan mendekati kadar glukosa plasma. Keadaan
ini terlihat karena kerusakan kapiler serebral, pada ensefalitis
septicemia umum, dan setelah trauma kapitis.

Infeksi selaput otak (kecuali karena virus), dengan leukosit


polimorfonuklear yang berlebihan dalam LCS, akan merendahkan
kadar glukosa dan banyak jenis bakteri adalah glikolitik, dan pada
kasus-kasus kronik ada penurunan permeabilitas. Pada meningitis
piogenik, glukosa LCS sangat rendah, sebaliknya pada meningitis
tuberkulosa penurunannya tidak banyak dan dapat digunakan
sebagai indek aktivitas infeksi. Adanya sel-sel yang ganas (termasuk
leukemia) pada selaput otak juga merendahkan glukosa LCS.
Rinorea yang asalnya tidak dikenal dapat di tes glukosanya, jika
terdapat, maka rinorea terutama menyangkut sekresi nasal.
Penetapan glukosa harus dikerjakan dengan cairan otak segar karena

23
sel-sel dan mikroorganismus akan mengurangi jumlahnya.
Penetapan biasanya menggunakan 0,1 ml cairan, tetapi ada juga
yang memakai lebih banyak tergantung cara penetapan.

Pemeriksaan Glukosa
Pra-analitik
Prinsip : Pada meningitis (terutama meningitis purulenta), glukosa
dalam cairan otak sangat menurun.
Bahan : Sama dengan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Analitik
Metode : Sama denga metode yang digunakan pada pemeriksaan
glukosa darah. Hanya saja, digunakan volume cairan otak 4
kali lebih banyak
Pos-analitik
Nilai normal : 2,5-4,2 mmol/l atau 45-85 mg/100 ml.
Pembahasan :
1). Indikasi utama penetapan kadar glukosa cairan otak adalah
adanya dugaan meningitis. Pada penderita meningitis yang
diobati, penetapan kadar glukosa cairan otak ditujukan untuk
tindak lanjut/menilai prognosis. Kadar glukosa cairan otak
bervariasi, bergantung pada kadar glukosa darah. Kadar glukosa
cairan otak bervariasi, bergantung pada kadar glukosa darah.
Kadar glukosa cairan otak biasanya 60-70% dari kadar glukosa
darah. Pemeriksaan kadar gula darah harus dilakukan paling
lambat 30-60 menit sebelum dilakukan pungsi lumbal, untuk
perbandingan kadarnya. Setiap perubahan pada kadar glukosa
darah akan direfleksikan pada cairan otak setelah 1-3 jam.
Pengukuran kadar glukosa cairan otak bermanfaat untuk
mengetahui gangguan transpor glukosa dari plasma menuju
cairan otak oleh sistem saraf pusat, adanya leukosit, dan
mikroorganisme. Evaluasi akurat kadar glukosa cairan otak

24
memerlukan kadar glukosa plasma yang relatif konstan.
Penetapan kadar glukosa cairan otak dilakukan melalui
pemeriksaan spektrofotometrik. Glukosa dalam cairan otak
sangat cepat dirombak. Oleh sebab itu, pemeriksaan kadar
glukosa harus dilakukan sesegera mungkin. Jika dilakukan
penundaan, harus ditambahkan pengawet fluorida oksalat.

2). Implikasi klinis :


a) Penurunan kadar glukosa
b) Peningkatan kadar glukosa terkait diabetes
c) Infeksi piogenik, tuberkulosa jamur
d) Limfoma dengan penyebaran meningeal
e) Leukemia dengan penyebaran meningeal
f) Gondongan, meningoensefalitis (biasanya normal pada
meningoensefalitis viral)
g) Hipoglikemia/kelaparan

3). Semua tipe organisme mengonsumsi glukosa, dan penurunan


kadar glukosa merefleksikan aktivitas bakterial.
4). Kadar glukosa cairan otak biasanya normal pada beberapa kasus
infeksi viral di otak dan meningen, meningitis aseptik, penyakit
degenerasi kronis, dan tumor jinak.

c. Chlorida
Analisa ini jarang diindikasikan karena tidak memberikan
keterangan diagnostic yang tidak diberikan oleh protein dan glukosa
LCS. Konsentrasi klorida dalam LCS sedikit lebih tinggi daripada
yang didalam plasma. Variasi kadar klorida plasma, misal karena
muntah-muntah, kan menyebabkan variasi yang sejajar didalam
kadar klorida LCS. Pada meningitis, terutama pada meningitis
tuberkulosa, kadar klorida LCS rendah belum pasti sampai berapa

25
jauh deplesi klorida ini disebabkan oleh karena hilang klorida
generalisata dari caira ekstraseuler, dan sampai berapa jauh klorida
berpinah ke dalam sel-sel.
Dalam keadaan normal terdapat 720-750 mg chlorida per dl
(disebut sebagai NaCl) dalam cairan otak. Bandingkanlah nilai dl
didalam plasma darah 550-620 mg/dl sebagai NaCl normal.
Penetapan kadar chlorida berguna diagnosis meningitis pada
meningitis acuta kadar itu akan merendah hingga kurang dari 680
mg/dl. Pada meningitis tuberculosa didapat penyusutan yang sangat
besar, biasanya sampai kurang dari 600 mg/dl. Peradangan
setempat, peradangan non-bakterial, tumor otak, encephalitis,
poliomyelitis dan neurosyphilis tidak disertai perubahan dalam
kadar chlorida. Cairan otak jernih dengan tekanan meninggi,
pleiositosis, kadar protein meninggi, kadar glukosa dan chlorida
kedua-dua merendah mengarahkan persangkaan kepada meningitis
tuberculosa.

d. Globulin
Tes-tes kimia yang sederhana untuk kelebihan globulin LCS
(missal reaksi Pandy ysng menggunakan fenol) sebagian besar peka
terhadap 𝛾-globulin tetapi sekarang tes ini jarang digunakan : LCS
yang normal memberikan reaksi yang negative. Biasanya penentun
berbagai globulin yang akurat di dalam LCS tidak diperlukan : hal
ini dilakukan dengan meted elektroforesa atau metode imunologi,
dan analisa yang penting adalah 𝛾-globulin. Nilai rujukan
tergantung atas metodenya. Darah pasien harus dianalisa pada waktu
yang sama, karena perubahan-perubahan konsentrasi protein plasma
mempengaruhi konsentrasi di dalam LCS. Bilamana LCS
mengandung protein yang berasal dari plasma, sperti pada
meningitis akuta, karena eningkatan permeabilitas kapiler, maka
albumin dan 𝛾-globulin meningkat ; pada menengitis bakterialis

26
yang terutama meningkat adalah IgM. Apabila LCS mengandung
protein yang berasal dari otak dan medulla spinalis, maka terutama
imunoglobin setempatlah yang meningkat. Pada seklerosis multiple
terdapat peningkatan pada IgG, baik total maupun dalam hubungan
dengan albumin atau protein. LCS lainnya ; dan sering terdapat pita
𝛾-globulin oliglokonal, dari sel limfosit atau sel plasma.

e. Fibrinogen
LCS normal tidak membentuk bekuan fibrin bila didiamkan.
Apabila telah terjadi perdarahan ke dalam LCS, maka fibrinogen
dari darah itu mungkin cukup membentuk bekuan didalam cairan
yang telah diambl. Jika protein LCS total dibawah 2g/l, biasanya
terdapat cukup fibrinogen untuk menghasilkan bekuan. Cairan dari
bawah blok spinal mengandung fibrinogen dalam konsentrasi yang
tinggi. Perlahan-lahan terjadi koagulasi yang lembut, dan bekua
seperti jaring laba-laba, yang sering terlihat didalam LCSpada
meningitis tuberkulosa akuta, tetapi dapat juga terjadi pada
neurosifilis atau polio-meningitis, LCS harus diperiksa akan adanya
pembentukan bekuan dalam 24 jam setelah pengambilan, karena
autolisis akan menghancurkan fibrin ini.

TEST-TEST KIMIA PADA MENINGITIS TUBERCULOSA

Karena pentingnya penyakit ini, dikemukakan test-test yang mudah dapat


dilakukan dalam laboratorium sederhana dan yang berguna untuk membantu
penegakan diagnosis meningitis tuberculosa. Laboratorium klinik yang telah dapat
membantu klinisi dengan melakukan pemeriksaan pemeriksaan mutakhir
berdasarkanteknik elektroforesis imunoelektroforesis. Mengingat bahwa upaya itu
belum mungkin di kebanyakan laboratorium maka test Levinson dan test triptofan
yang sederhana tetap dipertahankan dalam penuntun ini.

27
1. Test menurut Levinson
Cara :
a. Sediakanlah dua tabung kecil bergaris tengah 6 mm dan kedua tabung
masing-masing dengan 1 ml cairan otak
b. Kepada tabung yang diberikan 1 larutan merkurichlorida 2% disumbat,
dicampur isinya dan dibiarkan pada suhu kamar selama 24 jam.
c. Kepada tabung kedua diberikan 1 ml larutan asam sulfosalisilat 3%,
disumbat, dicampur isinya dan dibiarkan juga pada suhu kamar
selama24 jam.
d. Perhatikanlah tingginya endapan dalam kedua tabung itu.

2. Test triptofan
Cara :
a. Masukkanlah 2-3 ml cairan otak ke dalam tabung reaksi.
b. Tambahlah 15 ml asam hidrochlorida pekat dan kemudian 2-3 tetes
larutan formaldehida 2%
c. Kocok dan biarkan selama 5 menit
d. Tambahlah berhati-hati beberapa ml dari larutan natriumnitrit 0,06%
dalam air, sedemikian hingga larutan ini menyusun lapisan atas.
e. Perhatikanlah terjadinya cincin violet pada perbatasan kedua cairan itu
warna itu akan timbul dalam beberapa menit dan akan nampak selama
15 menit atau lebih lama.

C. KLINIS
Adapun tabel-tabel dibawah ini adalah nilai rujukan beserta masalah
klinis dari hasil pemeriksaan serebrospinal yang dilakukan didalam
laboratorium.

28
29
30
31
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari makalah yang telah dibuat dapat di simpulkan :
1. Cairan serebrospinalis (CSS) juga disebut sebagai cairan spinal, bersirkulasi
di dalam ventrikel otak dan di sepanjang tulang belakang. Dari sejumlah
150 ml CSS, kurang lebih 100 ml-nya diproduksi oleh darah dalam ventrikel
otak dan diabsorbsi kembali ke dalam sirkulasi secara harian
2. Cairan otak biasanya diperoleh dengan melakukan pungsi ke dalam davum
sulbarachnoidale bagian lumbal.
3. Pada pemeriksaan Cairan serebrospinalis,terdapat 3jenis pemeriksaan yaitu
: makroskopi,mikroskopis dan kimiawi

B. SARAN
Sebagai seorang mahasiswa analis kesehatan, kita harus mengetahui cara
pemeriksaan cairan serebrospinal. Agar pada saat sedang melakukan
pemeriksaan tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang tidak diinginkan .

DAFTAR PUSTAKA

Gandasoebrata,R. (1987). Penutun Laboratorium Klinik .Jakarta:Dian Rakyat

32
Baron, D.N. (1990). Kapita Selekta Patologi Klinik Edisi 4. Jakarta: EGC

Kee, Joyce LeFever. (2007). Pedoman Pemeriksaan Laboratorium & Diagnostik


Edisi 6. Jakarta: EGC

Kurniawan, Fajar Bakti. (2014). Kimia klinik:Praktikum anais kesehatan. Jakarta:


EGC

33

You might also like