You are on page 1of 29

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNIK KIMIA I


FRAKSIONASI BIOMASSA

OLEH:
Kelompok II
KarfikaAinilHawa 1407112960
Karim Abdullah 1407113516
M. GheraldErlangga P 1407114608
Rani Nainggolan 1407111004
RawdatulFadila 1407119346

DOSEN PENGAMPU:
ZULFANSYAH, ST, MT
NIP. 19690222 199703 1 001

TANGGAL PRAKTIKUM
20 DESEMBER 2016

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA S1


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2016
ABSTRAK

Belakangan ini banyak dikembangkan produk-produk berbasiskan biomassa yang


nantinya akan menjadi bahan baku dari industri lainnya. Dalam mengolah
biomassa seringkali digunakan proses fraksionasi untuk mendapatkan hasil
biomassa yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa bahan utama yang
menyusun biomassa itu sendiri. Hal ini diperlukan guna mempermudah
pemrosesan selanjutnya, karena masing-masing komponen memiliki perbedaan
sifat fisika dan kimia yang cukup jelas. Fraksionasi biomassa merupakan
pemisahan komponen utama biomassa tanpa merusak atau mengubah komponen
tersebut menjadi senyawa lain. Ada tiga komponen utama biomassa yang akan
dipisahkan dalam fraksionasi biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Tujuan dari fraksionasi biomassa adalah memisahkan masing-masing komponen
penyusun biomassa sampel sehingga mudah dilakukan perlakuan lanjutan.
Percobaan ini memakai bambu sebagai bahan baku. Sebelum fraksionasi
biomassa dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan preparasi sampel. Preparasi
sampel yang dimaksud ialah menjemur bambu sampai kering dan didapat kadar
air sampel yang telah dijemur dihitung kira-kira dibawah 10% berat, dimana
pada pratikum ini didapat kadar air bambu 8,83 %. Kemudian dilakukan
fraksionasi biomassa. Bambu kering tadi dipotong kecil-kecil dan ditimbang
sebanyak 30 g. Kemudian dilakukan perangkaian alat yang terdiri dari reaktor
(erlenmeyer), dan heater. Bambu dimasukkan kedalam reactor kemudian
ditambahkan pelarut asam formiat 85% sebanyak 257,421 gram, asam asetat
98% sebanyak 223,273 gram dan air sebanyak 63,5744 gram. Setelah itu heater
dihidupkan dan katalis HCl dimasukkan sebanyak 0,15 gram kedalam reaktor
ketika terjadi refluks yang pertama kali. Waktu fraksionasi mulai dihitung sejak
HCl dimasukkan. Waktu operasi selama 90 menit, 120 menit, dan 150 menit.
Setelah waktu operasi dicapai, selulosa (padatan) dan black liquor dipisahkan
secara filtrasi. Hasil padatan dicuci dengan dengan asam asetat dan dicuci
kembali dengan aquadest sampai filtrat kelihatan jernih. Selulosa dalam bentuk
padatan diblender menjadi bubur dan dikeringkan 24 jam. Kemudian bubur
(selulosa)dikeringkan di oven hingga beratnya konstan. Black liquor yang didapat
disentrifuge untuk mendapatkan endapan lignin. Lignin dan filtrate dipisahkan
kemudian lignin dikeringkan dengan oven hingga beratnyakonstan. Dari
fraksionasi biomassa yang dilakukan, didapat yiled pulp untuk waktu pemasakan
90 menit sebesar 53,289%, waktu pemasakan 120 menit sebesar 48,192%, dan
waktu pemasakan 150 menit sebesar 45,150%. Volume black liquor yang didapat
pada waktu 90 menit sebanyak 402 ml, waktu 120 menit sebanyak 424 ml, dan
waktu 150 menit sebanyak 425 ml. Untuk hasil lignin yang didapat dengan
perbandingan aquadest dengan black liquor 1 : 10 untuk waktu pemasakan 90
menit sebesar 16,707%, 120 menit sebesar 22,026 %, dan 150 menit sebesar
26,50%.

Kata kunci :fraksionasibiomassa, hemiselulosa, selulosa,danlignin


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
1. Menjelaskan pengaruh variabel waktu pemasakan terhadap produk
fraksionasi biomassa
2. Menghitung neraca massa pada sistem fraksionasi biomassa
3. Menghitung yield sistem fraksionasi biomassa
4. Menghitung persentase recovery komponen-komponen utama biomassa

1.2 Landasan Teori


1.2.1 Biomassa
Biomassa merupakan sumber daya alam yang dapat diperbarui. Biomassa
dapat diperoleh dari tumbuhan dan limbah tumbuhan. Seperti limbah pekebunan,
limbah pertanian dan limbah kehutanan yang bisa dimanfaatkan untuk
menghasilkan pulp. Contohnya batang bambu, jerami pada, ampas tebu, pelepah
sawit, batang jagung, dan lain-lain. Ada 3 komponen penyusun utama biomassa
yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin. Masing-masing komponen biomassa
tersebut memiliki penyusun yang berbeda-beda dan fungsi yang berbeda-beda.
Biomassa dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan produk-produk
tertentu. Salah satu pemanfaatan biomassa adalah melalui proses fraksionasi
biomassa. Fraksionasi biomassa merupakan proses pemilahan biomassa menjadi
komponen utama penyusun biomassa yaitu selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Tujuan dari proses fraksionasi biomassa adalah menghasilkan pulp sebagai bahan
utama dalam pembuatan kertas dan lignin.
Tiga komponen utama penyusun biomassa, antara lain :
1. Selulosa
Selulosa (C6H10O5)n adalah polimer berantai panjang polisakarida
karbohidrat dari beta-glukosa. Selulosa memiliki sifat berbentuk senyawa
berserat, mempunyai tegangan tarik yang tinggi, tidak larut dalam air dan pelarut
organik. Selulosa juga merupakan konstituten utama kayu. Kira-kira 40-45%
bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat
dalam dinding sel sekunder (Sjostrom, 1995).

Gambar 1.1 Rumus Molekul Selulosa (Sjostrom, 1995)


Selulosa merupakan unsur yang penting dalam proses pembuatan pulp,
semakin banyak selulosa yang terkandung dalam pulp maka semakin baik kualitas
pulp tersebut. Berdasarkan derajat polimerisasi (DP), selulosa dibedakan atas tiga
jenis yaitu:
1. Selulosa α (Alpha Cellulose) merupakan selulosa berantai panjang, tidak
larut dalam larutan NaOH 17,5% atau larutan basa kuat dengan DP
(derajat polimerisasi) berkisar 600-1500. Selulosa α dipakai sebagai
penduga dan atau penentu tingkat kemurnian selulosa.
2. Selulosa β (Betha Cellulose) merupakan selulosa berantai pendek, larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP berkisar 15-90,
dapat mengendap bila dinetralkan.
3. Selulosa γ (Gamma cellulose) merupakan selulosa berantai pendek, larut
dalam larutan NaOH 17,5% atau basa kuat dengan DP kurang daripada
15.

2. Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan senyawa sejenis polisakarida yang terdapat pada
semua jenis serat, mudah larut dalam alkali, dan mudah terhidrolisis oleh asam
mineral menjadi gula dan senyawa lain. Hemiselulosa lebih mudah larut dari pada
selulosa dan dapat diisolasi dari kayu dengan ekstraksi.
Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesis
selulosa. Namun saat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok
polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari
selulosa. Berbeda dengan selulosa yang merupakan polisakarida linier,
hemiselulosa merupakan polisakarida tidak linier. Seperti halnya selulosa
kebanyakan hemiselulosa berfungsi sebagai bahan penndukung dalam dinding-
dinding sel (Sjostrom, 1995).

Gambar 1.2 Senyawa Hemiselulosa (Bajpai, 2016)

Hemiselulosa relatif mudah dihidrolisis oleh asam menjadi komponen-


komponen monomernya yang terdiri dari D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-
xilosa, L-arabinosa, dan sejumlah kecil L-ramnosa disamping menjadi asam D-
glukuronat, dan asam D-galakturonat. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai
derajat polimerisasi hanya 200 (Sjostrom, 1995).
Sejumlah polisakarida kayu banyak bercabang dan mudah larut dalam air.
Khas untuk pohon-pohon tropiksa tertentu adalah pembentukan spontan getah-
getah menetes, yang adalah pembentukan spontan getah-getah yang menetes,
yang menetes sebagai cairan kental pada tempat-tempat yang terluka dan setelah
terdehidrasi menjadi bintil-bintil yang keras dan jernih yang kaya akan
polisakarida. Getah-getah ini, misalnya getah arabika, terdiri atas polisakarida
yang banyak bercabang dan larut dalam air (Sjostrom, 1995).
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20 dan 30%.
Komposisi dan struktur hemiselulosa dalam kayu lunak secara khas berbeda dari
yang dalam kayu keras. Perbedaan-perbedaan yang besar juga terdapat dalam
kandungan dan komposisi hemiselulosa antara batang, cabang-cabang, akar, dan
kulit kayu (Sjostrom, 1995).

3. Lignin
Lignin zat yang bersama-sama dengan selulosa merupakan salah satu sel
yang terdapat dalam kayu. Lignin berguna dalam kayu seperti lem atau semen
yang mengikat sel-sel lain dalam satu kesatuan, sehingga bisa menambah support
dan kekuatan kayu (mechanical strength) agar kokoh dan berdiri tegak. Lignin
memiliki struktur kimiawi yang bercabang-cabang dan berbentuk polimer tiga
dimensi. Lignin biomassa memiliki polimer amorf terdiri dari struktur
fenilpropana methoxylated, seperti koniferil alkohol, alkohol sinapil, dan koumaril
alkohol,

Gambar 1.3 Struktur Lignin C-324 (Espinoza, 2014)

Oleh karena ukuran dan strukturnya yang tiga dimensi bisa


memungkinkan lignin berfungsi sebagai semen atau lem bagi kayu yang dapat
mengikat serat dan memberikan kekerasan struktur serat. Bagian tengah lamela
pada sel kayu, sebagian besar terdiri dari lignin, berikatan dengan sel-sel lain dan
menambah kekuatan struktur kayu. Dinding sel juga mengandung lignin. Pada
dinding sel, lignin bersama-sama dengan hemiselulosa membentuk matriks
(semen) yang mengikat serat-serat halus selulosa. Lignin di dalam kayu memiliki
persentase yang berbeda tergantung dari jenis kayu.
1.2.2 Bambu (Bambusaa Vulgaris)
Bambu merupakan salah satu tumbuhan yang banya tumbuh di Indonesia,
India, Thailand, China, Jepang, Filipina, Australia, Afrika Selatan, dan Amerika
Selatan. Bambu mengandung banyak biomassa per satuan luas. Pada umumnya
bambu terdiri atas 2 jenis, yaitu Sympodial, contohnya Bambusadan Monopodial,
seperti Melocanna. Bambu dapat tumbuh setinggi 40 m dengan diameter
mencapai 30 cm (Dhamodaran, 2003).

Gambar 1.4 Bambu (Dhamodaran, 2003)


Bambu dapat dijadikan sebagai bahan baku pembuatan pulp dan kertas.
Hal ini dikarenakan bambu memiliki kandungan biomassa yang tinggi.
Penggunaan bambu sebagai bahan baku pembuatan pulp telah dimulai sejak abad
ke-17 di China. Akan tetapi, pada tahun 1912, Indialah yang merupakan negara
yang paling banyak menggunakan bambu sebagai bahan pembuatan pulp dan
kertas, dimana pada tahun tersebut Pabrik Titaghur telah menggunakannya,
tercatat India menggunakan bambu sekitar 3 juta ton pertahun (Dhamodaran,
2003).
Dalam pembuatan Pulp dan kertas, hal yang dilakukan adalah menyimpan
bambu diluar ruangn sampai satu tahun. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan
racun akibat adanya sejumlah mikroorganisme. Kehadiran sejumlah
mikroorganisme ini akan menyebabkan jamur sehingga bambu menjadi rusak
(Dhamodaran, 2003).
Dalam pembuatan pulp, komposisi suatu bahan haru diketahui dan
menjadi hal yang penting. Bambu memiliki komponen utama dalah Holoselulosa.
Komponen inilah yang membuat bambu menjadi keras. Selain itu, bambu
juga memiliki komponen selulosa yang tinggi berkisar antara 40 – 50%. Hal inilah
yang menjadi alasan bambu merupakan bahan baku yang ideal untuk pembuatan
kertas. Berikut ini adalah komposisi biomassa yang terkandung didalam bambu :
Tabel 1.1 Komposisi Biomassa Bambu
Komponen Kadar %

Holoselulosa 61 -71

Lignin 20 – 30

Pentosans 16 – 21

Silica 0,5 – 4

Ash 1-9

Sumber : Dhamodaran, 2003

1.2.3 Fraksionasi Biomassa


Fraksionasi biomassa adalah suatu proses pemilahan biomassa menjadi
komponen utamabiomassa tanpa merusak atau mengubah komponen tersebut
menjadi senyawa lain.Fraksionasi biomassa telah diusulkan sebagai langkah
pertama dari pemurnian biomassa (Chang, 2012).
Setiap komponen dalam biomassa lignoselulosa dapat dimanfaatkan
dengan sendirinya atau diubah menjadi zat antara berbagai produk. Proses
fraksionasi dengan berbagai perawatan termo-kimia tidak hanya pretreatment
biomassa untuk konversi dari produk utama tetapi juga memisahkan komponen
lainnya untuk produk bernilai tambah. Kombinasi metode pretreatment tersebut
secara terpisah dapat menghidrolisis komponen target dalam setiap tahap untuk
proses konversi berikut yang berbeda. Selain itu, proses fraksionasi juga dapat
berkontribusi untuk mengurangi biaya dalam proses hilir, karena sejumlah besar
energi, air dan bahan kimia yang dikonsumsi dalam proses hilir. Oleh karena itu,
lebih tinggi kemurnian dan rendemen dari masing-masing komponen setelah
proses hulu lebih disukai untuk meningkatkan pemanfaatan biomassa
lignoselulosa. Melalui proses fraksionasi, kemurnian tinggi dan pemulihan setiap
komponen dan biaya kurang hilir untuk intermediet atau produk diharapkan.
Untuk pengembangan proses fraksionasi biomassa ekonomis dengan memahami
struktur biomassa, memilih metode yang tepat untuk proses fraksionasi dan
merancang proses yang efisien dan beroperasi di bawah kondisi yang optimal
diperlukan (Chang, 2012).

1.2.4 Organsolv Pulping


Proses OrganosolvSistem pulping paling umum organosolv berlaku untuk
etanol atau metanol dengan asam mineral sebagai katalis. Alkaline organosolv
pulping dengan metanol-air-NaOH telah diteliti, namun persyaratan sistem
pemulihan kimia tambahan untuk alkali adalah kelemahan utama. Perbandingan
hasil dari organosolv pulping untuk Kraft dan sulfit pembuatan pulp konvensional
menunjukkan bahwa hasil dari pulp kayu lunak organosolv yang lebih tinggi dari
pulp konvensional.
Metode organosolv menggunakan senyawa organik dengan berat molekul
yang relatif rendah sebagai delignifikasi agen kation, dan merupakan alternatif
yang baik untuk Kraft karena eliminasi- senyawa sulfur dalam memasak (Sandip,
2016).
Organosolv merupakan proses pulping yang menggunakan bahan yang
lebih mudah didegradasi seperti pelarut organik. Pada proses ini, penguraian
lignin terutama disebabkan oleh pemutusan ikatan eter. Beberapa senyawa
organik yang dapat digunakan antara lain adalah asam asetat, etanol dan metanol.
Proses organosolv tidak menggunakan unsur sulfur sehingga lebih aman terhadap
lingkungan dan daur ulang lindi hitam dapat dilakukan dengan mudah. Beberapa
proses organosolv yang berkembang pesat pada saat ini, yaitu Proses Acetocell
yaitu proses yang menggunakan bahan kimia pemasak berupa asam asetat. Proses
Alcell (alcohol cellulose) yaitu proses pembuatan pulp dengan bahan baku kimia
pemasak yang berupa campuran alkohol dan NaOH.

1. Asam Formiat
Asam formiat adalah pelarut yang baik untuk lignin dan ekstraktif dalam
kayu selain itu, Asam formiat dapat menyebabkan kerusakan hidrolitik dari
polimer kayu menjadi lebih kecil dan lebih mudah larut molekul. Asam formic
membuat lignin lebih larut dengan mengoksidasi lignin dan membuatnya lebih
hidrofilik. Sebagai bahan kimia yang sangat selektif, asam formic tidak bereaksi
dengan selulosa dan polisakarida kayu lainnya. Seperti sebagian besar pelarut
organik, asam format telah digunakan selain untuk pulping juga sebagai pelarut
untuk mempelajari komponen kayu (Muurinen, 2000).
Asam formiat dapat menghasilkan pulp dari bahan baku yang mengandung
biomassa. Hal ini telah dilakukan oleh Reznikov dan Zilberggleit. Reznikov dan
Zilberggleit telah melakukan penelitian mengenai pembuatan pulp dengan
memasak bahan baku berupa serpihan kayu dengan asam formiat dengan katalis
asam sulfat dan reaksikan dengan hidrogen peroksida. Dari hasil penelitiannya,
pulp dapat diproduksi dari kayu keras dengan menggunakan asam formiat sebagai
larutan pemasak. Dimana pulp yang dihasilkan memiliki hemiselulosa yang
tinggi . asam formiat yang dapat digunakan adalah asam formiat yang memiliki
konsentrasi sebesar 65 – 90%. Salah satu keuntungan dalam penggunaan asam
formiat adalah dapat dilakukan pada tekanan atmosfer (Muurinen, 2000).

2. Asam Asetat (CH3COOH)


Seperti kebanyakan bahan kimia organik lainnya, asam saetat dapat
digunakan untuk memproduksi pulp. Tujuan khusus dari asam asetat ini adalah
untuk mengisolasi lignin dari biomassa. Menurut Apostol dan Kozlov yang telah
mempelajari tentang efek penambahan asam asetat pada biomassa. Dari hasil
penelitiannya, dapat diketahui bahwa, semakin tinggi konsentrasi asam asetat
yangdigunakan, maka semakin banyak pula asam asetat yang terserap ke dalam
biomassa. Hal ini menyebabkan banyak lignin yang terdelignifikasi. Selain itu,
asam asetat dapat digunakan untuk menghambat perubahan warna pada pulp
(Muurinen, 2000).
Asam Asetat tidak memungkinkan untuk mendekignifikasi biomassa.
Akan tetapi hal ini dapat diatasi dengan penambahan HCl sebnyak 1 – 2%. Selain
berfungsi sebagai katalisator, HCl juga berfungsi sebagai pembuka ruang pada
biomassa agar sama astat atau asam organik lainnya dapat mendelignifikasi atau
melarutkan lignin. Proses ini dapat dilakukan pada tekanan atmosfer. Selain itu,
keuntungan menggunakan asam asetat ini adalah proses delignifikasi dapat
dilakukan pada suhu rendah, pulping dilakukan pada tekanan atmosfer, dan tidak
ada polusi air, sehingga aman terhadap lingkungan (Muurinen, 2000).

1.2.5 Delignifikasi
Delignifikasi yaitu proses penyisihan lignin dari biomassa yang dilakukan
dengan variasi terhadap pengaruh variabel, seperti suhu, konsentrasi asam dan
waktu memasak pada pembuatan pulp dan kimia pulp dan sifat mekanik Pada
delignifikasi konsentrasi asa yang tinggi akan membantu memecah materi. Suatu
proses delignifikasi dilakukan dengan dilarutkan dalam asam format (misalnya
lignin dan pentosanes) lebih tinggi saat memasak pada konsentrasi asam 90%,
dibandingkan saat memasak dilakukan pada konsentrasi asam rendah. Selain itu,
peningkatan suhu memasak juga menyebabkan penurunan yield pulp yang ingin
dicapai dan dapat dikatakan bahwa pengaruh pada delignifikasi yaitu efek suhu
yang paling efisien (Hoang, 2000).

1.2.6 Pulp
Pulp adalah produk utama dari kayu, terutama digunakan untuk pembuatan
kertas, tetapi ia juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa. Tujuan utama
pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat di proses
secara kimia atau secara mekanik dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut
(Sjostrom, 1995).
Umumnya, produksi pulp dan kertas mencakup dua proses yaitu
pembuatan pulp dan pembuatan kertas. Tergantung pada jenis material-material
mentah, pulp kertas dapat diklasifikasikan menjadi 3 jenis utama yaitu pulp kayu,
pulp non-kayu, pulp dan kertas limbah. Proses sulfat banyak digunakan untuk
proses pembuatan pulp dari pulp kayu dan pulp non-kayu di Cina, dan metode
mekanik biasanya digunakan untuk pulp kertas bekas. Proses pembuatan pulp
sulfat terdiri dari sektor pra-perawatan, mendidih sektor, cuci dan sektor
pengayakan, sektor bleaching, daur ulang alkali, dan pengolahan limbah (Gambar
1.5).
Bahan kayu dan bahan non-kayu harus pra-diperlakukan. Pemrosesan
kayu biasanya mencakup mengupas, menggergaji, memotong, dan proses seleksi,
yang menyebabkan hilangnya biomassa dalam bentuk limbah padat organik.

Gambar 1.5 Proses Produksi Pulp dan Kertas


Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pembuatan pulp proses pembuatan
pulp dipengaruhi oleh kondisi proses antara lain:
1. Konsentrasi larutan pemasak
Dengan konsentrasi larutan pemasak yang makin besar, maka
jumlah larutan pemasak yang bereaksi dengan lignin semakin banyak.
Akan tetapi, pemakaian larutan pemasak yang berlebihan tidak terlalu baik
karena akan menyebabkan selulosa terdegradasi. Asam asetat bisa
digunakan sebagai larutan pemasak sampai dengan konsentrasi 100%.
2. Suhu
Dengan meningkatnya suhu, maka akan meningkatkan laju
delignifikasi (penghilangan lignin). Namun, Jika suhu di atas 160 °C
menyebabkan terjadinya degradasi selulosa.
3. Waktu pemasakan
Dengan semakin lamanya waktu pemasakan akan menyebabkan
reaksi hidrolisis lignin makin meningkat. Namun, waktu pemasakan yang
terlalu lama akan menyebabkan selulosa terhidrolisis, sehingga hal ini
akan menurunkan kualitas pulp. Waktu pemasakan yang dilakukan
sebelum 1 jam pulp belum terbentuk. Untuk waktu pemasakan di atas 5
jam selulosa akan terdegradasi.
4. Ukuran bahan baku
Ukuran bahan baku yang berbeda menyebabkan luas kontak antar
bahan baku dengan larutan pemasak berbeda. Semakin kecil ukuran bahan
baku akan menyebabkan luas kontak antara bahan baku dengan larutan
pemasak semakin luas, sehingga reaksi lebih baik.
5. Kecepatan pengadukan
Pengadukan berfungsi untuk memperbesar tumbukan antara zat-zat
yang bereaksi sehingga reaksi dapat berlangsung dengan baik.
BAB II
METODOLOGI PERCOBAAN

2.1 Bahan-Bahan yang Digunakan


1. Bambu kering
2. Asamasetat 98%
3. Asamformiat85%
4. Asamklorida 32%
5. Aquadest

2.2 Alat-Alat yang Digunakan


1. Erlenmeyer
2. Pemanas
3. CorongBuchner
4. Tabungreaksi
5. Gelasukur
6. Pipettetes
7. Kertassaring
8. Gelaskimia
9. Oven
10. Timbangananalitik
11. Blender

2.3 ProsedurPercobaan
2.3.1 PersiapanBahan Baku
1. Bambu kering dipotongmenjadiukurankecil atau ukuran mesh
2. Bambu yang sudahdipotongdijemurdipanasmataharisampaikering
3. Bambu yang sudahkeringkemudianditimbangmasing-masing2 gram untuk
3 sampel
4. Kemudiansampeldipanaskandidalam oven selama 3 jam
danditimbangberatnya, lakukanterusmenerushinggaberatnyakonstan
5. Dihitungkadar air bambu denganrumus:
Berat biomassa awal-berat biomassa kering
Kadar air = x 100%
berat biomassa awal

2.3.2 PemprosesanBahan Baku


1. Pada percobaan pertama dilakukan perbandingannisbahlarutandan solid
1:20
2. Setelahpenentuankadar air biomassa,hitungkomposisibahanbaku, air,
asamasetatdanasamformiatyangakandigunakan.
3. Kemudiandimasukkanbahanbaku (bambu)sebanyak 30 gram, asamasetat
223,273 gram, asamformiat 257,421 gram danaquades63,5744 gram
kedalamErlenmeyerdanditutupmenggunakanErlenmeyerkecil
4. Pemanasdioperasikan, setelah cairan mulai mendidih (menghasilkan
refluks),dicatatwaktuawal proses fraksionasiterjadidankatalis
HCldimasukkan kedalamreaktorsebanyak 0,5 % daribahanbaku (0,15
gram)
5. Setelah 90 menit, pemanas dimatikan dan reaktor didinginkan.
6. Setelah reactor dingin, hasil dari fraksionasi biomassa disaring dengan
menggunakan kain kasadanbiarkan semua cairan pemasak turun. Catat
volume filtrat yang didapatkan
7. Padatan dicucidengan asam asetat dan disaring kembali sampai semua
cairan turun
8. Filtrat yang didapatdarilangkah 6digunakanuntukpercobaanrecoverylignin.
9. Padatan yang telahdicuci dari langkah 7, dibilaskembali dengan air
sampaifiltratnya kelihatan jernih dan air bekas cucian dapat dibuang
10. Kemudian padatan yang telahbersih dihaluskandengan
blenderdenganmenambahkan air. Setelah itu disaring lagi sampai semua
air turundanpadatan dikeringkan diudara terbuka selama 24 jam.
11. Setelah run satu selesai, dilanjutkan dengan run 2dan run 3. Prosedur yang
dilakukan sama dengan prosedur pada run
pertamadenganmenggantivariasiwaktumenjadi120menit untuk run
keduadan 150menit untuk run ketiga
12. Setelah ketigaselesai hasil percobaan dikeringkan selama 24 jam,
kemudian ditimbang sebagai berat awal.Lalu sampel dioven dengansuhu
120C selama 10menitdantimbangberatnyasampai berat ketigapulpkonstan
13. Dihitung perolehan pulp (selulosa)
Berat pulp kering
Perolehan Pulp = x 100%
Berat bimassa

2.3.3 Recovery Lignin


1. Black liquordarimasing-masing run diambil 2 sampeldan dimasukkan
kedalam tabungreaksidengan perbandingan black liquor dan air yaitu1:10
2. Kemudian campurandikocokselama30 menit
3. Setelah selesai, supernatan yang terbentuk dipisahkan dengan cara disaring
menggunakan kertas saring dancorongBuchner
4. Padatan yang diperoleh dikeringkan dalam oven dengansuhu 120C
selama 10 menit. Lakukanterusmenerus sampai beratnya konstan, dan
diperoleh berat lignin yang direcovery dari sampel black liquor.
5. Dihitung perolehan lignin
Volume Black Liquor
Berat Lignin Sampel x Volume Sampel
Perolehan Lignin= x 100%
Berat Lignin dalam Bahan Baku

2.4 Gambar Rangkaian Alat

1
1 1. Eelemeyer 250 ml (penutup)
21
2. Erlemeyer 2000 ml (Reaktor)
3. Kabel penghubung daya listrik
3
4. Pemanas

Gambar 2.1 Rangkaian Alat


BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Persiapan Bahan Baku


Percobaan menggunakan pelepah sawit sebagai sampel pada percobaan
fraksionasi biomassa. Percobaan persiapan bahan baku dilakukan untuk memasak
biomasa sehingga menjadi produk berupa pulp dan blackliquor. Pada percobaan
ini yang dilakukan adalah fraksionasi biomassa dengan menggunakan proses
organosolv dan katalis HCl sebanyak 0,5% dari bahan baku dengan perbandingan
1:20 untuk solid:liquid serta komposisi pelarut 40%:40%:20% untuk Asam Asetat
98% :Asam Formiat 85% : Air. Proses tersebut dilakukan dengan variasi waktu
90, 180, dan 270menit. Proses ini telah terbukti memberikan dampak yang baik
bagi lingkungan dan sangat efisien dalam pemanfaatan sumber daya hutan. Hal ini
dikarenakan proses organosolv memberikan beberapa keuntungan, antara lain
yaitu rendemen pulp yang dihasilkan tinggi, tidak menggunakan unsur sulfur
sehingga lebih aman terhadap lingkungan (Purnawan et al, 2012).

3.2 Perolehan Pulp


Hasil yang didapat dari percobaan ini adalah pada run I black liquor
sebanyak 418 ml, pulp 39% dan lignin 14.884%. Run II didapat black liquor
sebanyak 438 ml, pulp 32.867% dan lignin 13.6465%. Run III didapat black
liquorsebanyak 456ml, pulp 31.067% dan lignin 15.222%. Gambar 3.1
menunjukkan hubungan perolehan pulp berbanding terbalik dengan waktu
pemasakan yang artinya, semakin lama waktu pemasakan dari pemrosesan bahan
baku maka semakin sedikit pulp yang diperoleh.
45
39
40
35 32.867
31.067

Perolehan Pulp (%)


30
25
20
15
10
5
0
90 180 270
Waktu (menit)

Gambar 3.1 Hubungan perolehan pulp dengan waktu pemasakan

Hal ini terjadi karena, derajat delignifikasinya yang tinggi dan terjadi
degradasi dari sebagian selulosa dan hemiselulosa (Muis, 2013). Derajat
delignifikasi yang tinggi dan degradasi dari sebagian selulosa dan hemiselulosa
ditunjukkan oleh perolehan lignin semakin meningkat seiring lamanya waktu
pemasakan serta proses pencucian dengan asam organik dan air yang dapat
melarutkan lignin dan hemiselulosa pada pulp hasil percobaan sehingga beratnya
berkurang.
Menurut Goh et al.,(2010), kadar selulosa yang ada pada pelepah sawit
adalah 62.3% α-cellulose sedangkan kadar pulp (selulosa) yang didapat dari
percobaan ini adalah 39%, 32.867%, dan 31.067%. Hasil tersebut menunjukkan
kadar selulosa percobaan lebih kecil dari kadar selulosa secara teoritis. Adapun
pulp terbanyak didapat pada waktu 90 menit yaitu sebesar 39%.

3.3 Recovery Lignin


Percobaan recovery lignin dilakukan dengan perbandingan antara black
liquor:air adalah 1:10.Gambar 3.2 menunjukkan perolehan lignin mengalami
fluktuatif dengan waktu pemasakan.
16 14.884 15.222

14 12.672
12

Perolehan Lignin (%)


10

0
90 180 270
Waktu (menit)

Gambar 3.2 Hubungan perolehan lignin dengan waktu pemasakan

Perolehan lignin dari praktikum ini yang paling banyak adalah 15.222%
dengan waktu pemasakan selama 270 menit. Ini menunjukkan waktu pemasakan
sangat berpengaruh terhadap proses delignifikasi. Hal ini dapat terjadi karena
semakin lama waktu pemasakan (reaksi) maka semakin lama terjadi kontak antara
pelarut dengan bahan baku (biomassa), sehingga semakin banyak lignin yang
terlarut dalam pelarut yang digunakan. Semakin banyaknya lignin yang larut
dalam pelarut yang digunakan, maka perolehan pulp akan menurun seiring
bertambahnya waktu pemasakan.

3.4 Neraca Massa Fraksonasi Pelepah Sawit dengan Pelarut Asam


Asetat/Asam Formiat
Asam asetat 98 % yang diumpankan sebanyak 40% dari berat biomassa.
Berdasarkan perhitungan maka didapatkan total asam asetat yang dimasukkan
sebanyak 225.306 gram. Asam formiat yang diumpankan sebanyak 40% dari berat
biomassa. Berdasarkan perhitungan maka didapatkan total asam asetat yang
dimasukkan sebanyak 259.704 gram.
- Biomassa: 30
gram - Selulosa: 14.575
- Asam asetat gram
glasial 98 %: - Lignin: 0.005
225.306 gram Reaktor gram
- Asam formiat - Asam asetat
85 %: 259.704 glasial 98 %:
gram 225.306 gram
- Air: 66.827 - Asam formiat 85
gram %: 259.704 gram
- Air: 106.44 gr

Pada praktikum fraksionasi biomassa digunakan variabel sebagai berikut:


Kadar air biomassa : 8%
Berat kering biomassa : 27.6 gram
Nisbah Larutan : Solid : 20:1
Berat larutan : 552 gram
Berat asam asetat 98% : 225.306 gram
Berat asam formiat 85% : 259.704 gram
Katalis HCl 32% : 0.15 gram
Berat air : 66.827 gram
Waktu reaksi : 90 menit, 180 menit, 270 menit
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
1. Semakin lama waktu pemasakan maka semakin sedikit pulp yang diperoleh.
Kadar pulp terbesar diperoleh pada waktu 90 menit yaitu, 53,289%.
2. Semakin lama waktu pemasakan maka semakin banyak lignin yang
diperoleh. Kadar lignin terbesar diperoleh pada waktu 150 menit yaitu,
2,81%.

4.2 Saran
1. Praktikan diharapkan lebih berhati-hati dalam menangani bahan, karena
bahan yang digunakan pada percobaan dalam konsentrasi tinggi sehingga
alat keselamatan seperti masker dan sarung tangan harus diperhatikan.
2. Praktikan diharapkan teliti dalam memperhatikan terjadinya refluks pada
proses pemasakan karena akan dicatat sebagai waktu awal proses.
DAFTAR PUSTAKA

Bajpai, P., 2016, Pretreatment of Lignocellulosic Biomass for Biofuel Production,


ISBN : 978-981-10-0686-9.
Chang, G, Y., 2012, Pretreatment and fractionation of lignocellulosic biomass for
production of biof uel and value-added products. IOWA State University.
David, M. Jesse, Q, B. and James, A, D, 2010, Catalytic Conversion of Biomass
to Biofuels. Green Chemistry, 12, 1493-1513.
Dharmodaran, T, K., 2003, Bamboo for Pulp and Paper, Kerala Forest Research
Institute, India.
Espinoza, A. et a.l, 2014, Ionic Liquids and Organic Solvents for Recovering
Lignin from Lignocellulosic Biomass, Bioresources.com, 2, 3660-
3687.
Lehnen, R. Saake B. dan Nimz H. H., 2001, Furfural and Hydroxymethylfurfural
as By-Products of FORMACELL Pulping, Holzforschung, 55, 199–
204.
Li X, Chen C. Z.dan Li M.F., 2015, Structural Characterization of Bamboo Lignin
Isolated With Formic Acid and Alkaline Peroxide by Gel Permeation
Chromatography and Pyrolysis Gas Chromatography Mass
Spectrometry, Ann Chromatogr Sep Tech, 1, (2):1006.
Sandip K. S. and Paresh L. D., 2016, Isolation of lignin by organosolv process
from different varieties of rice husk: Understanding their physical and
chemical properties, Bioresource Technology. 221, 310–317.
Sjostrom, E., 1995, Kimia Kayu Dasar-dasar dan Penggunaan, Edisi ke 2,
Diterjemahkan Oleh: Hardjono S., Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Vila, C., Santos V. dan Parajo J.C., 2003, Recovery of lignin and furfural from
acetic acid-water-HClpulping liquors,Bioresource Technology, 90,
339-344.
Wertz J. L.danBedue O., 2013, Lignocellulosic Biorefineries, Switzerland: EPFL
Press.
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN

1. Kadar Air Bahan Baku


Berat sampel 1 = 2 gram
Berat sampel 2 = 2 gram
Berat sampel 3 = 2 gram
Berat Aluminium Foil 1 = 0,64
Berat Aluminium Foil 2 = 0,65
Berat Aluminium Foil 3 = 0,75

Pengeringan dengan oven 30 menit Berat


Pengeringan
Sampel akhir
dengan oven 3 jam 1 2 3 sampel

1 2,47 2,45 2,45 2,45 2,45

2 2,50 2,48 2,48 2,48 2,48

3 2,60 2,58 2,58 2,58 2,58

berat awal − berat akhir


Kadar air sampel 1 = × 100%
Berat awal
2 −(2,45−0,644)
= × 100%
2

= 9,5%
berat awal − berat akhir
Kadar air sampel 1 = × 100%
Berat awal
2 −(2,48−0,65)
= × 100%
2

= 8,5%
berat awal − berat akhir
Kadar air sampel 1 = × 100%
Berat awal
2 −(2,58−0,75)
= × 100%
2

= 9,5%
8,5%+8,5%+9,5%
Kadar air Biomassa =
3
= 8,83%
2. Neraca Massa
Diketahui:
Bahan Baku : 30 gram
Kadar air bahan baku : 8,83%
Nisbah S:L : 1:20
Komposisi Larutan Pemasak : As. Asetat : As. Formiat : Air
40 : 40 : 20
Jumlah Katalis 32% : 0,5% dari bahan baku
Waktu Pemasakan : a. 90 menit
b. 120 menit
c. 150 menit

NERACA MASSA
asamasetat 98% asamformiat85%
N1 N3
air 2% air 15%

N2 Biomassa 30 gram Air N4


Kadar air 8,83% 40% asamasetat
40% asamformiat
20% air N5

8,83
Berat air dalambiomassa = 100 ×30

= 2,649 gram

Beratkeringbiomassa = (30 - 2,649)

= 27,351 gram

Nisbah Larutan : solid = 20 : 1


Solid = 27,351 gram
Larutan (N5) = 20 x 27,351 gram
= 547,02 gram
Beratasamasetat 98% 0,4(N5) = 0,98(N2)
0,4(547,02)
N2 = 0,98

N2 = 223,273 gram

Beratasamformiat 94% 0,4(N5) = 0,85(N3)


0,4(547,02)
N3 = 0,85

N3 = 257,421 gram
0,5
Jumlah katalis HCl 32% = 100 × 𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛 𝐵𝑎𝑘𝑢

= 0,005 x 30

= 0,15 gram

Kadar air dalam HCl = 0,68 x 0,15

= 0,102 gram

Berat air

0,2(N5) = 0,0883(N1)+ 0,02(N2) + 0,15(N3) + N4 + Kadar air dalam HCl

0,2 (547,02) = 0,0883 (30) + 0,02 (223,273) + 0,15 (257,421) + N4 + 0,102


N4 = 109,404 – (2,649 + 4,4655 + 38,1315 + 0,102)
N4 = 63,5744 gram

3. Perolehan Pulp
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑃𝑢𝑙𝑝 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐵𝑖𝑜𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔

a. Run I (90 menit)


14,575
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = × 100%
27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = 53, 29%

b. Run II (120 menit)


13,181
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = × 100%
27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = 48,192%

c. Run III (150 menit)


12,349
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = × 100%
27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑃𝑢𝑙𝑝 = 45,1501%


4. Recovery Lignin
Berat
Kertas
Run I II III IV V Lignin
Saring
Rata -Rata

0,45 0,455 0,453 0,453 0,453 0,453


I 0,0025
0,436 0,44 0,44 0,438 0,438 0,438

0,444 0,45 0,45 0,45 0,45 0,45


II 0,005
0,452 0,458 0,457 0,457 0,456 0,456

0,44 0,454 0,45 0,449 0,448 0,448


III 0,007
0,446 0,455 0,454 0,453 0,452 0,452

a. Run I (90 menit)


Perbandinganblack liquor : air = 1:10
Volume Black Liquor = 402 ml

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝐵𝑙𝑎𝑐𝑘𝐿𝑖𝑞𝑢𝑜𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛𝐵𝑎𝑘𝑢
402
0,0025 × 11
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
0,3519 × 27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = 0,950%

b. Run II (120 menit)


Perbandinganblack liquor : air = 1:10
Volume Black Liquor = 424 ml

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝐵𝑙𝑎𝑐𝑘𝐿𝑖𝑞𝑢𝑜𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛𝐵𝑎𝑘𝑢
424
0,005 × 11
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
0,3519 × 27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = 2,002%


c. Run III (150 menit)

Perbandinganblack liquor : air = 1:10


Volume Black Liquor = 425 ml

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝐵𝑙𝑎𝑐𝑘𝐿𝑖𝑞𝑢𝑜𝑟
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙 × 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒𝑆𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡𝐿𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚𝐵𝑎ℎ𝑎𝑛𝐵𝑎𝑘𝑢
425
0,007 × 11
𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = × 100%
0,3519 × 27,351

𝑃𝑒𝑟𝑜𝑙𝑒ℎ𝑎𝑛 𝑙𝑖𝑔𝑛𝑖𝑛 = 2,81%


LAMPIRAN B
DOKUMENTASI

Gambar 1. Penimbangan Bahan Baku dan Larutan Pemasak

Gambar 2. Proses Pemasakan Bahan Baku

Gambar 3. Proses Penyaringan Pulp dan Black Liquor

Gambar 4. Proses Pencucian Pulp


Gambar 5. Proses Perolehan Pulp

Gambar 6. Pulp dan Black Liquor

Gambar 7. Campuran Lignin dan Air

Gambar 8. Proses Sentrifugal dan Perolehan Lignin

You might also like