You are on page 1of 13

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Varisela atau yang dikenal juga secara awam sebagai cacar air adalah
penyakit infeksi virus akut dan cepat menular yang disebabkan oleh virus
Verisela Zoster, yang disertai gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang
polimorf, terutama berlokasi di bagian sentral tubuh. (Maswali, 2000).
Varisela pada umumnya menyerang anak-anak, 90% kasus varisela
terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak pada umumnya penyakit ini
tidak begitu berat. Namun di negara –negara tropis, seperti di Indonesia lebih
banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. 50% kasus Varisela
terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia
pada remaja dan dewasa, gejala Varisela semakin bertambah berat.
Di Indonesia penyakit ini disebut sebagai cacar air karena gelembung
atau bisul yang terbentuk pada kulit apabila pecah mengeluarkan air.
Penyakit ini sangat mudah untuk menyebar pada orang lain, terutama pada
anak-anak yang belum terkena varisela sebelumnya. Penyebaran dari virus
Varisela Zoster terjadi melalui udar dan kontak langsung dengan penderita.
Varisela paling sering di temukan pada anak-anak berusia 1-9 tahun. Angka
kejadian penyakit ini sudah banyak berkurang terutama di negara-negara
maju karena ditemukan vaksinasi pada virus Varisela Zoster.
Varisela ini sebenarnya dapat sembuh dengan sendirinya. Akan tetapi
tidak menutup kemungkinan adanya serangan berulang saat individu tersebut
mengalami penurunan daya tahan tubuh. Karena penyebabnya virus, maka
penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya dan setelah itu anak akan
memiliki kekebalan tubuh dan tidak akan menderita cacar air lagi.
Pengobatan yang di berikan umumnya hanya untuk meringankan gejala yang
timbul.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana konsep dasar penyakit Varisela?
2. Bagaimana konsep dasar Asuhan Keperawatan Varisela?

1.3 Tujuan Penulisan

1
2

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui tinjauan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
penyakit Varisela.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengidentifikasi konsep dasar penyakit Varisela
2. Mengidentifikasi konsep dasar Asuhan Keperawatan Varisela

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Ilmu pengetahuan
Dapat digunakan sebagai masukan dalam proses belajar mengajar dan
meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan Varisela.
1.4.2 Profesi Keperawatan
Menambah wawasan dan pengetahuan tentang asuhan keperawatan
Varisela.
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dasar Varisela


2.1.1 Definisi
Varisela merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh virus
Varicella Zoster yang menyerang kulit dan mukosa dengan kelainan
berbentuk vesikula yang tersebar. Infeksi ini tertama menyerang anak-anak
dan bersifat mudah menular. (Arif, 2000)
Varisela adalah pnyakit infeksi virus akut dan cepat menular, yang
disertai gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh. (Maswali, 2000)
Varisela merupakan penyakit akut menular yang ditandai oleh
fesikel di kulit dan selaput lender yang disebabkan oleh virus varisela.
Varisela adalah infeksi akut primer yang menyerang kulit dan mukosa
secara klinis terdapat gejala konstitusi, kelainan kulit polomorfi terutama
berlokasi di bagian sentral tubuh, disebut juga cacar air, chicken pox.
Varisela biasanya merupakan penyakit terbatas yang berlangsung 4 hingga
5 hari dan ditandai dengan demam, malaise, dan ruam vesikular
generalisata biasanya terdiri dari 250-500 lesi. Bayi, remaja, dewasa, dan
orang-orang yang immunocompromised berada pada risiko tinggi untuk
komplikasi (Mansjoer, 2000).
2.1.2 Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh virus Varicella Zoster. Penamaan
virus ini memberikan kesan bahwa infeksi primer menyebabkan penyakit
Varisela, sedangkan reaktivitas virus menyebabkan Herpes Zoster. (Arif,
2000).
Chickenpox dan shingles disebabkan oleh Varicella-Zooster Virus
(VZV) dari famili virus herpes, sangat mirip dengan Herpes Simplex
Virus. Virus ini mempunyai amplop, berbentuk ikosahedral, dan memiliki
DNA berantai ganda yang mengkode lebih dari 70 macam protein.
Varisela zoster virus (VZV) adalah Human Herpes Virus
neurotropik yang menyebabkan kurang empat juta kasus cacar setiap
tahunnya. Setelah cacar, VZV menjadi laten pada saraf kranial, dorsal akar
dan ganglia sistem saraf otonom sepanjang neuraxis.

3
4

Varicella-Zoster Virus (VZV) terdiri dari genom DNA berantai


ganda dikelilingi oleh protein dan terkandung dalam suatu selubung dari
ikosahedral dan lipid pada membran luar. Genom VZV memiliki 69 gen
yang berbeda yang mengkode protein membentuk virus dan masuk ke
dalam sel inang. Replikasi virus DNA dan sintesis virion baru menyebar
ke sel yang tidak terinfeksi berdekatan.
VZV, seperti human herpes virus lainnya, merupakan ancaman
bagi penerima transplantasi sel hematopoietik (HCT). Selama infeksi
primer, yang menyebabkan varisela, VZV menetapkan latensi dalam sel-
sel ganglia akar dorsal sensorik. Di antara pasien dewasa HCT, sebagian
besar infeksi VZV menandakan pengaktifan kembali virus laten. Herpes
zoster klasik, dengan ruam vesikuler dermatomal adalah gejala klinis yang
paling umum disebabkan oleh reaktivasi VZV, namun beberapa penerima
HCT memiliki eksantema vesikular umum yang menyerupai varisela,
sindrom nyeri neuropatik, atau keterlibatan organ yang tidak terkait
dengan ruam apapun.
2.1.3 Epidemiologi
Tidak terdapat perbedaan jenis kelamin maupun ras. Penyakit ini
sangat menular dengan attack rate ± 90% terhadap orang yang rentan.
Insidensinya berkisar antara 65-86% dengan masa penularan 24-48 jam
sebelum lesi kulit muncul serta 3-7 hari setelah lesi muncul. Sekitar 50%
kasus terjadi pada anak-anak usia 5-9 tahun, banyak pula ditemukan pada
usia 1-4 tahun dan 10-14 tahun, 11.000 kasus diperlukan perawatan di
rumah sakit dan 100 meninggal setiap tahunnya.
Varisela Perinatal dengan kematian dapat terjadi apabila ibu hamil
terjangkit varisela pada 5 hari sebelum melahirkan atau 48 jam setelah
melahirkan. Kematian berkaitan dengan rendahnya sistem imununitas pada
neonatus. Varisela Kongenital ditandai dengan hipoplasia ekstremitas, lesi
kulit, dan mikrosefali. Secara keseluruhan, insiden dari herpes zoster
adalah 215 per 100.000 orang per tahun. Sekitar 75% kasus terjadi pada
umur di atas 45 tahun, insidens akan meningkat pada penderita dengan
sistem imun rendah.
Epidemiologi cacar tampaknya berubah. Dijelaskan bahwa telah
terjadi pergeseran dalam distribusi usia kasus selama 20 tahun terakhir.
5

Hal ini tercermin dari peningkatan konsultasi untuk cacar air dalam
praktek umum dan lebih banyak kematian di Inggris dan Wales.
Berdasarkan data penerimaan rumah sakit untuk cacar air pada orang
dewasa muda, ada bukti yang mirip tren di Amerika Serikat. Perubahan
epidemiologi memiliki konsekuensi penting bagi masa depan seperti
kematian dan risiko infeksi pada petugas kesehatan dan ibu hamil.
Cacar air umumnya dianggap sebagai penyakit ringan di negara-
negara dimana sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak. Pada anak-
anak imunokompeten, komplikasi jarang terjadi dengan kurang dari 2
kematian per 100.000 kasus pada anak-anak usia 1-14 tahun. Sebaliknya,
pada orang dewasa, cacar air lebih sering dikaitkan dengan komplikasi dan
kematian. Penjelasan klinis Varisela pneumonia terjadi pada 1 dalam 400
kasus dan sangat parah pada perokok. Varisela ensefalitis adalah
komplikasi lebih serius, dengan mortalitas 10% dan jangka panjang hingga
15% dari korban.
Varisela terdapat di seluruh dunia dan tidak ada perbedaan ras
maupun jenis kelamin. Varisela terutama mengenai anak-anak berusia di
bawah 20 tahun terutama 3 higga 6 tahun dan hanya sekitar 2% terjadi
pada orang dewasa. Di Amerika, varisela sering terjadi pada anak-anak di
bawah usia 10 tahun dan 5% kasus terjadi pada usia lebih dari 15 tahun
dan di Jepang, umumnya terjadi pada anak-anak di bawah usia 6 tahun
sebanyak 81,4%.
2.1.4 Patogenesis
VZV merupakan virus yang menular selama 1-2 hari sebelum lesi
kulit muncul, dapat ditularkan melalui jalur respirasi, dan menimbulkan
lesi pada orofaring, lesi inilah yang memfasilitasi penyebaran virus
melalui jalur traktus respiratorius. Pada fase ini, penularan terjadi melalui
droplet kepada membran mukosa orang sehat misalnya konjungtiva. Masa
inkubasi berlangsung sekitar 14 hari, dimana virus akan menyebar ke
kelenjar limfe, kemudian menuju ke hati dan sel-sel mononuklear. VZV
yang ada dalam sel mononuklear mulai menghilang 24 jam sebelum
terjadinya ruam kulit; pada penderita immunocrompomised, virus
menghilang lebih lambat yaitu 24-72 jam setelah timbulnya ruam kulit.
6

Virus-virus ini bermigrasi dan bereplikasi dari kapiler menuju ke


jaringan kulit dan menyebabkan lesi makulopapular, vesikuler, dan krusta.
Infeksi ini menyebabkan timbulnya fusi dari sel epitel membentuk sel
multinukleus yang ditandai dengan adanya inklusi eosinofilik intranuklear.
Perkembangan vesikel berhubungan dengan peristiwa “ballooning”, yakni
degenerasi sel epitelial akan menyebabkan timbulnya ruangan yang berisi
oleh cairan. Penyebaran lesi di kulit diketahui disebabkan oleh adanya
protein ORF47 kinase yang berguna pada proses replikasi virus. VZV
dapat menyebabkan terjadinya infeksi diseminata yang biasanya
berhubungan dengan rendahnya sistem imun dari penderita.
Pada sebagian besar penderita yang terinfeksi, replikasi virus
tersebut dapat mengalahkan mekanisme pertahanan tubuh yang belum
matang sehingga akan berlanjut dengan siklus replikasi virus kedua yang
terjadi di hepar dan limpa, yang mengakibatkan terjadinya viremia
sekunder. Pada fase ini, partikel virus akan menyebar ke seluruh tubuh dan
mencapai epidermis pada hari ke 14 hingga16, yang mengakibatkan
timbulnya lesi di kulit yang khas. Seorang anak yang menderita varisela
akan menularkan kepada orang lain 2 hari sebelum hingga 5 hari setelah
timbulnya lesi di kulit.
Pada herpes zoster, patogenesisnya belum seluruhnya diketahui.
Selama terjadinya varisela, VZV berpindah tempat dari lesi kulit dan
permukaan mukosa ke ujung saraf sensoris dan ditransportasikan secara
centripetal melalui serabut syaraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada
ganglion tersebut terjadi infeksi laten (dorman), dimana virus tersebut
tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai
kemampuan untuk berubah menjadi infeksius apabila terjadi reaktivasi
virus.
2.1.5 Patofisiologi
Setelah terjadi kontak dengan orang lain yang menderita varisela,
maka akan terjadi respon imun dengan peningkatan suhu tubuh. Setelah
stadium prodromal timbul banyak macula/papula cepat berubah menjadi
vesikula. Selama beberapa hari akan timbul vesikula baru sehingga umur
dari lesi tidak sama. Kulit sekitar lesi berwarna eritematus.
7

Adanya respo inflamasi lokal memberikan adanya keluhan nyei,


kerusakan integritas jaringan dan gatal-gatal. Respon psikologis pada
kondisi ini dalah kecemasan dan gangguan konsep diri (Arif, 2000).
2.1.6 Tanda dan Gejala
Masa inkubasi 11 – 21 hari ( rata-rata 14 hari)
1. Stadium Prodromal : 24 jam sebelum kelainan kulit timbul, terdapat
gejala panas, perasaan lemah (malaise) dan anoreksia.
2. Stadium Erupsi : dimulai dengan terjadnya papula merah, kecil yang
berubah menjadi vesikel yang berisi cairan jernih dan mempunyai dasar
eritematosus. Perubahan vesikel tidak memperlihatkan cekungan di
tengah. Isi vesikel menjadi keruh dalam waktu 24 jam. Biasanya vesikel
menjadi kering sebelum isinya menjadi keruh. Dalam 3 – 4 hari erupsi
menyebar, mula-mula di dada lalu ke muka, bahu dan anggota gerak.
Erupsi ini disertai rasa gatal.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan untuk diagnosis
karena varisela dapat terlihat dari gejala klinis. Kebanyakan pada
anak-anak dengan varisela terjadi leukopeni 3 hari pertama, kemudian
diikuti dengan leukositosis. Leukositosis mengindikasikan adanya
infeksi bakteri sekunder, tetapi tidak selalu. Kebanyakan pada anak-
anak dengan infeksi bakteri sekunder tidak terjadi leukositosis. Serum
antibody IgA dan IgM dapat terdeteksi pada hari pertama dan kedua
pasca ruam. Pewarnaan imunohistokimiawi dari lesi kulit dapat
mengkonfirmasi diagnosis varisela. Pemeriksaan lab yang dapat
dilakukan diantaranya isolasi virus (3-5 hari), PCR, ELISA, Tehnik
imunofluresensi Flouresecent Antibody to Membrane Antigen
(FAMA) yang merupkan baku emasnya.
Pemeriksaan serologi digunakan untuk mengkonfirmasi infeksi
yang lalu untuk menentukan status kerentanan pasien. Hal ini berguna
untuk menentukan terapi pencegahan pada dewasa yang terekspos
dengan varisela. Identivikasi virus varisela zoster secara cepat
diindikasikan pada kasus yang parah atau penyakit belum jelas yang
membutuhkan pengobatan antiviral dengan cepat. Metode yang paling
8

spesifik yang digunakan adalah Indirect Fluorescent Antibody ( IFA ),


Fluorescent Antibody to Membrane Antigen ( FAMA ), Neutralization
Test ( NT ), dan Radioimmunoassay ( RIA ). Tes serologis tidak
diperlukan pada anak, karena infeksi pertama memberikan imunitas
yang pasti pada anak.
2. Radiologi
Foto toraks : anak-anak dengan suhu yang tinggi dan gangguan
respirasi seharusnya dilakukan foto toraks untuk mengkonfirmasi atau
menyingkirkan adanya pneumonia.
2.1.8 Penatalaksanaan Medik
Terapi yang diberikan pada varisela bersifat suportif, meliputi
(mehta, 2006; william,2002) :
1. Penjagaan hidrasi pada anak diperlukan, karena saat anak sakit nafsu
makan berkurang. Pada anak yang mendapat pengobatan Ancyclovir,
obat akan mengkristal di tubulus renalis, sehingga perlu hidrasi yang
adekuat.
2. Kebersihan menyeluruh tetap harus dijaga (memotong kuku dan
membersihkan badan). Melarang anak menggaruk ruam untuk
menghindari skar pada kulit. Memotong kuku, memakaikan sarung
tangan dan kaos kaki saat tidur dapat menghindarkan garukan pada
ruam.
3. Pemberian makanan yang sehat dan bergizi, tanpa pembatas makanan.
4. Tidak ada pembatas aktivitas pada anak-anak dengan varisela tanpa
komplikasi.
5. Kompres dingin, mandi yang teratur untuk mengurangi gatal.
6. Obat antiviral
7. Obat antihistamin
8. Obat antipiretik
9. Penyakit varisela dan herpes zoster pada anak imunokompeten
biasanya tidak diperlukan pengobatan yang spesifik dan pengobatan
yang diberikan bersifat simtomatis, yaitu:
A. Jika lesi masih berbentuk vesikel, dapat diberikan bedak agar
tidak mudah pecah.
B. Jika vesikel sudah pecah atau sudah berbentuk krusta, dapat
diberikan salep antibiotik untuk mencegah terjadinya infeksi
sekunder.
9

C. Dapat diberikan antipiretik dan analgetik, tetapi tidak boleh


golongan salisilat (aspirin) untuk menghindari terjadinya
sindroma Reye.
D. Kuku jari tangan harus dipotong untuk mencegah terjadinya
infeksi sekunder akibat garukan.
E. Pemberian obat antivirus dapat mengurangi lama sakit, keparahan
dan waktu penyembuhan akan lebih singkat. Pemberian obat
antivirus sebaiknya dalam jangka waktu kurang dari 48-72 jam
setelah erupsi di kulit muncul. Golongan obat antivirus yang
dapat diberikan yaitu asiklovir, valasiklovir dan famasiklovir.
Dosis anti virus (oral) untuk pengobatan varisela dan herpes
zoster yang dapat diberikan adalah:
1) Neonatus: Asiklovir 500 mg/m2IV setiap 8 jam selama 10 hari
2) Anak (2-12 tahun): Asiklovir 4x20 mg/kg BB/ hari/oral selama
5 hari
3) Pubertas dan dewasa:
a) Asiklovir 5x800 mg/hari/oral selama 7 hari
b) Valasiklovir 3x1 gr/hari/oral selama 7 hari
c) Famasiklovir 3x500 mg/hari/oral selama 7 hari.
d) Pemberian asetaminofen untuk mengurangi perasaan tidak
nyaman akibat demam; antipruritus seperti difenhidramin
1,25 mg/kg setiap 6 jam atau hidroksin 0,5 mg/kg setiap 6
jam. Topikal dan antibiotik sistemik dapat diberikan untuk
mengatasi superinfeksi bakteri. Terapi antivirus
menurunkan mortalitas karena progresif pneumonia dapat
dicegah, dan mengubah prognosis infeksi varisela pada
anak yang beresiko tinggi. Terapi asiklovir pada anak
imunodefisiensi harus dimulai pada 24 hingga 72 jam
sesudah muncul ruam kulit. Oleh karena rendahnya
absorbsi oral, obat diberikan intravena dengan tiap
pemberian dosis 500 mg/m2 dalam 8 jam. Terapi
dilanjutkan untuk 7 hari atau sampai tidak ada lesi baru
yang muncul dalam 48 jam.
2.1.9 Komplikasi
1. Komplikasi pada anak : pneumonia, sepsis, abses
10

2. Infeksi pada ibu hamil trimester pertama dapat menimbulkan


konginetal, sedangkan infeksi yang terjadi beberapa hari menjelang
kelahiran dapat menyebabkan varisela konginetal pada neonates, yaitu
BBLR, keterlambatan pertumbuhan dan kelainan ocular.
3. Herpes zooster.
2.1.10 Pencegahan
1. Aktif
Dilakukan dengan memberikan vaksin varisela. Angka serokonversi
mencapai 97 – 99 %. Diberikan pada yang berumur 12 bulan atau
lebih, lama proteksi belum diketahui pasti, meskipun demikian
vaksinasi ulangan dapat diberikan setelah 4-6 tahun. Pemberiannya
secara Sub Cutan 0,5 ml pada yang berusia 12 bulan sampai 12 tahun
dan pada usia diatas 12 tahun juga diberikan 0,5 ml setelah 4-8
minggu diulangi dengan dosis yang sama. Bila terpajannya kurang
dari 3 hari perlindungan vaksi yang diberikan masih terjadi, karena
masa inkubasi antara 7-21 hari. Sedangkan antibody yang cukup
sudah timbul antara 3-6 hari.
2. Pasif
Dilakukan dengan memberikan Zoster Imun Globulin (ZIG) dan
Zoster Imun Plasma (ZIP) . ZIG adalah suatu globulin gama dengan
titer antibody yang tinggi dan yang didapatkan dari penderita yang
telah sembuh dari infeksi herpes zoster. Pemberian sebanyak 5 ml
dalam 72 jam setelah kontak dengan penderita varisela dapat
mencegah penyakit ini pada anak sehat, tapi pada anak dengan
difisiensi imunologis, pemberian ZIG tidak dapat mencegah dengan
sempurna, diperlukan ZIG dengan titer yang tinggi dan dalam jumlah
yang besar. ZIP adalah plasma yang berasal dari penderita yang baru
sembuh dari herpes zoster dan diberikan secara intravena sebanyak 3-
14,3 ml/kgbb. Pemberian ZIP dalam 1-7 hari setelah kontak dengan
penderita varisela pada anak dengan defisiensi imunologis
mengakibatkan menurunnya insidens varisela dan merubah
perjalanan penyakit varisela menjadi ringan dan dapat mencegah
varisela untuk kedua kalinya.
11

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Varisela adalah penyakit infeksi virus akut dan cepat menular disertai
gejala konstitusi dengan kelainan kulit yang polimorf, terutama dibagian
sentral tubuh. Keluhan umum yang muncul adalah demam yang tidak
terlalu tinggi, timbul gejala anoreksia, malaise dan selain itu timbul erupsi
kulit berupa papula eritematosa yang dalam waktu beberapa jam berubah
menjadi vesikel.
Untuk mencegah varisela dapat dilakukan vaksinasi varisela yang
diberikan pertama kali pada usia 12 bulan atau lebih dengan pemberian
melalui subcutan sebanyak 0,5 ml. Selain itu, dapat juga diberikan zoster
imun globulin dan zoster imun plasma.

3.2 Saran
Mengingatkan bahwa varisela merupakan maslah kesehatan
masyarakat yang angka mordibitas masih tinggi yang terjadi pada anak,
maka penyusun menyarankan kepada keluarga maupun perawat yang
menemukn kasus ini secepatnya dirujuk.
Untuk lebih mengetahui perkembangan klien, hendaknya perawat
menggunakan askep yang tepat.
12
DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marylin. E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Redoman Untuk


Perencanana dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC

Kurniawan, M., N. Dessy & M. Tatang. 2009. Varisela Zoster Pada Anak.
Medicinus: Jakarta

Lubis, RD. 2008. Varisela dan Herpes Zoster. Makalah. Departemen Ilmu
Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara: Medan

Nursalam. 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan Konsep dan Praktik Edisi
1. Salemba Medika: Jakarta

Tarwoto dan Wartonah. 2000. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses


Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta

13

You might also like